FENOMENA ‘SAKUMPUL’ MARTAPURA


Kota Martapura Provinsi Kalimantan Selatan,  memang sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat,  terkenal dengan julukan sebagai kota intan dan kota santri. Martapura dikenal sebagai kota intan,  karena menjadi pusat pengolahan dan perdagangan batu permata yang sangat indah, yaitu intan atau berlian. Pengolahan batu mulia yang bernama intan di Martapura memang sudah dikenal sejak lama, namanya penggosokan intan. 
Penggosokan intan tersebut,  mengolah intan mentah yang baru diperoleh dari perut bumi oleh para penambang intan, kemudian diolah menjadi butiran berlian yang siap untuk diaplikasikan ke berbagai perhiasan yang elegan. Berlian adalah hasil olahan dari intan yang masih mentah, belum berbentuk, dan tentunya juga belum mengeluarkan sinar atau cahaya yang sesungguhnya. Setelah digosok dalam kurun waktu yang relatif lama oleh tangan-tangan terampil yang berpengalaman, maka intan tersebut menjelma menjadi berlian yang bernilai tinggi.

Selanjutnya, kota Martapura juga mendapat julukan sebagai kota sarambi Mekkah. Martapura memiliki sebuah masjid yang sangat diagungkan dan dipercaya memiliki karamat oleh umat Islam, yaitu Masjid Al Karomah. Masjid yang dulunya dibangun oleh para alim ulama kota Martapura dengan keikhlasan dan perjuangan untuk menegakkan sendi-sendi Islam di Martapura pada khususnya, dan Kalimantan Selatan pada umumnya. Kini, bangunan masjid tersebut sudah berubah bentuk bangunannya dari sejak awal berdirinya. Kini bentuk bangunannya bergaya Timur Tengah.
Selain memiliki Masjid Al Karomah yang menjadi tujuan ziarah umat Islam di Kalimantan Selatan, Martapura juga masih memiliki sebuah pondok pesentren legendaris yang banyak melahirkan ulama besar di Kalimantan Selatan, yaitu Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Telah banyak alumni atau lulusan pondok pesentren ini yang menjadi ulama atau tokoh agama Islam di penjuru Kalimantan Selatan, bahkan luar Kalimantan Selatan. Banyak pondok pesentren yang lain mengikuti atau berpedoman pada kurikulum atau pola pembelajaran dari Pondok Pesantren Darussalam ini,  yang masih memegang teguh pola pembelajaran tradisional yang berlaku sejak pondok pesentren tersebut berdiri.
Dulu, sekitar tahun 1980-an , belum dikenal nama Sakumpul oleh masyarakat di Martapura dan sekitarnya, apalagi Kalimantan Selatan. Namun, sejak tahun 1990-an, nama Sakumpul mulai dikenal oleh masyarakat, khususnya umat Islam di Kabupaten Banjar. Daerah Sakumpul dulunya berada di Kelurahan Tanjung Rema Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar,  kemudian sejak pindahnya pengajian K.H.Ahmad Zaini Ghani, atau Guru Ijai dari rumah orangtua beliau di Kelurahan Keraton Martapura ke tempat yang kemudian dinamai Sakumpul tersebut.
Sejak pengajian K.H.Ahmad Zaini Ghani, atau Guru Ijai di Sakumpul inilah, maka tempat tersebut menjelma menjadi pemukiman yang padat dan ramai dikunjungi orang, karena pengajian rutin dilaksanakan setiap Sabtu dan malam Senin pada setiap minggunya.   Perkembangan daerah Sakumpul ini demikian pesat,  sehingga akhirnya kini menjadi sebuah kelurahan tersendiri yang bernama Kelurahan Sakumpul.  Kemudian masyarakat, khususnya umat Islam Kalimantan Selatan,  sampai sekarang menyebut alamarhum K.H.Ahmad Zaini Ghani, dengan sebutan Abah Guru Sakumpul atau Guru Sakumpul.
Sekarang daerah Sakumpul menjadi kelurahan tersendiri dan masuk Kecamatan Martapura Kota seiring dengan perkembangan masyarakat dan wilayah yang sangat pesat. Pusatnya Sakumpul itu adalah bekas tempat tinggal atau rumah, dan tentunya juga makam almarhum  K.H.Ahmad Zaini Ghani, atau lebi dikenal dengan sebutan Abah Guru Sakumpul atau Guru Sakumpul. Pezairah dari segenap pelosok Kalimantan Selatan, atau bahkan dari luar Pulau Kalimantan datang silih berganti ke Sakumpul untuk berziarah ke makam ulama yang sangat kharismatik, yaitu K.H.Ahmad Zaini Ghani, Abah Guru Sakumpul, atau Guru Sakumpul  tersebut.
Kini,  Sakumpul bagaikan sebuah kota sendiri. Banyak rumah yang berdiri dengan megahnya, pusat pertokoan, pasar, sekolah, dan tentunya juga tempat ibadah. Kalau dulu orang luar hanya mengenal Martapura sebagai kota intan, maka sekarang orang luar juga mengenal Sakumpul tanpa embel-embel Martapura. Artinya, Sakumpul seolah-olah bukan bagian dari Martapura itu sendiri, karena demikian terkenalnya Sakumpul bagi umat Islam di Kalimantan Selatan khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya
Kini, menjelang haul ke-14 almarhum   K.H.Ahmad Zaini Ghani, Guru Ijai,  Abah Guru Sakumpul, atau Guru Sakumpul, 10 Maret 2019, Sakumpul Martapura bagaikan lautan manusia yang berdatangan dan hadir untuk mengikuti rangkaian kegiatan haul ulama kharismatik tersebut.  Jutaan jamaah haul yang berdatangan dari seluruh penjuru Kalimantan, bahkan juga dari luar negeri, tumpah ruah memadati kawasan Sakumpul yang menjadi pusat kegiatan haul tersebut


Post a Comment for "FENOMENA ‘SAKUMPUL’ MARTAPURA"