PERJUANGAN ANAK SEKOLAH dari KOTA SERIBU SUNGAI


Menurut berita koran Banjarmasin Post, Kamis, 11 April 2019, yang terdapat pada halaman 9, dengan judul “ Siswa Telat karena Anak Sungai Dangkal”. Dalam beritanya, 2017 lalu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin melakukan pengerukan di Sungai Basirih, Banjarmasin. Pengurukan tersebut berdampak positif pada warga dan anak-anak sekolah.Pasalnya sungai itu menjadi jalur lalu lintas yang digunakan oleh masyarakat setempat. Paling penting pula, menjadi lintasan puluhan siswa yang bersekoilah di SDN Basirih 10 Banjarmasin. Akan tetapi, pasca musim hujan beberapa bulan lalu, kondisi sungai yang awalnya telah dalam dan lebar, kembali dangkal.


Memang, kondisi alam Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, banyak memiliki sungai kecil menjadikan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini dijuluki sebagi ‘kota seribu sungai’.  Keberadaan sungai kecil yang banyak terdapat di Kota Banjarmasin ini,  meski sudah banyak yang tertutup oleh adanya pemukiman penduduk, namun masih cukup banyak sungai kecil lainnya yang tetap ada dan digunakan oleh masyarakat sekitarnya, salah satunya adalah Sungai Basirih.
Pemanfaatan sungai oleh warga masyarakat sekitarnya diantaranya sebagai sebagai sarana lalu lintas dengan menggunakan perahu kecil yang dikenal masyarakat Banjar dengan sebutan ‘jukung’.
Bukan hanya orang dewasa saja yang mampu menggunakan jukung tersebut, tetapi juga anak-anak yang hidup dan berdiam di sekitar sungai, seperti anak-anak yang berada di tepian Sungai Basirih, yang setiap mereka menggunakan jukung untuk kegiatan pulang-pergi ke sekolahnya, yaitu SDN 10 Basirih, Kota Banjarmasin. Anak sekolah SD yang masih kecil-kecil sudah pandai dan terbiasa memakai jukung dalam kegiatan sehari-hari, termasuk ke sekolah yang relatif jauh dari rumah mereka. Mungkin bagi mereka, memakai jukung dalam kesehariannya, termasuk ke sekolah, adalah hal yang biasa dan lumrah bagi mereka, sama seperti dengan anak-anak yang lain yang pergi ke sekolah menggunakan sepeda.
Kendala yang dihadapi oleh anak-anak sekolah yang mengggunakan jukung, seperti yang diberitakan oleh koran di atas, adalah ketika musim kemarau atau saat air sungai surut, sehingga membuat jukung mereka terhambat laju perjalanannya. Kondisi sungai yang semakin surut oleh adanya proses alam menjadi kendala ketika musim kemarau yang membuat air sungai menjadi surut dan menghambat laju jukung ketika dikayuh. Akibatnya, jukung yang dibawa menjadi berat dan pada akhirnya terlambat datang ke sekolah. Terlebih lagi, jika terjadi surut pada pagi hari, maka air sungai semakin dangkal, dan makin membuat jukung sulit bergerak dan melajuBagi penulis, berita tentang kisah anak pergi ke sekolah menggunakan jukung mengingatkan kembali masa kecil saat penulis dulu sekolah berangkat dan pulang ke madrasah menggunakan jukung, karena lokasi madrasahnya ada di seberang sungai, sedangkan saat itu tidak ada jembatan penghubung. Penulis bersama 3 (tiga) teman setiap siang hari berangkat dan pulang dari madrasah tersebut menggunakan jukung yang dikayuh bersama. Saat itu masuk madrasah pada siangdan pulangnya sore hari menjelang magrib.
.Perjuangan anak sekolah yang berada di lingkungan atau  daerah sungai seperti yang diberitakan di atas untuk menempuh pendidikan atau sekolah merupakan suatu hal perlu mendapat perhatian semua pihak. Orangtua, guru,  atau masyarakat setempat perlu  memperhatikan dan menjaga keselamatan dan keamanan mereka saat berangkat dan pulang dari sekolah, meski rata-rata mereka sudah pandai berenang. Anak-anak sekolah yang relatif masih kecil dan rentan dari bahaya yang mengancam kesalamatan diri mereka. Selamat berjuang mewujudkan masa depanmu yang gemilang demi Indonesia yang lebih baik lagi. Semoga.

Post a Comment for "PERJUANGAN ANAK SEKOLAH dari KOTA SERIBU SUNGAI"