PENYEDERHANAAN TIDAK IDENTIK DENGAN RPP SELEMBAR


Menurut pengalaman saya selama ini, banyak guru yang menyusun RPP dengan meng’copypaste’dari RPP yang disusun oleh guru lain, pada umumnya dari Pulau Jawa. Penyebaran nakah RPP tersebut cukup masiv, karena dilakukan melalui banyak cara dan saluran, seperti KKG (Kelompok Kerja Guru ) , MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), aantar individu, dan sebagainya.
Lebih parahnya lagi, RPP hasil copypaste tersebut oleh guru terkadang tidak dibaca dan diadaptasi atau disesuaikan dengan sekolah sendiri, sehingga RPP tersebut nyaris tidak punya peran apa-apa dalam pembelajarannya. Hanya untuk memenuhi persyaratan formalitas semata. Bahkan, pernah ada yang guru yang lupa mengganti atau mengedit nama lokasi dan nama kepala sekolahnya, sehingga ketika mau dimintakan pengesahan oleh kepala sekolahnya, masih tertulis seperti asal RPP tersebut.
Kenyataan dan pengalaman yang ada tersebut kemungkinan besar juga dialami atau dilakukan oleh banyak guru selama ini, karena malas atau repot dalam menyusun sendiri RPP dan sebagainya,  serta ditambah lagi dengan dukungan teknologi. Katanya, kalau ada yang mudah, mengapa harus mengambil yang sulit. Tidak perlu repot menyusun RPP sendiri, cukup copypaste, cetak, dan serahkan kepada kepala sekolah untuk ditandatangani.
Dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 tentang penyederhanaan RPP guru diberikan kebebasan yang luas dalam penyusunan RPP. Namun demikian, kebebasan tersebut jangan disalahartikan dengan bebas membuat RPP semuanya sendiri, tanpa memperhatikan ketentuan atau rambu-rambu yang digariskan dalam surat edaran tersebut. Terlebih lagi, guru ‘bebas’ untuk tidak membuat RPP.

"  Jika ada yang menafsirkan penyederhanaan tersebut dengan RPP 1 lembar itu dan tidak boleh lebih, maka hal tersebut tidak sesuai dengan semangat “ Merdeka Belajar “, karena dibatasi jumlah lembarannya." 


Persoalan yang lain terkait dengan penyederhanaan RPP ada yang menafsirkannya dengan RPP 1 lembar saja. Penafsiran yang demikian tidak sesuai dengan surat edaran di atas, karena di dalam surat edaran terseut tidak ada mencantumkan RPP 1 lembar. Kemungkinan konsep RPP 1 lembar itu ditafsirkan dari makna’ sederhana’ yang dimaknai dengan ‘ minimalis’. Jika ada yang menafsirkan penyederhanaan tersebut dengan RPP 1 lembar itu dan tidak boleh lebih, maka hal tersebut tidak sesuai dengan semangat “ Merdeka Belajar “, karena dibatasi jumlah lembarannya.
Tidak ada persyaratan jumlah halaman dalam penyusunan RPP, misalnya hanya 1 lembar saja. Lalu, jika RPP hanya 1 lembar saja, berarti membuat repot  atau tidak sesuai dengan semangat ‘ penyederhanaan ‘  itu sendiri karena dibatasi jumlah halaman, ukuran kertas, ukuran huruf yang digunakan, dan sebagainya.  Penyederhanaan RPP dapat dimaknai pula sebagai upaya membuka peluang kepada guru untuk mengurangi penggunaan kertas, biaya, waktu, atau bahkan tenaga.
Pada akhirnya, semua kembali kepada niat dan kemaunan guru untuk menyusun atau tidak RPP  hasil karya sendiri. Meniru atau meng’copypaste’ RPP guru lain tidak salah, tetapi  dengan niat hanya sekedar mencari pembanding atau mencontohnya, lalu kemudian menyusun RPP yang sesuai dengan kondisi di sekolah sendiri.  Patut diingat, bahwa penyusunan RPP bukan merupakan pekerjaan yang bersifat administratif, melainkan bagian dari tugas profesi seorang  guru sebagaimana tercantum pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen. #Dirumah&MenulisA
ja.

Post a Comment for "PENYEDERHANAAN TIDAK IDENTIK DENGAN RPP SELEMBAR"