Pemberitaan koran Bpost pada
Sabtu, 22 Januari 2022 di halaman 7 dengan judul “ Rohman Tutup Kantin Sekolah “
dan subjudul “ SDN Favorit di Tala Terapkan Prokes Ketat’. Disebutkan sejak 3
Januari 2022 seluruh sekolah di Kabupaten Tanah Laut (Tala) Kalimantan Selatan
(Kalsel), mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM). Namun
dipersyaratkan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat.
Pelaksanaan Pembelajaran Tatap
Muka (PTM) 100 persen yang telah
dilaksanakan selama beberapa minggu pada semester 2 (dua) Tahun Pelajaran
2021/2022 ini mulai mendapat perhatian berbagai pihak terkait. Mengutip berita CNN Indonesia.com, bahwa
sebanyak lima organisasi yang bergerak di bidang medis meminta agar PTM 100
persen bagi anak usian 11 tahun dievaluasi, seiring dengan makin meningkatnya
penularan varian Omicron . Kelima lembaga tersebut antara lain, Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia
Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardioviskular
(PERKI), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Kekhawatiran yang
disampaikan organisasi profesi yang bergerak dalam bidang kesehatan
tersebut patut mendapat pehatian dari semua pihak, terutama pemerintah .
Perkembangan dan penularan varian Omicron mulai menunjukkan kecendrungan
meningkat setiap harinya. Sementara itu proses PTM 100 persen sudah
dilaksanakan oleh beberapa daerah sesuai dengan kebijakan yang disesuaikan
dengan kondisi atau level PPKM di daerah masing-masing.
Pelaksanaan PTM 100 persen tidak
terlepas dari kekhawatiran akan terjadi learning
loss yang makin parah karena hampir
2 (dua) tahun ini peserta didik
hanya belajar dari rumah (BDR) dengan pola pembelajaran jarak jauh
(PJJ), baik secara daring maupun luring. Menuurut The
Education dan Development Forum (2020), learning loss
adalah siatuasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan,
baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis yang terjadi karena
kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan.
Tentu masih banyak lagi dampak negatif yang dirasakan sekolah, siswa, orang tua/wali serta pemerintah akibat sekolah belum diperbolehkan menyelenggarakan PTM. Selama ini pendidikan itu dipahami secara sederhana sebagai proses mendidik dan mengajar oleh guru di ruang kelas secara terjadwal dan sistematis. Dengan adanya PJJ atau BDR , maka jelas proses mendidik tidak dapat dilakukan secara maksimal dan intensif oleh guru dan sekolah. Hanya melalui pembelajaran tata muka dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah atau pembiasaan proses mendidik dengan penanaman nilai-nilai kepada siswa dapat dilakukan. Tentu berbeda dengan PJJ atau BDR, praktis proses mendidik tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh guru atau sekolah, hanya pada sesi proses mengajar saja, dan itu pun tidak efektif.
Dalam praktiknya terkadang terjadi
kelengahan atau abai dengan prokes di sekolah karena menganggap kondisi sudah
kembali normal, sehingga ketentuan prokes diabaikan. Oleh sebab itu pelaksanaan
PTM 100 persen oleh satuan pendidikan
atau sekolah diharapkan tetap berlangsung dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Dukungan semua pihak di sekolah
sangat diperlukan agar pelaksanaan PTM 100 persen tersebut dapat terlaksana dengan tertib dan baik.
Pendidikan sebagai ujung tombak
mencerdaskan kehidupan bangsa harus segera bangkit dan pulih kembali meski masih ada potensi ancaman dari Covid-19
varian Omicron. Berbagai pertimbangan dari pihak terkait yang memahami tentang
dunia kesehatan juga patut dijadikan pertimbangan dan rujukan dalam rangka
menjaga jiwa dan kesehatan peserta didik dalam kondisi yang belum stabil ini.
Semoga.
#BangkitPendidikanNegeriKu
Post a Comment for "PTM YANG DIGUGAT"