Bagian 1
GURU dan BUDAYA MENULIS
Budaya
menulis yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan guru yang profesional, karena
setiap hari guru menemukan berbagi informasi, kejadian, dan permasalahan dalam kegiatan profesinya
sebagai guru. Informasi, kejadian, dan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
di dalam kelas. Ada masalah yang
berkaitan dengan kemampuan dan kepribadian siswa, materi pelajaran, metode,
media, evaluasi, dan sebagainya. Semua masalah dan fenomena yang ditemui dan
dialami guru di sekolah atau kelas
tersebut dapat menjadi bahan yang aktual dan faktual untuk
diangkat dalam sebuah tulisan, apakah karya tulis ilmiah seperti PTK
(Penelitian Tindakan Kelas), inovasi pembelajaran (INOBEL), atau tulisan populer
lainnya yang akan dapat menjadi unsur
utama dalam menunjang angka kredit kenaikan pangkat dan sebagainya.
Masalah
dan fenomena yang berkaitan dengan persoalan pendidikan, lebih khusus lagi
guru, dapat dipastikan terjadi dan dialami oleh semua guru pada semua jenjang
sekolah. Apakah di sekolah yang maju dan lengkap sarana dan prasarana, atau di
sekolah yang ‘terkebelakang’ dimana sarana dan prasarana yang sangat terbatas
dan kekurangan. Dengan demikian, masalah
dan fenomena yang terjadi di dalam ruang lingkup pekerjaan atau profesi sebagai
guru tersebut menjadi sumber informasi dan inspirasi yang sangat berharga dan
bermanfaat ditangan guru yang kreatif dan inovatif untuk
dituangkan dalam karya tulis ilmiah, baik namanya PTK (penelitian tindakan kelas) PTS
(penelitian tindakan sekolah) ,artikel, dan sebagainya.
Lemahnya
budaya menulis, khususnya tulisan ilmiah, tidak terlepas pula dari pola, atau
budaya dan kebiasaan guru mengajar
sehari-hari. Guru yang kokoh memegang paradigma
sebagai ‘harat’ di depan kelas yang dengan metode “ceramah-melulu’
dalam setiap kegiatan pembelajaran. Kebiasan dan pola ceramah melulu tersebut
relatif masih sangat kuat berakar dalam diri guru, sehingga untuk mencatat di papan tulis saja, guru
menyerahkannya kepada siswa dengan metode CBSA atau “catat buku
sampai abis”.
Apa
yang dilakukan oleh guru dengan motede “ceramah-melulu” dan “catat
buku sampai abis” tentunya sangat tidak sesuai dengan paradigma pembelajaran
yang modern. Paradigma pembelajaran modern bahwa pembelajaran berpusat pada siswa, bukan pada
guru. Dari sinilah, bagi para guru yang kreatif dan inovatif
menuangkan ide, gagasan, dan pemikirannya untuk mencari dan memberikan model pembelajaran
terbaik kepada siswa. Pembelajaran yang variatif, kreatif dan inovatif sebagai upaya menjawab permasalahan
dan fenomena yang ditemukannya dalam menjalankan profesi sebagai guru, dan
kemudian menuangkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah, baik itu berupa PTK, artikel,
buku dan sebagainya.
Masih
banyak guru yang terpaku dan
terlena dengan tugas rutin mengajar, dan
hanya mencukupkan diri sebagai pembagi ilmu pengetahuan semata kepada siswanya, tanpa perlu berpikir dan
berupaya bagaimana memproduksi ilmu pengetahuan
itu sendiri. Kemampuan guru memproduksi ilmu pengetahuan dan menuangkannya
dalam bentuk karya tulis sejatinya
sangat terbuka lebar, dan peluang
menjadi penulis yang kreatif juga sangat memungkinkan. Kreativitas dan
kemampuan yang ada dalam diri seorang guru, bukan hanya disampaikan dan dipompakan secara
lisan saja kepada siswanya saja, tetapi
juga harus diimplementasi oleh guru tersebut dalam bentuk karya tulis yang
nyata dan orisinil.
Mengutip
suatu pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu
musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka tentunya budaya
menulis perlu ditumbuhkan di kalangan guru, agar apa yang dimiliki dan diajarkannya
menjadi sesuatu yang ‘abadi’ dan
bermanfaat bagi orang lain kelak dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan
perkataan Imam Ja’far ash-Shadiq yang dikutip
dalam buku Jamal Ma,mur Asmani, yaitu”
Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Menulis sebagai bentuk
ekspresi diri dan profesionalisme guru sangat diperlukan, agar pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
oleh guru dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh guru yang lain, sekecil
apapun karya yang dituangkan dalam tulisan tersebut.
Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, mengisyaratkan secara jelas perlunya guru membuat karya
tulis ilmiah untuk kenaikan pangkatnya. Hal ini memberikan petunjuk yang jelas,
bahwa secara formal ada ketentuan yang
mengikat guru untuk menulis, khususnya karya tulis ilmiah seperti Penelitian
Tindakan Kelas (PTS) ,artikel, dan sebagainya. Kesadaran dan kemauan guru untuk
menuangkan berbagai ide, gagasan, dan segala pemikirannya menjadi kata kunci
lahirnya budaya menulis di kalangan guru.
Peraturan
dan ketentuan yang mewajibkan guru menulis karya tulis untuk memenuhi
persyaratan kenaikan pangkat bagi guru PNS, diharapkan mampu menyadarkan dan membangkitkan
keinginan kuat bagi guru untuk menulis. Tetapi peraturan dan ketentuan tersebut
tidak cukup kuat untuk membangkitkan kesadaran dan kemauan guru untuk menulis
karya ilmiah, apabila dari dalam diri
guru itu sendiri tidak memiliki kesadaran dan kemauan yang kuat.
Selama
ini Pemerintah sudah membuka banyak peluang dan memberikan pelatihan kepada
guru, agar mampu guru menuangkan ide, gagasan,
permasalahan, dan alternatif pemecahan masalah yang telah dialami oleh guru
selama menjalankan profesinya menjadi tulisan ilmiah, misalnya PTK sebagai syarat naik pangkat, dan sebagainya.
Kemampuan dan kemauan yang kuat untuk menuangkan berbagai ide, gagasan,
permasalahan, dan alternatif pemecahan masalah yang telah dialami oleh guru
selama menjalankan profesinya, atau gagasan visioner lainnya tentang lingkung
profesinya, seperti temuan inovatif dari
guru, harusnya datang dari diri guru ini sendiri. Kalau bukan dari diri guru sendiri yang mau
melakukan perubahan dan upaya meningkatkan kemampuan profesinya, tentu sangat
sulit kita akan menemukan sosok guru yang profesional seutuhnya.
****
Bagian 2
GURU dan GERAKAN LITERASI
Sejatinya kegiatan menulis tidak
dapat dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu
cara guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih
diera digital sekarang. Guru sudah atau bahkan setiap hari memberikan pelajaran
kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu
sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah dilakukan oleh guru. Lalu,
mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia mengeluh dan mengatakan
tidak dapat menulis?. Sudah sepatutnya,
guru menjadi motivator dan contoh bagi anak didiknya dalam hal menulis. Guru
dapat menulis apa saja tentang profesinya sebagai guru dan dunia
pendidikan. Permasalahannya, tergantung pada kemauan guru , dan kapan mengawali
menulis itu sendiri.
Ada banyak objek dan permasalahan
yang terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam profesi guru. Dunia
pendidikan merupakan dunia yang sangat kompleks dan dinamis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diera
globalisasi sekarang ini juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia
pendidikan. Guru sebagai agen
pembaharuan harus mengikuti proses
perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi dan gagap teknologi.
Menulis dan profesi guru adalah
dua hal yang harusnya sejalan dan mampu
saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat
menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan atua karya tulis
ilmiah seperti laporan penelitian
tindakan kelas (PTK) , paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel),
makalah best praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat
memberikan solusi bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran dari
persepsi dirinya, dan tulisan tersebut menjadi bukti outentik dan bermanfaat
bagi guru itu sendiri maupun pihak lain. Dengan menulis, guru telah
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang
terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang
cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang
dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan
sebagainya. Kuncinya, menulis itu adalah
kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahun baru atau
pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis. Mulai
yang mudah, terdekat, dan sesuai profesi.
****
Bagian 3
MENGAPA GURU SULIT MENULIS ?
Bagi seorang guru, aktivitas menulis sejatinya merupakan kegiatan yang
tidak terpisahkan dengan profesinya sebagai guru. Terlepas guru tersebut baru
saja menjadi guru, apalagi yang telah lama menjalaninya sebagai guru. Menulis
telah menjadi aktivitas dan bagian hidup sebagai seorang guru. Namun demikian,
mengapa ketika guru diharuskan membuat karya tulis ilmiah maupun karya tulis
lainnya, mereka berkilah tidak mampu menulis?.
Tidak dapat dimungkiri, bahwa banyak guru yang enggan memanfaatkan waktunya,
baik ketika di sekolah maupun di rumah, menulis atau mencatat kegiatan
hariannya sebagai guru. Guru tidak mampu menulis apa yang sebenarnya mereka
alami, rasakan, atau terlibat langsung atau tidak dalam berbagai aktivitas sebagai guru. Saat
menjadi siswa atau mahasiswa pendidikan guru, saat mengajar pertama di muka
kelas dan berhadapan dengan siswa, dan sebagainya. Moment dan peristiwa penting
sebelum, saat, dan sesudah terjun menjalani, mengalami, dan merasakan kehidupan
sebagai guru merupakan sumber inspirasi untuk menjadi tulisan. Terlebih lagi,
bagi guru sudah sejak masuk sekolah, kuliah, dan kemudian menjadi guru tentu
pernah menulis tentang berbagai macam hal. Lalu, mengapa masih ada guru yang
mengatakan, saya tidak mampu menulis?
Memaknai sebuah tulisan tidak sekedar terfokus
pada tulisan karya ilmiah semata atau bentuk tulisan formal lainnya, tetapi
menulis itu hendaknya pula dimaknai dengan menulis tentang apa saja. Guru dapat
menulis cerita tentang hari pertama praktik mengajar, cerita mengenai ketika
pertama mengajar di sebuah sekolah yang baru, dan sebagainya. Semua moment dan
peristiwa seputar kehidupan guru akan menjadi sumber bahan tulisan yang tidak
akan habis-habisnya untuk ditulis. Masalahnya, tergantung sejauh mana guru
tersebut mau menulis? Guru sangat fasih dan lancar menjelaskan pelajaran seraya bercerita
panjang lebar tentang berbagai hal, sehingga hampir waktu atau jama mengajarnya
diisi dengan ceramah dan cerita guru saja.
Bahkan akan lebih banyak lagi bercerita atau berbicara ketika bertemu
dengan rekan dan kawan di kantor, terlebih di warung dan sebagainya. Namun,
ketika guru diminta menuliskan apa yang ia jelaskan atau ceritakan, maka
semuanya menjadi susah untuk menulisnya.
Menurut penulis, kondisi dan gambaran di atas
kemungkinan besar lebih disebabkan oleh faktor kebiasaan atau budaya semata.
Kebiasaan dan budaya tutur atau lisan memang merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat kita pada umumnya. Hal serupa
juga menjadi pola dan cara guru selama ini dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Kalau tidak memakai metode“ CBSA
alias Catat Buku Sampai Abis”, guru
menggunakan metode “CEMU alias Ceramah Melulu”. Kedua pola atau metode pembelajaran tersebut menjadi faktor penyumbang
yang membuat guru tidak mampu menulis tentang apa yang dialami, dilakukan, atau
dilihatnya. Dengan metode ceramah
melulu, guru tidak perlu menyiapkan segala sesuatunya dalam pembelajaran, bahkan sampai tidak membuat rencana
pembelajaran, tidak menggunakan media, tidak perlu persiapan yang rumit, dan
sebagainya. Guru cukup datang ke kelas dan memberikan penjelasan dan sebagainya
sepanjang waktu pembelajaran tersebut.
Dalam konsep pembelajaran modern, konsep guru
sebagai sumber utama belajar telah diubah. Kini fungsi dan peran guru bukan
menjadi satu-satu sebagai sumber utama belajar di kelas. Kini ada buku, koran, majalah,
bahkan internet. Dengan demikian,
ketika saat ini dan ke depannya guru masih menggunakan metode ceramah melulu,
maka guru akan dianggap ‘kuno’ dan ‘kuper
alias kurang pergaulan’, gaptek atau gagap
teknologi, dan tidak mengikuti
perkembangan zaman. Mungkin metode ceramah masih dapat dilakukan di sekolah
yang berada di pedalaman, terpencil, tertinggal, atau daerah yang tidak
memiliki akses internet. Kini guru
harus mengikuti perubahan, salah satunya tentang menulis. Satu Guru Satu Buku
(SAGUSAKU) itulah trend guru zaman now
untuk menyikapi dan mengikuti dan menjawab perubahan tersebut.
****
Bagian 4
GURU adalah
PENULIS
Potensi
dan kemampuan menulis itu sebanarnya sudah dimiliki oleh setiap orang, terlebih
lagi bagi seorang guru. Sejak masuk sekolah jenjang SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi, guru sudah pernah dan sering menulis. Tidak
terhitung jumlah banyaknya tulisan yang pernah dihasilkan, apalagi saat
mengerjakan tugas mengarang yang diberikan oleh guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia sewaktu duduk di sekolah. Disadari atau tidak, guru sudah sangat akrab dan memahami bagaimana
memulai, mengisi inti, dan menutup sebuah tulisan.
Kini,
setelah menjadi seorang guru, tentu potensi dan
kemampuan menulis selayaknya sudah bukan merupakan sesuatu yang sulit
lagi. Menulis bagi kehidupan seorang guru yang kini menjadi terbuka dan punya
peluang besar untuk menjadi penulis buku atau bentuk tulisan lainnya, terlebih
bagi seorang guru yang telah lama mengabdi sebagai guru.Tentunya, potensi dan kemampuan yang besar tersebut
harus diwujudkan dari sekarang dengan menulis sesuatu yang bermakna dan
bermanfaat bagi diri sendiri dan banyak orang, seperti menulis buku pelajaran,
buku sejarah, dan sebagainya.
Kehadiran
dan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK diera digital
sekarang ini, juga dapat menjadi pendukung dan pendorong terwujudnya potensi
dan kemampuan menulis. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kecanggihan TIK dapat
memberikan peluang dan kesempatan semakin besar untuk menulis.Mengapa tidak?.
Misalnya, dengan menggunakan komputer atau laptop kita dapat menulis dengan
mudahnya tanpa direpotkan dengan menghapus atau mengganti kertas seperti semasa
menggunakan mesin tik.
Terlebih
lagi, dengan adanya gadget atau gawai
yang canggih, seperti tab dan smartphone, sehingga kita dapat menulis
kapan dan dimana saja tanpa terkendala masalah waktu dan tempat. Melalui tab atau smartphone kita dapat menulis banyak hal dalam kondisi yang
beraneka ragam. Saat duduk menunggu atau saat di dalam bus kita dapat menyempatkan diri untuk menulis
sesuatu pada tab atau smartphone untuk meng-up date status. Tulisan kita pun menyebar dalam gadget atau gawai dengan berbagai macam
tujuan, baik sebagai berita, komentar, dan sebagainya.
Banyak
sudah tulisan yang pernah kita tulis dalam berbagai macam dan sudah pula dibaca
oleh banyak orang. Pada zaman kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi
melalui media sosial yang menjamur di dunia maya, tulisan kita sudah menyebar
kemana-mana, dan tentunya juga dibaca oleh banyak orang. Sadar atau tidak
sadar, kita seorang penulis. Kita sudah masuk dan menempatkan diri sebagai
penulis yang produktif di dunia maya,
sehingga tidak ada lagi sanggahan “ aku bukan penulis”. Kini kita adalah
penulis.
Ternyata
menjadi penulis itu mudah, dan tentunya juga sudah kita lakukan dan alami selama ini diera digital ini. Lalu,
mengapa ketika kita diminta untuk membuat sebuah artikel atau essay kita tidak
mampu? Kita menjadi buntu saat memulai tulisan, bahkan saat menulis ‘ kata’
pertama saja kita begitu susahnya. Permasalahan tersebut memang menjadi masalah
bagi kebanyakan orang saat menulis sebauah artikel atau essay, tidak terkecuali
bagi penulis sendiri. Tetapi dengan niat, fokus, dan kemauan yang keras penulis dapat
menulisnya. Penulis bukan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, penulis guru
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPK), tetapi dalam
menulis tidak diperlukan latar belakang pendidikan , latar belakang pekerjaan,
atau bahkan gelar sekalipun.
****
Bagian 5
MENULIS itu MUDAH
Melanjutkan
tulisan tentang “ Guru adalah Penulis” , maka bagian selanjutnya mengenai cara
memulai menulis yang praktis dan mudah dilaksanakan oleh penulis pemula yang
akan mendalami dan serius menekuni dunia tulis-menulis. Menulis itu mudah dan
juga dapat menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain. Menjadikan
menulis sebagai sebuah hobby akan membuat kita lebih’ enjoy’ dan mudah menulis. Kemudian aktivitas menulis menjadi kebiasaan
sehari-hari, saat di rumah, di kantor, dalam perjalanan, dan dalam sebagainya.
Kemudahan
dalam menulis hendaknya kita maknai dengan hal-hal positif, bermanfaat, dan
mengembangkan nilai-nilai luhur yang dapat menginspirasi dan memotivasi banyak
orang. Bukan dengan cara membuat tulisan yang bersifat negatif, menimbulkan
fitnah, penyebar kebencian, dan sebagainya. Dengan tulisan yang bernuasa
positif dapat menginspiratif banyak pembaca, sehingga menggerakkan hatinya
untuk melakukan sesuatu yang positif, bermakna, dan bermanfaat bagi dirinya dan
orang di sekitarnya. Dengan tulisan kita yang positif dapat memberikan motivasi
banyak pembaca untuk bangkit, semangat, percaya diri, dan menatap masa depan
lebih baik lagi.
Menulis
sudah menjadi bagian dari kegiatan dan aktivitas kita sehari-hari, terlepas
apakah itu untuk konsumsi sendiri atau diterbitkan dan disebarkan melalui media
cetak, media online, atau media
sosial. Tulisan tersebut merupakan sebuah karya intelektual yang patut dikembangkan
dan tularkan kepada banyak orang. Kemampuan menulis yang kita miliki,
kiranya dapat ditularkan kepada banyak orang, sebagai bagian dari upaya menubuhkan dan
mengembangkan budaya menulis. Menulis tentang apa saja yang sesuai dengan bakat
dan genre
kita masing-masing,
apakah menulis puisi, cerita pendek (cerpen), sejarah, artikel, buku, dan
sebagainya.
Bagaimana
memulai agar menulis itu mudah kita lakukan? Ada baiknya kita mulai menulis dari
hal-hal yang sangat kita ketahui, pahami, dan menjadi bagian dari kehidupan
kita selama ini, seperti menulis mengenai kehidupan diri kita sendiri, menulis
tentang profesi kita, dan materi atua bahan yang mudah kita dapatkan untuk
menulisnya. Menulis hal-hal yang terdekat dengan kehidupan kita merupakan
solusi termudah untuk memulai menulis bagi penulis pemula yang memiliki kemauan
dan kemampuan menulis yang terbatas.
Saat
ini, kemudahan menulis semakin dimanjakan. Melalui handphone yang berbasis android,
menulis dapat dilakukan dengan menggukan mulut setelah mengunduh aplikasinya. Suara kita
yang keluar dari mulut akan diubah menjadi tulisan yang secara otomatis
menulisnya. Menulis dengan menggunakan mulut memang sesuatu hal baru bagi
banyak orang, termasuk kalangan guru. Bagaimana tidak, selama ini menulis itu
pada umumnya dengan tangan, lalu bagaimana menulis dapat dilakukan dengan
menggunakan mulut? Tetapi, diera digital yang berkembang dengan pesat ini, menulis dengan mulut
bukanlah sesuatu yang mustahil.
Kehadiran
aplikasi baru menulis dengan mulut bukan sekedar aplikasi yang hanya terpasang
dalam handphonnya, tetapi diharapkan
dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam menulis. Kini, dunia teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) sangat mendukung bagi kita untuk menulis.
Berbagai kemudahan dan aplikasi yang membantu kita untuk menulis sudah banyak
bertebaran. Tetapi, semua terpulang kepada kita, apakah kita dapat memanfaatkan
kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini
bagi upaya meningkatkan kemampuan menulis. Teknologi informasi dan komunikasi akan
selalu maju dan berkembang, dan kita harus mampu mengikuti perkembangan
teknologi informasi tersebut
****
Bagian 6
MENULIS JUDUL ARTIKEL
Menurut
penulis, menulis sebuah artikel, opini, atau essay dapat dilakukan oleh banyak orang, terlebih seorang guru.
Dalam menulis artikel diawali dengan penulisan judul. Judul menjadi penarik
minat pembaca untuk membaca lebih lanjut isi artikel yang ditulis.
Oleh sebab itu, dalam menulis judul perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
: Pertama. Singkat dan padat. Dalam
menulis judul harus memperhatikan jumlah kata yang dipakai untuk judul.
Pemilihan kata yang tepat pada judul artikel sangat penting. Judul artikel
harusnya dengan kata yang singkat, padat, dan berisi. Setidaknya,
jumlah kata dalam kalimat judul tidak lebih dari 6 karakter kata. Judul artikel
yang singkat dengan jumlah karakter kata yang sedikit pada koran sangat
diharapkan, karena tidak memerlukan banyak tempat atau kolom koran.
Kedua.
Membuat panasaran pembaca. Judul artikel diharapkan dapat membuat pembaca
penasaran untuk membaca isinya lebih lanjut. Judul artikel menjadi daya tarik
dan keinginan pembaca untuk membaca lebih jauh isi artikel. Menarik atau
tidaknya sebauah artikel, khususnya pada koran, salah satunya ditentukan oleh
judul yang ditampilkan, karena pembaca koran membaca artikel bukan pilihan
utamanya saat membaca koran.
Ketiga.
Judul intisari artikel. Ketika menulis
sebuah artikel, pemilihan judul harus diperhatikan dengan seksama,
karena judul dapat menjadi intisari atau pokok utama tulisan artikel yang kita
tulis. Kesimpulan dalam tulisan artikel memang ada, tetapi judul dapat menjadi
intisari dari kesimpulan artikel yang kita tulis.
Dalam
penulisan judul, dapat juga menggunakan singkatan yang telah dikenal banyak
orang seperti NKRI, UU, dan sebagainya, namun demikian dimungkinkan pula
menulis singkatan yang belum dikenal orang banyak. Terkait dengan penulisan
judul artikel yang berupa singkatan yang belum banyak dikenal orang, maka
penulis harus menguraikan singkatan itu dalam arikelnya. Jangan sampai hanya
penulis saja yang mengetahui kepanjangan singkatan tersebut, sementara pembaca
kebingungan memahami singkatan tersebut.
Demikian
pula dalam beberapa judul artikel, kita
dibolehkan juga menggunakan kata seru, tanda tanya, tanda kurung, dan
sebagainya yang memberikan nuansa berbeda dari kebiasaan judul yang umum.
Berikut ini penulis berikan contoh judul artikel yang telah terbit pada koran
lokal Kalimantan Selatan, antara lain : (1). UN yang (Selalu) Fenomenal
(koran Banjarmasin Post, 16 Mei 2015), (2) Ketika PR (Masih) Menjadi Alasan ( koran Radar Banjarmasin, 4
Desember 2016), (3) UNBK dan
Problematikanya (koran Radar Banjarmasin, 17 Januari 2017), (4) UN,
MBS, dan Mutu Sekolah (koran Radar Banjarmasin, 5 April 2017), dan (5) Merevitalisasi (Kembali) Pendidikan Karakter
di Era Digital (koran Radar Banjarmasin, 17 Mei 2017).
Persoalannya,
apakah judul ditulis terlebih dahulu sebelum isi artikel, atau setelah isi
artikelnya selesai ditulis ? Persoalan menulis judul mau sebelum atau
sesudah isi artikel, maka hal tersebut tergantung dengan penulis sendiri. Ada yang
terbiasa menulis judul disaat sebelum menulis isi artikel, tetapi tidak sedikit
penulis yang menuliskan judulnya setelah isi artikel selesai.
Masih
terkait dengan penulisan judul artikel, maka seharusnya penulisan judul harus sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia,
tidak menyinggung SARA (suku, agama, rasa, dan antargolongan) yang dapat
mengakibatkan konflik, dan bersifat informatif.
****
Bagian 7
MENULIS ARTIKEL
Dalam
menulis sebuah artikel hendaknya kita mengambil topik atau tema yang sesuai
dengan latar belakang profesi atau pekerjaan, keahlian, pendidikan, atau bidang kajian kita selama
ini. Mengapa demikian? Artikel merupakan ulasan dari gagasan sendiri yang merupakan
hasil dari pemikiran yang mendalam tentang sesuatu masalah dengan
dilatarbelakangi oleh profesi atau pekerjaan, keahlian, latar belakanag
pendidikan, atau pengetahuan kita sendiri. Kemampuan menngolah dan menganalisis
terhadap suatu masalah yang berdasarkan profesi atau pekerjaan kita sendiri
tentunya akan lebih mendalam dibandingkan dengan permasalahan yang bukan
profesi atau pekerjaan kita.
Gagasan
yang dikemukakan dalam artikel hendaknya
merupakan hasil pemikiran kita sendiri dengan mengupasnya sesuai latar belakang
dan keahlian yang kita miliki. Permasalahan dan pembahasan yang dibahas
merupakan masalah yang dialami dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi kita,
seperti masalah pendidikan bagi yang berprofesi guru. Konteks masalah yang
dibahas oleh yang memang ahlinya tentu
lebih mendalam dan bermakna.
Kemudian,
dalam menulis artikel hendaknya permasalahan yang dibahas merupakan masalah
yang aktual dan faktual, yaitu permasalahan yang sedang dibicarakan oleh banyak
orang atau sedang hangat diberitakaan oleh media massa, baik cetak, elektronik,maupun media sosial
(medsos). Bagi penulis artikel, memantau, membaca, menonton, dan menyimak
pemberitaan media cetak, elektronik, dan media sosial menjadi hal ‘wajib’
dilakukan untuk mengetahui hal apa atau masalah yang lagi hangat dibicarakan
atau dibahas dalam media massa atau media sosial tersebut.
Dalam
artikel, pembahasan atau mengupas permasalahan lebih banyak menggunakan
pendapat atau persepsi kita sendiri. Namun demikian, tidak berarti kita mengesampingan
pendapat atau pemikiran orang lain. Kita dapat mengambil atau mengutip pendapat
orang lain untuk memperkuat atau membandingkan dengan pendapat kita sendiri.
Ketika kita mengutip pendapat orang lain, maka harus kita sebutkan siapa dan
dimana sumber tersebut kita kutip. Sungguh naif dan tidak etis, jika kita mengutip pendapat orang lain tetapi
tidak menyebutkan siapa dan dimana kita mengutipnya.
Setelah
kita membahas permasalahan dalam artikel yang kita tulis, maka selanjutnya kita
juga memberikan alternatif pemecehan masalah atau solusi yang berdasarkan
pendapat atau opini kita sendiri. Pemecahan masalah yang kita tawarkan
didasarkan pada apa yang kita pahami dan alami sendiri dengan argumentasi yang
logis dan lebih mendekati pada hal yang konkrit untuk memecahkan permasalahan
yang dibahas tersebut.
Permasalahan
yang dibahas boleh sama, tetapi alternatif pemecahan atau solusi dapat berbeda
sesuai dengan persepsi atau sudut pandang penulis masing-masing. Dengan banyak
alternatif pemecehan yang diberikan oleh banyak orang, maka tentunya pihak pengambil
kebijakan atau pihak berwenang memiliki banyak cara dan upaya guna pemecahan
masalah atau solui atas masalah yang dihadapi. Sudut pandang atau persepsi
masing-masing penulis artikel memang berbeda satu sama lain terhadap suatu
masalah yang sama. Sudut pandang yang berbeda
tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang pendidikan,
pemahaman, dan cara memandang permasalahan
yang ada.
****
Bagian 8
ETIKA MENULIS ARTIKEL
Artikel
itu merupakan persepsi penulisnya yang dituangkan dalam tulisan, bukan semata
susunan kata yang tidak bermakna. Melalui tulisan artikel kita menuangkan buah
pikiran, ide,gagasan, kritik, dan saran terhadap suatu masalah yang sedang
hangat dibicarakan banyak orang, baik masalah yang diperbincangkan dalam
pergaulan sehari-hari, berita di media massa cetak dan elektronik, maupun
diperbincangkan di media sosial atau
dunia maya.
Ketika
menulis artikel yang akan diterbitkan pada media massa cetak, baik koran atau
majalah, maka kita harus memperhatikan etika dalam menulis artikel. Pertama. Dalam menulis artikel perlu
memperhatikan kesesuaian dengan profesi, latar belakang pendidikan, dan
keahlian yang kita miliki dengan tema atau topik permasalahan yang dibahas.
Misalnya, jika kita seorang guru atau praktisi pendidikan, maka tema atau topik
masalah yang dibahas juga terkait dengan dunia pendidikan, Demikian pula,
dengan bidang profesi yang lain membahas tema atau topik masalah sesuai dengan
bidang profesi, latar belakang pendidikan, atau keahliannya.
Tidak
elok rasanya kalau seorang yang berprofesi sebagai guru misalnya, membahas tema atau topik tentang hukum,
politik, atau bidang yang lainnya. Demikian pula sebaliknya, penulis yang
berlatar belakang profesi lainya juga lebih pantas membahas tema dan topik yang
tidak sesuai dengan profesinya. Namun
demikian, bukan berarti penulis artikel tidak menyinggung masalah yang diluar
profesi, latar belakang pendidikan, atau keahliannya. Misalnya, penulis artikel
yang berasal dari profesi guru dapat menyinggung masalah politik sebagai
pengantar atau penguat pembahasan artikelnya tentang pendidikan dengan sedikit
menyinggung atau mengaitkannya dengan masalah politik.
Pada
sesi lain, penulis artikel dalam membahas sesuatu memang dibingkai sebagaimana
profesi, latar belakang pendidikan, atau keahliannya sehingga akan lebih dalam
dan menjiwai dalam pembahasan dan alternatif pemecahan masalahnya. Etika dalam
menulis arikel ini tentunya tidak secara mutlak adanya, tetapi dalam rangka profesionalisme
dan sesuai dengan keahlian yang digaluti perlu diperhatikan oleh penulis
artikel pemula.
Kemudian,
sebagai penulis artikel pada media cetak, khusunya koran, perlu memperhatikan
ketentuan atau persyaratan yang diatur oleh redaktur korang tersebut. Misalnya
tentang jumlah karakater kata yang dipersyaratkan, kartu identitas pribadi yang
harus dilampirkan, dan ketentuan lainnya. Secara umum, ketentuan yang
digariskan oleh redaktur sebuah koran
hendaknya diperhatikan oleh penulis artikel ketika akan mengirim naskah
artikelnya ke koran tersebut.
Ada
pula hal lain yang terkait dengan etika mengirim atau menulis artikel pada
koran, yaitu tidak mengutip sebuah berita atau hal lainnya dari korang lain,
sementara tulisan kita dikirm kepada koran lainnya. Misalnya, kita menulis
sebuah artikel dengan mengutip salah satu berita dari koran A, sedangkan
tulisan artikelnya kita kirim kepada koran B.
Tentu hal tersebut tidak etis dilakukan
oleh penulis artikel yang sering mengirim kepada banyak koran. Baiknya kita
mengutip dari koran A, dan mengirimkan artikelnya juga kepada koran A.
Etika
menulis artikel pada media cetak lainnya, bahwa ketika kita sudah pernah
mengirim artikel dan diterbitkan oleh
koran atau media cetak lainnya, maka sejak itu kita telah dikenal oleh pembaca
media cetak tersebut. Oleh sebab itu, kita sebagai penulis artikel harus dapat
menjaga konsistenitas tulisan artikel kita yang terbit pada media massa cetak,
seperti koran. Kita mau tidak mau harus konsisten dan kontinyu mengirim naskah
artikel kepada koran, meskipun tidak diterbitkan oleh pihak redaktur koran yang
bersangkutan. Jangan sekali kita mengirimkan artikel dan terbit, lalu kemudian
tidak pernah lagi mengirim alias tidak muncul-muncul lagi. Hal tersebut untuk
membuktikan bahwa diri kita merupakan penulis artikel yang sebenar-benarnya,
bukan hasil karya orang lain .
****
Bagian 9
SISTEMATIKA TULISAN ARTIKEL
Menurut sebuah informasi yang penulis terima dari sebuah presentasi
berupa powerpoin peserta workshop menulis
yang dilaksanakan oleh IGI di Banjarmasin tahun 2017 lalu, bahwa format
artikel secara umum format tulisan artikel terdiri dari lead, brigde/perangkai atau tubuh, dan penutup. Lead atau disebut pengail berfungsi menarik minat baca pembaca
untuk terus membaca artikel sampai selesai. Lead
menentukan apakah orang akan terus membaca yang kita tulis, atau kemudian
beralih ke tulisan dan melupakan tulisan kita.
A. Pendahuluan
atau Lead
Beberapa macam bentuk lead, antara lain :
1. Lead Bercerita.
Menciptakan suasana, menjadikan diri pembaca
kedalam tokoh, masuk dan merasa berada didalam cerita. Contohnya “Terlihat
laki-laki dan wanita berjalan beriringan. Sang wanita berpakaian rapi,
berkerudung warna hitam dan membawa tas yang
kelihatannya berat, tetapi masih dapat melempar senyum kepada siapa pun yang
dilewatinya. Meskipun membawa tas,
tetapi seolah dia berjalan tanpa membawa beban apapun. Sementara itu, sang laki-laki yang
berjalan beriringan dengannya juga tidak mau kalah penampilan dengan wanita
yang disampingnya. Laki-laki itu memakai kemeja putih dan berkacamata. Ia
membawa alat musik biola yang dipegangnya erat. Mungkin alat musik itu adalah
benda yang paling disayangi. Langkah mereka pasti tanpa ragu. Senyum mereka selalu merekah saat masuk
ruangan kelas mereka masing-masing”.
(Sumber : Artikel karya Shaddha Antani MK, S.Pd, terbit pada koran Radar
Banjarmasin, Minggu 4 Maret 2018)
2. Lead Deskriptif.
Membawa pembaca kedalam tokoh atau tempat
kejadian seolah mengalami sendiri, berada di tengah kejadian, menonton,
mendengar, dan mencium baunya. Contohnya “Pria yang sekarang ini adalah guru honorer sebuah SD negeri di pelosok daerah
Kalimantan. Ia adalah anak rantau yang sekian puluh tahun
lalu menapakkan kakinya di pulau terbesar ini. Kedua
orangtuanya memberikan nama yang indah, yaitu Rustam.
Rustam
lahir dari keluarga nelayan, dan tinggal di pesisir barat selat Makasar, yang sarat
dengan kesederhanaan dan bersahaja. Rustam kecil memiliki 4 (empat) bersaudara, 2 (dua) kakak laki laki,
dan 2 (dua) adik perempuan”. (Sumber : artikel Dona Nesti Wilujeng,
S.Pd, berjudul Hati Guru Rustam )
3. Lead Kutipan.
Mengutip
ucapan tokoh yang memberikan tinjauan watak si pembicara, bisa jadi kontroversial, nantinya akan terjawab benar
atau tidak. Contohnya sebagai berikut:
Seorang bapak menghampiri tim selesai
ibadah, sambil makan dan bercerita bahwa
ia (Penisianto nama samaran, duda usia 36 th dengan 1 anak) sering melakukan
hubungan dengan banyak gadis belia (seusia SMA/SMK bahkan SMP). Beliau berkonsultasi dengan tim dengan mulai
bertanya
“Berapa
banyak ODHA (orang dengan Hiv, Aids) di Tamiang Layang?”.
“Banyak
wanita/pria” kata bu Yeyen Veronika, A.Mk tim penyuluh yang
kesehariannya bertugas menangani Korban HIV,
AIDS di RSUD Tamiang Layang.
“Usia
berapa kira-kira?” tanya Penisianto semangat mengejar jawaban bu Yeyen.
“Kalau
estimasi 700-800 orang, tapi untuk data yg lain itu rahasia” jawab bu
Yeyen.
Akhirnya si bapak mengaku bahwa sering gonta
ganti pasangan sejak tahun 1996
sudah sekitar 93 wanita .............woooow...woow....wow.....
“Bu, saya terus terang saja
bahwa saya sering melakukannya dengan anak-anak remaja
saja. Apakah saya rentan terkena PMS?” kata
Penisianto
“Ya, siapa saja yang
melakukan seks bebas artinya tidak dengan satu pasangan sangat
rentan terkena PMS” jawab bu Hesti, A.Md.
Keb.
“Bukankah saya hanya
berhubungan dengan gadis-gadis yang belum tentu terjangkit
PMS?” bantah Penisianto.
“Penyakit Menular Seksual
tidak mengenal masih muda belia, psk atau bukan psk. yang jelas berhubungan
seks dengan bukan satu pasangan sangat rentan terjangkit PMS” timpal bu Enni
Teresia, S.Pd guru SMK 1 Tamiang Layang dan bu Karyawati, A.Md. Keb. ( Sumber : artikel Sunito Karno, S.Pd, berjudul Berjuang Memberi Dampak pada Gereja Kalimantan
Evangelis di Tamiyang Layang)
4. Lead Gabungan.
Merupakan
kombinasi antara beberapa lead di
atas.
Dalam
penulisan lead pada artikel perlu
memahami pedoman penulisan lead,
yaitu tulislah kalimat dengan ringkas, tulislah
alinea secara ringkas, dan gunakan
kata-kata efektif berupa kata-kata aktif.
B. PERANGKAI
ATAU TUBUH.
Dalam
tulisan artikel ada yang namanya perangkai atau tubuh. Perangkai atau tubuh
artikel ini berbagai cara penulisannya. Pada tubuh arikel ini ada tehnik kisah,
akurat, dan data statistik.
1. Tehnik
kisah merupakan teknik mengisahkan
sebuah cerita, ia melukis gambar dengan kata-kata, menghidupkan imajinasi
pembaca, membawa pembaca masuk ke dalam cerita. Contohnya “ Selama menginap di asrama LPMP Kalimantan
Tengah saya tidur sendiri, karena teman se kamar menginap di rumah keluarganya.
Tidur sendiri di kamar asrama terasa sunyi. Ada rasa takut yang rasakan, tetapi saya pikir dan berkata dalam
hati “ jangan takut, kamu selalu dijaga oleh malaikat”. Saya tarik selimut
sambil membaca doa, dan akhirnya
tertidur hingga pagi datang. Sehabis serapan pagi dengan menyantap nasi kuning
di warung seberang jalan LPMP Kalimantan Tengah, saya bersiap kembali
menghadapi dan kegiatan pelatihan. Akhirnya, kegiatan pelatihan tuntas saya
ikuti dan jalani dengan baik”.(Sumber : artikel Amir, berjudul Membangun
Profesionalisme Guru)
2. Tehnik akurat,
yaitu mengumpulkan dan meramu informasi dengan tepat, bila menyangkut materi
yang rumit pastikan istilah teknis tepat dan betul secara ilmiah, akan tetapi dapat dicerna orang awam, jadikan
tulisan dalam posisi sebagai pembaca kebanyakan. Misalnya “ Didalam
surat edaran Mendikbud No.1 Tahun 2017 tersebut, dijelaskan pula bahwa bagi
sekolah yang belum dapat melaksanakan UNBK sendiri dapat mengikuti UNBK pada
sekolah lain yang jaraknya dalam radius maksimal 5 (lima )kilometer.
Berbagai problem pelaksanaan UNBK di daerah akan banyak ditemui, seperti
masalah kondisi geografis daerah, sarana transportasi, dan
sebagainya. Memang problem UNBK di perkotaan relatif lebih sedikit , tetapi di
pedesaan atau daerah dengan kondisi geografis yang kurang mendukung
tentu problem kegiatan UNBK akan lebih banyak dan beragam”. (Sumber
: artikel Maslani, berjudul UNBK, Haruskan Menjadi Momok?)
3. Tehnik statistik atau matematis. Jika menyangkut data
statistik atau matematis harus dicheck angkanya dan dihitung dengan
cermat dan tepat, jangan sampai keliru, termasuk mengutip kata para ahli yang
kompeten. Contohnya, “Demikian
pula dengan beberapa tayangan sinetron yang banyak mendapat kritikan dari
masyarakat dan pihak berwenang seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurut data KPI, ada sebanyak 250 sanksi yang dijatuhkan oleh KPI pada tahun 2015 dan
program sinetron menjadi salah satu program yang mendominasi sanksi tersebut.
Pelanggaran sinetron antara lain berkaitan konten kekerasan, kesopanan dan
kesusilaan. (Sumber : artikel Maslani, berjudul Keluarga, Sekolah, dan Tayangn TV)
Pemakaian kata dalam tubuh artikel harus sesuai
ejaan dan benar secara bahasa maupun kamus. Ada keseragaman dengan memakai
suatu istilah, tidak berbeda-beda huruf maupun cara penulisannya, kalau
memungkinkan ada buku pedoman berupa buku tata bahasa, apabila kata atau
istilah pasaran atau khas dan khusus, maka diberi tanda kutip atau tulisan
miring.
C. PENUTUP
Pada bagian penutup
artikel ada beberapa cara menutup artikel, yaitu ada yang berupa ringkasan atau
ikhtisar.
1. Ringkasan atau ikhtisar
Bagian penutup artikel yang berupa ringkasan atau
ikhtisar, yaitu mengikat ujung-ujung bagian cerita yang lepas dan menunjuk
kembali ke Lead. Misalnya “Terlepas
pro-kontra standar kelulusan UKG, bagi guru harusnya disikapi secara positif
dan berusaha terus menerus memperbaiki mutu diri sebagai guru, baik segi
keilmuan, pedogogik, sosial, dan berbagai pengetahuan lainnya sehingga guru
secara pribadi berupaya menyiapkan dirinya menjadi guru profesional, baik ada
atau tidak UKG. UKG dan program GP hanya jalan dan kebijakan yang dilakukan
Pemerintah, khususnya Kemndikbud , untuk meningkatkan mutu profesionalisme guru
sehingga akhirnya dapat mencapai guru yang bermartabat, profesional, dan mampu
mencerdaskan anak bangsa secara lebih baik lagi. Semoga.
(sumber : artikel Maslani berjudul Ketika Rapot Guru Merah. Refleksi Uji
Kemampuan Guru (UKG) 2015)
2. Penyengat
Penutup berupa penyengat adalah penutup yang membuat kaget, pembaca seolah-olah
terlonjak karena kesimpulan yang tidak terduga, tidak biasa, anti
mainstream. Contohnya “ Namun,
pernahkah kita mendengar bahwa ketika banjir 5 sampai 6 bulan di pedalaman
Kalimantan Tengah ini, maka negeri ini menjadi heboh ?. Hasil hutanku telah
habis diangkut untuk kejayaan negeriku, tapi negeriku tidak memperdulikan
anak-anak sekolah yang hidup dan menuntut ilmu di daerah pedalaman Kalimantan
Tengah. Hak mereka sama dengan anak-anak Indonesia lainnya. Tetaplah semangat
sekolah dan menatap masa depan anak-anak pedalaman Kalimantan Tengah”.
(sumber : artikel Sunito Karno, yang berjudul Mendayung Jukung Menantang Maut.
Pengalaman Anak Sekolah di Pelosok Negeri)
*) maaf, datanya nama penlis belum ketemu, mohonkawan anggota IGI Kalteng
yang merasa menulis tulisan artikel
dengan judul tsb. Menyebutkan namanya, terima kasih
3. Klimaks.
Penutup klimaks,
yang ditulis secara kronologis diakhiri dengan kesimpulan yang menjawab secara
logis keseluruhan tulisan. Contohnya “ Pada
setiap hujan turun akan timbul pelangi yang berwarna-warni. Didalam kehidupan
kita, tidak selamanya kesusahan hidup
akan berada dan terus menyelebungi kita terus menerus. Ingat ! Tuhan tidak akan
mengubah nasib manusia kecuali manusia itu sendiri yang harus berusaha
mengubahnya !” .(Sumber : artikel Eprianto, S.Pd, berjudul Bersyukur Kunci Kebahagiaan Hidup/IGI
Kalteng)
4. Tak Ada Penyelesaian
Penutup tak ada penyelesaian, yaitu dimana
penulis sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan
pokok yang tidak terjawab, sehingga pembaca selesai membaca menjadi
bertanya-tanya, sengaja digantung oleh penulisnya untuk pembaca sendiri yang menyimpulkannya atau mencari penyelesaian, atau masalah
tersebut akan terjawab dengan sendiri pada waktunya. Contohnya “Kasus-kasus tindak kekerasan atau
penganiayaan terhadap guru, yang
bertugas mendidik dan mencerdaskan anak bangsa seakan tidak pernah habisnya,
meskipun sudah banyak peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi guru
tersebut. Mengapa guru masih mendapat perlakuan tidak semestinya, dan ironis
guru terima dari pihak yang sebenarnya
mendapat keuntungan dari profesi tersebut?
Mungkin ada sesuatu yang belum efektif dalam sistem perlindungan profesi
guru tersebut. Wallahu a’lam”.
(Sumber: artikel Maslani, berjudul
Mengapa Guru (Masih) Dianiaya Orangtua Peserta Didiknya?)
Dalam
penulisan artikel, ada beberapa macam tehnik, yaitu : (1) tehnik spiral, yaitu setiap alinea menguraikan
lebih terinci persoalan yang disebut pada alinea sebelumnya, (2) tehnik blog; dimana bahan cerita disajikan
dalam alenia alenia yang terpisah tersendiri tetapi lengkap, dan berkaitan
dengan alenia sebelumnya, dan (3) tehnik mengikuti
tema; yaitu setiap alinea menggarisbawahi atau menegaskan leadnya sebagai kepala, struktur sebagai
kerangka, ending sebagai penutup atau ekornya.
****
Bagian 10
TIPS MENGATASI “WRITER’S BLOCK”
Anda
pernah merasakan kebuntuan dalam menulis sesuatu? Permasalahan yang pernah atau
sering dirasakan oleh penulis pemula, tidak kecuali penulis sendiri, adalah
masalah “writer’s block” atau kebuntuan
dalam menulis sehingga tidak dapat lagi
meneruskan sebuah tulisan. “Writer’s Block”
adalah keadaan di mana seorang penulis tidak dapat menuangkan segala idenya ke
dalam tulisan. Pikiran menjadi buntu, otak terasa kaku, seolah ada yang
menghalangi keluarnya gagasan (www.peridiri.com/2017/02/tips-mengatasi-writer-block.html#)
.
Dalam
keadaan seperti ini, tak satu pun kata, apalagi kalimat yang mampu dihasilkan
oleh sang penulis. Belum setengah atau
mau selesai sebauh tulisan, terjadi masalah yang mengakibatkan daya kratif otak
kita untuk menulis terhenti dan susah untuk dilanjutkan kembali. Kita tidak
mampu lagi menuliskan kata-kata untuk melanjutkan dan menyelesaikan tulisan
tersebut.
Pada
saat terjadi “writer’s block” tersebut
disarankan agar istirahat dan melakukan aktivitas lainnya yang bersifat
penyegaran atau refresing, sehingga kemudian otak kita dapat segar dan mampu
melanjutkan menulis lagi. Jangan paksakan diri kita ketika terkana “writer’s block”, upayakan berhenti dan
keluar dulu dari zone tidak nyaman
tersebut.
Mengalami
“writer’s block” tidak saja terjadi
pada penulis pemula, tetapi juga penulis yang telah lama atau senior. Namun
demikian, penulis senior memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah “writer’s block”, sehingga meraka mudah
mengatasinya dan mampu menghasilkan karya tulis yang banyak. Bagi kita penulis pemula, ada baiknya juga
banyak belajar dari pengalaman penulis senior dalam mengatasi masalah “writer’s
block”, misalnya dengan bertanya langsung saat bertemu, mendengarkan petunjuk
atau arahan mereka saat pelatihan, dan sebagainya.
Sejatinya,
kondisi apapun bagi seorang penulis tetap tidak menghambat atau mengahalangi
dirinya untuk menulis, apalagi putus asa dan patah semangat dalam menulis. Ada
baiknya juga, ketika kita mengalami masalah “writer’s block” mengalihkan fokus tulisan ke topik atau tema yang
lain. Misalnya saat menulis topik atau tema guru, maka kita coba menulis dengan
topik atau tema siswa, dan sebagainya. Mengalihkan fokus dari topik atau tema
yang lama kepada yang baru diharapkan dapat mengatasi masalah “writer’s block” yang kita alami.
Tidak
melakukan aktivitas menulis untuk mengatasi “writer’s block” hendaknya jangan terlalu lama, apalagi
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Akibatnya dapat menghilangkan sama sekali
ide, gagasan, dan daya pikir kita terhadap tulisan yang belum selesai
tersebut. Tentunya, beristirahat atau
refresing harus dilakukan ketika sedang dalam keadaan “writer’s block” untuk
menyegarkan kembali otak, pikiran, dan juga fisik sehingga dapat segar dan
dapat melakukan aktivitas menulis kembali.
*****
Bagian 11
MENGEDIT TULISAN SENDIRI
Melakukan
kegiatan editing sendiri setelah selesai menulis sebuah artikel memang perlu
dilakukan oleh seorang penulis artikel. Terlebih bagi penulis artikel pemula.
Setiap hasil tulisan yang telah selesai, termasuk tulisan artikel, harus diperiksa dan diedit sebelum dicetak atau dikirimkan kepada pihak
lain. Mengedit hasil tulisan sendiri merupakan upaya dari sebuah tanggung jawab
sebagai penulis, agar hasil akhir
tulisan tersebut lebih baik dan enak dibaca
oleh pembaca tulisan kita.
Bagaimana
mengedit tulisan sendiri? Terlebih dulu kita membaca ulang tulisan yang sudah
selesai tersebut, apabila diperlukan dapat pula tulisan tersebut diprint-out atau dicetak untuk lebih memudahkan
mengedit tulisan. Cetak pada kertas bekas atau yang tidak terpakai tetapi masih
dapat dibaca, misalnya pada halaman belakang dari kertas yang tidak terpakai.
Mengedit
terhadap tulisan artikel hasil karya sendiri memberikan manfaat yang baik bagi
si penulis, karena dengan mengedit sendiri tersebut dapat menambah dan
memperkaya khasanah perbendaharan kosa kata kita. Semakin sering kita melakukan
editing tersebut, secara langsung atau
tidak langsung kita mendapatkan penambahan perbendaharaan kosa kata. Disamping
itu, dengan mengedit sendiri sebelum dikirim atau dicetak akan memperbaiki
redaksional, penggunaan kata yang tepat, mengurangi kesalahan yang tidak
sengaja saat menulis, dan banyak hal positif lainnya terhadap naskah tulisan
tersebut.
Terlepas
dari hasil editing kita sendiri, pada dasarnya dengan mengedit sendiri hasil
tulisan atau artikel kita memberikan manfaat dan kebaikan terhadap tulisan
tersebut, yaitu dari sisi redaksional, tampilan atau lay out, pemakaian kosa kata, dan hasil akhir tulisan tersebut
sesuai dengan penilaian kasat mata kita. Dengan demikian, ketika tulisan
artikel tersebut dikirim kepada redaksi
koran, maka tentunya tidak banyak yang perlu diedit lagi oleh pihak redaksi
sehingga mempermudah pekerjaan pihak editor koran tersebut.
Bagi
penulis pemula disarankan sekali untuk melakukan editing sendiri terhadap hasil
tulisan artikelnya sebelum dikirim kepada koran. Boleh juga, penulis meminta bantuan dengan rekan atau
orang lain yang dianggap mampu dan berpengalaman mengedit tulisan, khususnya
tulisan artikel, sehingga akan dapat membantu dalam memperbaiki tulisan artikel
tersebut. Tidak ada salahnya, jika kita
sebagai penulis pemula banyak bertanya dengan orang yang ahli bahasa, misalnya
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah kita. Selain itu, penulis
pemula tentunya juga banyak membaca buku, koran, majalah, dan bahan cetak
lainnya untuk memperkaya khasazah kosa kata kita.
Bagi
penulis pemula, juga disarankan banyak
memiliki buku kamus bahasa atau sejenisnya untuk lebih memperkaya
perbendaharaan kosa kata, karena terkadang banyak penulis pemula yang dalam
tulisannya kata-kata yang dipakai dalam tulisan artikelnya hanya itu-itu saja,
kurang bervariasi dan tidak tepat pemakaiannya. Kelemahan yang sering dapatkan
dari naskah tulisan artikel yang penulis editkan, antara lain penggunaan kata
yang tidak baku dalam Bahasa Indonesia, penggunaan bahasa daerah atau bahasa
ibu, penggunaan bahasa asing, dan penggunaan bahasa serapan.
Melalui
mengedit naskah tulisan sendiri akan banyak bermanfaat bagi penulis, terutama
penulis pemula, dalam mengembangkan kemampuan menulisnya. Semakin sering membaca
dan memperbaiki tulisan sendiri, maka akan semakin memahami isi dan jiwa
tulisan tersebut.
****
Bagian 12
MENGIRIM ARTIKEL
Langkah
berikutnya setelah selesai menulis dan mengedit artikel, maka adalah mengirimnya
ke media cetak atau koran untuk menerbitkannya. Sekarang ini, pengiriman naskah
tulisan artikel relatif mudah dan murah, karena cukup dikirim melalui email atau surat elektronik berbasis
internet. Setiap media massa cetak yang berskala nasional atau lokal selalu mencantumkan alamat email atau surat elektronik mereka
untuk memudahkan pengiriman naskah tulisan arikel dari berbagai pihak.
Perlu
diingat, tidak berarti bahwa setelah kita kirim ke media massa elektronik atau koran,
maka artikel kita tersebut dapat terbit sesuai dengan yang kita harapkan, terlebih
bagi penulis pemula yang baru pertama mengirim ke redaksi media cetak. Kita
perlu sabar menanti terbitnya artikel tersebut sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada media cetak tersebut. Ada media cetak atau koran yang membatasi
tenggang waktu atau masa penerbitan artikel yang kita kirim, misalnya selama
seminggu. Artinya, jika dalam seminggu itu artikel kita tidak terbit, maka kita
perlu memperbaharui dan mengirim ulang tulisan artikel kita tersebut jika masih
ingin diterbitkan pada media cetak atau koran yang dimaksud. Ada kemungkinan
selama tenggang waktu penerbitan tersebut, redaksi sudah banyak menerima naskah
artikel dari penulis yang lain, akibatnya artikel kita belum mendapat
kesempatan diterbitkam dalam seminggu itu.
Sabar
dan jangan pernah bosan mengirim arikel ke media massa cetak, memang perlu bagi
kita penulis pemula atau belum punya ‘nama’ dalam dunia penulisan artikel di
media massa cetak. Persaingan antar penulis artikel pada media massa cetak
tentunya tetap ada, seiring dengan semakin banyaknya penulis artikel dari
berbagai disiplin ilmu, dan mudahnya cara
mengirim naskah artikel pada media massa cetak. Kita sebagai penulis pemula dan
pertama mengirim naskah artikel pada media massa cetak harus sabar dan selalu
mengirim artikel apabila yang sudah kita kirim masih belum diterbitkan media
massa cetak.
Pengalaman
mengirim naskah artikel selama ini,
penulis biasanya melakukan pengiriman melalui email atau surat elektronik ke alamat redaksi koran yang
bersangkutan pada akhir pekan, setiap sore Minggu. Mengapa demikian? Menurut penulis, dengan pengiriman pada sore hari
Minggu, maka diharapkan selama seminggu ke depan akan diterbitkan oleh pihak
koran, Apabila dalam seminggu tersebut artikel tidak terbit, penulis akan mencoba mengirimnya kembali, dan
demikian selanjutnya penulis lakukan.
Bagi
kita penulis pemula, perlu ditanamkan semangat pantang menyerah dan tidak ada
kata putus asa dalam menulis dan mengirimnya ke media massa cetak. Sekali kita
tidak diterbitkan, maka kita teruskan dengan tulisan-tulisan berikutnya,
sehingga suatu saat dapat tercapai harapan kita, yaitu tulisan artikel kita
dimuat atau diterbitkan oleh media massa cetak yang kita inginkan.
****
Bagian 13
TIPS MENJADI PENULIS
Sebagaimana
penulis sampaikan sebelumnya, bahwa potensi dan kemampuan menulis seseorang,
khususnya yang berprofesi sebagai guru, sangat besar dan berpeluang menjadi
penulis yang produktif atau bahkan profesional. Masalahnya hanya terletak pada
kemauan, percaya diri, dan
berkonsentrasi untuk memulai menulis yang masih belum tumbuh dan berkembang
dengan baik.
Banyak
guru yang memiliki kemauan untuk menulis, tetapi belum percaya diri untuk
memulai menulisnya, bahkan ada guru yang sudah memiliki tulisan artikel atau
sejenisnya, tetapi belum berani mengirimkan naskah artikel tersebut ke media
massa cetak atau koran. Kenyataan demikian penulis temukan dalam beberapa
pertemuan dan kegiatan pelatihan menulis artikel selama ini.
Keberanian
dan percaya diri memang menjadi salah satu faktor untuk menjadi penulis dan
mengirimkannya pada koran untuk diterbitkan. Hasil akhir atau terbitnya artikel
memang bukan urusan kita selaku penulis, hal tersebut menjadi hak dan
kewenangan redaktur koran yang bersangkutan untuk meloloskan atau tidak
terhadap naskah artikel kita. Tugas utama kita sebagai penulis adalah menulis,
menulis,dan menulis, tanpa terlalu peduli apakah naskah artikel yang kita kirim
ke koran diterbitkan atau tidak.
Menulis,
menulis, dan menulis adalah tips yang
perlu dipahami bagi penulis pemula yang terkadang masih kurang percaya diri (pede) atas hasil tulisannya, apalagi
jika mau diterbitkan pada koran. Kemampuan menulis bertambah dan terus
bertambah apabila kita rajin menulis, menulis, dan menulis. Menulis tentang apa
saja yang kita alami, kita rasakan, kita lakukan, ataupun kita alami selama
ini. Apakah menulis tentang perjalanan hidup kita sendiri, pengalaman pertama
menjadi guru, mengikuti kegiatan pelatihan atau diklat, kegiatan kedinasan,
kehidupan di sekolah, dan sebagainya.
Tulislah
apa yang kita alami karena lebih mudah menulisnya, dan jangan dipikirkan dulu
baik atau bagusnya tulisan kita. Tulis saja semaksimal mungkin dengan
mengarahkan daya pikir dan nalar yang ada untuk memberikan nilai lebih pada
tulisan kita. Kemampuan menulis
masing-masing kita memang berbeda, tetapi bukan berarti kita tidak dapat
menulis apa kita alami selama ini.
Ketika tulisan yang telah kita anggap selesai, maka selanjutnya kita
membaca beberapa kali hasil tulisan untuk melakukan editing atau perbaikan
tulisan kita agar menjadi lebih baik lagi.
Pada
kesempatan ini, penulis mengutip pendapat Buya Hamka, seorang ulama, pujangga,
dan penulis besar Indonesia. Buya Hamka pernah ditanya seseorang bagaimana
beliau menjadi seorang penulis, beliau menjawab “saya hanya mengutip, meringkas atau mengembangkan, mengambil hal-hal
yang menarik, saya cerna kemudian analisa,
saya tambahkan bahan referensi yang sesuai, saya hubung-hubungkan,
ditambah sedikit imajinasi, saya tuliskan ulang dengan kata-kata sendiri, saya
cantumkan nama, maka jadilah saya seorang penulis”.
****
Bagian 14
APA yang MESTINYA DITULIS
Menulis
diera digital ini bukan sesuatu yang asing bagi banyak orang. Hampir setiap
saat orang melakukan aktivitas menulis di smartphone
dan gedget lainnya untuk meng-up date status dirinya
melalui media sosial yang hampir semua orang memilikinya. Hanya pertanyaannya,
apakah aktivitas tersebut termasuk katagori menulis? Ya, secara umum, bahwa
apapun yang berhubungan dengan ditulis tentang sesuatu sudah termasuk menulis.
Hari-hari
diera digital ini komunikasi melalui tulisan sangat aktif dan dilakukan oleh
banyak orang. Mungkin ribuan atau juatan tulisan berkeliaran di dunia maya
melalui berbagai aplikasi yang ada smartphone dan gadget
lainnya, sehingga di dalam smartphone
penuh dengan tulisan dari orang yang tergabung dalam group atau anggota
aplikasi media sosial yang ada di dunia maya.
Lalu
bagi kita sebagai guru, apa yang mestinya kita tulis? Sejatinya apa saja dapat
guru tulis yang sudah, sedang, atau akan dilakukan. Ketika kita sudah terbiasa
menulis apa yang sudah, sedang, atau mungkin yang akan dilakukan, maka akan
semakin menambah kemampuan menulis dan memperkaya perbendaharaan kosakota kita.
Kemampuan menulis itu tidak sekedar hanya dipelajari dari informasi oleh
pelatih atau pembimbing dalam kegiatan pelatihan atau workshop. Terori tentang menulis itu memang perlu, tetapi praktik
menulis itu lebih penting lagi.
Menulis
tentang apa saja yang kita lakukan atau alami tentunya lebih mudah kita
menulisnya. Misalnya, kegiatan pembelajaran yang dilakukan setiap harinya di
sekolah. Apa saja yang kita persiapkan, saat kegiatan pembelajaran, masalah
atau kendala dalam proses pembelajaran, akhir pelajaran, dan seterusnya. Banyak
bahan atau materi yang dapat kita jadilakn sebuah tulisan yang bernuansa atau
berlatar belakang proses pembelajaran, sekolah, dan dunia pendidikan lainnya.
Guru
memiliki banyak kesempatan dan peluang yang cukup besar dalam hal menulis,
karena lingkungan dan dunia pendidikan sangat kompleks dan beragam hal ada di
dalamnya. Tema ata topik masalah dalam dunia pendidikan sangat banyak, mulai
dari masalah kurikulum, buku, siswa, guru, ujian nasional, UKG, sarana dan prasaran sekolah, orangtua,
masyarakat, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berkaitan dengan guru
dan dunia pendidikan Indonesia pada
umumnya, dan permasalahan pendidikan lainnya.
****
Bagian 15
MENULISLAH dari yang TERDEKAT
Kegalauan
dari beberapa guru yang ditugasi menulis saat kegiatan workshop menulis artikel, diantaranya dari mana mencari bahan atau
materi untuk dijadikan tulisan. Mereka bingung mencari bahan atau materi
tulisan yang akan dituangkan dalam tulisan artikelnya, sehingga perlu cukup
lama waktu berpikir tentang tema atau topik apa yang akan ditulis, bahkan ada
yang tidak punya inspirasi sama sekali alias buntu.
Kebingungan
guru mau menulis apa yang akan dituangkannya sebenarnya tidak akan terjadi, jika guru mau melihat sesuatunya dari hal yang
terdekat dengan dirinya atau tugas dan profesinya selama ini, baik itu tentang
kehidupan pribadinya, seluk beluk pekerjaan, berbagai masalah yang dihadapinya
dalam melaksanakan tugas atau profesinya, dan hal-hal yang paling dialami dan
diketahuinya. Guru memiliki bahan atau materi tulisan yang dekat dengan diri
dan kehidupannya sehari-hari.
Setiap
guru memiliki cerita tentang sejarah perjalanan hidupnya. Bukankah setiap
cerita kehidupan kita adalah moment yang sangat berharga dan selalu dikenang,
seperti hari kelahiran, masa kanak-kanak, masuk sekolah pertama, masa remaja,
dan sebagainya. Terlalu banyak cerita yang dapat kita ungkapkan dalam tulisan
kita jika kita mampu mengingat kembali kisah perjalanan kehidupan kita sampai
saat ini. Persoalannya, mungkin kita saja yang selama ini berpikir terlalu jauh
dengan diri kita sendiri, sehingga kita melupakan kisah perjalanan diri kita.
Lalu,
bagaimana lagi dengan cerita dari perjalanan kita sebagai guru? Tentunya banyak pula cerita dan
pengalaman yang dapat dijadikan bahan atau materi tulisan. Guru tentu paling mengetahui secara detail perjalanan
karir dari profesinya sebagai guru dibandingkan orang lain. Perjalanan karir
sebagai guru tentu bukan perjalanan karir biasa, karena menjadi guru itu sebuah
pengabdian yang banyak menyimpan cerita didalamnya. Cerita yang diawali saat
pertama praktik mengajar di kelas latihan, saat pertama masuk kelas
melaksanakan tugas menjadi guru, saat dimana bertemu dengan siswa yang baru
dikenal, mengenal satu per satu siswa,
dan berbagai cerita lainnya.
Cerita
perjalanan hidup dan karir sebagai guru hanya sebagian kecil dari hal-hal
terdekat dari kehidupan kita untuk dapat dijadikan bahan atau materi tulisan.
Dengan demikian, rasanya tidak ada lagi kegalauan atau kebingungan bagi guru
dalam upaya untuk menuangkan sebauh tulisan.
****
Bagian 16
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENULIS
Potensi
dan kemampuan menulis itu harus banyak dilatih dengan menulis, menulis, dan
menulis. Itulah kuncinya agar potensi dan kemampuan menulis kita terus
berkembang dan meningkat. Kalau boleh diibaratkan, menulis itu seperti kita
dulu waktu kecil belajar naik sepeda. Saat kita belajar bersepeda, jatuh bangun
itu sudah biasa, bahkan terkadang juga sampai membuat kita jatuh, lecet, luka,
atau bahkan masuk got atau sungai. Begitulah ibaratnya kita menulis, tidak
serta merta sekali kita menulis, lalu hasilnya langsung bagus dan mantap.
Kemampuan
menulis yang telah kita miliki harus selalu diasah atau dilatih dengan
melakukan aktivitas menulis. Menulis tentang apa saja yang mampu kita tulis,
tidak terbatas pada hal-hal yang terdekat dengan diri dan profesi kita saja,
tetapi dapat dikembangkan pada hal-hal lain yang ada di sekitar lingkungan
kehidupan kita. Banyak bahan atau materi yang ada di sekitar kita yang dapat
diangkat menjadi tulisan, misalnya objek wisata yang terkait dengan budaya,
keindahan alam, kehidupan yang unik dari masyarakat sekitar, dan hal-hal
lainnya.
Penulis
yang telah berpengalaman alias senior memiliki pandangan dan wawasan yang luas,
tidak sekedar yang bersifat kasat mata saja yang dapat mereka tuangkan dalam
tulisan, tetapi juga hal-hal yang bersifat tidak kasat mata alias metafisika. Tulisan-tulisan mereka memiliki nilai filosofi
dan karakter tersendiri. Misalnya Buya Hamka, seorang ulama, pujangga, dan
tentunya seorang penulis. Kita sebagai penulis pemula hendaknya banyak belajar
dari buku hasil karya tulisan meraka,
untuk belajar dan mengembangkan kemampuan menulis kita.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi diera digital ini patut juga dijadikan referensi
untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan menulis, sehingga kita tidak
ketinggalan zaman. Menulis dan mengirim hasilnya kita pada blog atau website yang
ada di dunia maya alias internet
dapat menjadi media kita mengembangkan kemampuan menulis melalui dunia maya.
Banyak penulis pemula yang kemudian menjadi penulis terkenal karena adanya
tulisan yang mereka up load di dunia
maya melalui berbagai blog atau website yang memang khusus diperuntukan
untuk media menulis. Salah satu blog yang
diperuntukan untuk menjadi wadah guru menulis adalah blog milik IGI (Ikatan
Guru Indonesia) Pusat, yaitu https://blog.igi.or.id.
****
Bagian 17
MENGARSIFKAN HASIL TULISAN
Hasil
aktivitas menulis kita yang berupa tulisan, apakah itu artikel, puisi, cerpen,
atau bentuk tulisan lainnya, hendaknya disimpan atau diarsifkan dengan
sebaik-baiknya, karena tulisan tersebut merupakan karya intelektual kita. Secara
administrasif, tulisan itu merupakan salah satu dokumen pribadi kita yang harus
disimpan dan diarsifkan dengan sebaik-baiknya, apakah yang berbentuk softcopy maupun hardcopy.
Pengarsifan
bukti tulisan yang telah dihasilkan sejatinya harus dilakukan dengan
memperhatikan bahan tulisan yang ada. Apabila hasil tulisan dalam bentuk fail
dalam komputer atau laptop atau softcopy,
maka tentunya kita simpan dalam beberapa penyimpanan arsif fail dalam hardisk komputer/laptop, flashdis, dan sebagainya. Ada baiknya
juga, arsif softcopy tulisan-tulisan
kita tersebut dikirim dan disimpan pada surat elektroinik atau email yang kita
miliki.
Kemudian,
jika hasil tulisan kita dalam bentuk hardcopy
, yaitu yang sudah dicetak, atau diterbitkan oleh media massa cetak, seperti
koran atau majalah, maka hal tersebut juga perlu diarsifkan. Misalnya ketika
selesai dicetak, lalu tulisan itu kita simpan dalam map atau dibundel, sehingga dokumen tulisan tersimpan dengan
baik dan semestinya. Ketika tulisan artikel kita telah dimuat atau terbit pada
koran atau majalah, maka tulisan tersebut kita klipping dan kumpulkan menjadi satu dokumen arsif tulisan kita.
Urusan
menyimpan atau mengarsifkan tulisan hasil aktivitas kita menulis terkadang
kurang diperhatikan dengan baik, terkadang kita menganggap remah urusan mengarsifkan dokumen
penting, seperti hasil tulisan kita. Ketika kita memerlukan hasil tulisan yang
pernah dihasilkan, kita repot mencari barangnya karena lupa dimana menyimpan
dokumen tulisan tersebut. Bahkan yang lebih parah lagi, dokumen hasil tulisan
kita tersebut dibuang atau terbuang ke tempat sampah karena dianggap barang
bekas yang tidak diperlukan lagi.
Menurut
pengalaman penulis selama ini, tulisan artikel yang telah dimuat atau
diterbitkan koran sejak tahun 2013 lalu,
penulis arsifkan dalam satu bundel, bahkan pada beberapa tulisan artikel tersebut dibuatkan figuranya sehingga dapat dipajang sebagai
hiasan di rumah dan kantor tempat penulis bertugas. Dalam bentuk lain, penulis
pada tahun 2015 membukukan tulisan artikel yang pernah dimuat atau diterbitkan
koran dalam sebuah buku yang diberi judul “ OPINI SANG GURU” edisi pertama, dan
tahun 2017 dengan judul “ OPINI SANG GURU” edisi kedua.
Buku
OPINI SANG GURU edisi pertama tahun 2015 berisi tulisan artikel yang pernah
dimuat dan diterbitkan oleh koran di Kalimantan Selatan selama periode
2013-2015, sedangkan buku OPINI SANG GURU edisi kedua tahun 2017, berisi
tylisan artikel koran periode 2016-2017. Demikian selanjutnya, direncanakan
tahun 2018 ini akan diterbitkan lagi buku OPINI SANG GURU edisi ketiga.
****
Bagian 18
MEMBENTUK FORUM
MENULIS
Selain
mengembangkan kemampuan menulis secara individual atau mandiri, kita juga harus berupaya mengembangkan
kemampuan menulis tersebut melalui komunitas atau forum yang melibatkan banyak
guru yang memiliki visi yang sama dalam hal menulis. Kemampuan masing-masing
individual guru dalam hal menulis pastinya berbeda-beda tingkatannya, ada yang
menulis sudah tingkatan di atas, biasa, atau masih dibawah.
Melalui
komunitas atau forum guru menulis yang dibentuk inilah dapat saling berbagi dan
memberikan masukan, saran, atau upaya lainnya untuk bersama-sama meningkatkan
kemampuan menulis. Komunitas atau forum guru menulis ini beranggotakan guru yang
secara sukarela dan memiliki kemauan untuk mengembangkan potensi dan
kemampuannya dalam hal menulis, terlepas bentuk atau pun genre menulisnya. Forum guru menulis diharapkan dapat menjadi
motivator dalam membangkitkan, mengembangkankan, dan meningkatkan kemampuan
menulis anggota melalui berbagai kegiatan atau agenda yang dilaksanakan.
Mengikuti
perkembangan dan trend berkomunikasi
diera digital ini, selain melakukan pertemuan tatap muka atau sejenisnya,
kegiatan forum guru menulis dapat dilakukan pula dengan melalui media sosial di
dunia maya. Berkomunikasi melalui media sosial yang dibuat untuk mewadahi
anggota forum guru menulis dalam menjalin silaturrahim, konsultasi, atau
berbagi pengalaman dan informasi sehingga semakin bermanfaat bagi anggotanya.
Adanya
wadah komunikasi yang tetap diharapkan anggota forum guru menulis dapat
menyiapkan dirinya mengikuti kegiatan atau agenda yang direncanakan bersama.
Beberapa kegiatan atau agenda forum guru menulis yang dapat dilakukan seperti
melaksanakan pelatihan atau workshop
menulis, seminar, diskusi, dan sebagainya. Langkah ke depannya yang dapat
dilaksanakan dalam forum guru menulis adalah menerbitkan buku hasil aktivitas
dan kreativitas menulis anggotanya.
Manfaat
yang banyak dengan dibentuknya forum guru menulis ini tentunya dapat dirasakan
oleh anggotanya jika dikelola dengan baik dan saling menyadari akan penting
berkomunikasi antar sesama pegiat dan aktivis menulis. Kegiatan atau agenda forum guru menulis tidak
terlepas dari upaya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan menulis
anggotanya, namun juga tidak menutup kemungkinan menyebarkannya kepada guru
atau peminat menulis lainnya.
Menyebarkan
‘virus’ menulis kepada banyak guru
atau pihak lain merupakan bagian dari visi forum guru menulis, karena semakin
banyak guru atau orang tertarik untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya
dalam menulis berarti forum tersebut tidak sekedar kepentingan mereka semata
tapi juga pihak lain yang berminat menulis. Sejalan dengan program Pemerintah,
forum guru menulis dapat membantu kampanye dan program Literasi Nasional dan
SABUSAKU (Satu Guru Satu Buku), dan
program Pemerintah lainnya.
****
Bagian 19
BERBAGI dalam MENULIS
Berbagi
ilmu dan pengalaman menulis dengan banyak orang, khususnya guru yang berminat
besar untuk mendalami menulis, memang sesuatu yang sangat menyenangkan. Rasanya kita jika sudah dapat memberikan
ilmu, motivasi, dan pengalaman tentang sesuatu yang baik dan bermanfaat,
seperti tentang menulis, maka tentunya akan terasa lega hati dan perasaan kita.
Semangat
berbagi dalam hal menulis dengan guru yang berminat untuk menulis harusnya juga
menjadi semangat bagi guru yang memiliki kemampuan dan pengalaman menulis. Ilmu
atau pengalaman baik yang kita miliki jangan hanya sekedar untuk diri pribadi
kita sendiri, tetapi lebih baiknya dibagikan kepada banyak orang, terlebih
kepada guru selaku rekan seprofesi kita.
Indahnya berbagi ilmu dan pengalaman menulis dengan sesama atau rekan
seprofesi.
Pengalaman
baik dan bermanfaat yang kita miliki selama ini dalam aktivitas menulis sampai
dapat terbit pada media massa cetak, khususnya koran, atau bahkan mampu
menerbitkannya menjadi sebuah buku, maka pengalaman tersebut harusnya dibagikan
kepada banyak guru dan orang lain. Berbagi ilmu dan pengalaman tentang menulis
merupakan salah satu bentuk ‘sedekah’
kita, disamping juga dapat mempererat tali silaturrahim antar sesama teman
seprofesi.
Kegiatan
berbagai ilmu dan pengalaman dalam hal menulis dengan sesama rekan seprofesi
atau orang lain memang tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat formal
semata, seperti kegiatan pelatihan atau workshop, namun juga dapat dilakukan
dalam pertemuan yang tidak bersifat formal. Berbagi ilmu dan pengalaman tentang
menulis dapat dilakukan melalui pertemuan pribadi, atau saat berkumpul dalam
sebuah pertemuan silaturrahim lainnya.Intinya, kapanpun, dimanapun, dan
siapapun kita dapat berbagi ilmu dan pengalaman tentang menulis.
Bukannya
dengan berbagi ilmu dan pengalaman menulis, lalu kemudian ilmu kita akan
berkurang? Tidak, semakin kita banyak berbagi ilmu dan pengalaman tersebut,
maka semakin bertambah ilmu kita. Ternyata ketika kita berbagi ilmu tersebut,
kita menjadi sadar atau disadarkan bahwa ilmu kita belum banyak dan perlu
ditambah lagi. Bertambahnya ilmu
tersebut dapat juga terjadi ketika adanya masukan atau saran dari teman,
peserta pelatihan, atau rekan diskusi kita dalam pertemuan atau komunitas yang
membahas tentang menulis.
****
Bagian 20
MEMULAI SULIT, MEMPERTAHANKAN itu LEBIH SULIT
Ketika
tulisan artikel kita telah terbit atau dimuat dalam media massa cetak, khusunya
koran, maka saat itu kita sadar atau tidak sadar telah menjadi seorang penulis yang
dicatat oleh banyak pembaca koran tersebut. Mungkin dalam persepsi kita,
tulisan artikel kita tersebut sebagai ‘main-main’ atau ‘refresing’ yang tidak perlu dipikirkan untuk kelanjutan berikutnya.
Namun, tidak demikian dengan persepsi redaksi dan pembaca koran tersebut. Boleh
jadi, sejak saat itu kita sebagai penulis artikel koran tersebut dicatat dan
diingat nama kita. Artinya, kita mendapat beban mental untuk menulis artikel
berikutnya untuk menjaga kesimanbungan menulis artikel tersebut.
Persepsi
kita, bahwa setelah terbit pertama
tulisan artikel kita pada koran, maka kita merasa bangga dan terlepas dari
beban kita selama ini karena sudah terwujud harapan kita dapat menerbitkan
artikel tersebut. Lalu, apakah hanya sampai terbit itu saja? Peesepsi tersebut
harus kita hilangkan dalam benak kita, karena konsekuensinya kita harus
melanjutkan dengan tulisan artikel berikutnya, tidak berhenti pada artikel yang
terbit pertama dan berakhir sampai disitu saja.
Saat
menulis dan menerbitkan tulisan artikel pertama di koran memang sulit, tetapi
mempertahankan dan melanjutkan dengan artikel berikutnya ternyata jauh lebih
sulit, dan ini harus kita lakukan demi menjaga nama baik kita sebagai penulis
sejati, bukan penulis abal-abal.
Hanya penulis yang sejatilah yang terus berkarya, menulis dan menulis, demi
menjaga harkat dan martabat sebagai
penulis yang bertanggung jawab atas karya intelektualnya. Bukankah kita sejak
awal berniat untuk menulis, dan konsekuensinya kita juga harus menjaga niat
tersebut sesuai kemampuan yang kita miliki.
Beban
moral dan tanggung jawab sebagai penulis ketika tulisan artikelnya sudah terbit
dan mulai dibaca oleh pembaca koran atau media massa cetak harusnya disikapi
dengan meningkatkan kemampuan menulis kita dengan berbagai cara yang dapat
lakukan, misalnya membaca, mengikuti pelatihan atau workshop, berdiskusi dengan
penulis senior lainnya, dan sebagainya. Kita tidak boleh berhenti dan puas
dengan apa yang telah kita hasilkan. Belajar, belajar, dan belajar demi tanggung
jawab dan konsekuen kita sebagai penulis sejati.
****
Bagian 21
MENULIS dan SABUSAKU
Hasil
menulis yang masih belum terarsifkan dan terdokumentasikan dengan baik tentunya
akan menyulitkan kita selaku pemilik karya tulisan artikel yang sudah atau
belum terbit dalam koran atau media massa cetak. Ketika tulisan artikel
tersebut sudah banyak dan belum terdokumentasikan dengan baik tersebut, maka alangkah
baiknya dijadikan sebuah buku. Buku yang merangkum atau kompilasi dari semua
berkas tulisan artikel karya kita yang telah selesai ditulis.
Buku
yang kemudian kita terbitkan merupakan langkah selanjutnya setelah selesai
ditulis atau dimuat dan diterbitkan melalui koran. Menulis artikel dapat
menjadi salah satu langkah awal kita sebelum dapat menyusun dan menerbitkan
buku untuk mewujudkan program SABUSAKU (Satu Guru Satu Buku). Bagi kita penulis pemula, menulis artikel
yang secara rutin dan berkesinambungan dikirim dan terbit pada koran telah
memiliki modal untuk menyusun dan menerbitkan buku yang sesuai dengan tema atau
topik yang konsisten kita bahas.
Dengan
demikian, bagi kita penulis pemula harus konsisten menulis artikel yang
konsisten pada topik atau tema sejak awal kita menulis. Konsitenitas dalam
menulis artikel menjadi sebuah keharusan, yang pada akhirnya dapat kita kumpulkan dalam
sebuah buku yang topik atau temanya selalu konsisten sejak awalnya, misal
topiknya selalu tentang dunia
pendidikan.
Kita
selaku penulis dan insan pendidik yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan tentunya diharapkan konsisten dengan tema atau
topik tentang dunia pendidikan itu sendiri. Kompleksnya masalah dalam dunia
pendidikan menjadi lahan yang luas bagi kita untuk menuangkan tulisan dalam
artikel. Setiap guru dapat menulis dan mengupasnya dengan sudut pandang atau
persepsi kita masing-masing, meskipun permasalahannya sama tetapi sudut pandang
pembahasan kita pasti berbeda sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
Kembali
dengan penyusunan dan penerbitan buku dalam rangka mendukung program SABUSAKU
(Satu Buku Satu Buku), sekarang ini untuk menerbitkan buku secara mandiri atau
tanpa melalui penerbitan komersil sudah relatif mudah dan dengan biaya yang
murah. Kini, banyak bermunculan penerbitan ‘indie’
yang memfasilitasi penerbitan buku oleh perorangan dengan jumlah cetakan
terbatas dan hanya untuk kepentingan pribadi semata. Hadirnya penerbitan
‘indie’ ini memberikan peluang dan kesempatan bagi penulis buku yang
menginginkan bukunya segera terbit dan memenuhi persyaratan sebuah buku
sebagaimana mestinya.
Peluang
dan kesempatan bagi guru, baik secara perorangan atau kelompok, dapat menerbitkan
buku tanpa harus menunggu diterima oleh penerbit komersil. Sekarang tinggal
pada diri kita sendiri, mau atau tidak memanfaatkan kesempatan yang terbuka
lebar ini untuk melakukan sebuah perubahan terhadap diri kita diera digital
atau zaman ‘now’.
Pengalaman
penulis selama ini sudah menerbitkan 3 (tiga) judul buku secara mandiri melalui
penerbitan ‘indie’ yang ada di Kota
Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Ada 2 (dua) judul buku penulis
sendirian, dan 1 (satu) judul buku bergabung dengan rekan guru se Kalimantan
Selatan tentang inovasi pembelajaran. Sementara itu, pada tahun 2018 ini
direncanakan ada 3 (tiga) judul buku lagi yang masih dalam proses diterbitkan.
.
****
Bagian 22
BLOG IGI dan KOMPETISI MENULIS
Mengenal
blog IGI bagi penulis sebanarnya
tidak disangaja. Berawal dari mengikuti kegiatan workshop SAGUSAKU yang
diselenggarakan oleh Pengurus IGI (Ikatan Guru Indonesia) Provinsi Kalimantan
Selatan di Banjarmasin pada Agustus 2017 lalu. Saat itu penulis mengikuti kegiatan
tersebut bersama dengan Ahmad Fuad Hasan, S.Pd.I, salah satu guru yang bertugas
di sekolah yang penulis pimpin, yaitu SMPN 4 Pelaihari, beliau merupakan guru
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Melalui
Ahmad Fuad Hasan S,Pd,I tersebut, penulis
mendapat informasi akan adanya kegiatan workshop, demikian pula dengan
pendaftaran sebagai anggota IGI dan
pendaftaran sebagai peserta workshop tersebut. Penulis hanya menyerahkan data
diri saja, sedangkan segala urusan dari pendaftaran menjadi IGI dan segala hal
yang terkait dengan pendaftaran sebagai peserta workshop SAGUSAKU (Satu Guru
satu Buku) semuanya diurus oleh yang bersangkutan secara online. Kami berangkat bersama ke tempat kegiatan workshop di aula
BKKKN Kalsel di Banjarmasin selama 2 (dua) hari berturut-turut dengan
menggunakan mobil penulis.
Penulis
mengenal adanya blog IGI dari kegiatan
workshop SAGUSAKU tersebut. Saat workshop itu peserta diberikan materi dan
praktik tentang menulis dengan menggunakan gadget,
baik dengan menulis menggunakan tangan
maupun menggunakan mulut, dan setelah selesai menulis essay yang bertema tentang pelaksanaan workshop SAGUSAKU saat itu, peserta disuruh untuk mengirimnya ke blog IGI Pusat. Peserta diberikan
petunjuk meng-up load apalikasi blog
IGI Pusat, dan akhirnya semua peserta,
termasuk penulis, dapat menulis dan mengirim tulisan ke blog IGI saat itu. Itulah pertama
penulis mengirim tulisan atau artikel ke blog
IGI.
Sejak
berkenalan dan mengirim hasil tulisan pada blog
IGI saat mengikuti workshop SAGUSAKU di Banjarmasin tahun 2017 tersebut, penulis secara rutin dan terus menerus
mengirim tulisan. Kebetulan sekali penulis sudah memiliki banyak tulisan
artikel dan tulisan lainnya, sehingga ketika mengenal blog IGI tersebut, maka tanpa banyak pikir lagi penulis mengirim
semua tulisan yang ada sebanyak-banyaknya.
Penulis
beranggapan, bahwa dengan mengirim
tulisan tersebut dapat menyimpan atau mengarsifkan dengan baik dan aman tulisan
tersebut disamping menyimpanya dalam laptop/komputer penulis, flasdic, dan sebagainya. Namun kemudian,
dalam blog IGI banyak sudah penulis yang mengirim lebih dulu tulisan
mereka yang telah memiliki jumlah artikel atau tulisan yang banyak. Pada data setiap penulis juga ditampilkan
jumlah tulisannya yang dikirim pada blog IGI,
dan 10 (sepuluh) penulis terbanyak atau populer ditampilkan pada blog
IGI secara khusus pada blog tersebut.
Sebenarnya
penulis mengirim tulisan atau artikel ke blog
IGI, niat awalnya sekedar menyimpan
arsif tulisan yang diharapkan lebih aman dari kehilangan atau kerusakan arsif seperti
di komputer/laptop atau flasdic
semata, namu kemudian berubah setelah melihat persaingan dalam hal jumlah
tulisan. Penulis tertantang juga untuk mengirim tulisan sebanyak-banyaknya guna
masuk dalam jajaran 10 (sepuluh) besar penulis terbanyak mengirim tulisan atau
artikelnya.
Semangat
kompetitif atau persaingan sehat tersebut
memicu penulis mengumpulkan segala bentuk tulisan yang selama tercerai
berai dalam berbagai tulisan, baik yang sudah ditulis dan disimpan dalam
komputer/laptop, maupun yang masih dalam buku catatan harian alias masih tulis
tangan. Dalam waktu sekitar 3 (tiga) bulan, yaitu mulai bulan Oktober,
Nopember, dan Desember 2017, penulis secara simultan, rutin, dan terus menerus
menulis dan mengirim tulisan atau artikel ke blog IGI guna mengejar target masuk jajaran 10 (sepuluh) penulis
terpopuler pada blog IGI tersebut. Alhamdulillah, dalam waktu sekitar 3
(tiga) bulan tersebut penulis berhasil masuk 10 (sepuluh) penulis terpopuler
versi blog IGI, bahkan menjadi
penulis terbanyak tahun 2017, dengan lebih dari 500 judul artikel.
Bagi
penulis, dengan adanya blog IGI tersebut
telah membangkitkan dan memotivasi semangat menulis bagi diri pribadi penulis
dan mudahan juga guru Indonesia. Penulis merasa terpacu dan semangat untuk
menulis, menulis, dan menulis. Terima kasih blog
IGI, terima kasih admin blog IGI,
dan terima kasih Pengurus IGI Pusat. Semangat membangun dan meningkatkan
kompetensi guru Indonesia tetap bergelora. Semangat SHARING and GROWING TOGETHER.
*****
Bagian 23
APA SAJA ARTIKEL PENULIS di BLOG IGI?
Secara
periodik dan terus menerus penulis mengirim tulisan atau artikel ke blog IGI
dalam berbagai macam bentuk tulisan. Prosesnya memang ada tulisan yang
sudah siap kirim, tetapi juga banyak berkas tulisan yang masih belum ditulis
dalam komputer/laptop. Pada umumnya, berkas tulisan yang belum ditulis dalam
komputer/laptop penulis merupakan catatan kegiatan kedinasan selama menjadi
kepala sekolah yang masih tertulis di buku harian, kegiatan perjalanan
mengikuti pelatihan atau diklat selaku guru, kegiatan organisasi yang penulis
ikuti, catatan perjalanan bersama keluarga, dan sebagainya.
Berbagai
naskah tulisan yang masih dalam bentuk catatan tulis tangan tersebut, kemudian
penulis tulis ulang pada komputer/laptop secara berurutan sesuai dengan waktu kegiatanya,
khususnya menurut tahun kegiatan. Penulis berusaha sekuat tenaga disela-sela
waktu senggang setelah pulang dari sekolah, khususnya sore dan malam hari serta
saat waktu libur sekolah, untuk menulis dalam komputer/laptop. Penulis
sempatkan dan luangkan waktu untuk menyalin atau menulis kembali dari buku
catatan harian yang masih tersimpan dengan baik. Kebetulan setiap kegiatan
kedinasan, pelatihan, dan kegiatan lainnya, penulis selalu mengusahakan untuk
mencatat atau menulis, seperti terkait dengan waktu, tempat, dan agenda atau
kegiatan yang dilakukan. Mungkin ada juga kegiatan yang tidak sempat tercatat,
terlewatkan, dan hilang buku catatannya.
Secara
umum, tulisan atau artikel penulis yang dikirim ke blog IGI mencakup 3 (tiga) kelompok besar, yaitu kegiatan pribadi
yang berupa perjalana hidup/biografi penulis, kegiatan kedinasan (guru dan
kepala sekolah), dan kegiatan organisasi yang penulis ikuti. Penulis sejak awal
menulis dan mengirim ke blog IGI ini
hanya punya satu niat, yaitu menulis untuk ‘mengabadikan’ kisah atau cerita
perjalanan hidup yang penulis alami, tanpa ada kepentingan yang lain. Ketika
ini penulis tanamkan dalam diri, maka semua yang ditulis terasa lebih mudah dan
menyenangkan.
Kemudian,
penulis secara administratif pernah mencatat semua tulisan atau artikel yang
pernah dikirim ke blog IGI dalam bentuk ‘DAFTAR ARTIKEL ’ . Setiap selesai
mengirim tulisan atau artikel ke blog IGI,
penulis mencatatnya secara berututan dalam daftar tersebut. Dalam daftar
tersebut ada kolom nomor urut dan judul tulisan. Sempat penulis mencatatnya
sampai pada angka sekitar 400 an, tetapi kemudian penulis sudah tidak
mencatatnya lagi karena ‘bosan’ . Akhirnya, sampai saat ini tidak sempat mencatat
lagi.
Tidak
ada batasan tentang tulisan apa yang dikirim ke blog IGI, yang penting asal jangan tulisan yang mengandung dan
menyinggung masalah SARA (Suku , Agama, Ras, dan Antargolongan), menyebabkan
konflik, mengandung fitnah dan ujaran kebencian, dan sebagainya sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
****
Bagian 24
DAMPAK POSITIF BERGABUNG DENGAN BLOG IGI
Selama
bergabung dan aktif mengirim tulisan atau artikel ke blog IGI, penulis
merasakan begitu banyak dampak positifnya bagi diri penulis, terutama bagi
peningkatan kemampuan menulis itu sendiri. Penulis mengikuti dan membaca
bebarapa artikel penulis lain yang ada masuk di blog IGI, terutama penulis yang
berada dalam 10 (sepuluh) penulis terpopuler. Penulis ingin melihat,
membaca,dan tentunya juga belajar dari tulisan artikel mereka, sehingga dapat
terus memperbaiki mutu tulisan penulis.
Banyak
manfaatnya ketika kita membaca dan memperhatikan tulisan atau artikel penulis
lain yang ada di blog IGI, baik itu gaya penulisan, gaya bahasa yang dipakai,
kosakata, dan sebagainya. Melalui membaca tulisan tersebut kita dapat memahami
dan menyadari akan kemampuan menulis kita, belajar dari tulisan yang baik atau
bermutu, atau sebaliknya. Apa pun mutu tulisan yang kita baca tersebut tentu
ada pelajaran yang dapat kita petik untuk perbaikan dan peningkatan mutu
tulisan kita dimasa mendatang.
Kemudian,
dari sisi ‘populeritas’ diri, penulis
merasakan sendiri bagaimana perubahan positifnya sekarang setelah bergabung dan
mengirim banyak tulisan ke blog IGI. Mungkin kalau tidak bergabung dan mengirim
banyak tulisan atau artikel ke blog IGI, penulis tidak dikenal banyak orang atau
publik, khususnya warganet alias dunia maya melalui blog IGI yang dapat diakses
dan dilihat seluruh Indonesia. Meskipun
sisi popularitas ini bukan tujuan utama penulis, tetapi itu merupakan dampak
positif yang harus disikapi dengan terus berkarya untuk menghasilkan banyak
tulisan lagi, atau prinsifnya tiada hari tanpa menulis, menulis, dan menulis.
Secara
finansial memang tidak penulis rasakan dampaknya secara langsung, karena
tulisan atau artikel kita yang masuk blog IGI tidak dibayar seperti ketika penulis
mengirim tulisan atau artikel dan terbit pada koran atau media massa cetak yang
terkenal di Kalimantan Selatan. Sebagai penulis, ketika tulisan atau artikel
kita sudah dilihat dan kemudian dibaca oleh banyak orang, maka hal tersebut
sudah merupakan suatu kebanggan dan kebahagiaan tersendiri, terlepas pembaca
suka atau tidak suka. Meski kita mengeluarkan biaya pulsa atau kouto untuk
biaya online internet, tetapi rasa
kebanggaan dan kebahagian atas kemampuan kita menulis dan mengirim ke blog IGI
rasanya sudah terbayar lunas. Kebahagiaan itu tidak dapat diukur dan dinilai
dengan uang atau materi samata
Bagian 25
MEMASANG TARGET MENULIS
Target
atau harapan yang ingin dicapai dalam waktu dekat, misalnya sebula, atau
setahun, memang menjadi keharusan jika kita ini menjadi orang sukses dalam
segala bidang, tidak terkecuali dalam menulis. Aktivitas menulis memerlukan
kondisi jasmani dan rohani yang baik dan prima agar dalam melaksanakan
aktivitas tersebut kita dapat mampu memaksimalkan kemampuan yang kita miliki.
Boleh
saja orang beranggapan bahwa menulis itu pekerjaan yang tidak perlu tenaga dan
merupakan pekerjaannya orang ‘malas’ dan
tidak memiliki pekerjaan tetap. Boleh juga orang beranggapan bahwa
menulis itu sebuah pekerjaan ‘sampingan’ atau ‘sambilan’ , hanya untuk mengisi
waktu luang dari sisa waktu bekerja yang
dilakukan sehari-hari.
Bagi
kita yang masih berstatus penulis pemula, mungkin anggapan dan asumsi orang
tentang profesi penulis itu ada benarnya. Kita menyadari bahwa aktivitas
menulis yang akan, atau baru kita lakukan,
dan mau juga akan kita tekuni,
mungkin hanya sebatas mengisi waktu luang, mengikuti trend, mengejar angka kredit naik
pangkat bagi guru ASN, atau alasan lain yang bersifat ‘menomorsekiankan’ aktivitas
menulis.
Memang
tidak salah dan itu sah-sah saja jika kita masih menganggap bahwa aktivitas
menulis itu bukan sesuatu yang diprioritaskan. Namun, ketika kita sudah berniat
bahwa menulis itu menjadi salah satu bagian dari aktivitas keseharian kita,
khususnya profesi guru atau praktisi pendidikan yang lainnya, maka kita harus
memasang suatu target dalam rangka aktivitas menulis tersebut. Misalnya, bagi
guru atau praktisi pendidikan seperti pengawas, ada target atau sasaran dalam
SKP ASN untuk dicapai, maka dapat memasukkan menulis artikel sebagai target
atau sasaran dalam SKP tersebut.
Terlepas
dari sasaran atau target untuk kepentingan kedinasan atau bersifat formalitas,
maka sebagai penulis pemula, guru atau praktisi pendidikan, harus dapat
memasang target bahwa dalam jangka waktu sekian mampu menghasil sejumlah
tulisan, baik itu berupa artikel, puisi, cerpen, dan bahkan naskah buku. Target
ini sebenarnya hanya sebagai pemicu dan pendorong motivasi dan semangat kita
untuk menulis.
Namun
demikian, setiap kita memiliki pilihan dan keputusan masing-masing dalam
menentukan target menulis, apakah target itu dicatat atau ditulis di buku atau
dipajang pada tempat kita beraktivitas, atau hanya ditanamkan dalam hati dengan
sungguh-sungguh. Semua itu diserahkan pada kepentingan dan kemampuan
masing-masing kita. Intinya, kita hendaknya memasang target dalam jangka waktu
sekian untuk mewujudkan sebuah impian dan harapan kita dalam aktivitas menulis.
****
Bagian 26
PROBLEM ‘MOOD’ dalam MENULIS
Dalam
kalangan penulis, adanya yang namanya ‘mood’
menulis. Ketika saat atau suasana hati, pikiran, perasaan atau bahkan fisik
atau badan kita kurang segar atau dalam gangguan, maka saat kondisi demikian
kita akan sulit menghasilkan sebuah kalimat, apalagi tulisan. Boleh dikatakan
bahwa mood itu lebih pada suasana atau kondisi batiniah atau jiwa kita, baik
itu pikiran, perasaan atau suasana hati kita. Mood menurut kamus Oxford
adalah “the way yuo are feeling at
a particular time “, suasana hati atau jiwa pada suatu saat. (sumber : annida-online.com/5-tips-mencegah-nggak-mood-menulis.html )
Kenyataannya,
memang mood itu benar adanya. Bukan mitos, atau sebuah alasan bagi seseorang
yang tidak mau menulis. Mungkin saja kita pernah menemukan orang yang berkata “
saya tidak mood sekarang untuk menulis” .Jika hal tersebut dikatakan oleh
seseorang yang memang aktif menulis atau penulis sejati, tentunya itu kemungkinan besar benar adanya, tetapi jika
ucapan tersebut dikatakan oleh orang yang bukan penulis, maka tentunya itu
hanya alasan untuk menolak atau tidak mau menulis saja.
Jika kita merasa mood merupakan sesuatu yang berpengaruh
langsung terhadap kualitas karya-karya kita, maka berikut adalah tips-tips yang
bisa dicoba untuk menjaga mood
menulis selalu bagus. Berikut ini penulis petikkan beberapa tips, yaitu:
(1) Rapikan Tempat Menulis,(2). Minumlah Kopi sebelum Menulis , (3)Tulis
Sesuatu yang Sudah Anda Pahami, (4) Paksa Diri Menulis Setidaknya 100 Kata, (5)
Persiapkan Semua Materi Tulisan, (6) Baca Tulisan-Tulisan Berkelas, (7) Menulis
di Malam Hari, (8) Singkirkan Semua Gangguan, (9).Jangan
Lupa Membaca Quote Jika Dibutuhkan, (10) Baca Feedback-Feedback yang Masuk, (11)
Pikirkan Tentang Pembaca Anda ( sumber:https://shiq4.wordpress.com/2017/07/31/tips-menjaga-mood-menulis/ )
Itulah beberapa tips
yang penulis ambil dari sebuah laman pada internet tentang cara mengatasi mood menulis. Semuanya tergantung kita
masing-masing menyikapi dan mengkondisikan untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan masalah mood saat
menulis. Harus bagaimana kita menyikapinya, tentunya kitalah yang paling
mengerti akan keadaan diri kita sendiri.
****
Bagian 27
HINDARI PLAGIAT
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, bahwa plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah
penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain
dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap
sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Pelaku plagiat
disebut sebagai plagiator (sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Plagiarisme.)
Bagi
kita penulis, terlebih lagi penulis pemula, harus memahami dan tentunya
mengikuti aturan dalam mengutip pendapat orang lain agar terhindar dari
plagiarisme yang sangat mungkin terjadi dalam aktivitas menulis saat ini.
Sebenarnya, mengutip pendapat orang lain dalam dunia tulis menulis itu
merupakan hal yang biasa, bukan hanya kita sebagai penulis pemula, tetapi juga
penulis yang sudah mapan dan memiliki jam terbang yang banyak. Selama itu kita
mengutip dengan mencantumkan sumbernya, maka hal tersebut dapat menghindarkan
kita dari plagiarisme atau plagiat.
Mengutip
pendapat orang lain banyak kita temukan dalam tulisan karya tulis ilmiah,
seperti PTK, PTS, skripsi, tesis, atau pun disertasi. Sedangkan dalam tulisan artikel atau opini mengutip pendapat orang lain relatif sedikit,
karena artikel atau opini sifatnya merupakan pendapat atau tafsiran kita yang
didasarkan oleh pemikiran kita sendiri. Namun demikian, terkadang kita dalam
menulis artikel atau opini mengutip pendapat seseorang atau sumber informasi
lain yang bertujuan untuk mengantarkan atau membuka pembahasan dalam artikel
tulisan kita.
Pada
sisi lain, terkadang pula kita menukilkan pendapat seseorang dalam tulisan
artikel kita untuk mempertegas pendapat kita dalam pembahasan masalah pada
artikel kita. Gagasan dan cara pandang kita mungkin sama dalam menyikapi
masalah yang dibahas, sehingga kita mengutip pendapat orang lain dalam
memberikan penguatan atas pendapat kita tersebut.
Bagi
kita selaku penulis pemula, khususnya dalam menulis artikel, perlu banyak
membaca dan memahami tentang plagiarisme atau plagiat, tentunya harus
semaksimal mungkin menghindarinya agar tidak merusak citra dan nama baik kita
sendiri. Tidak perlu kita mengejar materi, popularitas, atau kepentingan sesaat
lainnya dengan mengambil atau menjiplak karangan atau tulisan orang lain.
Karangan atau tulisan yang buat sendiri dengan menggunakan kemampuan pikir dan
nalar kita akan lebih baik, meskipun tulisannya tidak sehebat penulis yang
menjiplak karangan orang lain.
Pembaca
akan dapat menilai dan dapat merasakan sendiri apa yang kita paparkan dalam
tulisan kita. Kalau memang itu asli dan keluar dari hati dan pikiran kita, maka
yakinlah bahwa itulah tulisan yang terbaik dan bermutu.
****
Bagian 28
MENULIS itu MENGELOLA STRESS
Ketika
kita menuangkan gagasan atau mungkin bahkan juga ‘uneg-uneg’ yang ada dalam diri kita ke dalam sebuah tulisan, tentu
dalam bahasa yang sopan, maka saat itu kita melepaskan sebagian beban atau
tekanan yang mengganggu hati dan pikiran kita. Dengan adanya pelepasan beban
yang kita rasakan tersebut diharapkan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan
tekanan atau stress. Menulis dapat menjadi sarana untuk ‘melampiaskan’
ketidaknyamanan hati dan pikiran kita selama ini.
Menurut
Fitri Utami, S.psi, yang penulis kutip
dari media online DEPOKPOS, ketika
seseorang sudah mulai menulis maka akan memerlukan banyak waktu dan tenaga.
Bisa saja berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun
tergantung jenis tulisannya. Namun, karena hal itu lah yang akan membuat
seseorang merasa puas dan bangga ketika mereka telah menyelesaikan tulisannya.
“ Kepuasan itu dapat berbentuk kepuasan batin. Kepuasan batin ini akan
memberikan pengaruh positif terhadap kondisi mental si penulis. Misalnya, bisa meningkatkan
kreatifitas dan rasa percaya dirinya untuk menghasilkan tulisan yang lebih
baik.” (sumber: http://www.depokpos.com/arsip/2016/06/menulis-ternyata-dapat-menghilangkan-stress/)
Gagasan,
saran, pendapat, atau bahkan kritikan kita terhadap suatu masalah yang terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari, baik kehidupan pribadi, keluarga, sekolah,
masyarakat, atau bahkan berbangsa dan bernegara, dapat kita salurkan dengan
baik dan santun dalam tulisan. Apakah itu melalui tulisan dalam puisi, pantun,
artikel, atau bentuk tulisan yang lain.
Tekanan
atau stress itu wajar dan pasti
dialami oleh banyak orang yang normal dalam kehidupannya, tidak terkecuali
dengan profesi kita sebagai seorang guru. Puluhan atau bahkan ratusan masalah
yang dihadapi dalam menunaikan tugas sebagai guru, baik saat menyiapkan
perangkat pembelajaran, menyiapkan media belajar, saat menghadapi siswa di
kelas, saat mengoreksi hasil ulangan siswa yang banyak tetapi nilainya kurang
baik, dan sederet permasalahan lainnya. Belum lagi urusan keluarga, isteri dan
anak kita sendiri, tagihan dan biaya rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari,
dan segudang permasalahan yang menyelimuti kehidupan kita.
Menuangkan
berbagai permasalahan di atas dalam tulisan yang santun dan membangun motivasi,
membangkitkan semangat, dan berbagi dengan orang lain adalah salah satu upaya
kita mengelola stress menjadi
bermakna dan bermanfaat, minimal bagi diri kita sendiri. Bagi kita penulis, stress
bukan hanya dihindari, tetapi kalau
memang terjadi maka dikelola dengan sebaik-baiknya untuk menjadi sesuatu yang positif, yaitu tulisan.
****
Bagian 29
DENGAN RUMUS 3M, TIADA HARI TANPA MENULIS
Banyak
hal yang ada di sekitar kita dapat menjadi sebuah tulisan menurut persepsi kita
sebagai penulis. Menulis apa yang ada di sekitar kita merupakan salah satu rasa
kepedulian kita terhadap kondisi dan situasi yang menjadi masalah di sekitar
lingkungan kehidupan kita, misalnyanya terkait masalah NARKOBA, maraknya masalah
persekusi, masalah sampah, dan berbagai
permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya.
Melalui tulisan artikel, kita dapat berpartisipasi
memberikan saran, pendapat, masukan, dan kritik membangun terhadap permasalahan
dan kondisi yang ada di sekitar lingkungan kehidupan kita. Kepedulian dan
partisipasi kita sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara melalui tulisan
yang bersifat membangun tentunya akan menjadi sesuatu yang dapat kita lakukan
diera keterbukaan dan semangat reformasi saat ini. Memang, dalam menulis dan
membahas tentang masalah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar
ini, kita perlu banyak belajar dan memahami kondisi masyarakat yang ada.
Beberapa
permasalahan yang penulis paparkan tersebut di atas merupakan sebagian kecil isu yang dapat kita
angkat dalam berbagai tulisan artikel. Bagi kita penulis, segala hal yang kita
lihat, rasakan, dan dengar dari fenomena di sekitar kita dapat menjadi bahan
atau materi untuk dituangkan dalam tulisan, khususnya artikel. Mengangkat permasalahan, problematika, atau
fenomena sosial yang ada di sekitar kita
dapat menambah inspirasi dan motivasi kita untuk selalu menulis, menulis, dan
menulis. Tiada hari tanpa menulis,
menulis apa saja yang memang layak dan pantas kita tulis menjadi sebuah
tulisan, khususnya artikel.
Kemampuan
menulis tidak akan berkembang apabila kita kurang melatih diri untuk menulis,
karena dengan menulis akan mengasah otak atau pikiran, imajinasi, atau bahkan
hati kita. Selama ini kita menulis, otak,imajinasi, dan hati berada dalam satu
titik yang sama dan bersinergi untuk menuangkan ide, gagasan, dan persepsi kita
dalam sebuah tulisan yang sesuai dengan terkait dengan permasalahan, problem, dan fenomena yang ada
di sekitar kita.
Dengan
menulis, menulis, dan menulis diharapkan otak atau pikiran, imajinasi, dan hati
kita dapat melihat sesuatu secara lebih jernih, mendalam, dan tentunya dalam
menuangkan tulisan menggunakan bahasa
yang santun dan tertata dengan baik. Hari-hari kita isi dengan menulis sebagai
upaya kita menyikapi permasalahan,
problem, dan fenomena yang aktual dan berkembang di sekitar kita. Kita melihat
atau memandang sesuatu dengan persepsi yang sesuai dengan daya dan kemampuan
yang kita miliki.
Menulislah
dengan memaksimalkan semua kemampuan yang kita miliki, baik pikiran, imajinasi,
dan hati atau perasaan, sehingga tulisan yang kita hasil mempunyai makna dan
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kita harus berpikir positif
terhadap sesuatu yang kita angkat dalam tulisan, dan tentunya jangan pernah
kita berpikir bahwa tulisan kita tersebut tidak mempunyai makna dan manfaat.
Selamat mencoba.
*****
Bagian 30
BERBAGI dengan GURU CALON PENULIS
Pada
awalnya penulis tidak berniat dan terpikir menjadi narasumber, pelatih, atau apapun namanya, dalam kegiatan
pelatihan atau workshop menulis selama ini. Seiring dengan perjalanan waktu,
penulis mendapat undangan dari beberapa kegiatan pelatihan menulis bagi guru. Kegiatan
pertama menjadi melatih guru menulis terjadi pada Agustus 2017, ketika itu
penulis diundang oleh Pengurus MGMP PKn/PPKn SMP Kabupaten Balangan Provinsi
Kalimantan Selatan untuk menjadi narasumber dan membimbing guru dalam rangka
pelatihan menulis, baik karya tulis ilmiah maupun karya tulis berupa artikel.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 9-10 Agustus 2017 di laboraturium IPA SMPN 1
Paringan Kabupaten Balangan. Selama 2 (dua) hari tersebut, penulis mendampingi
guru PKn/PPKn SMP Kabupaten Balangan yang berjumlah 20 orang dalam upaya
menggali dan meningkatkan potensi dan kemampuan mereka dalam kegiatan menulis. Alhamdulillah, selama 2 (dua) hari
tersebut guru PKn/PPKn SMP Kabupaten Balangan dapat membuat karya tulis berupa
artikel.
Kemudian,
pada tanggal 9-10 Pebruari 2018, penulis
diundang oleh Pengurus IGI Kalimantan Tengah untuk menjadi narasumber pada
pelatihan menulis bagi guru se Kalimantan Tengah, bertempat di aula LPMP
Kalimantan Tengah, yang diikuti sebanyak 60 peserta. Kegiatan yang dilaksanakan
oleh IGI Kalimantan Tengah ini, selain
dilaksanakan secara tatap muka, juga dilaksanakan secara online selama sebulan (10
Pebruari-10 Maret 2018). Kegiatan secara
online tersebut melalui group WhatsApp (WA) yang juga tetap melibatkan
penulis sebagai narasumber/ pembimbing, yang dilaksanakan selama 2 (dua) jam
pada setiap malam, yaitu dari pukul 20.00 s.d. 22.00 WIT atau pukul 19.00 s.d.
2100 WIB. Adanya 2 (dua) waktu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan tempat
dan zone waktu. Penulis berada di Kalimantan Selatan, yang masuk zone WIT,
sedangkan semua peserta berada di Kalimantan Tengah, yang masuk zone WIB.
Selama
kegiatan online, penulis mendapat tugas melakukan editing terhadap naskah tulisan
artikel yang dikirim oleh peserta, selain memberikan materi tentang penulisan
artikel. Menurut ketentuan dalam pelatihan tersebut, peserta diwajibkan
menyelesaikan tugas akhir sebelum mendapatkan sertifikat pelatihan. Ada 20
orang peserta pelatihan yang memilih artikel sebagai tugas akhir mereka,
sedangkan peserta yang lain memilih tulisan berupa cerpen, puisi, dan
sebagainya.
Selanjutnya,
pada tanggal 17 dan 24 Pebruari 2018, penulis menjadi narasumber/pembimbing
dalam kegiatan Workshop Penulisan Artikel/Opini yang dilaksanakan oleh Forum
Guru Menulis (FGM) Tanah Laut di aula Perpustakaan Daerah Tanah Laut di
Pelaihari. Kegiatan ini diikuti oleh 25 guru se Kabupaten Tanah Laut. Kegiatan
ini secara khusus melatih dan membimbing guru menjadi penulis artikel/opini
yang akan diterbitkan melalui koran atau media massa cetak yang ada di Kalimantan Selatan. Hasilnya, pada Minggu
tanggal 4 Maret 2018, ada 2 (dua) peserta yang tulisan artikelnya telah dapat
diterbitkan pada koran Radar Banjarmasin bekerja sama dengan Pengurus IGI
Kalimantan Selatan. Rencananya, setiap penerbitan koran Radar Banjarmasin hari
Minggu pada kolom UNTUKMU GURU akan diterbitkan 2 atau 3 penulis artikel dari
hasil workshop tersebut secara
bergiliran sampai semua artikel peserta workshop
terbit semuanya.
Dengan
demikian, selama kegiatan membimbing guru menjadi penulis pemula, penulis
merasa ilmu, pengetahuan, dan keterampilan menulis bertambah seiringan dengan
seringnya berbagi dan berdiskusi dalam kegiatan pelatihan menulis tersebut.
Pengalaman ini menjadikan penulis harus banyak membaca mencari pengetahuan
tentang dunia tulis-menulis, baik melalui membaca buku, mencari informasi pada
internet, dan sebagainya. Intinya,
penulis harus terus belajar dan berlatih menulis, menulis, dan menulis.
*****
Bagian 31
BUKU “ MENULIS (ARTIKEL) itu MUDAH”
Dalam
kerangka memberikan pengetahuan dan informasi kepada banyak guru yang mengikuti
pelatihan menulis, kemudian penulis tergerak dan terpacu untuk menulis buku
yang terkait dengan dunia tulis-menulis. Hasilnya dalam kurun waktu sekitar
seminggu, penulis telah menyelesaikan buku sederhana dengan judul “MENULIS
(ARTIKEL) itu MUDAH”. Boleh dikatakan pula buku “MENULIS (ARTIKEL) itu MUDAH”
tersebut petunjuk teknis menulis artikel yang berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman penulis selama beberapa kali memberikan bantuan dan berbagi dengan
rekan guru dalam pelataihan menulis.
Selama
ini penulis pernah memberikan bantuan dan berbagi dengan rekan guru. Pertama. Pada kegiatan MGMP PKn /PPKn SMP/MTs Kabupaten Balangan, pada tanggal 9-10
Agustus 2017 ,di SMPN 1 Paringin. Kegiatan ini diikuti oleh 20 (duapuluh) guru
mata pelajaran PKn/PPKn SMP/MTs. Kedua.
Kegiatan pelatihan menulis yang diselenggarakan oleh Pengurus IGI (Ikatan Guru
Indonesia) Kalimantan Tengah pada tanggal 9-10 Pebruari 2018, yang diikuti
sebanyak 60 guru dari penjuru Kalimantan Tengah, baik jenjang SD/MI, SMP/MTs,
dan SMA/SMK/MA, bertempat di aula LPMP Kalimantan Tengah, Jl. Cilik Riwut
Palangkaraya. Ketiga. Kegiatan
Workshop Penulisan Artikel/Opini yang diselenggarakan oleh Forum Guru Menulis
(FGM) Tanah Laut pada tanggal 24 dan 27 Pebruari 2018, bertempat di aula
Perpustakaan Daerah Tanah Laut Pelaihari. Dalam kegiatan workshop ini diikuti
sebanyak 25 guru SD, SMP, dan SMA/SMK se Kabupaten Tanah Laut.
Berdasarkan
pengalaman yang penulis alami selama ini itulah penulis tergerak untuk menulis
dan membukukan cara atau teknis menulis, khususnya menulis artikel. Alasan lain
yang melatarbelangi penulisan buku “MENULIS (ARTIKEL) itu MUDAH”, bahwa
pelatihan menulis yang dilaksanakan oleh Pengurus IGI Provinsi Kalimantan
Selatan dan FGM Tanah Laut selain dilaksanakan secara tatap muka, juga dengan melalui online. Kegiatan pelatihan melalui online ini dilaksanakan dengan membuat group WhatsApp (WA), jadwal diatur sedemikian rupa, sehingga penulis
selaku narasumber/pembimbing dan peserta dapat berkomunikasi secara efektif
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, penulis menulis buku tersebut
agar dalam memberikan bimbingan dan berbagi pengalaman dapat lebih mudah dan
terarah.
Selanjutnya,
dengan adanya “MENULIS (ARTIKEL) itu MUDAH” tersebut diharapkan kedepannya
penulis dapat mengembangkannya menjadi buku yang lebih lengkap dan memudahkan
pembaca untuk menulis, khususnya tulisan artikel. Semangat dan motivasi menulis dengan adanya
buku “MENULIS (ARTIKEL) itu MUDAH” , yang secara teknis memberikan pengetahuan
dan petunjuk praktis diharapkan akan banyak guru yang tertarik menjadi penulis
dan membuat buku sendiri, sesuai dengan program SABUSAKU (Satu Guru Satu Buku).
Semoga.
***********************
CONTOH
ARTIKEL
UJIAN NASIONAL YANG (SELALU) FENOMENA
(Tanggapan terhadap
tulisan Zayanti Mandasari,SH,MH.pada B.Post, Rabu,13 Mei 2015)
Membaca tulisan Saudari Zayanti Mandasari,SH.MH, yang
dimuat SKH Banjarmasin Post, Rabu tangl 13 Mei 2015, dengan judul “Hajatan “ dan Kejanggalan yang Terus Berlangsung,
membuat hati dan perasaan sebagai seorang pendidik menjadi terasa malu dan
tersentak. Meskipun tulisan tersebut hanya mengambil sampel tiga sekolah SMP di
Kota Banjarmasin tetapi kasus tersebut dapat dikatakan ‘refresentasi’ dari
fenomena yang ada. Ibaratnya seperti ‘gunung es’ yang muncul dipermukaan lautan. Sedangkan kita ketahui bersama bahwa UN tahun
ini sudah tidak ‘sakti’ lagi, karena bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Dengan terungkapnya kasus yang ditemukan oleh
Ombudsman Kalsel tersebut setidaknya menjadi ‘pintu masuk’ untuk mengungkap kebocoran
kunci jawaban yang terjadi didalam pelaksanakan UN tahun ini.
Gaung Ujian Nasional yang fenomenal ini apakah masih menjadi komiditi yang cukup laris ‘dijual’ untuk
kepentingan politik oleh elit politik di daerah, terlebih dalam menghadapi pilkada?. Memang salah
satu indikator yang sering dibanggakan dan dijadikan komiditi politik dalam
ajang pilkada adalah masalah yang berkaitan dengan
dunia pendidikan, khususnya hasil UN.
Keberhasilan memperoleh hasil terbaik dalam UN dalam
suatu daerah tertentu diidentifikasi dengan keberhasilan pembangunan dunia
pendidikan di daerah tersebut, bahkan sebaliknya keterpurukan hasil UN
menjadi pertanda buruknya dunia pendidikan. Implikasi dari hasil UN
menjadi salah satu atau salah dua dari
tolak ukur kepala daerah menentukan figur yang memimpin bidang pendidikan
daerah, seperti Kepala Dinas Pendidikan atau sejenisnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayan beserta koleganya di daerah, memiliki kepentingan tersendiri terhadap
tetap berlangsungnya pelaksanaan UN
tersebut. Salah satu dari kepentingan itu adalah untuk memetakan dunia
pendidikan Indonesia, khususnya indikator keberhasilan pendidikan yang dilihat
dari nilai-nilai UN selama ini. Dengan melihat hasil UN
yang dianggap memiliki tingkat keakuratan dan validitas tinggi, dapat
diidentifikasi tingkat kemajuan dunia pendidikan di suatu daerah, bahkan
sekolah yang mengikuti UN. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut
akan memudahkan melakukan suatu tindakan atau kebijakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia untuk waktu-waktu berikutnya. Kajian dan analisis terhadap hasil UN menjadi
bahan masukan dan pertimbangan pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang
berkaitan dengan dunia pendidikan Indonesia.
Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
tidak lagi menjadikan nilai UN dari empat mata pelajaran , yaitu Bahasa
Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam, sebagai
penentu kelulusan ternyata kurang dipahami oleh sebagian pelaku pendidikan.
Kasus yang ditemukan Ombudsman Kalsel terhadap beberapa sekolah SMP
menggambarkan bagaimana sikap pihak tertentu yang kurang dapat memahami esensi
pelaksanaan UN sebagaimana mestinya.
Kasus tersebut mengidentifikasikan adanya ketakukan pihak tertentu atas hasil UN, kekhawatiran yang kurang pada
tempatnya dalam menyikapi UN. Tidak ada rasa percaya diri dalam menghadapi UN
menjadikan pihak tertentu mau berbuat yang melanggar aturan yang berlaku,
padahal sudah jelas ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kabudayaan, Anies Baswedan,
bahwa penyelenggaraan UN tahun ini harus berlangsung jujur, tidak boleh ada
kecurangan. Salah satu indikasi UN jujur adalah tidak terjadi kebocoran kunci
jawaban. Selanjutnya, jika ada kebocoran kunci jawaban Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengatakan yang dikutip dan media online Merdeka com, menyatakan "Kita
langsung follow up. Kita akan memproses semua laporan, akan diusut semua
laporan. Jadi, kita tidak akan membiarkan. Mengapa penting? Karena praktik UN
yang bocor-bocor itu sudah belasan tahun. Nah kita akan mengubah itu.
Mudah-mudahan tapi rasanya perlu tahap," tutup Anies.
Dengan ditemukannya kasus kebocoran kunci jawaban yang
ditemukan oleh Ombudsman Kalsel, mengindikasikan bagaimana sistem kepengawasan
internal pelaksanaan UN. Adakah pembiaran yang dilakukan oleh pihak tertentu
untuk memuluskan kepentingan mereka?
Terlepas dari semua itu, kita sebagai pendidik dan orangtua yang
menjunjung tinggi kejujuran dan integritas berharap agar kasus kebocoran
tersebut dapat diusut dengan tuntas dan transparan agar semua menjadi terang
benderang, sehingga menjadi pelajaran bagi yang lain. Kita berharap agar dunia pendidikan, khusus
nilai UN tidak dijadikan alat dan komiditi politik yang digunakan untuk kepentingan
sesaat dan kelompok tertentu, apalagi menjelang pilkada. Kemajuan pendidikan
bukan ditentukan oleh nilai UN semata, karena banyak indikator lain yang juga
turut berperan penting terhadap kemajuan dunia pendidikan, seperti prestasi non akademik lainnya.
UN dengan segala kontroversi, kelemahan dan
kelebihanya, menjadi suatu kebijakan pendidikan Nasional yang sampai saat ini
masih dianggap baik dan tetap dilaksanakan oleh Pemerintah karena menjadi salah
satu indikator dan ukuran keberhasilan
dunia pendidikan kita bersama. Sebagai sarana untuk pemetaan, pelaksanaan UN tidak mesti di ujung (kelas akhir), tapi
dapat dilaksanakan di tahun kedua.
Pelaksanaannya juga tidak harus tiap tahun, tetapi dapat dua tahun sekali.
Nasional tersebut. Salah satu dari kepentingan itu adalah untuk memetakan dunia
pendidikan Indonesia, khususnya indikator keberhasilan pendidikan yang dilihat
dari nilai-nilai UN selama ini. Dengan melihat hasil UN yang dianggap memiliki
tingkat keakuratan dan validitas tinggi, dapat diidentifikasi tingkat kemajuan
dunia pendidikan di suatu daerah, terlebih bagi
sekolah yang mengikuti UN. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut akan
memudahkan untuk melakukan suatu
tindakan atau kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia
untuk waktu-waktu berikutnya. Hasil kajian dan
analisis terhadap hasil UN menjadi bahan
masukan dan pertimbangan pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang berkaitan
dengan dunia pendidikan Indonesia.
Pada hakikatnya pelaksanaan UN itu merupakan bagian
dari sistem pendidikan nasional yang perlu untuk mengukur kemajuan pendidikan
dari setiap satuan pendidikan sehingga didapat gambaran yang jelas tentang mutu
pendidikan Indonesia yang nyata dan akurat.
Hasil UN yang jujur dan jauh dari kebocoran dan kecurangan akan menjadi
data akurat yang sangat penting bagi dunia pendidikan. Pengawasan pelaksanaan
UN dari pihak luar, seperti Ombudsman Kalsel, perlu kembali diterapkan untuk
mengawal pelaksanaan UN yang jujur dan bermutu.
Post a Comment for "Buku "Menulis itu Mudah""