GURUKU SAYANG, GURUKU MALANG


Beberapa minggu terakhir ini, pemberitaan di media sosial dan media masa cetak dan elektronik memberitakan tentang tragedi kegiatan susur sungai oleh Pramuka SMP Negeri 1 Turi, Sleman Yogyakarta yang menewaskan 10 siswa dan menyeret 3 guru pembina ke ranah hukum. Pada sisi lain, beberapa organisasi profesi mulai angkat bicara terkait dengan penanganan pihak kepolisian terhadap guru pembina Pramuka tersebut yang digundul kepalanya. Reaksi natizen melalui media sosial menanggapi perlakuan pihak kepolisian beragam sebagai rasa simpati terhadap guru pembina Pramuka sekolah tersebut yang dinilai berlebihan.

            Sementara itu, beberapa kasus dan tragedi lain menimpa guru pada akhir-akhir ini terasa menyantak,  karena seolah-olah tidak ada perlindungan hukum terhadap profesi guru selama ini. Bagaimana tidak , guru sebagai profesi sudah seharusnya berhak mendapat perlindungan terhadap diri dan tindakannya tersebut. Perlindungan terhadap guru merupakan upaya menjadi harkat dan martabat atau marwah profesi guru itu sendiri. Lalu, masih adakah advokasi hukum bagi guru yang dilanda masalah atau berurusan dengan hukum?
            Diakui selama ini, perlindungan hukum terhadap guru yang berhadapan atau bermasalah dengan hukum terkait dengan tugas atau profesinya dinilai masih lemah, sehingga seakan guru berjuang sendiri dalam menghadapi kasus hukumnya . Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 7 Ayat (1) huruf h mengamanatkan bahwa dalam menjalankan profesinya, guru  harus memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan terhadap profesi guru secara rinci diatur dalam Pasal 39 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5).
            Perlu dimaklumi, bahwa dalam kegiatan pembelajaran yang dikelola oleh guru dalam kelas tidak sepenuhnya bebas dari sikap, perilaku, atau perbuatan peserta didik yang mengganggu kelancaran jalannya pembelajaran itu sendiri.  Ada satu, dua, atau banyak peserta didik di dalam kelas yang dapat menyebabkan guru perlu mengambil sikap dan tindakan persuasif dan refresif kepada peserta didik yang kurang mendukung pembelajaran di kelasnya. Faktor –faktor inilah yang kemudian dapat memicu emosi guru untuk memberikan sanksi atau hukuman kepada peserta didik. Ada peserta didik yang menerima hukuman tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang protes, menolak, dan melaporkan kepada orangtuanya di rumah sebagaimana beberapa kasus yang menimpa guru akhir-akhir ini.
            Konsekuensi dan resiko profesi yang harus di tanggung guru ketika hukuman yang ia berikan menyebabkan nasib malang bagi dirinya. Kondisi yang sangat tidak menyenangkan dan merugikan proses pendidikan di sekolah karena guru tidak tenang melaksanakan tugasnya bahkan sampai mendekan di penjara. Tetap  semangat dan berjuang untuk anak Indonesia yang cerdas  untuk guru sayang , guruku malang. Tetap berjuang pahlawan tanpa tanda jasa. Semoga
           

Post a Comment for "GURUKU SAYANG, GURUKU MALANG"