Kompetensi Inti
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati
(mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah dan di sekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anakberiman dan berakhlak mulia.
Kompetensi Dasar
3.1.Memahami tradisi adat batasmaih
4.1. Terampil menceritakan kembali tradisi adat batasmiah
Materi Pembelajaran
Anak-anak, pada pelajaran berikut ini kita akan membahas tradisi adat masyarakat Banjar dalam memberikan nama kepada bayi yang baru lahir yang dikenal sebagai batasmiah. Apakah kamu sudah pernah mendengar atau mengikuti tradisi adat batasmiah tersebut selama ini?
Dalam tatanan
masyarakat Banjar, kelahiran seorang bayi dalam keluarga disambut dengan suka
cita dan rasa syukur oleh pihak
keluarganya. Tradisi adat batasmiah merupakan salah salah cara mensyukuri dan
menyambut kehadiran anggota baru dalam
keluarga.
Tradisi adat
batasmiah merupakan pemberian nama anak yang baru lahir dengan mengundang
keluarga dan sanak saudara lainnya. Pada
masyarakat Banjar, pemberian nama kepada seorang anak dilakukan dalam dua tahapan.
Tahap
pertama, dilakukan langsung oleh
bidan yang membantu kelahiran anak tersebut. Proses ini terjadi, saat bidan
melakukan pemotongan tangking atau tali pusat. Pada saat itulah, bidan akan
memberikan nama sementara yang diperkirakan cocok untuk anak tersebut.
Sewaktu pemotongan tangking atau tali pusat bayi, bidan akan memasukkan atau melantakkan serbuk emas dan serbuk intan ke dalam lubang pada pangkal pusat sang bayi. Hal ini dimaksudkan, agar sang bayi kelak ketika dewasa memiliki semangat yang keras dan kehidupan yang berharga, selayaknya disimbolkan oleh sifat intan dan emas.
Setelah
Islam masuk ke tanah Banjar, proses mangarani anak ini, berkembang secara resmi
menjadi sebuah ritual Islami yang
disebut dengan batasmiah. Batasmian berasal dari bahasa Arab, kata tasmiyah
, yang artinya membaca basmalah.
Pemberian
nama anak pada tahap kedua ini, kini
menjadi ritual yang umum dilaksanakan oleh masyarakat adat Banjar. Biasanya,
ritual ini dilakukan setelah bayi berumur 7 hari atau setelah tali pusatnya
mengering dan terlepas dari pangkal pusat.
Kentalnya
pengaruh Islam dalam kebudayaan masyarakat Banjar, menyebabkan proses upacara mangarani anak ini
seringkali dilakukan dalam satu rangkaian dengan upacara aqiqah. Selain itu,
upacara inipun disertai pula dengan upacara tapung tawar, yaitu memercikkan
minyak khusus kepada bayi dan ibunya, diiringi oleh doa penolak bala dari para tetua masyarakat dan sanak saudara.
Kelengkapan
utama yang harus dipersiapkan dalam upacara ini disebut sebagai piduduk, terdiri dari minyak likat baburih,
yaitu minyak yang dimasak dari minyak kelapa dicampur bunga-bungaan dan lilin,beras, gula merah, air kelapa, dan sebuah gunting.
Dalam
kepercayaan masyarakat Banjar, bahwa nama yang diberikan kepada
seorang anak akan berdampak bagi kehidupannya dimasa yang akan dating. Nama adalah doa yang merefleksikan sebuah harapan akan
kehidupan yang baik bagi sang bayi kelak. Oleh sebab itu,
seringkali para orangtua meminta bantuan kepada tokoh adat atau tuan guru untuk memberikannama
anaknya.
Tahap
awal dari upacara mangarani anak adalah pembacaan ayat-ayat suci al Qur’an. Selain bernilai ibadah, pembacaan ayat-ayat suci al Qur’an ini dimaksudkan agar sejak kecil sang bayi mengenal al
Qur’an dan kehidupannya kelak
akan sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam kitab suci al Qur’an.
Prosesi
selanjutnya adalah pemberian nama kepada sang bayi atau tasmiyah. Prosesi ini
dipimpin langsung oleh tuan guru dalam tatacara menurut ajaran Islam. Setelah resmi diberikan kepada sang bayi, prosesi
dilanjutkan dengan pembacaan doa
agar sang bayi, orangtua, dan keluarganya, mendapatkan keselamatan dan
rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Prosesi batasmiah terus berlanjut dengan pemotongan sebagian kecil dari rambut sang bayi. Hal ini merupakan simbol dari menghilangkan gangguan dan pengaruh buruk yang mungkin akan mengiringi sang bayi. Nantinya, potongan rambut ini harus dibeli oleh salah satu sanak saudara dari orantua sang bayi, dengan cara barter dengan sesisir pisang emas. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh buruk tersebut tergantikan dengan kebaikan dan kesejahteraan yang dilambangkan oleh pisang emas.
Selanjutnya, tuan guru mengoleskan
sedikit gula merah yang telah dicelupkan ke dalam air kelapa ke bibir sang
bayi. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol pengenalan manis pahitnya kehidupan
dunia dan mengandung harapan agar hidup sang bayi kelak berguna bagi kehidupan
masyarakat seperti sifat kedua benda tersebut.
Selain
itu, gula merah dan air kelapa merupakan simbol darah merah dan darah putih
dalam tubuh sang bayi, sehingga diharapkan nantinya sang bayi diberikan
kesehatan tubuh sepanjang hidupnya. Tahapan ini juga dimaksudkan untuk
mengajari dan merangsang kemampuan sang bayi mengisap makanan yang nantinya
akan diperoleh dari air susu ibunya.
Kemudian, prosesi dilanjutkan dengan memercikkan minyak likat baburih kepada sang bayi dan
orangtuanya atau yang dikenal dengan sebutan tapung tawar. Prosesi ini dilakukan oleh patuan guru dan diikuti
oleh para tetua serta tamu-tamu yang hadir.
Prosesi
tersebut dimaksudkan untuk membersihkan atau
mensucikan sang bayi dan orangtuanya dari
semua pengaruh buruk yang mungkin tertinggal. Prosesi
tapung tawar ini biasanya juga diiringi
dengan pembacaan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW
yang diiringi oleh tetabuhan alat musik rebana.
Setelah prosesi tapung tawar selesai, maka berakhirlah seluruh
tahapan upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar,
Kalimantan Selatan.
|
Post a Comment for "Pelajaran 2 . Kelas 4. TRADISI ADAT BANJAR BATASMIAH"