Pelajaran 4. Kelas 4. MENGENAL KESENIAN MADIHIN



Kompetensi Inti

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.

4. Menyajikan pengetahuan faktual  dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis,   dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

 

Kompetensi Dasar

3.1.Mengenal kesenian Madihin

4.1.Terampil mengidentifikasi kesenian Madihin

 

Materi Pembelajaran

 

Anak-anak, pernahkah kalian mendengar atau menonton pertunjukan kesenian khas Banjar yang dikenal dengan sebutan Madihin? Baiklah, pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai salah satu kesenian masyarakat Banjar yang hingga saat ini mulai berkurang peminatnya seiiring dengan makin maraknya budaya asing dalam kehidupan masyarakat kita.

Menurut Wikepedia,  bahwa kata ‘madihin’ berasal dari bahasa Arab dari kata ‘madah’ yang artinya ‘nasihat’ atau ‘pujian’.  Madihin adalah sebuah genre puisi dari suku BanjarPuisi rakyat anonim bergenre Madihin ini hanya ada di kalangan etnis Banjar di Kalimantan Selatan saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.

Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalimantan Selatan.

Masih menurut Ganie (2006),

Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.

Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan.

Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin (bahasa Banjar Pamadihinan). Anggraini Antemas (dalam Majalah Warnasari Jakarta, 1981) memperkirakan tradisi penuturan Madihin (bahasa Banjar: Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.

Biasanya, kesenian madihin dimainkan pada malam hari, namun pada masa sekarang juga dapat lakukan disiang hari sesuai permintaan. Madihin biasanya dimainkan selama 1 sampai 2 jam. Jika dahulu madihin biasa dilakukan di tempat terbuka, seperti halaman atau lapangan yang luas, dengan panggung ukuran 4x3 meter, sekarang madihin sering ditampilkan di dalam gedung pertunjukan.

Dalam pertunjukannya, madihin mempunyai struktur baku bagi semua pemadihin, yaitu:

1. Pembukaan, dengan menyanyikan sampiran sebuah pantun yang diawali dengan pukulan tarbang yang disebut pukulan membuka. Pada sampiran ini biasanya menyangkut tema yang akan dibawakan pemadihin.

2. Memasang tabi, yakni membawakan syair-syair atau pantun yang isinya menghormati penonton, memberikan pengantar, terima kasih atau permohonan maaf jika nanti ada salah kata dalam membawakan madihin.

3.Menyampaikan isi (manguran), yaitu menyampaikan syair atau pantun yang isinya sesuai dengan tema acara atau permintaan panitia. Sebelum isi dari tema madihin dikupas oleh pamadihinan, sampiran pantun di awal harus disampaikan isinya terlebih dahulu (mamacah bunga).

4. Penutup, yakni menyampaikan kesimpulan, sambil menghormati penonton, mohon pamit, dan ditutup dengan pantun penutup.

Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).

Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.

Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang pamadihinan, yakni: (1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara stereotipe, (2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya, (3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik, (4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin, (5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan (6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan madihin di depan publik.

Tradisi bamadihinan masih tetap lestari hingga sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di hadapan publik, madihin juga disiarkan melalui stasiun radio swasta yang ada di berbagai kota besar di Kalsel. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah semarak saja karena dalam satu tahun diselenggarakan beberapa kali lomba madihin di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai jutaan rupiah.

Tidak hanya di Kalsel, Madihin juga menjadi sarana hiburan alternatif yang banyak diminati orang, terutama sekali di pusat-pusat pemukiman etnis Banjar di luar daerah atau bahkan di luar negeri. Namanya juga tetap madihin. Rupa-rupanya, orang Banjar yang pergi merantau ke luar daerah atau ke luar negeri tidak hanya membawa serta keterampilannya dalam bercocok tanam, bertukang, berniaga, berdakwah, bersilat lidah (berdiplomasi), berkuntaw (seni bela diri), bergulat, berloncat indah, berenang, main catur, dan bernegoisasi (menjadi calo atau makelar), tetapi juga membawa serta keterampilannya bamadihinan (baca berkesenian)..

Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar: Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Madihin tidak hanya disukai oleh para peminat domestik di daerah Kalsel saja, tetapi juga oleh para peminat yang tinggal di berbagai kota besar di tanah air kita. Salah seorang di antaranya adalah Pak Harto, Presiden RI di era Orde Baru ini pernah begitu terkesan dengan pertunjukan Madihin humor yang dituturkan oleh pasangan Pamadihinan dari kota Banjarmasin Jhon Tralala dan Hendra. Saking terkesannya, dia ketika itu berkenan memberikan hadiah berupa ongkos naik haji plus (ONH Plus) kepada Jhon Tralala.

Selain Jhon Tralala dan Hendra, di Kalsel banyak sekali bermukim pamadihinan yang terkenal seperti antara lain Mat Nyarang dan Masnah pasangan yang merupakan pamadihinan paling senior di  Martapura, Rasyidi dan Rohana (Tanjung), Imberan dan Timah (Amuntai), Nafiah dan Mastura serta Khair dan Nurmah (Kandangan), Utuh Syahiban dan Syahrani (Banjarmasin), dan Sudirman (Banjarbaru).

Pada zaman dahulu kala, pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasatmata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin.

Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang pamadihinan. Berkat tunjangan pulung inilah seorang pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni).

Faktor pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai pamadihinan, karena pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).

Datu Madihin yang menjadi sumber asal usul pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasatmata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.

Konon, pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Menurut Saleh dkk (1978:131), Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu.

Sebaliknya, jika pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin. Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Madihin

Sekarang ini ada pertunjukan madihin yang diselipkan dalam pertunjukan perkumpulan pembacaan maulid habsy saat mengisi acara resepsi perkawinan. Hal tersebut menunjukkan suatu perkembangan baik dalam upaya pelestarian kesenian madihin di era milenial ini.

Anak-anak, demikian pembelajaran dan pembahasan kita mengenai kesenian Madihin sebagai salah satu kesenian khas Banjar. Selanjutnya, silahkan menscan barcode youtube di bawah ini yang merupakan cuplikan kesenian madihin.

 


Post a Comment for "Pelajaran 4. Kelas 4. MENGENAL KESENIAN MADIHIN"