Setiap orang hampir dapat
dipastikan pernah mengalami dan melakukan perjalanan yang relatif jauh dalam
kehidupannya. Misalnya, ketika musim mudik lebaran atau hari keagamaan lainnya,
banyak sekali orang melakukan perjalanan panjang dengan waktu yang lama, karena
jaraknya sangat jauh. Perjalanan jauh yang dialami setiap orang memiliki
catatan dan ceritanya sendiri-sendiri, dengan pernak-pernik dan segala macam
kondisi yang dialaminya.
Dalam sejarah Islam, ada dua
perjalanan Nabi Muhammad SAW yang diabadikan dalam Alquran dan menjadi momentum
penting dalam kehidupan umat Islam, yaitu perjalanan Isra Mi’raj dan hijrah
bersama umat Islam kala itu dari Mekkah ke Madinah. Demikian pula dengan kisah
perjalanan tokoh-tokoh dalam sejarah lainnya yang dilakukan pada masa lalu, dan
kini menjadi bahan pelajaran masa sekarang dan akan datang.
Perjalanan panjang itu
menenyangkan dan menyimpan banyak cerita yang patut dibagikan kepada banyak
orang melalui cerita lisan maupun tulisan. Ketika cerita perjalanan itu
diceritakan secara lisan, besar kemungkinannya tidak mampu bertahan lama,
sehingga akan hilang ditelan masa atau hanya jadi cerita dongen belaka. Namun,
beda hasilnya ketika cerita perjalanan panjang itu ditulis dalam catatan
perjalanan yang lengkap dan rinci, yang dicatat dari awal berangkat hingga
sampai ke tempat tujuan atau pulang kembali.
Cerita perjalanan yang ditulis
atau dibukukan secara lengkap dan rinci merupakan sebuah ‘warisan’ yang
berharga bagi penerus atau genarasi selanjutnya, terlebih lagi dalam cerita
perjalanan tersebut mengandung informasi yang bermanfaat bagi banyak orang.
Semakin banyak cerita perjalanan itu ditulis, maka semakin informasi dan
pengetahuan yang dapat digali dari cerita perjalanan tersebut.
Bukankah setiap tempat yang
dilalui dalam perjalanan yang dilakukan tersebut ada tersimpan informasi dan
pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi orang lain yang nantinya akan melakukan
perjalanan ke tempat yang sama? Misalnya, cerita perjalanan pendakian gunung
yang terjal dan tinggi, seperti gunung Everest
dan perjalanan penjelajahan ke Kutub Utara atau Selatan. Dengan adanya catatan perjalanan ke
tempat-tempat tersebut, maka perjalanan berikutnya yang orang lain dilakukan
akan relatif lebih mudah, karena sudah
mengetahui informasi dari catatan orang pertama yang melakukan perjalanan ke
tempat tersebut.
Selama ini mungkin sudah banyak
kita melakukan perjalanan yang relatif jauh, panjang, dan melelahkan guna suatu
keperluan dengan menggunakan berbagai alat transportasi, baik melalui
perjalanan darat, laut, maupun udara. Lalu, apakah perjalanan panjang itu hanya
tinggal kenangan dalam diri kita, atau menjadi cerita dari mulut ke mulut
semata, dan kemudian hilang ditelan zaman? Tentu, kita ingin cerita perjalanan
panjang tersebut menjadi cerita yang ‘abadi’ sepanjang masa, meski kita sudah
tidak ada lagi.
Secara praktis berdasarkan
pengalaman penulis, ketika akan melakukan perjalanan yang relatif jauh dan
dalam waktu lama, maka ada baiknya kita menyiapkan buku catatan mengenai jalur
yang akan ditempuh. Diawali dengan mencatat waktu keberangkatan dari rumah,
kondisi cuaca saat berangkat, dimana dan apa saja yang dilakukan selama singgah
dalam perjalanan sebelum sampai di tempat tujuan, sampai di tempat tujuan, dimana dan apa saja aktivitas
yang dilakukan di tempat tersebut, demikian sebaliknya hingga akhirnya sampai di rumah kembali.
Menceritakan sebuah perjalanan
panjang dengan mewujudkan dalam bentuk tulisan , baik hanya untuk konsumsi
sendiri atau dibuat menjadi bentuk artikel atau buku yang dipublikasi kepada
banyak orang, merupakan cara kita memaknai sebuah perjalanan. Perjalanan
panjang memiliki cerita menarik yang patut disebarkan untuk menjadi informasi
kepada orang lain ketika menelusuri jalan dan tujuan yang sama, dan diharapkan
juga menginspirasi orang untuk menulis juga cerita perjalanan panjangnya
tersebut.
Cerita tentang sebuah perjalanan
panjang akan semakin seru dan menarik untuk dipublikasikan ketika perjalanan
itu untuk kegiatan rekrasi atau wisata ke tempat atau objek wisata yang menarik
dan terkenal. Kalau selama ini cerita
tentang penjalanan wisata itu foto-fotonya dikirim ke media sosial dengan
sedikit deskripsinya, maka sudah saatnya cerita itu ditulis lebih lengkap dan rinci
lagi ke dalam sebuah artikel atau buku. Dengan adanya dukungan foto-foto pada
diperjalanan dan sampai di tujuan, maka akan menambah menarik lagi tulisan yang
kita buat tersebut.
Kecanggihan alat tekonologi
komunikasi sekarang ini dapat menunjang dan mendukung kita dalam menulis cerita
perjalanan panjang dalam rangka rekreasi atau berwisata dan tujuan perjalanan
lainnya. Melalui kamera handphone
yang canggih atau kamera yang biasa, kita dapat mengabadikan moment, tempat,
dan sebagainya sebagai bahan dan pendukung tulisan yang akan dibuat. Jadi, sekarang ini sudah semakin mudah dana
canggih sarana pendukung tulisan yang akan dibuat, sehingga tinggal kemauan
kita saja untuk menulis atau tidak.
Berdasarkan pengalaman penulis
selama ini, bahwa untuk menulis cerita perjalanan panjang yang kita alami
dilakukan sesudah sampai di rumah kembali dan sudah cukup siap untuk menulis.
Mengapa menulis cerita perjalanan panjang itu perlu disegerakan? Proses
penulisan cerita perjalanan itu perlu disegerakan, karena kemampuan daya ingat
kita terbatas. Jika menulis relatif lama
dari perjalanan panjang itu dialami, maka dikhawatirkan akan banyak hal yang
terlupakan dari perjalanan tersebut.
Menulis cerita dari perjalanan
panjang yang telah dialami memerlukan sedikit konsentrasi untuk mengingat
kembali apa saja yang pernah dialami maupun dilihat dalam perjalanan itu. Jika
kita pada saat perjalanan panjang itu telah mencatat secara garis besar atau
pokoknya saja, maka akan sangat membantu saat kita akan mengembangkannya lebih
luas menjadi sebuah tulisan.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang sebuah perjalanan yang
judulnya “ Berburu Cempedak di Palam
Banjarbaru “ oleh Maslani, yang isinya “Penulis
mendapat ‘undangan’ dari, Ismail, kawan
yang rumahnya berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru. Isi undangannya,
bahwa penulis jika ke Martapura pada hari Ahad, 20 Januari 2019, agar mampir ke
rumahnya di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru, untuk panen buah cempedak yang
ada di belakang rumahnya.
Rumah
kawan yang ada di Kelurahan Palam tersebut tidak berada dekat dengan poros jalan
Martapura (Kabupaten Banjar)- Pelaihari (Kabupaten Tanah Laut). Namun, harus
masuk jalan lagi sekitar 5-6 km dari jalan utama atau poros
Martapura-Pelaihari. Kebetulan hari Ahad, 20 Januari 2019, memang ada rencana
mau ke Martapura untuk menengok orangtua dan keluarga lainnya, maka ‘undangan’
tersebut penulis penuhi. Bersama isteri dan anak kami yang bungsu, Maulidina
Rizkia, berangkat dari Pelaihari menuju Palam, Kota Banjarbaru menggunakan
mobil yang biasa dibawa.
Ketika
memasuki jalan menuju Palam, Kota Banjarbaru, sekitar pukul 11.00 WIT, cuaca
terlihat makin mendung, meski belum ada hujan. Penulis memarkir mobil di
halaman sebuah tempat rekreasi yang ada di Kelurahan Palam, untuk menghubungi
Ismail yang mengundang melalui telpon
guna menanyakan arah jalan menuju ke rumahnya. Memang, dulu penulis sudah
pernah ke rumahnya pada tahun 2016 lalu, tetapi setelah hampir 3 (tiga) tahun
agak lupa arah masuk atau jalan ke rumah Ismail tersebut. Maklum, jalan yang ada
di Palam tersebut cukup banyak juga.
Penulis
menghubungi Ismail, namun yang menerima adalah isterinya, sedang yang
bersangkutan ke kebun orangtuanya dan
hanphonenya ditinggal. Ternyata
penulis lupa dan tidak dapat mencari rumah Ismail tersebut, meski sudah
diberikan informasi oleh isterinya melalui telpon. Pada akhirnya, penulis
dijemput oleh isteri Ismail dengan sepeda motor pada suatu tempat yang berada
di wilayah blok sebelah dari blok rumahnya tersebut.
Hujan
mulai turun rintik-rintik ketika penulis sampai di rumah Ismail tersebut, dan kemudian semakin lebat disertai suara
petir yang mengiringi suasana hujan. Waktu itu sudah menujukkan pukul 12.00
WIT. Sambil menunggu hujan reda, penulis dan keluarga disajikan oleh tuan
rumah cempedak sebanyak 2 (dua) biji dan
beberapa gorengan dari cempadak.
Hujan
masih belum reda juga, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIT. Ismail
mengajak penulis, apakah mau menunggu hujan teduh memetik cempadak, atau
sekarang saja meski hujan belum reda juga. Penulis mengatakan terserah Ismail
saja, dan kalau menunggu hujan reda juga agak lama. Akhirnya, penulis beserta
isteri dan anak serta ditemani Ismail dan isterinya ke belakang rumah untuk
memetik cempadak yang buahnya lumayan banyak sambil membawa payung agar tidak
basah kuyup.
Satu
per satu buah cempedak diperiksa oleh Ismail yang punya kebun, karena kondisi
cuaca yang kurang baik sehingga agak susah mencari dan memetik buah cempadak
sudah tua atau matang. Ismail dan penulis mencoba memilah dan memilih mana cempedak
yang sudah waktu dipetik atau matang, karena cukup sulit menentukan pilihan
pada saat kondisi turun hujan. Meski pun memakai payung, tetap saja kena air
hujan sehingga celana dan baju menjadi basah, hingga akhirnya penulis
menyerahkan payung kepada anak penulis.
Ada
sebanyak satu karung gula buah cempedak yang berhasil kami petik dan dari buah cempadak yang sudah
jatuh sebelumnya. Penulis sendiri yang memasukkan buah cempadak yang telah
dipetik, ada yang masak, sudah tua, dan ada pula yang masih muda. Cempadak yang
masih muda tersebut rencananya dimasak menjadi sayur. Kegiatan berburu buah cempadak sudah selesai,
lalu dilanjutkan dengan memetik buah rambutan dan buah pepaya yang berada di
kebun belakang rumah Ismail tersebut.
Hujan
masih belum juga reda ketika penulis dan keluarga pamit untuk pulang serya
mengucapkan terima kasih atas pemberian buah cempadak, rambutan, dan pepayanya.
Waktu itu sudah menunjukkan pukul 14.30 WIT ketika penulis pulang dari rumah
Ismail yang berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru”.
Post a Comment for "Bagian 10. Buku JMMP-2019. Menulis yang Terdekat : MENULIS TENTANG SEBUAH PERJALANAN "