Cerpen Kami Anak Sungai :Bagian 1. Mencari Ikan Musim Kemarau


Terasa sekali sinar matahari menyengat tubuh saat sekelompok bocah menelusuri pematang sawah yang ditumbuhi padi yang sedang mengeluarkan bulir-bulir hijau. Sekelompok bocah itu langsung berlari ketika melihat sebuah lampau di tengah persawahan untuk berteduh dari terik sinar matahari siang itu.
Kelompok bocah ini merupakan pencari ikan di persawahan yang mulai kering, karena saat itu banyak ikan yang berkumpul bagian terdalam areal persawahan yang masih tersisa airnya. Ada 4 bocah yang berusia hampir sebaya dalam kelompok tersebut. Mereka berburu mencari ikan yang terjebak di areal persawahan yang kering di belakang perkampungan setalah pulang dari sekolah. Tidak ada yang menyuruh untuk mencari ikan tersebut, tetapi berangkat dengan keinginan mereka sendiri.
“ Wan, kemana lagi kita mencari ikannya” kata Ilan membuka pembicaraan saat bernaung di lampau siang itu.
“ Kita ke ujung sana, di sawah Kai Usman,” ujar Aswan menjawab pertanyaan Ilan.
“ Akur, aku setuju” ujar Masrani menyahut
“ Kamu, bagaimana Din? “ ujar Ilan kepada temannya yang bernama Syaifudin
“ Aku, setuju saja dengan sarannya Aswan, “ ujar Syaifudin

Setelah matahari mulai sedikit redup, mereka pun mulai bergerak menuju tempat yang diperkirakan ada ikan yang terjebak dalam kubangan di ujung sawah yang dimiliki oleh masyarakat setempat yang dikenal dengan sebutan Kai Usman.  Sebutan kai bagi masyarakat Banjar adalah  kakek.
Mereka berempat sudah biasa mencari ikan di kampungnya, meski masih usia belia. Ada beberapa peralatan sederhana penangkap ikan tradisional orang Banjar, Kalimantan Selatan, yang dibawa oleh mereka antara lain sarakap, lunta, dan tangguk.
Aswan membawa sarakap, yaitu alat untuk menangkap ikan yang berukuran besar dan biasanya bersembunyi di dasar, seperti ikan haruan atau gabus dan papuyu atau betok. Syaifudin bertugas membawa lunta atau jala, yaitu alat penangkap ikan ukuran kecil. Masrani membawa tangguk, yaitu alat menangkap ikan di tempat yang ukuran kecil dan airnya surut. Lalu, Ilan membawa keranjang untuk menyimpan ikan hasil tanggapan.
Tiba di sekitar tempat yang dituju, mereka mencari titik lokasi yang menjadi sasaran. Angin kencang yang menerpa padi yang sedang mengeluarkan bulir-bulir membuat suasana di persawahan siang itu terdengar rebut. Mereka pun akhirnya menemukan lokasi dimana terdapat kolam kecil di sela-sela batang padi yang rimbun. Segera kelompok bocah tersebut beraksi mencari sasaran ikan yang terjebak dalam kolam kecil yang nyaring kering tersebut. Tak berapa kemudian, masing-masing sibuk mencari dan menangkap ikan dengan tangan kosong, karena peralatan yang ada tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jari-jemari mereka yang kecil dengan lincahnya mencari, meraba, dan menangkap ikan yang tersembungi di sela-sela batang padi, atau di dalam lumpur yang pekat. Ikan-ikan yang didapat langsung masuk ke dalam keranjang dalam kondisi berlumuran lumpur hitam. Baju dan celana mereka sudah tidak jelas warna aslinya, bahkan badan hingga muka mereka sudah penuh dengan lumpur pekat.
“Awas, ikan gabusnya lari,” kata Syaifudin
“ Ya, ikannya pindah ke belakang Ilan, “ kata Aswan menyahut di sebelah sana.
“ Ayo, kita kepung, “ ujar Ilan untuk meminta kawannya bergabung
Tidak terasa, hari pun mulai menjelang senja. Keranjang ikan yang mereka bawa terlihat sudah hampir penuh dengan berbagai ikan hasil tanggapan mereka. Ada ikan sepat, haruan, papuyu, bahkan juga ada belut. Ya, mereka panen ikan lumayan besar. Namun, saat mereka keluar dari rimbunnya padi sawah tersebut, tiba-tiba ada sosok pria tua yang berbadan besar berdiri di atas pematang sawah.
“ Hai, rupanya kalian yang mengambil ikan di sawah saya,” ucap sosok pria tua itu dengan suaranya yang khas.
Keempat bocah itu pun terkejut. Tidak sempat lagi mereka lari, karena mereka sudah tidak punya pilihan lain.
“ Iya, Kai. Kami semua, “ ujar Syaifudin menjawab dengan suara yang bergetar.
“ Iya, iya. Dengan siapa kalian minta izin mengambil ikan tersebut” lanjut pria tua itu  lagi.
“ Tidak ada” ujar Aswan menjawabkan.
“ Kami minta maaf, Kai ai ” ujar Ilan meneruskan jawaban kawan sebelumnya
Pria tua yang disebut Kai itu mendakati keempat bocah tersebut. Sambil memandang satu per satu bocah yang ada di hadapannya. Ia melihat pula keranjang yang berisi ikan yang cukup banyak didapatkan kelompok bocah tersebut.
“ Bagaimana, apakah ikan ini kalian mau bawa pulang?” ucap pria tua dengan suara yang sedikit nyaring.
“ Inggih, Kai   ujar keempat bocah itu dengan kepala tertunduk
“ Tapi, kalau mau Kai ambil, kami tidak keberatan” ujar Ilan menjawab
Kai Usman menatap kembali satu per satu bocah yang ada di depannya. Lalu, tidak lama kemudian dia berkata “ Ya, kai maafkan kalian semua, tapi ingat kali jangan mengambil ikan orang sebelum mendapat izin yang punya” ujar Kai Usman dengan suara yang lembut.  Mendengar perkataan Kai Usman yang demikian, keempat bocah itu pun lega dan tak tegang lagi. Mereka minta maaf dan mencium tangan Kai Usman.
Bagi keempat bocah itu, Kai Usman pada sore itu adalah sosok yang baik dan pemaaf, meski beliau dikenal sebagai sosok yang garang. Kai Usman dikenal banyak punya sawah dan rajin mengolah sawahnya. Hampir setiap hari beliau berada di sawahnya hingga menjelang Magrib baru pulang.
Sore itu, keempat bocah membawa pulang ikan yang didapatnya. Sesampai di bawah pohon kasturi di belakang sekolah kampung mereka, keempat bocah ini membagi ikan yang didapat dengan pembagian yang seadil-adilnya. Selanjutnya, mereka pulang ke rumah masing-masing seraya membawa ikan hasil perburuan hari ini.
****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai :Bagian 1. Mencari Ikan Musim Kemarau"