CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 24. Singgah di Masjid Pamangkih, HST


Perjalanan hari itu, Rabu, 3 Juli 2019, dari rumah Ahmadiyanto di Paringin (Balangan) menuju ke rumah penulis di Pelaihari (Tanah Laut) dilanjutkan kembali setelah mampir di RTH Batu Mandi, Balangan. Tujuan persinggahan selanjutnya adalah Pamangkih, sebuah desa yang terkenal di Kalimantan Selatan karena memiliki pondok pesantren dan penghasil mebel, kasur, dan peralatan rumah tangga lainnya.
Penulis sebagai sopir dipandu oleh Ahmadiyanto untuk masuk Kota Barabai, Ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah melalui jalur pasar, karena penulis tidak mengetahui arah untuk wilayah pasar barabai tersebut. Pasar Barabai memang menjadi salah satu pasar terbesar yang ada di daerah ‘ Banua Anam’ julukan untuk wilayah yang berada di hulu sungai, seperti Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan, Tabalong, dan Hulu Sungai Tengah sendiri. Kami hanya lewat pasar saja, tidak mampir seperti di RTH Batu Mandi.
Bagi penulis, wilayah pasar  Kota Barabai ini memang cukup luas dengan banyak jalur jalan di dalamnya, sehingga jika kurang mengenal wilayah pasar ini dapat kesulitan keluar menuju atau kembali ke jalan utama trans Kalimantan. Hal tersebut pernah penulis alami sendiri beberapa tahun silam, ketika bersama keluarga melakukan perjalanan rekreasi ke salah satu objek wisata di daerah ini. Ternyata kondisi lingkungan jalan pasar Barabai yang kami lewati tersebut relatif ramai dan padat  oleh lalu lintas kendaraan dan pengunjung pasar, padahal hari itu bukan hari pasar.
Selepas dari wilayah pasar Barabai, perjalanan dilanjutkan menuju Pemangkih yang berjarak sekitar 10 km dari Kota Barabai. Berdasarkan arahan dari Ahamdiyanto, penulis mengarahkan mobil masuk ke sebuah jalan dekat masjid di Pajukungan. Jalan tersebut merupakan jalan tembus menuju Pamangkih, kondisi arus lalu lintas di jalan tembus tersebut saat pagi menjelang siang itu relatif sepi. Kiri-kana jalan merupakan perkampunngan dan perumahan penduduk yang relatif padat. Perjalanan ini merupakan pertama kali penulis alami, ternyata di daerah ini banyak perkampungan dan penduduknya juga relatif padat.
Sampailah kami di pertigaan jalan, dan penulis diarahkan oleh Ahmadiyanto mengambil sisi kanan menuju ke arah Kota Amuntai, Ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Jalan yang kami lewati ini relatif lebar jika dibandingkan dengan jalan tembus yang baru dilewati. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di sebuah masjid tua yang dikenal dengan nama Masjid Pamangkih, namanya sesuai dengan nama desa tempat lokasi masjid tersebut. Masjid tua ini memang cukup dikenal di Kalimantan Selatan karena keunikannya yang tetap dipertahankan oleh masyarakat sampai saat ini.
Masjid Pamangkih merupakan sebuah masjid yang terbuat dari bahan kayu ulin  dengan arsitektur lama, seperti masjid-masjid di Pulau Jawa jaman kerajaan dulu. Tempat azan di masjid ini berada di bagian atas, seperti masjid jaman dulu yang belum ada pengeras suaranya. Namun, tempat azan di atas tersebut sekarang tidak digunakan lagi, karena sudah digantikan dengan pengeras suara yang modern. Sayangnya, saat penulis mampir di masjid tersebut, pintu masuk ke dalam terkunci, sehingga penulis tidak dapat masuk dan melihat kondisi bangunannya dari dalam.
Setelah dirasa cukup berada di halaman dan sekitar masjid Pamangkih tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan menuju rumah orangtua dan keluarga Ahamdiyanto yang berjarak sekitar 3 km dari masjid tua tersebut. Waktu saat itu menunjukkan pukul 10.30 WIT, dengan kondisi cuaca yang sedikit mendung dan sinar matahari yang tertutup awan. Syukur alhamdulilah, penulis dapat sampai dan melihat langsung salah satu masjid tertua di Kalimantan Selatan yang masih tersisi dengan keaslian dan keunikannya diera modern ini.

Post a Comment for "CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 24. Singgah di Masjid Pamangkih, HST"