CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 23. Singgah di Batu Mandi, HST



Malam itu, Selasa 2 Juli 2019, penulis bersama ananda Muhammad Munawir Akbari, bermalam di rumah Ahmadiyanto  di Paringin, Ibukota Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selata, setelah sebelumnya juga bermalam di sana. Kami baru saja  kembali dari perjalanan dari Tamiyang Layang, Kalimantan Tengah selepas Magrib.  Sebelumnya kami menempuh perjalanan dari Ampah, Kalimantan Tengah, sekitar 45 km dari Kota Tamiyang Layang tersebut.
Bermalam di rumah Ahmadiyanto di Paringin ini merupakan untuk kesekian kalinya bagi penulis dan keluarga, karena sejak tahun 2016 yang lalu penulis secara sendirian sudah pernah bermalam di rumahnya, lalu tahun berikutnya bersama keluarga, dan kini bersama ananda Muhammad Munawir Akbari. Kami sudah akrab dan familiar dengan keluarga Ahmadiyanto, bahkan seperti saudara atau keluarga sendiri.
Setelah makan sarapan pagi yang disediakan oleh isteri Ahmadiyanto, lalu penulis dan ananda Muhammad Munawir Akbari mengemasi barang bawaan yang ada untuk dimasukkan ke mobil guna persiapan untuk pulang ke rumah pagi itu, Rabu, 3 Juli 2019. Menurut informasi dari Ahmadiyanto, bahwa ia dan keluarga berencana ikut penulis ke rumah ibunya di Pamangkih, Hulu Sungai Tengah (HST), sekitar 30 km dari rumahnya di Paringin.
Sekitar pukul 09.00 WIT,kami berangkat dari rumah Ahmadiyanto di Paringin, Saat itu yang ikut mobil hanya Ahmadiyanto dan anaknya yang sulung, Raihan, sedang isteri dan anaknya yang Riqkan tidak ikut ke Pamangkih, karena ada kesibukan di rumah yang tidak dapat ditinggalkan. Perjalanan menuju Pamangkih, HST melalui jalur jalan trans Kalimantan yang biasa dilewati selama ini menuju arah ke Barabai, Ibukota Kabupaten HST.
Sebelum sampai di Barabai, kami mampir di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Batu Mandi yang berada di Kecamatan Batu Mandi, Kabupaten Balangan. RTH Batu Mandi ini terletak di pinggir jalan jalur trans Kalimantan, sehingga sangat mudah dilihat atau disinggahi oleh pengendara yang melintas di tempat tersebut. Namun, sayangnya di RTH Batu Mandi tersebut tidak tersedia tempat parkir yang refresentatif untuk mobil.

Cukup lama kami bereda di RTH Batu Mandi yang memiliki monumen ikon buah-buahan yang terkenal di daerah tersebut, yaitu buah durian dan cempedak. Kesempatan singgah di RTH Batu Mandi ini penulis  manfaatkkan dengan mengambil foto beberapa sudut yang ada di RTH tersebut,  termasuk foto penulis dengan Ahmadiyanto yang difotokan oleh ananda Muhammad Munawir Akbari. Menurut informasi dari Ahmadiyanto, bahwa RTH Batu Mandi ini dulunya merupakan pasar rakyat sekitarnya. Kini, kawasan sekitar dengan luas relatif sempit tersebut menjadi tempat terbuka yang menjadi ikon daerah kecamatan penghasil buah durian dan cempedak.
Buah cempadak yang banyak tumbuh di daerah Kecamatan Batu Mandi ini sekarang sudah dikembangkan produk pengolahannya menjadi berbagai variasi makanan ringan dan minuman, sehingga buah tersebut cukup lama bertahan denganproduk olahannya. Ada sirup, kripik, dan berbagai olaahan makanan ringan lainnya  sebagai hasil pengembangan dari buah cempedak tersebut disamping olahan ‘mandai’ yang sudah terlebih dulu dibuat masyarakat setempat. Mandai merupakan produk olahan dari daging  cempadak yang difarmentasi sedemikian rupa sehingga menjadi olehan makanan khas yang enak dimakan sebagai sayur dan bentuk olahan lainnya.
Matahari semakin tinggi dan terik, sehingga kami memutuskan untuk beranjak dari RTH Batu Mandi ini guna meneruskan perjalanan ke Pamangkih, HST yang berjarak sekitar 15 km lagi. Setelah Ahamdiyanto bersama anaknya membeli minuman dan makanan ringan di warung seberang jalan untuk menghilangkan haus dan lapar setelah jalan-jalan di RTH Batu Mandi tersebut, maka penulis meneruskan perjalanan kembali menelusuri jalan trans Kalimantan menuju ke arah Barabai, HST. Waktu saat berangkat tersebut sekitar pukul 10.00 WIT.

Post a Comment for "CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 23. Singgah di Batu Mandi, HST"