Sebelum sampai di rumah orangtua
dan keluarganya Ahmadiyanto, Ahmadiyanto mengarahkan penulis untuk masuk ke
sebuah kawasan atau lingkungan pondok pesantran yang terkenal di Pamangkih yang
berada di seberang sungai yang luasnya sekitar 15 meter, hingga mobil harus
menyeberangi jembatan untuk dapat masuk ke kawasan pondok pesantren tersebut.
Kami hanya lewat sebentar saja, tidak singgah, dan kemudian kembali ke arah
jembatan lagi untuk melanjutkan perjalanan ke rumah orangtua dan keluarga yang berjarak sekitar 500 meter lagi.
Sekitar beberapa menit kemudian
sampailah di depan rumah saudaranya Ahmadiyanto, tetapi kami tidak mampir di
rumah tersebut, hanya menurunkan Raihan yang ingin segera bertemu dan sepupunya.
Kami melanjutkan ke rumah saudaranya yang lain, sekitar 100 meter dari rumah
pertama yang kami singgahi. Namun, ketika kami sampai di rumah saudaranya
dituju tersebut, ternyata oranngnya lagi menghadiri acara resepsi perkawinan
warga kampung yang saat itu. Penulis dan ananda Muhammad Munawir Akbari
dipersilahkan masuk ke rumah saudaranya Ahamdiyanto untuk beristirahat setelah
melewati perjalanan yang relatif panjang.
Sesaat kami menunggu pemilik
rumah datang, namun yang ditunggu-tunggu belum ada tanda-tanda akan kembali ke
rumahnya. Akhirnya penulis memutuskan untuk permisi pulang menuju rumah di
Pelaihari kepada Ahmadiyanto, karena waktu saat itu sudah menunjukkan pukul
11.30 WIT pada Rabu, 3 Juli 2019, sudah cukup siang. Penulis mengantarkan
Ahmadiyanto ke rumah saudaranya yang pertama ditemui tadi sekalian balik menuju
arah jalan ke Martapura. Kami pun berpamitan dan berpisah di Pamangkih, desa
kelahiran Ahmadiyanto.
Perjalanan penulis lanjutkan
siang itu bersama ananda Muhammad Munawir Akbari. Kondisi arus lalu lintas
menuju Simpang Tiga Pantai Hambawang HST siang itu cukup sepi dan lengang,
namun ketika memasuki jalur jalan trans Kalimantan di daerah Pantai Hambawang,
HST, kondisi arus lalu lintas relatif padat, baik arah ke Martapura maupun ke
arah hulu sungai dan seterusnya. Penulis menjalankan mobil dengan kecepatan
sedang, dan ketika sampai di sebuah warung makan sesudah Kota Kandangan,
penulis berhenti dan memarkirkan mobil
di depan sebuah warung makan tersebut.
Kami berdua memesan makanan siang
itu untuk mengisi perut yang sudah mulai kosong, maklum waktu saat itu sudah
menunjukkan hampir menunjukkan pukul 13.00 WIT. Penulis dan ananda Muhammad
Munawir Akbari memesan menu masakan katupat Kandangan, dan sesudah makan siang
itu, penulis mencari oleh-oleh di kios yang ada di samping warung makan
tersebut. Penulis mencarikan oleh-oleh makanan khas yang dikenal dengan nama
dodol Kandangan beberapa bungkus disertai dengan makanan ringan khas daerah
ini. Sebelumnya, penulis sempat pula membeli makanan khas di daerah Batu Mandi,
yaitu kue cincin, yang dijual di pinggir-pinggir jalan trans Kalimantan.
Sesudah makan katupat Kandangan,
penulis melanjutkan perjalanan pulang ke Pelaihari kembali dengan menelusuri
jalan trans Kalimantan menuju Martapura, Kabupaten Banjar. Sesampai di sebuah
masjid di daerah Kabupaten Tapin, penulis mampir untuk melaksanakan shalat,
karena waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 13.45 WIT. Sekitar pukul 14.00
WIT, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Martapura, Ibukota Kabupaten
Banjar. Siang itu cuaca cukup panas, sedangkan aruas lalu lintas dari dan
menuju Martapura atau Banjarmasin semakin padat. Perjalanan pulang masih
panjang.
Post a Comment for "CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 25. Makan Katupat Kandangan Kembali Saat Perjalanan Pulang"