Selanjutnya, menurut
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan pentingnya pengembangan
Kawasan Tanpa Rokok atau KTR di 7 (tujuh) tatanan, yaitu sasaran
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah,angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum.
Pengaturan tentang
KTR di sekolah diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan
Sekolah. Dalam Pasal 1, Ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah tersebut, bahwa kawasan tanpa rokok
adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau
mempromosikan rokok.
Lingkungan
sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pembelajaran atau kegiatan
belajar dan mengajar, baik yang bersifat instrakurikuler, kokurikuler, maupun
ekstrakurikuler Mengingat pentingnya sekolah sebagai tempat pembelajaran bagi
semua peserta didik, maka sudah
sepantasnya semua pihak atau stakeholder
di sekolah berpartisipasi dalam mewujudkan sekolah sebagai KTR, sehingga
lingkungan sekolah menjadi lebih bersih, sehat, dan bebas dari rokok.
Adapun sasaran
KTR di lingkungan sekolah menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah pada Pasal 2 (dua) adalah : (a) kepala
sekolah, (b) guru, (c) tenaga
kependidikan, (d) peserta didik, dan (e) pihak lain di dalam lingkungan sekolah.
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan pemimpin di sekolah harus menjadi
contoh dan panutan bagi semua pihak di
sekolah, karena keberhasilan penerapan KTR di sekolah sangat tergantung dengan
kemampuan kepala sekolah mengelola sumberdaya manusia dan lingkungannya.
Peran kepala
sekolah dalam mewujudkan sekolah sebagai KTR
diatur dalam Pasal 5, Ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah,
yang isinya menegaskan bahwa kepala sekolah wajib menegur dan/atau
memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenga
kependidikan,dan peserta didik apabila melakukan larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). Kemudian, pada Pasal
5, Ayat (3), dinyatakan bahwa kepala
sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan, dan pihak
lain yang terbukti melanggar ketentuan
kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Dalam rangka
mendukung kebijakan KTR di lingkungan
sekolah, sekolah wajib melakukan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, seperti memasukkan larangan terkait merokok dalam tata tertib sekolah,
menolak penawaran iklan,promosi, sponsor, dan kerja sama dengan
perusahaan rokok atau agennya, melarang pemasangan iklan dan sejenisnya,
melarang penjualan rokok di kantin sekolah,dan memasang tanda KTR di lingkungan
sekolah.
Upaya
mewujudkan lingkungan sekolah sebagai
KTR bukan sebuah parkara yang mudah, karena di lingkungan sekolah tersebut
tidak menutup kemungkinan masih banyak pihak yang masih melakukan aktivitas
merokok, baik yang dilakukan oleh kepala sekolah itu sendiri, guru,dan tenaga
kependidikan lainnya. Kondisi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi
kepala sekolah selaku penanggung jawab dan pemimpin di sekolah, terlebih lagi
jika kepala sekolahnya sendiri sebagai perokok berat
.
Fakta
menunjukkan, bahwa banyak kepala sekolah
dari semua jenjang sekolah umumnya dipimpin oleh kepala sekolah laki-laki.
Kondisi tersebut dapat berpotensi kontraproduktif dengan upaya mewujudkan
sekolah sebagai KTR, karena tidak sedikit
diantara kepala sekolah tersebut merupakan
perokok. Tidak jarang pula, diantara
kepala sekolah yang perokok tersebut, termasuk ketagori perokok berat, sehingga
menjadi kendala berat pula bagi upaya mewujudkan sekolah KTR. Kepala sekolah
selaku penanggung jawab dan pemimpin di sekolahnya harus dapat menundukkan
dirinya dulu, sebelum melarang pihak lain untuk tidak merokok di lingkungan sekolah.
Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan
Sekolah tersebut, juga menegaskan tentang kewenangan dinas pendidikan setempat
untuk menegur dan memberikan sanksi kepada kepala sekolah,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, Ayat
(5), yang isinya “ Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan
teguran atau sanksi kepala kepala
sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan
Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan,
peserta didik, dan/atau Pihak lain” .
Tantangan dan
hambatan sekolah untuk mewujudkan
lingkungan sekolah sebagai KTR
memang relatif berat, terutama ketika kepala sekolah, guru, atau
tenaga kependidikan di sekolah merupakan perokok aktif, terlebih lagi jika ada
yang sudah menjadi perokok berat.
Tantangan beratnya adalah upaya membenahi terlebih dahulu masing-masing
pribadi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang sudah relatif lama
menjadi perokok aktif untuk tidak merokok di sekolah.
Apapun
kondisinya, sekolah dengan segala potensi dan kemampuanyang ada harus dapat
mewujudkan sekolah sebagai KTR, agar
dapat menciptakan lingkungan sekolah
yang bersih,sehat, dan bebas rokok. Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan yang memberikan dampak positif
bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana yang diamanatkan oleh PembukaanUUD 1945.
Post a Comment for "TANTANGAN MEWUJUDKAN KTR DI SEKOLAH "