TANTANGAN MEWUJUDKAN KTR DI SEKOLAH


Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Bab IX Pasal 4, dinyatakan bahwa negera pemerintah, keluarga dan orangtua wajib mengusahakan agar anak yang lahirterhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan,karena tidak ada batasan aman untuksetiap paparan asap rokok orang lain.
Selanjutnya, menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan   mengamanatkan pentingnya  pengembangan  Kawasan Tanpa Rokok atau KTR di 7 (tujuh) tatanan, yaitu sasaran fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum.
Pengaturan tentang KTR  di sekolah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Dalam Pasal 1, Ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah tersebut, bahwa kawasan tanpa rokok adalah ruangan  atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau mempromosikan rokok.
Lingkungan sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pembelajaran atau kegiatan belajar dan mengajar, baik yang bersifat instrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler Mengingat pentingnya sekolah sebagai tempat pembelajaran bagi semua peserta didik, maka  sudah sepantasnya semua pihak atau stakeholder di sekolah berpartisipasi dalam mewujudkan sekolah sebagai KTR, sehingga lingkungan sekolah menjadi lebih bersih, sehat, dan  bebas dari rokok.
Adapun sasaran KTR di lingkungan sekolah menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah pada Pasal 2 (dua) adalah : (a) kepala  sekolah,  (b) guru, (c) tenaga kependidikan, (d) peserta didik, dan (e) pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan pemimpin di sekolah harus menjadi contoh dan panutan bagi semua  pihak di sekolah, karena keberhasilan penerapan KTR di sekolah sangat tergantung dengan kemampuan kepala sekolah mengelola sumberdaya manusia dan lingkungannya.
Peran kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah sebagai KTR  diatur dalam Pasal 5, Ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan  Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, yang isinya  menegaskan bahwa kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenga kependidikan,dan peserta didik apabila melakukan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  Kemudian, pada Pasal 5, Ayat (3), dinyatakan bahwa kepala sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan, dan pihak lain yang  terbukti melanggar ketentuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Dalam rangka mendukung  kebijakan KTR di lingkungan sekolah,  sekolah wajib melakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, seperti memasukkan larangan  terkait merokok dalam tata tertib sekolah, menolak  penawaran  iklan,promosi, sponsor, dan kerja sama dengan perusahaan rokok atau agennya, melarang pemasangan iklan dan sejenisnya, melarang penjualan rokok di kantin sekolah,dan memasang tanda KTR di lingkungan sekolah.
Upaya mewujudkan lingkungan sekolah  sebagai KTR bukan sebuah parkara yang mudah, karena di lingkungan sekolah tersebut tidak menutup kemungkinan masih banyak pihak yang masih melakukan aktivitas merokok, baik yang dilakukan oleh kepala sekolah itu sendiri, guru,dan tenaga kependidikan lainnya. Kondisi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi kepala sekolah selaku penanggung jawab dan pemimpin di sekolah, terlebih lagi jika kepala sekolahnya sendiri sebagai perokok berat
.
Fakta menunjukkan,  bahwa banyak kepala sekolah dari semua jenjang sekolah umumnya dipimpin oleh kepala sekolah laki-laki. Kondisi tersebut dapat berpotensi kontraproduktif dengan upaya mewujudkan sekolah sebagai KTR, karena tidak sedikit  diantara kepala  sekolah tersebut merupakan perokok. Tidak jarang pula,  diantara kepala sekolah yang perokok tersebut, termasuk ketagori perokok berat, sehingga menjadi kendala berat pula bagi upaya mewujudkan sekolah KTR. Kepala sekolah selaku penanggung jawab dan pemimpin di sekolahnya harus dapat menundukkan dirinya dulu, sebelum melarang pihak lain untuk tidak merokok di  lingkungan sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah tersebut, juga menegaskan tentang kewenangan dinas pendidikan setempat untuk menegur  dan  memberikan sanksi kepada kepala sekolah, sebagaimana tertuang dalam  Pasal 5, Ayat (5), yang isinya “  Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan teguran  atau sanksi kepala kepala sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan/atau Pihak lain” .
Tantangan dan hambatan  sekolah untuk mewujudkan lingkungan  sekolah sebagai KTR memang  relatif berat,  terutama ketika kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan di sekolah merupakan perokok aktif, terlebih lagi jika ada yang sudah menjadi perokok berat.  Tantangan beratnya adalah upaya  membenahi terlebih dahulu masing-masing pribadi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang sudah relatif lama menjadi perokok aktif untuk tidak merokok di sekolah.
Apapun kondisinya, sekolah dengan segala potensi dan kemampuanyang ada harus dapat mewujudkan sekolah sebagai  KTR, agar dapat menciptakan  lingkungan  sekolah  yang bersih,sehat, dan bebas rokok.  Dengan demikian, sekolah menjadi  lingkungan yang memberikan dampak positif bagi upaya mencerdaskan kehidupan  bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh  PembukaanUUD 1945.

Post a Comment for "TANTANGAN MEWUJUDKAN KTR DI SEKOLAH "