Jukung menjadi alat transportasi
penting bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Martapura. Hampir
setiap rumah tangga atau keluarga memiliki jukung,
bahkan ada 2-3 buah jukung yang
dimiliki dalam satu rumah tangga. Jukung atau perahu kecil yang menjadi
bagian tidak terpisahkan bagi sebagian besar masyarakat pinggiran Sungai
Martapura berfungsi sebagai sarana transportasi untuk keperluan ke sawah dan
mencari nafkah sebagai nelayan di Sungai Martapura maupun perairan di areal
persawahan perkampungan kami.
Sebagai anak sungai, aku pun harus dapat menggunakan jukung dalam
kehidupan sehari-hari. Kami anak sungai sudah sejak kecil mampu menggunakan
jukung, karena tidak ada sarana transportasi lain yang ada, kecuali jukung yang dapat digunakan.
Keterbatasan sarana atau permainan yang ada membuat kami harus mampu
memanfaatkan apapun yang ada di lingkungan dan alam kami.
Sungai Martapura menjadi tempat kami bermain yang disediakan oleh alam
secara gratis, kapan pun kami anak dapat memanfaatkan Sungai Martapura selama
tidak membahayakan diri kami atau pihak lain. Ketika air Sungai Martapura ketika
dalam kondisi tenang dan surut, maka kondisi tersebut sangat bersahabat dengan kami. Kami dapat manfaatkan
dengan berbagai kegiatan di sungai tersebut, seperti mandi dan berenang,
memancing atau mencari ikan, dan bermain
jukung atau perahu kecil.
Malunta atau menjala ikan bagi kami
anak sungai sudah terbiasa sejak kecil. Mulai dari lunta atau jala yang dibuat sendiri dari bekas jala yang tidak
terpakai lagi dengan ukuran kecil, hingga jala yang biasanya dipakai oleh orang
tua kami. Kami belajar secara otodidak, mandiri, dan memanfaatkan yang
disediakan oleh alam sekitar. Kami anak sungai selalu berusaha memanfaatkan
kondisi alam yang tersedia agar dapat bermanfaat bagi kami dalam mengarungi
kehidupan nantinya.
Pagi itu aku sudah bersiap-siap dengan sebuah ember dan lunta. Kondisi air Sungai Martapura saat
itu sedang surut, dan ini menjadi kesempatan yang baik untuk malunta atau
menjala ikan kecil yang banyak terdapat di Sungai Martapura. Pagi itu, aku tidak menggunakan jukung untuk
malunta, karena aku sendirian saja. Kalau menggunakan jukung harus berdua
dengan orang lain. Satu bertugas mengayuh jukung, dan satu orang yang
melemparkan lunta. Selain itu, pada kondisi air Sungai Martapura yang surut
tersebut, ikan cukup banyak berada di tepi sungai, pada tempat yang ada
Aku sudah terbiasa jika pagi hari saat kondisi air sungai surut mencari
ikan dengan malunta untuk meringankan
beban orang tua, khususnya mencari ikan untuk lauk makan keluarga. Dari hasil
aku malunta ini, yang diperoleh dapat
mencukupi keperluan lauk makan siang pada hari itu, karena aku punya adik tiga
orang. Di rumah selain ayah, ibu, dan
ketiga adikku, juga ada nenek. Nenekku ini adalah orang tua dari ibuku.
“ Nang, kamu mau malunta kah “
ujar ibuku ketika aku mengambil ember. Biasa, kalau di rumah dan keluarga
dekatku, panggilan untuk dengan sebutan anang.
“ Iya, bu” jawabku singkat
“ Hati-hatilah kamu saat mengambil ikannya, kalau ada yang berduri “
kata ibuku lagi.
“ Ya, ulun hati-hati bu”
jawabku.
Aku pun berangkat menelusuri tepian Sungai Martapura dengan membawa lunta dan sebuah ember untuk menampung
ikan yang diperoleh. Aku mulai melepaskan lunta
di tepi sungai dekat rumahku, kemudian berjalan ke hilir sungai sekitar
rumah. Ada saatnya dapat ikan, namun terkadang juga tidak ada. Itulah namnya
usaha dan ikhtiar, tidak ada yang dapat memastikan bahwa usaha kita selalu
berhasil atau sesuai harapan. Ada kalanya tidak mendapatkan apa-apa, hanya
dapat sampah plastik, potongan kayu, atau batu yang tersangkut dalam lunta.
Ada sekitar satu jam aku malunta,
mencari ikan di tepian Sungai Martapura yang surut pada pagi hari itu. Setiap
jengkal sungai ku tebarkan lunta untuk
mencari ikan yang akan menjadi lauk makan siang keluargaku. Berjalan menelusuri
tepian Sungai Martapura sekitar rumahku dengan kaki yang tanpa alas, menapaki
lumpur sungai becek, berlumpur yang dalam,
dan licin untuk mencari ikan guna
membantu keluarga.
Sekitar satu jam setengah aku malunta,
dan ikan yang didapatkan juga cukup banyak, maka aku memutuskan untuk kembali
ke rumah. Saat pulang ke rumah ini, aku menyampatkan sesekali melempar lunta
pada beberapa titik yang aku anggap ada ikannya, dan ternyata lunta yang ku lempar kembali dapat
menangkap ikan. Di dalam emberku sudah cukup banyak ikan yang aku dapat dari
malunta pagi itu. Ada ikan sepat, puyau,
saluang, udang, dan bahkan dapat ikan
papuyu (betok) serta haruan (gabus). Lumayan untuk lauk makan
siang kami sekeluarga di rumah.
“ Bagaimana Nang, banyakkah
dapat ikannya “ tanya ibuku ketika sampai di rumah.
“ Inggih bu, lumayan banyak
dapat ikannya “ jawabku dengan gembira.
“ Alhamdulillah, dapat ikan
banyak pagi. Bawa ke sini ibu bersihkan ” ujarku ibu lagi
Pagi itu aku dapat memberikan ikan untuk membantu keluargaku, meski
dengan sedikit ikan hasil malunta.
Aku suka malunta, berhasil atau tidak mendapatkan ikan, itu sudah ada yang
mengaturnya. Rezeki itu harus dikejar, diusahakan, dan diikhtiari, bukan
menunggu datang sendiri dari langit atau dalam bumi.
****
Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 12. Malunta di Sungai Martapura"