Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 12. Malunta di Sungai Martapura


Jukung menjadi alat transportasi penting bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Martapura. Hampir setiap rumah tangga atau keluarga memiliki jukung, bahkan ada 2-3 buah jukung yang dimiliki dalam satu rumah tangga.  Jukung atau perahu kecil yang menjadi bagian tidak terpisahkan bagi sebagian besar masyarakat pinggiran Sungai Martapura berfungsi sebagai sarana transportasi untuk keperluan ke sawah dan mencari nafkah sebagai nelayan di Sungai Martapura maupun perairan di areal persawahan perkampungan kami.
Sebagai anak sungai, aku pun harus dapat menggunakan jukung dalam kehidupan sehari-hari. Kami anak sungai sudah sejak kecil mampu menggunakan jukung, karena tidak ada sarana transportasi lain yang ada, kecuali jukung yang dapat digunakan. Keterbatasan sarana atau permainan yang ada membuat kami harus mampu memanfaatkan apapun yang ada di lingkungan dan alam kami.


Sungai Martapura menjadi tempat kami bermain yang disediakan oleh alam secara gratis, kapan pun kami anak dapat memanfaatkan Sungai Martapura selama tidak membahayakan diri kami atau pihak lain. Ketika air Sungai Martapura ketika dalam kondisi tenang dan surut, maka kondisi  tersebut sangat  bersahabat dengan kami. Kami dapat manfaatkan dengan berbagai kegiatan di sungai tersebut, seperti mandi dan berenang, memancing atau mencari ikan,  dan bermain jukung atau perahu kecil.
Malunta atau menjala ikan bagi kami anak sungai sudah terbiasa sejak kecil. Mulai dari lunta atau jala yang dibuat sendiri dari bekas jala yang tidak terpakai lagi dengan ukuran kecil, hingga jala yang biasanya dipakai oleh orang tua kami. Kami belajar secara otodidak, mandiri, dan memanfaatkan yang disediakan oleh alam sekitar. Kami anak sungai selalu berusaha memanfaatkan kondisi alam yang tersedia agar dapat bermanfaat bagi kami dalam mengarungi kehidupan nantinya.
Pagi itu aku sudah bersiap-siap dengan sebuah ember dan lunta. Kondisi air Sungai Martapura saat itu sedang surut, dan ini menjadi kesempatan yang baik untuk malunta atau menjala ikan kecil yang banyak terdapat di Sungai Martapura.  Pagi itu, aku tidak menggunakan jukung untuk malunta, karena aku sendirian saja. Kalau menggunakan jukung harus berdua dengan orang lain. Satu bertugas mengayuh jukung, dan satu orang yang melemparkan lunta. Selain itu, pada kondisi air Sungai Martapura yang surut tersebut, ikan cukup banyak berada di tepi sungai, pada tempat yang ada
Aku sudah terbiasa jika pagi hari saat kondisi air sungai surut mencari ikan dengan malunta untuk meringankan beban orang tua, khususnya mencari ikan untuk lauk makan keluarga. Dari hasil aku malunta ini, yang diperoleh dapat mencukupi keperluan lauk makan siang pada hari itu, karena aku punya adik tiga orang.  Di rumah selain ayah, ibu, dan ketiga adikku, juga ada nenek. Nenekku ini adalah orang tua dari ibuku.
Nang, kamu mau malunta kah “ ujar ibuku ketika aku mengambil ember. Biasa, kalau di rumah dan keluarga dekatku, panggilan untuk dengan sebutan anang.
“ Iya, bu” jawabku singkat
“ Hati-hatilah kamu saat mengambil ikannya, kalau ada yang berduri “ kata ibuku lagi.
“ Ya, ulun hati-hati bu” jawabku.
Aku pun berangkat menelusuri tepian Sungai Martapura dengan membawa lunta dan sebuah ember untuk menampung ikan yang diperoleh. Aku mulai melepaskan lunta di tepi sungai dekat rumahku, kemudian berjalan ke hilir sungai sekitar rumah. Ada saatnya dapat ikan, namun terkadang juga tidak ada. Itulah namnya usaha dan ikhtiar, tidak ada yang dapat memastikan bahwa usaha kita selalu berhasil atau sesuai harapan. Ada kalanya tidak mendapatkan apa-apa, hanya dapat sampah plastik, potongan kayu, atau batu yang tersangkut dalam lunta.
Ada sekitar satu jam aku malunta, mencari ikan di tepian Sungai Martapura yang surut pada pagi hari itu. Setiap jengkal sungai ku tebarkan lunta untuk mencari ikan yang akan menjadi lauk makan siang keluargaku. Berjalan menelusuri tepian Sungai Martapura sekitar rumahku dengan kaki yang tanpa alas, menapaki lumpur sungai becek,  berlumpur yang dalam,  dan licin untuk mencari ikan guna membantu keluarga.
Sekitar satu jam setengah aku malunta, dan ikan yang didapatkan juga cukup banyak, maka aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Saat pulang ke rumah ini, aku menyampatkan sesekali melempar lunta pada beberapa titik yang aku anggap ada ikannya, dan ternyata lunta yang ku lempar kembali dapat menangkap ikan. Di dalam emberku sudah cukup banyak ikan yang aku dapat dari malunta pagi itu. Ada ikan sepat, puyau, saluang, udang, dan bahkan dapat ikan papuyu (betok) serta haruan (gabus). Lumayan untuk lauk makan siang kami sekeluarga di rumah.
“ Bagaimana Nang, banyakkah dapat ikannya “ tanya ibuku ketika sampai di rumah.
Inggih bu, lumayan banyak dapat ikannya “ jawabku dengan gembira.
Alhamdulillah, dapat ikan banyak pagi. Bawa ke sini ibu bersihkan ” ujarku ibu lagi
Pagi itu aku dapat memberikan ikan untuk membantu keluargaku, meski dengan sedikit ikan hasil malunta. Aku suka malunta, berhasil atau tidak mendapatkan ikan, itu sudah ada yang mengaturnya. Rezeki itu harus dikejar, diusahakan, dan diikhtiari, bukan menunggu datang sendiri dari langit atau dalam bumi.  
****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 12. Malunta di Sungai Martapura"