Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 20. Mencari Ikan ke Sungai Abulung (1)


Mencari ikan menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat kampung kami, dan tentunya tidak ketinggalan kami anak sungai. Berbagai macam alat tradisional masyarakat kampung  dalam  mencari ikan sudah kami dikenal sejak kecil, seperti tampirai, sarakap, lalangit, ancau,  hampang, dan sebagainya. Lingkungan tempat tinggal kami merupakan daerah rendah dan sawah tadah hujan, sehingga ketika musim penghujan daerah kami penuh dengan air. Bahkan,ketika  banjir besar areal  persawahan di kampung kami seperti danau yang luas.


Aku dan kawan sebaya di kampung sudah terbiasa mencari dan menangkap ikan dengan alat-alat tradisonal masyarakat kampung kami, bahkan juga kami mampu mencari dan menangkapikan dengan tangan kosong atau tanpa alat. Kegiatan mencari dan menangkap ikan dengan tangan  kosong atau tanpa alat  ini dikenal dengan istilah bagalau. Bagalau ini biasanya dilakukan pada tempat yang ikannya berada di sela-sela batang kayu yang ada di sungai atau danau. Alat-alat penangkap ikan tradisonal yang ada tidak dapat digunakan karena ikannya berada di tempat yang tersembunyi.
Sore Sabtu itu aku dan Masrani berencana akan mencari ikan di Sungai Abulung, sebuah sungai yang terkenal banyak ikannya. Sungai tersebut cukup  jauh letaknya dari kampung kami, ada sekitar 4-5 kilometer, berada di Kampung Sungai Batang. Kebetulan di Sungai Abalung itu orang tua Masrani memiliki sawah yang cukup banyak. Aku sendiri belum pernah sama sekali ke Sungai Abulung tersebut, sedangkan Masrani sudah sering ke sana bersama orangtuanya saat musim tanam  dan  panen.

“ Lan,bagaimana esok, jadikah kita cari ikan ke Sungai Abulung,” ujar Masrani menanyaiku.
“ Bisa  saja , Ran. Nanti kita ajak Aswan dan Syaifudin, “ jawabku penuh semangat.
“ Boleh, kita berempat ke sana pakai jukungku, “ ujar Masrani lagi
Tidak berapa kemudian, kami berdua berjalan mendatangi  rumah Syaifudin yang tidak jauh dari  kami berdua. Saat kami sampai  di rumahnya, Syaifudin lagi di belakang rumah untuk memetik  buah sawo yang sedang lebat berbuah.
“ Din,turun lah sebentar,ada yang mau disampaikan, “ ujarku dengan Syaifudin yang asyik memetik buah sawo miliknya.
“ Iya,Lan. Tunggu sebentar, tinggal sedikit lagi, “ jawab Syaifudin dari  atas pohon sawo yang tidak seberapa tinggi  tetapi rimbun.
Kemudian, Syaifudin mendatangi kami yang duduk tidak jauh dari pohon sawo tersebut.
“ Bagaimana, kamu mau ikutkah cari ikan  ke Sungai Abulung esok pagi, “ ujarku dengan Syaifudin yang  masih membersihkan badannya dari  semut hitam.
  Ya, aku siap ikut, Lan, “jawab Syaifudin dengan semangat.
“ Baik. Esok kita ke sana pakai jukungku, dan kita berangkat pagi-pagi, “ kata Masrani menjelaskan denganSyaifudin.
  Nah,kalau begitu kami berdua  ke rumah Aswan, untuk mengajaknya berangkat esok,  “ ujarku.
Aku dan Masrani pamit dan  meninggalkan Syaifudin yang masih menyelesaikan tugasnya memetik dan mengumpulkan buah sawo yang sudah tua yang ada di belakang rumahnya.
“ Ran, kalau Aswan tidak bisa ikut, bagaimana, “ tanyaku dengan Masrani saat berjalan menuju rumah Aswan yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah Syaifudin.
“ Nggak apa-apa, Lan. Kita bertiga bisa saja, “ ujar Masrani
Tidak sampai lima menit berjalan kaki, kami sampai di rumah Aswan. Sesampai di rumah Aswan, ak ketuk pintu rumahnya yang cukup besar dan tinggi sesuai dengan rumahnya sendiri yang besar di kampung kami.
“ Assalamualakum, “ ujar memberi salam sambil mengetuk pintu rumahnya.
“ Waalaikumsalam,” terdengar dari dalam rumah seorang perempuan menjawab sambil berjalan menuju  pintu.
Oh, kamu kah Lan, “ ujar perempuan yang keluar dan membukakan pintu rumah terebut.
Inggil, Cil Amin, “ jawabku dengan perempuan yang berusia sekitar 20 tahunan, yang tidak lain adalah kakak Aswan yang bernama Aminah. Aku memanggil kakaknya Aswan tersebut dengan panggilan Acil Amin.
“ Ada apa Lan datang ke sini, “ tanya Acil Aminah.
“ Kami mau bertemu Aswan, “ jawabku
“ Oh, iya kah. Aswan ke warung Kai Wahab, disuruh beli gula, “ ujar Acil Aminah  menjelaskan.
Aswan pun tidak lama sudah terlihat masuk berjalan menuju halaman rumahnya, karena warung Kai Wahab jaraknya tidak jauh dari rumahnya.
“ Ada apa Lan dan Masrani datang ke rumahku, “ tanya Aswan sesaat setelah mengantarkan gula yang baru dibelinya.
“ Kami mau mengajak kamu besok cari ikan ke Sungai Abulung, “ jawab Masrani.
“ Bisa, lalu siapa saja yang ikut ke sana “ tanya Aswan dengan kami.
“ Aku, Masrani, dan Syaifudin,” jawabku.
Sesudah bertemu dan mengajak Aswan, kami berdua pulang ke rumah menjelang Magrib. Tidak lama sampai di rumahku, terdengar suara azan Magrib berkumandang dari langgar yang ada di kampung seberang sungai.  Malam pun menyelimuti  kampung  kami yang sepi dan sunyi serta tanpa penerangan listrik, kalau pun ada suara pengeras suara yang terdengar di langgar atau musollah di kampung kami dan kampung seberang, maka itu sumber tenaganya dari akki.
*****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 20. Mencari Ikan ke Sungai Abulung (1)"