Mencari ikan menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan masyarakat kampung kami, dan tentunya tidak ketinggalan kami anak
sungai. Berbagai macam alat tradisional masyarakat kampung dalam
mencari ikan sudah kami dikenal sejak kecil, seperti tampirai, sarakap, lalangit, ancau, hampang, dan sebagainya. Lingkungan tempat
tinggal kami merupakan daerah rendah dan sawah tadah hujan, sehingga ketika
musim penghujan daerah kami penuh dengan air. Bahkan,ketika banjir besar areal persawahan di kampung kami seperti danau yang
luas.
Aku dan kawan sebaya di kampung sudah terbiasa mencari dan menangkap
ikan dengan alat-alat tradisonal masyarakat kampung kami, bahkan juga kami
mampu mencari dan menangkapikan dengan tangan kosong atau tanpa alat. Kegiatan
mencari dan menangkap ikan dengan tangan
kosong atau tanpa alat ini
dikenal dengan istilah bagalau. Bagalau ini biasanya dilakukan pada
tempat yang ikannya berada di sela-sela batang kayu yang ada di sungai atau
danau. Alat-alat penangkap ikan tradisonal yang ada tidak dapat digunakan karena
ikannya berada di tempat yang tersembunyi.
Sore Sabtu itu aku dan Masrani berencana akan mencari ikan di Sungai
Abulung, sebuah sungai yang terkenal banyak ikannya. Sungai tersebut cukup jauh letaknya dari kampung kami, ada sekitar
4-5 kilometer, berada di Kampung Sungai Batang. Kebetulan di Sungai Abalung itu
orang tua Masrani memiliki sawah yang cukup banyak. Aku sendiri belum pernah
sama sekali ke Sungai Abulung tersebut, sedangkan Masrani sudah sering ke sana
bersama orangtuanya saat musim tanam dan panen.
“ Lan,bagaimana esok, jadikah kita cari ikan ke Sungai Abulung,” ujar
Masrani menanyaiku.
“ Bisa saja , Ran. Nanti kita
ajak Aswan dan Syaifudin, “ jawabku penuh semangat.
“ Boleh, kita berempat ke sana pakai jukungku, “ ujar Masrani lagi
Tidak berapa kemudian, kami berdua berjalan mendatangi rumah Syaifudin yang tidak jauh dari kami berdua. Saat kami sampai di rumahnya, Syaifudin lagi di belakang rumah
untuk memetik buah sawo yang sedang
lebat berbuah.
“ Din,turun lah sebentar,ada yang mau disampaikan, “ ujarku dengan
Syaifudin yang asyik memetik buah sawo miliknya.
“ Iya,Lan. Tunggu sebentar, tinggal sedikit lagi, “ jawab Syaifudin
dari atas pohon sawo yang tidak seberapa
tinggi tetapi rimbun.
Kemudian, Syaifudin mendatangi kami yang duduk tidak jauh dari pohon
sawo tersebut.
“ Bagaimana, kamu mau ikutkah cari ikan
ke Sungai Abulung esok pagi, “ ujarku dengan Syaifudin yang masih membersihkan badannya dari semut hitam.
“ Ya, aku siap ikut, Lan, “jawab
Syaifudin dengan semangat.
“ Baik. Esok kita ke sana pakai jukungku, dan kita berangkat pagi-pagi,
“ kata Masrani menjelaskan denganSyaifudin.
“ Nah,kalau begitu kami berdua
ke rumah Aswan, untuk mengajaknya berangkat esok, “ ujarku.
Aku dan Masrani pamit dan
meninggalkan Syaifudin yang masih menyelesaikan tugasnya memetik dan
mengumpulkan buah sawo yang sudah tua yang ada di belakang rumahnya.
“ Ran, kalau Aswan tidak bisa ikut, bagaimana, “ tanyaku dengan Masrani
saat berjalan menuju rumah Aswan yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah
Syaifudin.
“ Nggak apa-apa, Lan. Kita bertiga bisa saja, “ ujar Masrani
Tidak sampai lima menit berjalan kaki, kami sampai di rumah Aswan.
Sesampai di rumah Aswan, ak ketuk pintu rumahnya yang cukup besar dan tinggi
sesuai dengan rumahnya sendiri yang besar di kampung kami.
“ Assalamualakum, “ ujar memberi salam sambil mengetuk pintu rumahnya.
“ Waalaikumsalam,” terdengar dari dalam rumah seorang perempuan
menjawab sambil berjalan menuju pintu.
“ Oh, kamu kah Lan, “ ujar
perempuan yang keluar dan membukakan pintu rumah terebut.
“ Inggil, Cil Amin, “ jawabku
dengan perempuan yang berusia sekitar 20 tahunan, yang tidak lain adalah kakak
Aswan yang bernama Aminah. Aku memanggil kakaknya Aswan tersebut dengan
panggilan Acil Amin.
“ Ada apa Lan datang ke sini, “ tanya Acil Aminah.
“ Kami mau bertemu Aswan, “ jawabku
“ Oh, iya kah. Aswan ke warung Kai
Wahab, disuruh beli gula, “ ujar Acil
Aminah menjelaskan.
Aswan pun tidak lama sudah terlihat masuk berjalan menuju halaman
rumahnya, karena warung Kai Wahab
jaraknya tidak jauh dari rumahnya.
“ Ada apa Lan dan Masrani datang ke rumahku, “ tanya Aswan sesaat setelah
mengantarkan gula yang baru dibelinya.
“ Kami mau mengajak kamu besok cari ikan ke Sungai Abulung, “ jawab
Masrani.
“ Bisa, lalu siapa saja yang ikut ke sana “ tanya Aswan dengan kami.
“ Aku, Masrani, dan Syaifudin,” jawabku.
Sesudah bertemu dan mengajak Aswan, kami berdua pulang ke rumah
menjelang Magrib. Tidak lama sampai di rumahku, terdengar suara azan Magrib berkumandang
dari langgar yang ada di kampung seberang sungai. Malam pun menyelimuti kampung
kami yang sepi dan sunyi serta tanpa penerangan listrik, kalau pun ada suara
pengeras suara yang terdengar di langgar atau musollah di kampung kami dan
kampung seberang, maka itu sumber tenaganya dari akki.
*****
Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 20. Mencari Ikan ke Sungai Abulung (1)"