Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 20. Mencari Ikan ke Sungai Abulung (2)


Pagi menyapa kampung kami dengan kicauan bunyi burung yang bersahutan di pohon kasturi dan pepohonan belakang perkampungan. Sinar matahari menembus di sela-sela  dahan dan dedaunan pohon kasturi, rumpun bambu,  dan pohon besar lainnya. Angin pagi berhembus lembut, suasana kampungku tenang dan tentram.


Kesibukan masyarakat kampung kami sudah terlihat di warung-warung yang buka sejak habis subuh tadi. Ada yang minum kopi atau teh  panas  sambil menyantap kue-kue khas olahan masyarakat kampung kami, seperti pais pisang, untuk-untuk, guguduh, dan sebagainya.   Ada juag yang  makan nasi kuning, lontong, lapat, atau makanan lainnya untuk sarapan pagi sebelum berangkat ke sawah dan tempat kerja lainnya. Sementara itu, di Sungai Martapura juga sudah terlihat aktivitas masyarakat kampung kami atau kampung –kampung lainnya yang menggunakan jukung  atau sampan guna berbagai keperluan.
“ Lan, kamu sudah siapkah, “ ujar Masrani menanyaiku ketika berada di depan rumahku.
“ Sudah siap, Syaifudin dan Aswan bagaimana, “ jawabku seraya menanyakan keberadaan Syaifudin dan Aswan yang  sudah menyanggupi untuk bergabung dengan kami berangkat ke Sungai Abulung.
“ Sebentar lagi mereka datang, tadi sudah aku datangi ke rumahnya, “ ujar Masrani meyakinkanku.
Benar. Tidak berapa kemudian kedua kawan kami yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.  Syaifudin datang lebih dulu, sedangkan Aswan menyusul tidak lama setelah Syaifudin datang. Semua sudah kumpul, dan selanjutnya kami pun segera berangkat menuju Sungai Abulung. Hari masih pagi, dan kondisi air Sungai Martapura saat itu sedang surut karena masih musim kemarau dan terjadi pasang –surut yang cukup lama.
“ Ayo, kawan-kawan kita berangkat, “ ajak Masrani dengan kami bertiga.
“ Iya, Ran, kami sudah siap juga, “ ujarku
Jukung  dan dayungnya sudah disiapkan Ran, “  tanya Aswan dengan Masrani.
“ Sudah, semuanya aku siapkan, “ ujar Masrani lagi.
Kami pun menuju jukung yang sudah disiapkan Masrani di tumpakan milik keluarganyanya. Tumpakan merupakan tempat semacam dermaga dalam bentuk kecil terbuat dari kayu ulin  yang digunakan untuk mandi, cuci pakaian, menambatkan jukung, dan sebagianya.
“ Din, sarakapnya letakkan di tengah, “ ujarku dengan Syaifudin yang membawa sarakap.
“ Iya Lan, “ jawab Syaifudin sambil duduk di tengah jukung memegang sarakapnya.
“ Aku dan Masrani yang mengayuh jukungnya, Aswan bertugas menimba air jukung, “ ujarku dengan kawan-kawan membagi tugas.

Jukung mulai bergerak menuju ke hilir sungai, karena letak Sungai Abulung di bagian hilir dari kampung kami. Laju jukung semakin lama semakin cepat seiring dengan kecepatan mendayung dan arus aliran sungai yang cukup deras saat airnya sedang surut.  Saat dalam perjalanan menuju ke Sungai Abulung ini kami ada berpapasan dengan masyarakat lain yang menggunakan jukung pada pagi itu. Sebagian besar masyarakat yang berpapasan dengan kami menggunakan jukung itu merupakan para pencari ikan yang baru pulang dari Sungai Abulung.
Masyarakat pencari ikan tersebut  berangkatnya sejak tengah malam secara berkelompok 4-6 orang dengan membawa peralatan lengkap mencari ikan tradisional, seperti ampang, sarakap, tampirai, dan sebagainya. Mereka tersebut merupakan pencari ikan tradisional yang sudah terbiasa mencari ikan saat musim kemarau di  sungai-sungai kecil di sekitar kampung kami dan kampung sekitarnya.
Sekitar tigapuluh menit kami sampai di muara Sungai Abulung. Tidak jauh dari Sungai Abulung tersebut ada makam keramat yang terkenal di daerah kami, yaitu Makam Syekh Abdul Hamid Abulung, atau dikenal masyarakat dengan nama Datu Abulung. Tidak lama kemudian mengayuh jukung, maka sampailah di areal sawah milik orang tua Masrani. Rencana kami di tempat inilah mulai kami bergerak mencari ikan di sungaik kecil yang airnya cukup dangkal.
“ Ayo kawan-kawan kita turun ke sungai, kita sudah sampai, “ ujar Masrani memberitahu kami semua.
“ Iyakah, di sinikah sawah orangtua kamu Ran, “ ujarku dengan Masrani yang sudah turun ke air sungai yang cukup deras dan tentunya juga sangat dingin di pagi itu.
“ Ya, itu di balik pohon kuini itu, “ ujar Masrani sambil menunjukkan jarinya kea rah yang dimaksud.
Aku dan kawan-kawan bercebur dan masuk ke air Sungai Abulung  yang sedang surut dan alirannya cukup deras. Mulailah kami mencari ikan dengan menggunakan tangan kosong  dan sesekali Aswan menggunakan sarakap untuk menangkap ikan yang lebih besar, seperti ikan haruan (gabus), papuyu  ( betook) , atau sapat siam.  Ketika air surut ini merupakan saat yang tepat untuk mencari ikan yang sedang berkumpul pada tempat yang ada aman dari arus air sungai yang deras, misalnya pada bekas batang pohon yang tumbang, kumpulan rumput air, dan sebagainya.

  *****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 20. Mencari Ikan ke Sungai Abulung (2)"