Keluarnya
Surat Edaran Mendikbud RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyerderhanaan
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disambut beragam oleh guru. Ada yang
setuju, tidak setuju, dan bahkan ada pula yang bingung dengan model RPP yang
hanya selembar kertas tersebut. Kebingunangan tersebut ditengarai karena belum
ada petunjuk teknis (juknis) yang rinci, dan biasanya didahului dengan
pelatihan atau diklat terkait penulisan RPP tersebut.
Pemahaman yang selama ini dalam benak banyak guru,
bahwa RPP tersebut mencakup banyak unsur yang tersimpul dalam RPP selama ini,
sebagaimana dijelaskan dan diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016. Tentu
saja, dengan adanya surat edaran yang meminta agar guru membuat RPP selembar,
menjadi sebuah kebijakan yang cukup mengejutkan bagi banyak guru, karena selama
berpuluh-puluh tahun guru harus membuat RPP setiap semester dengan jumlah halaman
yang relatif banyak.
Dalam penyusun RPP yang memiliki halaman yang
relatif banyak tersebut, tidak dipungkiri terjadi “copypaste” yang berantai dari pusat hingga ke pelosok. Terlebih
lagi dengan adanya komputer dan laptop yang hampir dimiliki oleh setiap guru,
maka secepat kilat fail-fail dokumen
contoh RPP yang beragam berpindah dari satu ke guru yang lain, dari satu daerah
ke daerah yang lain, sehingga terkadang gurunya lupa menghapus nama sekolah,
kepala sekolah, dan sebagainya sebagaimana aslinya.
Proses pembuatan RPP sendiri oleh guru pada akhirnya
tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi hanyalah proses “copypaste” yang berkembang dengan
pesatnya seiring mudahnya mengirim fail-fail
dokumen melalui whatsapp. Guru
hanya tinggal merubah sedikit bagian dalam RPP, menyesuaikan dengan sekolahnya,
lalu kemudian dicetak dan diserahkan kepada kepala sekolah untuk pengesahannya.
Kemudian, RPP yang telah ditandatangani oleh kepala sekolah tersebut disimpan
dalam laci meja guru, hingga berakhir setahun pelajaran.
Keluhan-keluhan guru yang merasa terbabani oleh
adanya RPP yang relatif banyak dan tebal tersebut masalahnya bukan pada proses
penyusunannya, tetapi proses pencetakannya. Guru nyaris tidak mengotak-atik RPP
yang berasal dari proses “copypaste”
alias langsung adopsi, bukan diadaptasi, sehingga dalam penerapannya sulit
dilaksanakan oleh guru itu sendiri dalam pembelajarannya. RPP hanya sekedar
pelengkap administrasi belaka untuk bukti fisik mendapatkan angka kredit guna
naik pangkat, akreditasi sekolah, dan sebagainya.
Lalu, mengapa adanya kebijakan RPP selembar ditolak,
atau kurang diterima oleh banyak guru dengan senang hati? Harus dan semestinya
guru menerima dengan senang hati dan semangat dengan adanya kebijakan RPP yang hanya selembar tersebut. Dengan adanya
RPP selembar tersebut dapat menghemat waktu, tenaga, dan bahkan biaya, sehingga
guru lebih fokus untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu
sendiri.
Dalam penyusunan
RPP harus memperhatikan 3 (tiga) prinsip utama, yaitu efisien, efektif, dan
berorientasi pada peserta didik. Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan
tepat dan tidak banyak menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Efektif berarti
penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berorientasi pada peserta
didik berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan,
ketertarikan, dan kebutuhan belajar peserta didik di kelas.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat
saja dibuat hanya satu halaman, asalkan sesuai dengan prinsip efektif, efisien,
dan berorientasi pada peserta didik. Penyederhaan RPP tidak memerlukan
persyaratan jumlah halaman. Tidak ada standar baku dalam penulisan RPP. Guru
bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan
prinsip efektif, efisien, dan berorientasi pada peserta didik. Guru tetap dapat
menggunakan format RPP yang sudah dibuat sebelumnya. Guru juga dapat
memodifikasi format RPP yang sudah dibuat sesuai dengan prinsip efektif,
efisien, dan berorientasi pada peserta didik.
Terdapat tiga komponen inti pada RPP yang
mengalami penyederhanaan, yaitu : (1) tujuan pembelajaran; (2) langkah-langkah
(kegiatan) pembelajaran; dan (3) penilaian pembelajaran (assesment). Tujuan
pembelajaran ditulis dengan merujuk pada Kurikulum 2013 dan kebutuhan belajar
peserta didik. Kegiatan belajar dan assesment dalam RPP
ditulis secara efisien.
Post a Comment for "PENYEDERHANAAN RPP, MENGAPA TAKUT?"