Guru sudah atau bahkan setiap
hari memberikan pelajaran kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah
dilakukan oleh guru. Lalu, mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia
mengeluh dan mengatakan tidak dapat menulis?.
Sudah sepatutnya, guru menjadi motivator dan contoh bagi anak didiknya
dalam hal menulis. Guru dapat menulis
apa saja tentang profesinya sebagai guru
dan dunia pendidikan pada. Permasalahannya, tergantung pada kemauan guru , dan
kapan mengawali menulis itu sendiri. Sejatinya kegiatan menulis tidak dapat
dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu cara
guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih pada era
digital sekarang.
Dunia pendidikan merupakan dunia
yang sangat komplek dan dinamis. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi sekarang ini juga
memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia pendidikan. Guru sebagai agen pembaharuan tentunya harus
mengikuti proses perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi
dan gagap teknologi.
Menulis dan profesi guru adalah
dua hal yang harusnya sejalan dan mampu
saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat
menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan formal seperti laporan penelitian tindakan kelas (PTK) ,
paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel), makalah best
praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat memberikan solusi
bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran, dan tulisan tersebut
menjadi bukti outentik dan bermanfaat bagi guru itu sendiri maupun pihak lain.
Dengan menulis, guru telah menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi
khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang
terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang
cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang
dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan
sebagainya. Kuncinya menulis itu adalah kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan
untuk mencari ilmu pengetahuan baru atau pengalaman baru, dan tentunya yang
penting adalah kemauan untuk menulis
Menulis merupakan bagian dari
olah pikir dan hati yang terpadu dalam bentuk tulisan mewujudkan ide dan gagasan
yang berhubungan dengan fenomena yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam aktivitas profesi kita sebagai guru. Dengan menulis berarti
kita mewujudkan ide dan gagasan yang terpendam dalam alam pikiran kita, tidak
hanya disimpan di alam pikiran kita.
Menulis harus diwujudkan dan dipraktikkan, bukan sekedar hanya dalam
tataran teori atau konsep yang disampaikan kepada anak didik semata, tetapi
guru memberikan contoh nyata apa dan bagaimana menulis tersebut.
Masih
banyak guru yang hanya mencukupkan diri sebagai konsumen dan pembagi ilmu
pengetahuan kepada siswanya, tanpa mau berpikir, bagaimana ‘memproduksi’ ilmu
pengetahuan itu sendiri melalui menulis ide dan gagasan yang inovatif dan
kreatifitasnya. Menulis untuk menuangkan ide dan gagasan kreatifnya dalam
masalah pembelajaran dan bidang
pendidikan pada umumnya, sehingga banyak tulisan atau buku yang berkaitan
dengan pembelajaran dan pendidikan. Kemampuan dan daya kreativitas yang
dimiliki guru, bukan hanya disampaikan
dan dipompakan kepada siswanya saja,
tetapi juga mestinya diimplementasi oleh guru tersebut dalam bentuk
karya tulis yang nyata dan orisinil.
Mengutip
suatu pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu
musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka tentunya budaya
menulis perlu ditumbuhkan di kalangan guru,
agar apa yang dimiliki dan diajarkannya menjadi sesuatu yang
‘abadi’ dan bermanfaat bagi orang lain
kelak dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ja.far ash-Shadiq
yang dikutip dalam buku Jamal Ma,mur
Asmani, yaitu” Ikatlah ilmu dengan
menuliskannya”. Menulis sebagai bentuk ekspresi diri dan profesionalisme
guru sangat diperlukan agar pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh guru
dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh guru-guru yang lain, sekecil apapun
karya yang dituangkan ke dalam tulisan tersebut.Budaya menulis yang seharusnya
menjadi bagian dari kehidupan guru, karena
setiap hari guru menemukan berbagai kejadian dan permasalahan dalam
kegiatan profesinya, yaitu mendidik dan mengajar. Ada seribu satu macam
kejadian dan masalah yang ditemukan dalam proses pendidikan di sekolah.
Kejadian
dan masalah itu ada yang berkaitan dengan siswa, materi pelajaran, metode,
media, evaluasi, dan sebagainya. Semua itu dapat menjadi bahan yang aktual dan faktual yang
ditemui guru dimanapun ia bertugas sebagai guru, apakah di sekolah yang maju
dan lengkap sarana dan prasarana , atau di sekolah yang ‘terkebelakang’ dengan
sarana dan prasarana yang sangat terbatas dan serba kekurangan.
Dengan
demikian, kejadian dan masalah yang terjadi di dalam ruang lingkup pekerjaan
atau profesi sebagai guru tersebut menjadi sumber informasi dan bahan yang
sangat berharga dan bermanfaat ditangan
guru yang kreatif dan profesional
untuk dituangkan dalam karya
ilmiah, baik namanya PTK (penelitian
tindakan kelas) PTS (penelitian tindakan sekolah) ,artikel, dan sebagainya.
Sosok guru
merupakan figur pribadi yang semestinya dapat menginspirasi dan memotivasi
siswa dalam banyak hal positif, salah satunya minat baca siswanya. Ketika guru
memberikan contoh perilakunya gemar menulis, maka siswanya akan ada yang terinspirasi untuk mengikuti jejak gurunya
menulis pula. Beranjak dari hal tersebut guru harus memberikan motivasi kepada siswanya untuk lebih banyak lagi membaca,
baik buku, majalah, koran, dan sumber informasi lainnya. Pengungkapan pengalaman pribadi ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran bagaimana persepsi siswa terhadap guru. Pandai-pandailah guru membawa diri untuk dapat
menginspirasi dan memotivasi dalam menggemakan minat baca dan kemudian menulis
kembali yang dibacanya tersebut.
Post a Comment for "Bagian 2. Buku JMMP-2019. GURU, FIGUR INSPIRASI MENULIS"