Pagi Senin, 1 Juli 2019, sebelum
Shalat Subuh penulis dan Ahmadiyanto sudah terbangun, lalu penulis membangunkan
ananda Muhammad Munawir Akbari untuk bersama-sama melaksanakan Shalat Subuh di
masjid terdekat. Sesudah selesai azan Shalat Subur berkumandang, kami bertiga
meluncur dengan mobil penulis ke masjid yang berjarak sekitar 300 meteri dari
hotel tempat kami menginap. Sesudah melaksanakan shalat, kami kembali ke hotel
untuk menikmati sarapan pagi yang
disediakan oleh pihak hotel.
Sambil menunggu pukul 06.00 WIT,
dimana penghuni hotel dapat mengambil jatah sarapan pagi selama menginap di
hotel tersebut, penulis dan Ahmadiyanto pada pagi itu berjalan-jalan di sekitar
hotel untuk melihat kondisi pagi hari di Kota Tamiang Layang. Kami berdua
berjalan ke arah dekat geraja terbesar di kota ini yang berada di pertigaan
jalan, sedangkan ananda Muhammad Munawir Akbari masuk hotel dan menonton
televisi yang ada di ruang lobi hotel lantai II. Ketika menikmati suasana pagi
di sekitar hotel ini, penulis dan Ahmadiyanto menemukan sebuah ‘tanda’ yang
menjadi ciri khas suku asli di daerah ini, yaitu Suku Dayak, yaitu berupa
sebuah tongkat berukir yang terbuat dari kayu ulin atau kayu besi, kayu khas Kalimantan dengan panjang sekitar 1
meter.
Seusai menikmati suasana pagi
Kota Tamiang Layang pada pagi hari pertama di kota ini, penulis mulai sedikit
demi sedikit memahami keadaan dan budaya masyarakat setempat yang mayoritas
dari Suku Dayak. Salah satu berkaitan dengan tongkat kayu ulin yang berukir khas
Suku Dayak, yang mendiami sebagaian besar Pulau Kalimantan bagian pedalaman.
Kota Tamiyang Layang bagi penulis sudah lama mendengarnya dari orang-orang tua
di kampung penulis dulu, dan kini penulis menjejakkan kaki untuk pertama
kalinya di bumi berjuluk “ Gumi Jari
Janang Kalalawah “, yang artinya “ Bumi
yang subur selama-lamanya”.
Penulis dan Ahmadiyanto kembali
ke kamar hotel dulu untuk berganti baju, sebab saat Shalat Subuh tadi masih
memakai sarung, sehingga untuk menjaga kesopanan dan tata krama selama berada
di hotel tersebut. Sekitar pukul 06.15 WIB, penulis bersama Ahmadiyanto dan
ananda Muhammad Munawir Akbari menuju ke ruang makan yang berada di lantai I
bagian belakang. Memang, tidak ada ruang khusus untuk tamu hotel makan sarapan
pagi, sehingga kami menyantap makanan pagi itu duduk pada kursi yang ada di
selasar ruang kamar hotel. Makanan
disediakan oleh pihak pengelola hotel cukup sederhana, namun cukup sesuai
dengan lidah atau selera penulis, sehingga makanan sarapan pagi itu habis
disantap, baik oleh penulis, Ahmadiyanto, maupun ananda Muhammad Munawir
Akbari.
Sambil menunggu antri mengambil
makanan secara prasmanan, penulis menghubungi Ibu Diana Mulawarmaningsih
melalui WA untuk mengabarkan bahwa makanan untuk sarapan pagi sudah siap. Tidak
lama setelah penulis menyantap sarapan pagi, Ibu Diana Mulawarmaningsih datang
dan mengambil makanan sarapan pagi serta bergabung dengan kami yang lebih dulu
menyantap sarapan pagi. Saat kami bertiga makan sarapan pagi, datang pula salah
satu dari tamu hotel yang menginap di lantai I hotel, kamarnya dekat dengan
ruang makan. Penulis duduk di samping
tamu hotel yang baru datang tersebut dengan menggunakan meja yang sama,
sedangkan Ahamdiyanto duduk berdampingan dengan Ibu Diana Mulawarmaningsih.
Seusai sarapan pagi, kami mulai
berbicara ringan masing-masing teman dekat saat makan tersebut. Penulis mulai
mengobrol ringan dengan salah satu tamu hotel yang berdampingan duduk saat
makan tadi, dan ternyata orang tersebut peneliti dari IAIN Palangkaraya, dan
saat ini sedang melakukan penelitian di kota ini. Pada awalnya kami berdua
saling berkenalan dan menyampaikan tujuan datang ke kota ini, namun pada
lama-lama terlibat pembicaraan yang relatif serius yang berkaitan dengan
masalah sosial, budaya, politik, dan suksesi kepemimpinan daerah yang bersifat
kekinian. Sedangkan Ahamdiyanto dengan Ibu Diana Mulawarmaningsih
berbincang-bincang seputar dunia pendidikan.
Pembincangan kami masing-masing
berakhir seiring dengan waktu yang semakin siang dan kegiatan yang akan dilaksanakan
pada hari ini, sehingga kami pun segera membubarkan diri untuk menuju ke kamar
masing-masing. Penulis kembali ke kamar untuk ganti baju sesuai dengan baju
seragam batik IGI (Ikatan Guru Indonesia) yang sudah dipakai oleh Ibu Diana Mulawarmaningsih saat sarapan pagi
tadi. Sesudah semuanya siap, penulis pun keluar dari kamar dan turun ke lantai
II, karena waktu saat itu menujukkan pukul 07.30 WIB, yang artinya sudah
saatnya penulis berdua dengan Ibu Diana Mulawarmaningsih menuju tempat kegiatan
Workshop SAGUSAKU (Satu Guru Satu Buku) yang dilaksanakan oleh IGI Kabupaten
Barito Timur, yaitu Aula BKD Barito Timur.
Post a Comment for "CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 10. Jalan-jalan Menikmati Suasana Pagi Hari"