Bahwa sepertiga
kehidupan anak ada di sekolah, selain di keluarga atau rumah dan masyarakat.
Selain itu, kehidupan anak di sekolah masih ditengarai rawan dengan berbagai
kekekerasan, NAPZA, rokok, radikalisme, bangunan yang tdk layak, dan
sebagainya.
Pada sisi lain,
kebijakan di sekolah masih berbasis hukuman terhadap anak atau siswa, sehingga
tidak jarang membuat anak takut ke sekolah jika ada hal yang menurutnya
melanggar aturan sekolah. Sekolah masih menerapkan pendisiplinan anak atau
siswa dengan metode atau cara yang tidak tepat.
Kondisi tersebut di
atas memerlukan pendekatan yang komprehensif dalam upaya mewujudkan Indonesia
Layak Anak (Idola) tahun 2030 melalui SRA atau Sekolah Ramah Anak.
SRA atau Sekolah
Ramah Anak , adalah satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang
mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak termasuk
mekanisme pengaduan untuk penanganan kasus di satuan pendidikan.
Adapun yang dimaksud
dengan anak adalah “Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Keberadaan anak Indonesia merupakan investasi masa depan bangsa. Menurut Profil
Anak Indonesia ,KPPPA tahun 2019, bahwa jumlah anak Indonesia sebanyak 79,55
juta atau 31,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan 73 persen dari
jumlah anak tersebut merupakan anak usia sekolah, atau sekitar 58,4 juta anak.Konsep SRA dalam
rangka pemenuhan haka anak adalah sebagai berikut : (1) Mengubah paradigma dari
pengajar menjadi pembimbing, orang tua dan sahabat anak; (2) Orang dewasa memberikan
keteladan dalam keseharian; (3) Memastikan orang dewasa di sekolah terlibat penuh
dalam melindungi anak; (4) Memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam memenuhi 6 komponen
SRA.Adapun 6 (enam)
kompenen SRA adalah : (1) Kebijakan tentang SRA ; (2) Pendidik dan Tenaga Kependidi
kan Terlatih KHA (Konvensi Hak Anak); (3) Proses Belajar yang Ramah Anak: (4) Sarana
Prasarana Ramah Anak; (5) Partisipasi Anak; dan (6) Partisipasi Orangtua, LM,
DU, stakeholder lainnya, dan alumni.
Selanjutnya, dalam menerapkan SRA digunakan prinsif-prinsif sebagai berikut: (1) Kepentingan terbaik bagi anak; (2) Non Diskriminasi; (3) Partisipasi anak ; (4) Hidup, kelangsungan hidup, & perkembangan; dan (5) Pengelolaan yang baik.
Selanjutnya, dalam menerapkan SRA digunakan prinsif-prinsif sebagai berikut: (1) Kepentingan terbaik bagi anak; (2) Non Diskriminasi; (3) Partisipasi anak ; (4) Hidup, kelangsungan hidup, & perkembangan; dan (5) Pengelolaan yang baik.
Kondisi yang
diharapkan dengan penerapana SRA di sekolah adalah : (1) Bersih; (2) Aman ; (3) Ramah;
(4) Indah : (5) Inklusif; (6) Sehat ; (7) Asri; dan (7) Nyaman.
Sekolah Ramah Anak terntegrasi dengan program berbasis sekolah ,
seperti : (1) Inklusif yang dilaksanakan oleh Kemendikbud; (2) Aman Bencana
dari BNPB ; (3) Sehat ,UKS , PHBS , KTR dari Kemenkes; (4) Pangan Jajan Sehat
dari BPOM ; (5) Adiwiyata dari KLHK; (6)
Bebas Napza dari BNN; (7) Kantin
Kejujuran oleh KPK ; (8) Sarana dan prasarana
dari PU ; (9) Iksan Cendekia dari Kamenag; (10) Disiplin Positif dari KPPPA
; (11) Tanpa Kekerasan dari KPPPA; (12) RBRA dari KPPPA; dan (13) Pocil dari POLRI.
Demikian sekilas
informasi tentang SRA atau Sekolah Ramah Anak yang disadur dari paparan materi Lenny N. Rosalin, SE, MSc,
MFin, Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Bimtek KHA Bagi Tenaga Kependidikan Batch IV, 3 September 2020.
Post a Comment for "MENGENAL PROGRAM SRA (SEKOLAH RAMAH ANAK)"