Pagi itu sekitar pukul 09.00 WIT, Ahad, 30 Juni
2019, cuaca di Kota Paringin cukup cerah saat penulis, Ahmadiyanto
bersama kedua anaknya Raihan dan Riqkan, serta ananda Muhammad Munawir
Akbari beraangkat dari rumah menuju
beberapa taman wisata di dalam Kota Paringin yang akan dikunjungi. Pada awalnya
Riqkan tidak mau masuk mobil penulis dan mau ikut dengan ayahnya, namun setelah
kakaknya Raihan ikut dengan kami dia punmau ikut.
Tempat yang pertama kami tuju ke
arah Halong, yaitu kolam renang atau water boom, sekitar 3 km dari rumah
Ahmadiyanto. Namun, kami tidak mampir di sana, karena terlihat di parkiran
banyak sepeda motor pengunjung, sehingga diputuskan tidak jadi. Kami
melanjutkan perjalanan ke tempat lain yang berada di kawasan perkantoran
pemerintah Kabupaten Balangan, yang jaraknya dari rumah Ahamdiyanto. Di kawasan
perkantoran ini ada taman dan tugu buah khas Balangan, yaitu Tugu Maritam,
yakni durian dan rambutan. Namun, sayangnya kondisi taman tersebut tidak
terawat dan berada jauh dari jalan utama trans Kalimantan, sehingga kurang
banyak yang mengunjunginya.
Kami tidak lama di taman tugu
tersebut, karena kondisi lingkungannya tidak mendukung, tidak pepohonan atau
tempat berteduh, sehingga terasa kepanasan ketika hari semakin siang. Tidak ada
pohon atau tamanan lainnya yang mendukung keberadaan taman tugu tersebut,
terasa gersang dan gerah ketika hari semakin siang. Beranjak dari taman tugu
Maritam tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke Taman Hijau Balangan, yang
berada di samping Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan dan berada di
pingggir jalan utama trans Kalimantan. Saat sampai di kawasan wisata kota
tersebut, sudah cukup banyak pengunjung yang datang untuk menikmati pemandangan
alam di kawasan taman kota nan asri tersebut.
Selama beberapa kali ke Kota
Paringin ini, baru kali ini penulis mampir dan melihat lebih jauh Taman Hijau
Balangan. Kondisi taman ini sangat jauh berbeda dari taman-taman yang pernah
penulis kunjungi di beberapa kota yang ada. Taman ini berada pada kondisi tanah
yang miring, tidak datar seperti pada umumnya taman yang ada di kota, sehingga saat memasuki taman ini pengungjung
harus menuruni banyak anak tangga, dan demikian pula ketika berjalan-jalan di
taman ini. Kawasan tamannya tidak terlalu luas, namun cukup menguras tenaga
ketika berjalan mengelilingi taman taman ini, karena kondisi tanahnya yang
tidak datar.
Ada banyak fasilitas bermain bagi
anak-anak, seperti pada taman-taman kota atau ruang terbuka hijau lainnya.
Selain itu ada pula tempat permainan bagi remaja dan orang dewasa, antara lain
playing fox, panjat tebing, dan sebagainya. Fasilitas lainnya ada tempat duduk
bagi pengunjung yang merasa lelah setelah berjalan yang relatif banyak dan ada
sebuah tempat yang jarang penulis temukan di taman-taman kota selama ini, yaitu
rumah diagonal. Bentuk rumah kecil tersebut memang diagonal, sehingga
membuatnya unik, terbuat dari kayu ulin dengan ukuran relatif kecil.
Tidak terasa kami berada di taman
kota yang indah cukup lama, sehingga rencana berangkat ke Tamiang Layang pukul
10.00 WIT gagal, karena kami berada di taman tersebut sampai pukul 11.30 WIT.
Amir yang akan menjadi pemandu menuju Tamiang Layang sempat menelpon dan
kemudian mendatangi penulis ke taman tersebut. Akhirnya Amir pun bergabung
dengan penulis di taman tersebut dan tidak jadi memandu penulis menuju ke
Tamiang Layang. Adapun alasan tidak jadi memandu penulis ke Tamiang Layang
karena ternyata Ahmadiyanto yang akan ikut penulis ke Tamiang Layang tersebut
sudah pernah ke sana dan mengetahui arah jalannya, sehingga tidak perlu lagi
dipandu. Selain itu, Amir sesudah memandu dan kami ke Tamiyang Layang, dia akan
kembali lagi ke Paringin dengan bersepeda motor, sehingga akan sangat
melelahkan.
Pulang ke rumah dari berwisata ke
taman dalam Kota Paringin sekitar pukul 12.00 WIT. Setelah beritirahat sebentar
di rumah Ahmadiyanto, penulis dengan membonceng sepeda motor bersama
Ahamdiyanto berangkat ke Pasar Paringin, yang berjarak sekitar 1,5 km dari
rumahnya. Penulis mau membeli kacamata untuk penulis sendiri, karena kacamata
yang biasa dipakai saat menggunakan laptop tertinggal di rumah penulis,
Pelaihari. Penulis baru kali ini juga menginjakkan kaki ke pasar tersebut,
meskipun ada beberapa kali ke rumah Ahmadiyanto di Paringin, dan penulis selama
ini hanya lewat saja, tidak pernah masuk ke pasar terbesar di Kota Paringin
tersebut.
Sesudah mendapatkan kacamata
baru, penulis mengajak Ahmadiyanto untuk jalan-jalan sekitar pasar. Ahmadiyanto
sempat membeli jam dinding dan pengharum ruangan yang digantung pada kipas
angin. Penulis sempat pula dibawa oleh Ahmadiyanto keliling pasar modern yang
dibangun oleh salah satu perusahaan batubara yang beroperasi di Kabupaten
Balangan ini. Seusai belanja dan melihat beberapa sudut pasar tersebut, kami
pun segera pulang untuk persiapan berangkat ke Tamiang Layang.
Post a Comment for "CATATAN PERJALANAN PELAIHARI-TAMIANG LAYANG-2019. Bagian 5. Berwisata Dalam Kota Paringin."