BUKU JMMP


Bagian 1
Guru, Menulis, dan Buku

Sudah selayaknya, guru harus  memiliki  komitmen guna menghasilkan buku,  setidaknya satu buku selama pengabdiannya menjadi guru. Mengapa guru harus menulis dan menerbitkan buku?  Guru itu ‘gudang’ ilmu dan pengalaman selama mengabdikan dirinya menjadi guru yang berpuluh-puluh tahun. Selama berpuluh tahun guru bergalut dalam dunia pendidikan, dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu angkatan siswa ke angkatan siswa  berikutnya, dari kurikulum yang lama ke kurikulum yang baru, dan sebagainya.
Keilmuan dan pengalaman guru yang terpendam berpuluh-puluh tahun harusnya dapat diungkap dan dituliskan dalam sebuah buku. Dari sekian juta guru yang ada di Indonesi saat ini, kalau saja satu guru menulis sebuah buku tentang pengetahuan dan pengalamannya  selama menjadi guru  selama ini, maka tentu ada jutaan buku yang terbit dan menghiasi berbagai toko buku dan perpustakaan di Indonesia. Namun sayang, mungkin dari seribu guru yang hanya ada 1 atau 2 guru yang menulis dan menerbitkannyan menjadi sebuah buku.
Gerakan Literasi Nasional  (GLN) , program Satu Guru Satu Buku (Sabusaku)  , atau kebijakan dan kegiatan yang menginisiasi guru menulis lainnya, diharapkan menjadi wahana dan sarana untuk membangkitkan potensi dan motivasi guru menulis. Dari jumlah guru Indonesia  yang jumlahnya relatif besar tersebut,  maka tentunya memiliki potensi yang besar pula dalam menulis buku.
Bagi guru untuk mengumpulkan angka kredit kenaikan pangkat sejak  golongan Penata Muda Tk I /III.b untuk naik ke Penata /III.c  sudah wajib mengumpulkan dan memiliki angka publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan seterusnya.  Publikasi ilmiah tersebut adalah (1) presentase di forum ilmiah, (2) hasil penelitian, (3) tinjauan ilmiah, (4) tulisan ilmiah populer, (5) artikel ilmiah, (6)  buku pelajaran, (7) modul/diktat, (8) buku dalam bidang pendidikan, (9) buku terjemahan, dan (10) buku pedoman guru.

Dari berbagai macam publikasi ilmiah tersebut, pada umumnya bentuk penilitian ilmiah dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) lebih banyak dibuat oleh guru untuk kepentingan naik pangkat.  Dari karya PTK tersebut selanjutnya dapat dijadikan pula menjadi sebuah buku, atau  artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal. 
Dengan adanya PTK sebagai salah satu bentuk  publikasi ilmiah diharapkan dapat mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru sehari-hari dengan cara ilmiah, sehingga dapat dicontoh atau diaplikasikan oleh guru lain atau sekolah lain.  Selain itu, ketika PTK tersebut dipublikasikan melalui seminar, diterbitkan dalam jurnal ilmiah, dan dibukukan, maka diharapkan akan menjadi pengimbasan yang dapat memotivasi dan menginspirasi   banyak guru guna  mewujudkan sebuah pembelajaran yang bermutu.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa ada 10 jenis atau bentuk  yang termasuk kelompok publikasi ilmiah, namun pada kenyataannya banyak guru yang terfokus pada PTK semata dalam pengusulan angka kredit kenaikan pangkat. Seandainya saja,  dari sekian banyak jenis  atau bentuk publikasi ilmiah tersebut ada separo dibuat untuk pengusulan angka kredit kenaikan pangkat, maka tentu guru dapat memperoleh angka kredit  dari publikasi ilmiah, misalnya membuat modul/ diktat pelajaran, buku pedoman guru, tulisan ilmiah populer, dan sebagainya.
Berbagai cara dan upaya yang dirancang untuk memudahkan kenaikan pangkat guru sebenarnya sudah diberikan oleh Pemerintah, baik secara prosedural maupun kemudahan birokrasi lainnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru melalui kenaikan pangkat yang lancar dan memenuhi prosedural yang ditentukan.  Terkait dengan publikasi ilmiah, khusunya PTK,  diharapkan guru melaksanakan kegiatan penelitian tindakan kelas yang benar dan memenuhi kreteria APIK, yaitu Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten.
Guru merupakan agen pembaharuan, yang  salah satunya melalui pembaharuan dalam pembelajaran melalui kegiatan PTK sebagai bentuk kajian ilmiah guru.  Guru senantiasa melakukan pembaharuan dan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sendiri, dan pada muaranya peningkatan mutu pendidikan Indonesia.
Guru Indonesia memang sangat besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan maupun bersama, dari berbagai genre, daerah, kondisi geografis, dan berbagai latar belakang lainnya. Betapa luar biasa dan dahsyatnya apabila jutaan guru yang ada di Indonesia menulis dan menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis dan menerbitkan buku. 

=========================================

Bagian 2
Guru, Figur Inspirasi Menulis

Guru sudah atau bahkan setiap hari memberikan pelajaran kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu  sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah dilakukan oleh guru. Lalu, mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia mengeluh dan mengatakan tidak dapat menulis?.  Sudah sepatutnya, guru menjadi motivator dan contoh bagi anak didiknya dalam hal menulis. Guru dapat  menulis apa saja  tentang profesinya sebagai guru dan dunia pendidikan pada. Permasalahannya, tergantung pada kemauan guru , dan kapan mengawali menulis itu sendiri. Sejatinya kegiatan menulis tidak dapat dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu cara guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih pada era digital sekarang.
Dunia pendidikan merupakan dunia yang sangat komplek dan dinamis. Perkembangan  teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi sekarang ini juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia pendidikan.  Guru sebagai agen pembaharuan tentunya harus mengikuti proses perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi dan gagap  teknologi. Guru meng
Menulis dan profesi guru adalah dua hal yang harusnya sejalan dan  mampu saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan formal seperti  laporan penelitian tindakan kelas (PTK) , paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel), makalah  best praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat memberikan solusi bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran, dan tulisan tersebut menjadi bukti outentik dan bermanfaat bagi guru itu sendiri maupun pihak lain. Dengan menulis, guru telah menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan sebagainya. Kuncinya menulis itu adalah kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahuan baru atau pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis
Menulis merupakan bagian dari olah pikir dan hati yang terpadu dalam bentuk tulisan mewujudkan ide dan gagasan yang berhubungan dengan fenomena yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam aktivitas profesi kita sebagai guru. Dengan menulis berarti kita mewujudkan ide dan gagasan yang terpendam dalam alam pikiran kita, tidak hanya disimpan di alam pikiran kita.  Menulis harus diwujudkan dan dipraktikkan, bukan sekedar hanya dalam tataran teori atau konsep yang disampaikan kepada anak didik semata, tetapi guru memberikan contoh nyata apa dan bagaimana menulis tersebut.
Masih banyak guru yang hanya mencukupkan diri sebagai konsumen dan pembagi ilmu pengetahuan kepada siswanya, tanpa mau berpikir, bagaimana memproduksi ilmu pengetahuan itu sendiri melalui menulis ide dan gagasan yang inovatif dan kreatifitasnya. Menulis untuk menuangkan ide dan gagasan kreatifnya dalam masalah pembelajaran dan  bidang pendidikan pada umumnya, sehingga banyak tulisan atau buku yang berkaitan dengan pembelajaran dan pendidikan. Kemampuan dan daya kreativitas yang dimiliki guru,  bukan hanya disampaikan dan dipompakan kepada siswanya saja,  tetapi juga mestinya diimplementasi oleh guru tersebut dalam bentuk karya tulis yang nyata dan orisinil.
Mengutip suatu pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu  musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka tentunya budaya menulis perlu ditumbuhkan di kalangan guru,  agar apa yang dimiliki dan diajarkannya menjadi sesuatu yang ‘abadi’  dan bermanfaat bagi orang lain kelak dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ja.far ash-Shadiq yang dikutip  dalam buku Jamal Ma,mur Asmani, yaitu”  Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Menulis sebagai bentuk ekspresi diri dan profesionalisme guru sangat diperlukan agar pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh guru dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh guru-guru yang lain, sekecil apapun karya yang dituangkan ke dalam tulisan tersebut.Budaya menulis yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan guru, karena  setiap hari guru menemukan berbagai kejadian dan permasalahan dalam kegiatan profesinya, yaitu mendidik dan mengajar. Ada seribu satu macam kejadian dan masalah yang ditemukan dalam proses pendidikan di sekolah.
Kejadian dan masalah itu ada yang berkaitan dengan siswa, materi pelajaran, metode, media, evaluasi, dan sebagainya. Semua itu dapat  menjadi bahan yang aktual dan faktual yang ditemui guru dimanapun ia bertugas sebagai guru, apakah di sekolah yang maju dan lengkap sarana dan prasarana , atau di sekolah yang ‘terkebelakang’ dengan sarana dan prasarana yang sangat terbatas dan serba kekurangan.
Dengan demikian, kejadian dan masalah yang terjadi di dalam ruang lingkup pekerjaan atau profesi sebagai guru tersebut menjadi sumber informasi dan bahan yang sangat berharga dan bermanfaat ditangan  guru yang kreatif dan profesional  untuk  dituangkan dalam karya ilmiah, baik namanya  PTK (penelitian tindakan kelas) PTS (penelitian tindakan sekolah) ,artikel, dan sebagainya.
Sosok guru merupakan figur pribadi yang semestinya dapat menginspirasi dan memotivasi siswa dalam banyak hal positif, salah satunya minat baca siswanya. Ketika guru memberikan contoh perilakunya gemar menulis, maka siswanya akan ada yang terinspirasi untuk mengikuti jejak gurunya menulis pula. Beranjak dari hal tersebut guru harus memberikan motivasi kepada siswanya untuk lebih banyak lagi membaca, baik buku, majalah, koran, dan sumber informasi lainnya. Pengungkapan pengalaman pribadi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana persepsi siswa terhadap guru. Pandai-pandailah guru membawa diri untuk dapat menginspirasi dan memotivasi dalam menggemakan minat baca dan kemudian menulis kembali yang dibacanya tersebut.

==============================================

Bagian 3
Bagaimana Memulai Menulis?

Sebagaimana penulis sampaikan sebelumnya, bahwa potensi dan kemampuan menulis seseorang, khususnya yang berprofesi sebagai guru, sangat besar dan berpeluang menjadi penulis yang produktif atau bahkan profesional. Masalahnya hanya terletak pada kemauan, percaya diri,  dan berkonsentrasi untuk memulai menulis yang masih belum tumbuh dan berkembang dengan baik.
Banyak guru yang memiliki kemauan untuk menulis, tetapi belum percaya diri untuk memulai menulisnya, bahkan ada guru yang sudah memiliki tulisan artikel atau sejenisnya, tetapi belum berani mengirimkan naskah artikel tersebut ke media massa cetak atau koran. Kenyataan demikian penulis temukan dalam beberapa pertemuan dan kegiatan pelatihan menulis artikel selama ini. 
Keberanian dan percaya diri memang menjadi salah satu faktor untuk menjadi penulis. Menulis, menulis, dan menulis adalah tips yang perlu dipahami bagi penulis pemula yang terkadang masih kurang percaya diri (pede) atas hasil tulisannya, apalagi jika mau diterbitkan pada koran. Kemampuan menulis bertambah dan terus bertambah apabila kita rajin menulis, menulis, dan menulis. Menulis tentang apa saja yang kita alami, kita rasakan, kita lakukan, ataupun kita alami selama ini. Apakah menulis tentang perjalanan hidup kita sendiri, pengalaman pertama menjadi guru, mengikuti kegiatan pelatihan atau diklat, kegiatan kedinasan, kehidupan di sekolah, dan sebagainya.
Tulislah apa yang kita alami karena lebih mudah menulisnya, dan jangan dipikirkan dulu baik atau bagusnya tulisan kita. Tulis saja semaksimal mungkin dengan mengarahkan daya pikir dan nalar yang ada untuk memberikan nilai lebih pada tulisan kita. Kemampuan  menulis masing-masing kita memang berbeda, tetapi bukan berarti kita tidak dapat menulis apa kita alami selama ini.  Ketika tulisan yang telah kita anggap selesai, maka selanjutnya kita membaca beberapa kali hasil tulisan untuk melakukan editing atau perbaikan tulisan kita agar menjadi lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini, penulis mengutip pendapat Buya Hamka, seorang ulama, pujangga, dan penulis besar Indonesia. Buya Hamka pernah ditanya seseorang bagaimana beliau menjadi seorang penulis, beliau menjawab “saya hanya mengutip, meringkas atau mengembangkan, mengambil hal-hal yang menarik, saya cerna kemudian analisa,  saya tambahkan bahan referensi yang sesuai, saya hubung-hubungkan, ditambah sedikit imajinasi, saya tuliskan ulang dengan kata-kata sendiri, saya cantumkan nama, maka jadilah saya seorang penulis”.
Menulis diera digital ini bukan sesuatu yang asing bagi banyak orang. Hampir setiap saat orang melakukan aktivitas menulis di smartphone dan  gedget  lainnya untuk meng-up date status dirinya melalui media sosial yang hampir semua orang memilikinya. Hanya pertanyaannya, apakah aktivitas tersebut termasuk katagori menulis? Ya, secara umum, bahwa apapun yang berhubungan dengan ditulis tentang sesuatu sudah termasuk menulis.
Hari-hari diera digital ini komunikasi melalui tulisan sangat aktif dan dilakukan oleh banyak orang. Mungkin ribuan atau jutaan tulisan berkeliaran di dunia maya melalui berbagai aplikasi yang ada smartphone  dan gadget lainnya, sehingga di dalam smartphone penuh dengan tulisan dari orang yang tergabung dalam group atau anggota aplikasi media sosial yang ada di dunia maya.
Lalu bagi kita sebagai guru, apa yang mestinya kita tulis? Sejatinya apa saja dapat guru tulis yang sudah, sedang, atau akan dilakukan. Ketika kita sudah terbiasa menulis apa yang sudah, sedang, atau mungkin yang akan dilakukan, maka akan semakin menambah kemampuan menulis dan memperkaya perbendaharaan kosakota kita. Kemampuan menulis itu tidak sekedar hanya dipelajari dari informasi oleh pelatih atau pembimbing dalam kegiatan pelatihan atau workshop. Terori tentang menulis itu memang perlu, tetapi praktik menulis itu lebih penting lagi.
Menulis tentang apa saja yang kita lakukan atau alami tentunya lebih mudah kita menulisnya. Misalnya, kegiatan pembelajaran yang dilakukan setiap harinya di sekolah. Apa saja yang kita persiapkan, saat kegiatan pembelajaran, masalah atau kendala dalam proses pembelajaran, akhir pelajaran, dan seterusnya. Banyak bahan atau materi yang dapat kita jadilakn sebuah tulisan yang bernuansa atau berlatar belakang proses pembelajaran, sekolah, dan dunia pendidikan lainnya.
Guru memiliki banyak kesempatan dan peluang yang cukup besar dalam hal menulis, karena lingkungan dan dunia pendidikan sangat kompleks dan beragam hal ada di dalamnya. Tema ata topik masalah dalam dunia pendidikan sangat banyak, mulai dari masalah kurikulum, buku, siswa, guru, ujian nasional, UKG,  sarana dan prasaran sekolah, orangtua, masyarakat, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berkaitan dengan guru dan dunia  pendidikan Indonesia pada umumnya, dan permasalahan pendidikan lainnya.
=========================

Bagian 4
Menulis itu Komitmen dari Hati

Patut dipahami dan disadari, bahwa menulis itu bukan untuk meminta orang lain untuk membaca tulisannya, apalagi memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni, namun menulis itu mengeluarkan 'unek-unek' atau pemikiran dan perasaan yang 'berkecamuk' dan perlu untuk dikeluarkan melalui tulisan. Ketika sebuah harapan digantungkan kepada orang lain yang selama ini kita anggap dan yakini dapat memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni atas hasil tulisan kita tersebut, tetapi kemudian itu hanya tinggal harapan semata, maka yakinkan bahwa itu hanyalah sebuah harapan kita yang salah alamat.
Penulis selama menyadari, bahwa menulis itu menyuarakan suara hati, buah pikiran, dan karya jemari tangan, sehingga ketika terbit sebuah tulisan dan kemudian menjelma menjadi sebuah buku, maka itu merupakan buah karya olah hati, pikiran, dan jari-jemari tangan.
Lalu, mengapa kita dongkol apalagi marah dengan orang lain yang tidak berkenan memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni atas tulisan atau buku kita tersebut?  Siapa tahu, orang tersebut lagi merenung dan memikirkan apa kata atau kalimat  yang terbaik dalam memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni tersebut.
Menulis, menulis, dan menulis merupakan suatu tekad atau komitmen yang terus penulis segarkan dalam hati dengan banyak membaca bahan literasi dan referensi yang ada, termasuk menonton televisi mendengarkan berita radio, dan memantau perkembangan berita yang terbaru dari media sosial yang ada.
Hati kita menjadi pengendali apa yang akan ditulis, karena hati dapat menentukan tentang bagaimana sebuah tulisan akan bernilai baik atau berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. Penulis merasakan, bahwa selama ini dalam menulis sangat tergantung dengan suara hati. Ketika hati ingin menulis, maka selelah apapun kondisi badan  penulis akan menulis dengan kemampuan yang ada.
Sementara itu, pikiran yang menyimpan berbagai informasi yang didapat dari berbagai sumber, perlu dikosongkan, dengan menuangkannya ke dalam tulisan, agar tidak lama menumpuk dan hilang akibat dimasuki oleh informasi yang baru.
Kapasitas pikiran (otak) kita memang sangat terbatas, dan terkadang juga dapat 'error',  karena berbagai faktor internal dan eksternal. Melalui olah pikir inilah, terangkai kata menjadi kalimat, dari kalimat ini menjadi alenia, frase, dan akhirnya menjadi sebuah tulisan atau buku.
Seiring dengan olah pikir, jari-jemari tangan kita mengetik huruf demi huruf menjadi kata dan kalimat, sehingga menjadi sebuah tulisan yang menurut kita cukup layak untuk dibaca.
Apabila kemudian, kita belum yakin dengan tulisan hasil kerja jari-jemari tangan tersebut, maka kita ulangi lagi dengan mencari pilihan kata atau diksi yang tepat, demikian seterusnya hingga kita cukup puas dengan hasil tulisan tersebut. Sejak saat itu, maka sebuah tulisan telah lahir dari kerjasama yang apik antara hati, pikiran, dan jari-jemari tangan kita.
Lalu, ukuran baik atau tidak baik tulisan itu selanjutnya menjadi ranah pihak pembaca, bukan urusan kita lagi.  Berasumsi pada pemikiran tersebut, maka penulis berupaya sesuai kemampuan dan melalui jalur yang ada,  untuk mendapatkan tanggapan, komentar, dan juga testimoni yang objektif dari para pembaca yang menurut penulis memilik kompetensi dalam menilai sebuah tulisan.
Namun, apa hendak dikata, harapan tersebut hanya tinggal harapan saja, dan tentunya hal tersebut tidak akan menyurutkan sedikit pun komitmen penulis untuk terus menulis, menulis, dan menulis selagi kemampuan olah hati, pikiran, dan jari-jemari masih ada. Semoga terus dapat memotivasi diri sendiri, dan juga sahabat pembaca  lainnya.
Kehadiran hati dalam tulisan tergambar dari penataan kata, kalimat, atau tata bahasa yang digunakan saat menulis tentang sesuatu masalah. Tulisan dapat mengungkapkan bagaimana kondisi dan suasana hati penulis ketika menuangkan kata-kata dalam tulisannya, mungkin suasana hatinya lagi lapang, sesak, galau, gembira, sedih, kesal, marah, dan sebagainya. Hanya penulis itu sendiri yang mengetahui dan mengerti kondisi dan suasana hatinya saat menulis.
Dengan adanya penataan hati dan perasaan sebelum dan saat menulis akan memberikan  pengaruh positif terhadap pemilihan dan pemakaian kata atau diksi ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kehebatan seorang penulis meramu dan meracik kata demi kata, kalimat demi kalimat , dan seterusnya,  disamping karena ketinggian ilmu pengetahuan dan pengalaman atau ‘jam terbang’ dalam tulis menulis, juga dikarenakan kemampuan dirinya menata hati dan perasaannya dengan baik, sehingga hati dan perasaannya hadir dalam setiap tulisannya. 

================================================
Bagian 5
Menulis untuk Menata Masa Depan

Perjalanan hidup kita sejak lahir sampai saat ini,  merupakan sebuah perjalanan yang relatif panjang dan memuat banyak pengalaman yang beraneka ragam, baik pengalaman yang sedih maupun gembira. Semua itu,  sudah dialami dan dilalui dalam perjalanan hidup kita selama ini. Kesedihan dan kegembiraan merupakan dinamika yang sunnatullah dalam kehidupan seorang anak manusia, tanpa melihat apapun satus sosialnya.
Ketika merenung dan mengingat masa lalu, kita tentunya akan menemukan banyak pengalaman yang dapat menjadi bahan 'baku' untuk dapat dijadikan sebagai bahan tulisan, terlepas apakah itu kisah sedih atau gembira. 
Masalahnya, apakah kita mau mengangkat pengalaman masa lalu kita tersebut menjadi sebuah tulisan, yang setidaknya menjadi pembelajaran bagi diri kita sendiri pada masa kini dan mendatang. Melalui menulis tentang apa yang pernah kita alami selama ini, kita juga berarti berbagi pengalaman kepada banyak orang yang ada di sekitar kita.
Melalui menulis perjalanan dan pengalaman hidup kita sendiri, maka berarti kita mau belajar dari masa lalu. Bukankan setiap pengalaman dalam perjalanan hidup kita ada hikmah yang dapat kita petik?
Menulis itu menjadi sebuah cara kita untuk belajar memperbaiki kehidupan kita selanjutnya agar lebih baik lagi dari masa lalu. Prinsifnya, hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari pada hari ini.
Mungkin saja, mengungkapkan perjalanan dan pengalaman hidup masa lalu dapat dilakukan dengan cara mengisahkan atau menceritakan secara lisan atau ucapan kepada orang lain yang terdekat dengan kita. Namun, ucapan atau cerita tersebut tentunya tidak bertahan lama dan tidak memiliki 'bukti fisik' yang kuat untuk dijadikan dokumen kehidupan kita. Nah, dengan menulis dan membukukannya, tentunya perjalanan dan pengalaman hidup yang terjadi di masa lalu itu akan lebih 'kuat' dan dapat bertahan lama.
Menulis perjalanan dan pengalaman masa lalu menjadi cara dan upaya kita untuk bercermin dan belajar dari pengalaman masa lalu,  agar masa mendatang kita dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu atau kualitas hidup kita. 
Dalam proses mencari jatidiri dan kemapanan kepribadian, maka salah satu caranya adalah  mengingat dan belajar dari masa lalu kita sendiri. Dengan menulis pengalaman kita dapat memahami kehidupan masa lalu untuk menjadi perbelajaran bagi masa  depan.
Menulis itu sejatinya menjadikan kita selalu menggunakan olah pikir dan olah rasa kita untuk menggambarkan dan mendiskripsikannnya dalam bentuk tulisan. Kita mengembangkan kemampuan dan daya imajinasi untuk mengungkapkan dan mengekspresikan sesuatu yang bersifat abstrak dalam alam pikiran kita. Melalui tulisan itulah, sesuatu yang bersifat abstrak atau bayang-bayang menjadi berwujud dalam bentuk tulisan.
Dengan menulis, pikiran dan imajinasi kita mengalami perkembangan dan dinamika, tidak bersifat statis dan terpaku pada satu keadaan saja. Melalui menulis inilah kita 'memaksa' otak dan imajinasi kita bergerak mengolah dan memproduksi kata yang tertuang dalam bentuk tulisan. Terlepas, apakah hasil tulisan itu baik atau tidak menurut etika penulisannya, yang penting kita keluarkan dan tulis dulu kata-kata tersebut.  Kata yang keluar saat menulis, mengalir seiring dengan kemampuan pikir dan imajinasi kita saat menuangkannya dalam bentuk tulisan, sehingga besar kemungkinan belum pasti baik sesuai etika penulisannya.
Ketika kita menulis sesuatu masalah, maka pada saat itu kita mulai berpikir tentang sesuatu di masa depan, apakah itu sebuah harapan, cita-cita, atau keinginan yang akan diwujudkan. Konsep, ide, gagasan, ataupun pemikiran yang kita tuangkan dalam tulisan kita merupakan suatu harapan atau bahkan menjadi prediksi untuk masa depan. Ketika tulisan itu dituangkan, maka pada umumnya tulisan tersebut masih masih berupa konsep, ide, gagasan dan pemikiran yang belum atau akan diwujdukan dikemudian, baik oleh kita sendiri atau pihak lain.
Menulis itu pada hakikatnya kita memikirkan tentang sebuah masa depan. Tidak penting apakah yang kita tulis itu sesuatu yang sangat sederhana atau tidak penting bagi diri kita sendiri. Menulis menjadi sarana bagi penulis untuk mengungkapkan konsep, ide, gagasan, ataupun pemikiran dirinya yang berkaitan dengan masa depan dirinya, lingkungannya, atau yang lebih luas bangsa dan negaranya. Penulis-penulis besar seperti almarhum BUYA HAMKA  telah mempersembahkan karya besar meraka bagi masyarakat, bangsa dan negara yang berada dan hidup di masa depan, bukan masa penulis itu masih hidup.

===============================================
Bagian 6
Menulis yang Terdekat : Menulis Perjalanan Hidup Diri Sendiri

Kebingungan guru mau menulis apa yang akan dituangkannya sebenarnya tidak perlu  terjadi,  jika guru mau melihat sesuatunya dari hal yang terdekat dengan dirinya atau tugas dan profesinya selama ini, baik itu tentang kehidupan pribadinya, seluk beluk pekerjaan, berbagai masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas atau profesinya, dan hal-hal yang paling dialami dan diketahuinya. Guru memiliki bahan atau materi tulisan yang dekat dengan diri dan kehidupannya sehari-hari.
Setiap guru memiliki cerita tentang sejarah perjalanan hidupnya. Bukankah setiap cerita kehidupan kita adalah moment yang sangat berharga dan selalu dikenang, seperti hari kelahiran, masa kanak-kanak, masuk sekolah pertama, masa remaja, dan sebagainya. Terlalu banyak cerita yang dapat kita ungkapkan dalam tulisan jika kita mampu mengingat kembali kisah perjalanan kehidupan kita sampai saat ini. Persoalannya, mungkin kita saja yang selama ini berpikir terlalu jauh dengan diri kita sendiri, sehingga kita melupakan kisah perjalanan diri kita.
Lalu, bagaimana lagi dengan cerita dari perjalanan kita  sebagai guru? Tentunya banyak pula cerita dan pengalaman yang dapat dijadikan bahan atau materi tulisan. Guru tentu  paling mengetahui secara detail perjalanan karir dari profesinya sebagai guru dibandingkan orang lain. Perjalanan karir sebagai guru tentu bukan perjalanan karir biasa, karena menjadi guru itu sebuah pengabdian yang banyak menyimpan cerita didalamnya. Cerita yang diawali saat pertama praktik mengajar di kelas latihan, saat pertama masuk kelas melaksanakan tugas menjadi guru, saat dimana bertemu dengan siswa yang baru dikenal,  mengenal satu per satu siswa, dan berbagai cerita lainnya.
Bercerita secara lisan bagi banyak orang adalah sesuatu yang mudah, apalagi  bercerita tentang kehidupan yang telah dialaminya selama ini. Demikian pula bagi seorang guru, menceriatakan kehidupannya selama ini sangat mudah disampaikannya. Nah, sekarang bagaimana kalau cerita kehidupan kita tersebut disampaikan dan diceritakan dalam bentuk tulisan. Menulis biografi diri sendiri merupakan salah satu langkah awal yang tepat dan terdekat untuk memulai menjadi penulis, tidak mesti dalam bentuk tulisan yang rinci atau lengkap.
Bagi penulis pemula, menulis tentang perjalanan hidup diri sendiri akan membuka banyak ingatan atau cerita masa lalu yang pernah dialami dan dilalui selama ini.  Bermula dari kelahiran, sekolah, kuliah, mulai bekerja, menikah, punya anak, dan sebagainya. Setiap sisi kehidupan kita punya ceritanya, dan dari cerita itulah kita menulisnya secara bertahap dari waktu ke waktu perjalanan kehidupan kita. Menulis tentang diri sendiri itu mudah, terlebih lagi jika dibantu oleh keluarga terdekat, seperti ayah, ibu, dan keluarga terdekat lainnya, yang mengetahui akan jejak langkah kehidupan kita sejak kecil.
Penulis pernah membantu mengeditkan tulisan cerita pendek atau cerpen seorang guru yang baru pertama kalinya menulis cerpen tersebut. Ternyata cerita dari cerpen tersebut merupakan biografi dari penulis sendiri yang ditulis sedemikian rupa dalam bentuk cerpen yang menarik dan unik, karena berlatar belakang etnis dan budaya daerah, yaitu suku Banjar, Kalimantan Selatan. Judul cerpen tersebut adalah “ Bauntung Batuah” karya Milasari, S.Kom, seorang guru di SMP Negeri 1 Astambul, Kabupaten Banjar.
Menulis tentang diri sendiri dapat menjadi pintu masuk menjadi penulis, setidaknya memberikan suatu nilai khusus yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri sendiri dan keluarga nantinya. Ketika tulisan tersebut menjadi sebuah buku yang menjadi koleksi pribadi, maka saat itu kita telah ‘mengabadikan’ jejak rekam kehidupan kita untuk diwariskan kepada anak-cucuk kita dikemudian hari. 
Mewariskan harta yang banyak bagi keturunan kita belum tentu dapat kita berikan, namun mewariskan buku tentang kehidupan kita dapat menjadi ‘warisan’ bagi anak-cucu kita dikemudian hari. Dengan adanya buku yang diwariskan kepada generasi kita kemudian, maka sejarah perjalanan hidup kita akan menjadi ‘pelajaran’ bagi  generasi berikutnya.
Berikut ini penulis contohkan sebuah artikel tentang kisah kehidupan dari seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Kesabaran Membuatku Bertahan “ oleh  Susi Lestari, yang isinya “ Penulis terlahir dari keluarga sederhana di sebuah kota yang bernama  Kota Banjarbaru . Kota dengan  lingkunganya ramai, indah dan menyenangkan. Penulis hanya lulus SMA, lalu bekerja pada sebuah perusahaan mie di daerah dekat rumahku.   Hampir 8 tahun penulis menjadi  karyawan di perusahaan mie tersebut, dan penulis menikmatinya.
Pada tahun 1996, penulis menikah dengan suamiku yang sekarang, hingga  tahun 1999 penulis harus pindah untuk mengikuti suami pulang ke daerah tempat tinggalnya.  Penulis pindah bukan karena suami kena mutasi  seperti seorang PNS, atau kerja pada sebuah perusahaan,  tetapi karena suami penulis adalah salah seorang warga transmigrasi di Bukit Mulia,  sebuah desa yang sepi jauh dari keramaian dan masih terbelakang kehidupannya.
Kehidupan  penulis  terbalik  360  derajat,  dari kondisi kehidupan yang mudah, lingkungan yang indah, terang benderang, ramai, dan semua tersedia, terjangkau, dan  serba  instan. Kini, beruabah menjadi suasana  sangat berbeda. Jauh dari suasana hiruk pikuk dari berbagai kegiatan orang. Sepi, cuma suara hewan  malam yang selalu terdengar berdendang menemani penulis dalam kegelapan malam.
Penerangan listrik pun tidak ada, hanya memakai lampu pelita dari minyak tanah, itu pun hasil karya suami penulis sendiri yang dia buat dari botol bekas minuman dan kain  yang sudah tidak terpakai. Sungguh sesuatu yang jauh dari sehat,   sangat mengganggu dalam pencernaan manusia ketika terhirup, apalagi kalau terlalu besar  nyala apinya. Seringkali,  ketika pagi-pagi  bangun dari tidur, di bawah hidung penulis  ada cairan berwarna hitam,  akibat asap bercampur minyak tanah yang aku hirup waktu tidur semalaman. “ Hmmmm…Aku selalu tersenyum dengan kejadian itu”.
Selain itu, masyarakatnya tidak hanya dari 1 (satu)  suku saja,  tetapi ada banyak suku, karena memang semua pendatang. Ada dari Bandung, Banyumas, Kebumen, Demak, Klaten, Sragen, Bojonegoro, Lamongan, Madura, bahkan pendatang dari  lokalpun ada, sehingga  membuat kehidupan belum dapat  selaras dan masih terlihat kehidupan yang terkotak-kotak, ada blok Sunda,  Madura, Jawa, dan sebagainya.
Sangat sedih sekali jika malam tiba, terbayang hidup yang dulu penulis alami  serba ada. Begitulah kenyataan hidup pada saat itu,  dan disinalah awal kesabaranku diuji.  Penulis bersyukur,  pada sisi lain,  kehidupan suami penulis dari  keluarga muslim yang taat. Bapak mertua penulis  yang sudah  almarhum, adalah seorang PNS yang berprofesi sebagai guru agama. Penulis mendengar cerita dari  suami dan juga foto-foto beliau.
Penulis melihat pada sebuah album foto yang sudah lusuh dan usang, ada foto kegiatan keagamaan pada album tersebut. Ada lagi yang membuat penulis tenang dan tentram dalam kesederhanan ini,  penulis selalu mendengarkan lantunan ayat ayat suci Al Qur an yang selalu di baca ibu mertua   setiap  habis sholat wajib,  dan itu terus menerus dilakukan beliau. Hal  ini yang selalu membuat dingin  hati  penulis.
Suami penulis hanyalah orang biasa saja,  dia ikut kerja harian pada kebun kelapa sawit  sambil  berkebun sayur di belakang rumah kami. Ketika menjelang  magrib,  banyak anak anak  kecil laki-laki dan   perempuan  selalu berkumpul di depan rumah penulis, entah itu disuruh orang tuanya  atau kemauan  dia sendiri,  penulis pun tidak tahu. Ahirnya,  penulis dan suami  mengajak mereka belajar mengaji dan sholat bersama.
Hari-hari penulis lalui dengan rasa prihatin terhadap keadaan keluarga dan masyarakat sekitar yang juga hidup dalam taraf serba kekurangan,  hingga  terbersit di pikiran  penulis sebuah angan,  “ tidak akan berkembang kehidupan ini,  kalau lingkungannya tidak  mendukung”.
Syukur Alhamdulillah,  datanglah  seorang ibu, seorang kepala sekolah SDN BUKIT MULIA 2,  Ibu Siti Rokhimah namanya.  Beliau mengajak penulis untuk membantu mengajar di sekolah  yang dipimpinnya tersebut,  karena waktu itu guru pengajar sangat minim. Penulis saat itu untuk menerima tawaran tersebut,  karena penulis tidak punya keahlian mengajar, Namun, ibu Siti Rokhimah meyakinkan penulis, bahwa penulis mampu untuk mengajar.     Yang pasti,  sabar dan ulet,  yang di ajarikan  hanya anak  kecil kecil kelas 1,  yang penting bisa ngomong”  jelas ibu Siti Rokhimah meyakinkan penulis.
Hari pertama penulis lalui di sekolah dengan perasaan yang  tegang. Meskipun penulis di rumah sudah terbiasa membantu suami mengajari anak-anak belajar membaca huruf Arab dan baca tulis al Qur,an, tetapi di sekolah sangat jauh berbeda suasananya. Anak-anak kecil memang susah diarahkan, ada yang  minta minum, kencing di celana, menangis, minta pulang, dan lain lain. Sementara itu, penulis juga susah memahami  bahasanya,  karena mereka dari berbagai macam suku.
Karakter mereka  yang beda,  banyak orang tuanya yang kerja di perkebunan kelapa sawit, pagi-pagi sudah harus berangkat ke kebun, sehingga anak-anak anaknya tidak  diperhatikan, baik urusan keperluan makan,  mandi, pakaian, dan  berangkat ke sekolah dilakukan oleh anaknya sendiri.  Penulis  sering geleng geleng kepala dengan keadaan anak anak didik yang berangkat sekolah dalam keadaan rambut tidak tersisir rapi, kancing bajunya yang tidak dipasang pada tempatnya, tidak mandi, dan sebagainya.  
Penulis sangat memaklumi kondisi  siswa tersebut di atas, sebab orangtuanya pun juga susah untuk diajak konsultasi demi kemajuan anak-anaknya. Mereka hanya pasrah saja pada gurunya di sekolah. Kondisi tersebut cukup melelahkan dan menguji kesabaran penulis, karena penulis tidak memiliki latar belakang sebagai guru atau pendidik dan juga  penulis bukan tipe wanita yang lembut dan halus tutur sapanya. 
Sering kalau sampai di rumah,  penulis  selalu merenung dan  terbayang dibenak tentang  sebuah kehidupan didepan yang rumit dan komplek. Namun, ini memang kenyataan yang  harus penulis  jalani serta  pelajari. Tidak lupa pula penulis mencurahkan perasaan kepada suami. Suami penulis selalu memberi nasehat    ya yang sabar,  jangan menyerah,  kalau orang tidak mudah menyerah maka orang sudah dekat sekali dengan kesuksesan”.  Menurut suami penulis, dalam dunia ini,  hanya ada 2 (dua)  orang yang susah dikalahkan, yaitu orang yang sabar, dan  orang yang tidak mudah menyerah. Banyak berusaha dan berdoa agar  dikuatkan hati dan  kita diberi cara yang mudah untuk menghadapi  masalah  tersebut. Akhirnya,   sedikit demi sedikit penulis mulai memakluminya.
Sejalanya dengan perjalanan waktu, hari berganti minggu, bulan berganti tahun, dan  dengan kesabaran semampunya disertai dukungan dari pihak keluarga, penulis tidak menyerah untuk menyelami dan mengambil hati anak anak. Penulis pun mulai mengikuti irama kehidupannya sedikit demi sedikit,  mereka mulai penulai dapat  ‘kuasai’,  apalagi ketika pelajaran olah raga sepertinya penulis  lebih mampu  mengambil hati  mereka.
Alhamdulillah,  ahirnya Allah Wst, Tuhan Yang Maha Kuasa pun mendengar doa penulis selama ini.  Pemerintah memberikan peluang kepada penulis  untuk mengikut kuliah melalui program  Program Guru Sekolah Dasar atau PGSD  Universitas Terbuka atau UT. Penulis pun mengikutinya seraya menjadi guru honorer  dan  menunggu pengangkatan PNS. Selama  5 (lima) tahun penulis menjadi guru honorer, dan  1 (satu) tahun menjadi guru bantu, maka  ahirnya diangkat menjadi PNS, serta tetap ditempatkan di SDN BUKIT MULIA 2. Kemudian penulis  selesaikan juga jenjang  Srata1 atau S.1.
Masalah demi masalah semua telah penulis alama dan lalui, namun masalah baru selalu datang dan pergi. Tidak hanya  masalah dengan anak didik semata, tetapi juga  masalah dengan orang tua, rekan kerja,  dan masyarakat sekitar. Bahkan,  sekarang ini ditambah  lagi dengan masalah desa penulis,  yang saat ini ditambang oleh pihak yang tidak memperhatikan ekosistem dan  lingkungan hidup. Banyak masyarakat desa yang  pindah karena tergusur, sehingga anak didik  penulis  juga ikut pindah sekolah.
Hanya dengan sabar aku selalu bertahan dan tak kan menyerah. Masalah dan kesulitan datangnya dari Tuhan guna menguji umatnya, Kita  manusia hanya dapat a mensyukuri apa adanya, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik. Hanya itu yang mampu kita lakukan. “ Dan sesungguhnya kami akan benar benar menguji kalian agar kami mengetahui orang orang yang berjihat dan bersabar di antara kalian “ (Qur an.  Muhammad : 31 ).”.

=======================================
Bagian 7
Menulis yang Terdekat : Menulis tentang Profesi Kita

Sejatinya kegiatan menulis tidak dapat dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu cara guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih diera digital sekarang. Guru sudah atau bahkan setiap hari memberikan pelajaran kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu  sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah dilakukan oleh guru. Lalu, mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia mengeluh dan mengatakan tidak dapat menulis? Sudah sepatutnya, guru menjadi motivator dan contoh bagi anak didiknya dalam hal menulis. Guru dapat  menulis apa saja  tentang profesinya sebagai guru dan dunia pendidikan. Permasalahannya, tergantung pada kemauan guru , dan kapan mengawali menulis itu sendiri.
Ada banyak objek dan permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam profesi guru. Dunia pendidikan merupakan dunia yang sangat kompleks dan dinamis. Perkembangan  teknologi informasi dan komunikasi diera globalisasi sekarang ini juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia pendidikan.  Guru sebagai agen pembaharuan  harus mengikuti proses perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi dan gagap  teknologi.
Menulis dan profesi guru adalah dua hal yang harusnya sejalan dan  mampu saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan atua karya tulis ilmiah seperti  laporan penelitian tindakan kelas (PTK) , paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel), makalah  best praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat memberikan solusi bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran dari persepsi dirinya, dan tulisan tersebut menjadi bukti outentik dan bermanfaat bagi guru itu sendiri maupun pihak lain. Dengan menulis, guru telah menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan sebagainya. Kuncinya,  menulis itu adalah kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahun baru atau pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis.
Berdasarkan pengalaman penulis selama ini menulis beberapa artikel tentang dunia pendidikan, baik yang dikirim ke koran Banjarmasin Post dan Radar Banjarmasin, maupun ke blog IGI dan Kompasiana, menulis tentang dunia pendidikan itu sangat kompleks dan luas.  Misalnya tentang sekolah, guru, siswa, orangtua siswa, supervisi, kurikulum, sarana dan prasarana, buku, media pembelajaran, komite sekolah dan masyarakat, peran dunia usaha, dan sebagainya. Bahan referensi tersedia dalam berbagai ragam buku, jurnal, artikel, dan sebagainya.
Selain bahan referensi yang banyak dan beragam, ada bahan untuk menulis dalam bentuk pengalaman dalam dunia pendidikan, baik pengalaman menghadapi dan berinterakasi dengan rekan sejawat, siswa, dan sebagainya. Dengan menggunakan pengalaman pribadi atau pihak lain yang kita ketahui, maka semakin banyak bahan referensi kita untuk dijadikan tulisan, yang pada akhirnya menjadi buku.
Kompleks dan luasnya bahasan tentang dunia pendidikan diharapkan dapat menjadi peluang bagi guru yang ingin mengembangkan kemampuannya dalam bidang menulis. Memulai menulis dari yang terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan sebagainya. Kuncinya,  menulis itu adalah kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahun baru atau pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis. Mulai yang mudah, terdekat, dan sesuai profesi.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang profesi sebagai guru  yang ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak “ oleh  Jamilah, yang isinya “ Manusia adalah seorang pembelajar sejati,  dimana dia akan selalu mempelajari lingkungan terus menerus, baik secara langsung sebagai informasi atau sebagai bekal dia beradaptasi. Pembelajaran dimulai dari hal sederhana, ketika anak masih kecil,  seperti ketika dia belajar merasakan benda, berjalan atau bicara. Namun,  kebanyakan orang tua masih belum mengerti,  bahwa bagaimana ketika menyikapi proses pembejalan waktu kecil ini sangat berarti untuk pembelajaran dikemudian hari. Pada umumnya, proses pembelajaran pada saat anak mendapat respon yang kurang baik,  baik ketika mereka sedang belajar merasa dengan mulutnya, ketika mereka belajar berjalan, atau ketika mereka belajar berbicara yang belum meraka pahami artinya.
Ketika anak sudah mulai berbicara dan banyak bertanya, jawaban yang didapat pun sering kali tidak memuaskan. Anak cenderung ingin mengetahui sesuatu yang baru, namun kadang respon orang dewasa di sekelilingnya malah mengalihkan pertanyaan anak tersebut. Itulah yang menyebabkan anak sering malas belajar.
Kasus lainnya adalah seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, orang tuanya mengeluhkan anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya. Namun, ketika anak ditanya tentang hobinya, dia dengan sigap menjawab sepak bola, bahkan ia hafal seluruh nama pemain inti dan pemain cadangan, nama pelatih, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan, bahwa tidak ada masalah dengan otak anak, masalahnya datang dari sumber lain.
Melihat kasus tersebut di atas, jelas permasalahannya bukan karena anak bodoh, namun tidak ada ketertarikan untuk mempelajari pelajaran tersebut. Tentu ini perlu diberi respon yang benar, sehingga tidak mendapatkan perlawanan dan dapat membuat anak semangat untuk belajar. Tahap pertama perbaikan adalah dari orang tua terlebih dahulu. Bagi  anak, orang tua memegang peranan penting dalam masa tumbuh kembang anak,  serta membantu sekali mengatasi masalah anak. Lalu,  komunikasi dengan cinta dalam setiap didikannya.
Seorang pakar pendidikan Timothy Wibowo memberikan beberapa kiat supaya anak dapat  menjadi rajin dan mudah belajar di sekolah, sebagai berikut:  Pertama.  Saat anak pulang sekolah, tanyakan apa saja hal menyenangkan hari itu. Otomatis anak akan mencari hal-hal menyenangkan di sekolah dan secara tidak langsung membentuk mindset anak bahwa sekolah adalah tempat menyenangkan. Kedua. Ketika anak tidur masukkan sugesti positif dengan mengatakan bahwa belajar adalah hal menyenangkan. Belajar sama menyenangkannya dengan bermain atau berhitung dan menghafal itu sangat mudah. Ini salah satu bentuk hypnosleep positif pada anak.
Ketiga. Jelaskan guna materi pelajaran yang sedang dikerjakan. Sesuaikan pebjelasan dengan materi anak, misalnya dengan belajar perkalian, maka anak dapat menghitung jumlah koleksi mainannya atau menghitung sendiri harga action figure di sebuah supermarket dan membandingkannya dengan harga di mall lain.  Keempat.  Mintalah guru lesnya untuk sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak hebat dan luar biasa. Pujian tulus dan memacu semangat anak untuk belajar lebih penting daripada diajari macam-macam teknik berhitung dan menghafal cepat. Mintalah bantuan orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri anak.
Dari beberapa poin di atas, maka dalam rangka memberikan semangat pada anak. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya ‘menyuntikkan’  rasa percaya diri anak dalam batas wajar., sebab pada poin-poin  di atas jika dilakukan secara berlebihan justru akan berdampak tidak baik pada anak.

===========================================================

Bagian 8
Menulis yang Terdekat : Menulis tentang Kegiatan Sehari-hari

Menulis sudah menjadi bagian dari kegiatan dan aktivitas kita sehari-hari, terlepas apakah itu untuk konsumsi sendiri atau diterbitkan dan disebarkan melalui media cetak, media online, atau media sosial. Menulis tentang apa saja yang sesuai dengan bakat dan  genre masing-masing, apakah menulis puisi, cerita pendek (cerpen), sejarah, artikel, buku, dan sebagainya.
Bagaimana memulai tentang kegiatan yang kita lakukan? Ada baiknya kita mulai menulis dari hal-hal yang sangat kita ketahui, pahami, dan menjadi bagian dari kehidupan kita selama ini, seperti menulis mengenai kegiatan penting dalam kehidupan diri kita sendiri. Menulis hal-hal yang kita lakukan dalam kegiatan penting dengan kehidupan kita sehari-hari  merupakan solusi termudah untuk memulai menulis bagi penulis pemula yang memiliki kemauan dan kemampuan menulis yang masih terbatas.
Pilihlah kegiatan yang penting, jarang terjadi, memiliki nilai khusus, dan bermakna bagi diri kita atau pihak lain. Banyak kegiatan penting yang kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari yang memiliki nilai penting, seperti kegiatan keluarga, kegiatan di lingkungan masyarakat, kegiatan kedinasan, dan sebagainya. Misalnya kegiatan menikah, melaksanakan upacara resepsi pernikahan, ulang tahun diri sendiri atau keluarga yang terdekat, dan sebagainya.
Sekarang ini kemudahan menulis semakin dimanjakan. Melalui handphone yang berbasis android, kita diberikan peluang dan kemudahan untuk menulis apa saja kegiatan kita sehari-hari yang menurut kita penting. Apakah semua kegiatan kita sehari-hari dapat dijadikan tulisan?  Boleh saja kalau ingin ditulis, karena semua tulisan-tulisan tersebut dapat menjadi kisah kehidupan yang lengkap dan dapat menjadi inspirasi untuk menjadi tulisan cerpen atau bentuk tulisan lainnya.
Bagi seorang guru, kegiatan sehari-hari di sekolah atau di kelas banyak cerita dan kejadian yang dapat ditulis dan dibagikan kepada orang banyak. Sekolah, kelas, siswa, dan kegiatan pembelajaran sehari-hari merupakan sumber inspirasi yang tidak habis-habiskan untuk digali dan dikembangkan menjadi sebuah tulisan. Misalnya, cerita ketika  masuk ke sekolah yang baru untuk melaksanakan tugas pertama diangkat sebagai guru, dilanjutkan dengan cerita hari-hari pertama melaksanakan tugas mengajar tersebut.
Kegiatan kedinasan sebagai guru yang sudah lama mengabdikan dalam dunia pendidikan di sekolah, tentunya memiliki banyak sekali pengalaman penting yang sudah dilaksanakan atau dialami. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan berbagai tugas kedinasan yang telah dilaksanakan diluar mengajar sehari-hari, maka semakin banyak pula sumber dan bahan yang dapat ditulis menjadi tulisan.  
Maaf, cukup banyak guru yang enggan memanfaatkan waktunya, baik ketika di sekolah maupun di rumah, menulis atau mencatat kegiatan hariannya sebagai guru. Guru sebenarnya mampu menulis apa yang telah mereka alami, rasakan, atau terlibat langsung dalam berbagai aktivitas sebagai guru. Peristiwa penting sebelum, saat, dan sesudah menekuni profesi sebagai, merupakan sumber inspirasi yang sangat potensial untuk menjadi tulisan. Terlebih lagi, bagi guru sudah sejak masuk sekolah, kuliah, dan kemudian menjadi guru tentu pernah menulis tentang berbagai macam hal. Lalu pertanyaanya, mengapa masih ada guru yang mengatakan, saya tidak mampu menulis?
Guru dapat menulis cerita tentang hari pertama praktik mengajar, cerita mengenai ketika pertama mengajar di sebuah sekolah yang baru, dan sebagainya. Semua kejadian dan peristiwa seputar kehidupan guru akan menjadi sumber inspirasi untuk menjadi  tulisan yang tidak akan habis-habisnya untuk ditulis. Semuanya kembali tergantung sejauh mana guru tersebut mau menulis.
Guru dikenal sangat fasih dan lancar menjelaskan pelajaran seraya bercerita panjang lebar tentang berbagai hal, sehingga hampir waktu atau jam mengajarnya di kelas diisinya  dengan ceramah dan cerita guru yang panjang.  Bahkan, guru  akan semakin lancar dan fasih bercerita ketika guru bertemu dengan rekan dan kawan di ruang kantor, terlebih di kantin atau warung dan sebagainya.
Kini, sesudah menekuni profesi sebagai seorang guru, maka tentunya potensi dan  kemampuan menulis bagi seorang guru  selayaknya sudah bukan merupakan sesuatu yang asing dan sulit lagi. Menulis,  bagi kehidupan seorang guru yang sekarang sangat  terbuka dan memiliki peluang besar menjadi penulis buku, terlebih bagi seorang guru yang telah lama mengabdi dan menekuni profesi sebagai guru. Tentunya,  potensi dan kemampuan yang besar tersebut harus diwujudkan dari sekarang dengan menulis sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan banyak orang, seperti menulis buku pelajaran, buku sejarah, dan sebagainya.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang kegiatan sehari-hari yang ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Jayalah SDN Bukit Mulia 1 “ oleh  Avivati Isna, yang isinya  SDN Bukit Mulia 1 berdiri megah di Jalan Pangeran  Antasari. Desa Bukit Mulia Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Setiap pagi selama hari sekolah, anak-anak mulai berdatangan dan disambut senyum oleh gurunya yang sudah menanti di pintu gerbang sekolah, tidak lupa mereka ucapkan salam dan mencium tangan sebagai tanda bakti kepada gurunya.
Pada pukul 07.30 bel masuk sekolah pun berbunyi, tanpa dikomando, anak-anak langsung membentuk barisan rapi untuk mengikuti apel pagi, mereka dengan penuh semangat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya,  dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu wajib Nasional atau lagu daerah, kemudian mereka dengan tertib mencium tangan gurunya, dan masuk kelas di damping guru kelasnya masing-masing.
Sebelum dimulai proses pembelajaran, mereka membaca doa awal pelajaran, dilanjutkan dengan menghafal surah-surah pendek dari juz amma dan menghapal doa harian. Begitulah suasana di awal pembelajaran yang di laksanakan oleh siswa SDN Bukit Mulia 1 setiap harinya.
Dengan menggunakan kurikulum 2013, siswa dan siswi SDN  Bukit Mulia 1 diharapkan dapat mewujudkan dan menciptakan sumber daya manusia berkualitas dibidang ilmu pengetahuan serta memiliki budi pekerti dan ahlak yang mulia. Setiap materi pembelajaran selalu dikaitkan dengan nilai-nilai agama sebagai pengantar dalam menyeimbangkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan. Setiap hari siswa selalu melakukan pembiasaan, diantaranya hafalan surah pendek, hafalan ayat pilihan dan doa harian. Setelah itu, barulah guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013.
Pada akhir pembelajaran, sebelum siswa  pulang ke rumah masing-masing, mereka melaksanakan sholat Dhuhur berjamaah di masjid yang berdiri megah di depan sekolahan. Semua siswa yang muslim  melaksanakan sholat Dhuhur berjamaah. Setelah melaksanakan shalat Dhuhur berjamaah, siswa kembali ke sekolah, dan kemudian menutup pembelajaran hari ini dengan doa. Kembali siswa berbaris rapi untuk keluar kelas sambil mencium tangan guru sebagai tanda terima kasih dan permohonan harapan agar selamat pulang ke rumah.
Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan bakat dan minat siswa,  sekolah melaksanakan kegiatan dan menyediakan ruangan ekstrakurikuler dengan berbagai kegiatan seperti : ruang kesenian angklung, seni tari,  dan tenis meja. Sedangkan di luar ruangan juga terdapat lapangan sepakbola dan bola volly mini. Selain itu,  sekolah juga  memiliki grup drumband dan maulid habsyi.
Selain kondisi tersebut di atas yang membanggakan bagi keluarga besar SDN Bukit Mulia 1, ada kebanggan lainnya yang berhubungan dengan prestasi siswa dalam mengikuti berbagai lomba. Beberapa siswa sering menorehkan prestasi dalam lomba seni, olahraga dan keagamaan. Dalam bidang seni, ada siswa yang pernah meraih juara 2 lomba paduan suara tingkat kecamatan, juara 2 tarian daerah tingkat kecamatan,  dan juara 3 tingkat kabupaten. Dalam bidang olahraga, pernah mendapatkan juara 1 lomba tenis meja tingkat kecamatan, bulu tangkis juara 3 tingkat kecamatan, dan  lomba lari cepat tingkat kabupaten.  Sementara itu. dalam bidang keagamaan juga banyak yag siswa  peroleh, diantaranya ;  juara 1 lomba tartil qur’an dan lomba azan, dan masih banyak lagi prestasi yang mereka raih.
Alhamdulillah, prestasi yang diraih siswa  SDN Bukit Mulia 1 dari tahun ke tahun selalu ada dan banyak, Pada sisi guru, sekolah ini memiliki  7 (tujuh)  guru kelas, yang semuanya sudah bersertifikat pendidik, ditambah lagi dengan seorang guru agama dan guru olahraga. Selain itu, SDN Bukit Mulia 1 juga memiliki tenaga kependidikan, yaitu tenaga administrasi ketatausahaan sekolah. Smua guru SDN Bukit Mulia 1 sudah memenuhi kualifikasi standar pendidikan , yaitu semunya sudah sarjana strata 1 atau S.1. Sedangkan jumlah siswa SDN Bukit Mulia 1 saat artikel ini ditulis sebanyak 156 siswa.
Keberhasilan dan prestasi sekolah ini, baik pembelajaran, kegiatan ekatrakurikuler, dan preatsi akademik dan non akademik siswa,  menurut Kepala SDN Bukit Mulia 1, Bapak Jemingan adalah hasil kerjasama semua pihak. Keberhasila yang telah diraih oleh SDN Bukit Mulia 1 berkat dukungan dari semua pihak,  baik dari Komite Sekolah, orangtua siswa,  dan masyarakat sekitar sekolah. Tanpa sema itu,  sebaik apapun program yang dicanangkan hanya sia-sia belaka. Semoga semakin jayalah SDN Bukit Mulia 1.

====================================================================

Bagian 9
Menulis yang Terdekat :  Menulis tentang Lingkungan Sekitar

Bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita sebagai manusia adalah lingkungan sekitar kita, baik yang berupa masyarakat, bangunan, maupun alam. Setiap lingkungan masyarakat dan alam memiliki kondisi, keunikan, karakter, dan keragaman yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Lingkungan sekitar yang sedemikian rupa tersebut dapat menjadi sumber inspirasi dan bahan yang tidak sedikit untuk dijadikan tulisan dalam berbagai genre.
Masyarakat di sekitar kita yang memiliki adat istiadat, tradisi, budaya, dan keunikan lainnya dapat kita jadikan sumber inspirasi dan bahan tulisan. Misalnya kita menulis tentang asal usul masyarakat setempat dengan menggali informasi dari berbagai sumber, baik melalui kajian pustaka, observasi lapangan, wawancara, dan bentuk penggalian informasi lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kemudian, informasi tersebut kita kembangkan dengan menulisnya sesuai bentuk tulisan yang kita inginkan, seperti sejarah, artikel, dan sebagainya.
Kondisi sosial kemasyarakatan di sekitar yang unik dapat pula menjadi sumber inspirasi lainnya untuk dijadikan tulisan. Tidak perlu kita datang ke suatu tempat yang jauh dan memerlukan tenaga dan biaya, namun cukup melihat dan mencermati kehidupan dari masyarakat yang terdekat dengan diri kita, atau bahkan kita juga merupakan bagian dari masyarakat tersebut.
Mungkin, bagi kita yang hidup menyatu dengan masyarakat tersebut, tidak menganggap masyarakat kita itu adalah sesuatu yang biasa saja, bukan sesuatu yang unik. Namun, persepsi dan pandangan orang lain ketika membaca tulisan kita akan berbeda, dan mungkin saja mereka menganggapnya kehidupan sosial masyarakat kita tersebut termasuk sesuatu yang unik dan menarik. Menurut kita biasa-biasa saja, tetapi menurut orang lain akan berbeda persepsinya.
Sebagai contoh yang penulis dapat berikan tentang kehidupan masyarakat di sekitar kita, misalnya tentang kehidupan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan upacara pernikahan dan resepsi perkawinannya, perayaan hari raya, dan berbagai bentuk upacara adat dan tradisi lainnya. Ketika dipaparkan dalam tulisan yang baik, apalagi disertai gambar, maka sesuatu yang kita angkat dalam tulisan itu akan dapat diketahui oleh banyak orang yang membaca tulisan kita tersebut.
Selanjutnya, menulis tentang alam yang ada di sekeliling kita. Terlepas apakah alam yang ada di sekeliling kita tersebut berupa dataran, pegunungan, perairan, hutan, dan sebagainya. Alam menjadi salah satu inspirasi yang banyak ditulis oleh penulis, apakah dalam bentuk cerpen, artikel, puisi, lagu, dan lain-lain. Alam dapat menjadi latar belakang sebuah tulisan, misalnya dengan menggambarkan atau memaparkan keadaan alam dimana kita bertempat tinggal dan beraktivitas sehari-hari.
Alam dan lingkungan sekitarnya memberikan banyak inspirasi bagi yang mau menulisnya dalam berbagai bentuk tulisan sesuai dengan selera dan genre  masing-masing penulis. Tinggal kita saja,  mau atau tidak menangkap makna yang ada dibalik keindahan dan keunikan alam yang dihamparkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Tulisan dalam berbagai bentuk dan genre merupakan ekspresi dari penulis untuk mengungkapkan rasa syukur dan menikmati keindahan alam sesuai dengan kemampuannya dalam menulis.
Dengan mengambil latar belakang alam dan lingkungan sekitarnya diharapkan dapat memberikan nuansa dan keunikan tersendiri dalam tulisan tersebut. Kenyataannya, bahwa alam dan lingkungan sekitarnya memiliki keunikan dan karakter yang berbeda satu daerah dengan daerah lainnya, terlepas apakah alam dan lingkungan sekitarnya itu kondisinya indah atau kumuh, hijau atau gersang.
Menulis tentang alam dan lingkungan sekitarnya merupakan sumber dan bahan menulis yang tidak terbatas dan dapat digali dengan semaksimal mungkin, tergantung dengan misi dalam menulisnya. Bagi penulis cerpen atau cerita fiksi, alam dan lingkungan sekitarnya menjadi latarbelakang yang eksotik dalam cerpennya, sedangkan penulis yang berlatar belakang petualang sejati dapat menjadikannya sebagai ‘syurga’ yang menginspirasi tulisannya.
Menulis tentang alam dan lingkungan sekitarnya akan lebih dalam dan bermakna apabila penulis berinteraksi langsung dengan alam tersebut. Berpetualang atau menjelajah alam langsung sangat memberikan pengalaman fisik dan kejiwaan, sehingga kita dapat menyalami dan merasakan lebih dalam lagi tentang alam tersebut. Misalnya menelusuri sungai dengan menggunakan rakit bambu, menjelajari hutan belantara, menapaki jalan menuju puncak gunung, dan sebagainya.
Dalam rangka menulis tentang alam dan lingkungan sekitarnya, maka kita perlu memiliki informasi dan wawasan tentang alam dan lingkungan sekitarnya tersebut, misalnya terkait dengan nama, luas, letak geografis, dan berbagai informasi pendukung lainnya yang terkait dengan yang kita kunjungi.  Informasi yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sekitarnya merupakan informasi dasar yang patut diketahui secara umum maupun khusus, agar nantinya tulisan kita memiliki dasar yang kuat.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang lingkungan sekitar  yang ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya   Keterbatasan dan Prestasi Pendidikan di Pedesaan “ oleh  Edy Nugroho, yang isinya  Menilai  baik atau belumnya mutu pendidikan bangsa ini, maka salah satunya dapat ditinjau dari mutu pendidikan di daerah pedesaan. Tentunya, perbedaan mutu pendidikan di kawasan perkotaan dan pedesaan saat ini masih sangat jauh. Pendidikan yang lokasinya berada dalam wilayah perkotaan akan lebih unggul dibandingkan dengan pedesaan. Apakah kesenjangan mutu pendidikan perkotaan dan pedesaan tersebut, dapat dikatakan bahwa adanya ketidakadilan perlakuan pendidikan di kota dan di desa?
Tetapi, asumsi tersebut di atas tidak sepenuhnya benar, karena masih perlu dijabarkan apa kelebihan dan kekurangan dari pendidikan yang berada di kawasan perkotaan dan pedesaan. Penulis, sebagai salah satu orang yang pernah merasakan sendiri pendidikan di wilayah perkotaan. Penulis merasa beruntung, karena pernah merasakan pendidikan di kota dengan segala fasilitasnya yang tersedia. Tetapi, apakah saudara-saudara kita yang mengenyam pendidikan di pedesaan, apakah mereka mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa yang sekolah di kawasan perkotaan. 
Kini, penulis merasakan sendiri mengajar di pedesaan, banyak hal yang masih dirasakan kurang dari segi fasilitas, sarana prasarana, dan tentunya daya dukung teknis yang multi komplek. Kondisi pendidikan di pedesaan cukup mengandalkan faktor nonteknis, yaitu semangat, ketulusan, dan dedikasi. Hal inilah yang meyakinkan penulis dan teman-teman yang bertugas di sekolah untuk mengejar dan meningkatkan mutu pendidikan di pedesaan
Dalam beberapa hal, justru siswa dari sekolah yang berada di pedesaan telah menunjukkan prestasi luar biasa dibanding dengan siswa di perkotaan. Salah satunya dari sisi semangat belajar, sehingga dengan berbagai keterbatasan, muncul siswa  yang memiliki semangat belajar luar biasa dan berprestasi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah diserap pula oleh anak-anak di perkotaan, sehingga telah menjadi pemandangan sehari-hari mereka tidak dapat terlepas dari gadget. Sementara itu,  anak-anak di pedesaan masih belum semuanya memiliki alat teknologi informasi dan komunikasi.
Tetapi,  dampak dari teknologi informasi dan komunikasi yang negatif, juga telah banyak menelan korban anak-anak di perkotaan, sedangkan bagi anak-anak di pedesaan tidak begitu banyak yang terkena pengaruhnya.  Dampak negatif dari teknologi informasi dan komunikasi dapat dilihat pada saat menjelang Maghrib.  Anak-anak di perkotaan masih sibuk di depan televisi, mesin PS,  atau sedang berselancar di dunia maya, sementara anak-anak di pedesaan terlihat banyak yang telah siap untuk pergi ke mesjid, mushola dan langgar untuk melaksanakan ibadah shalat, mengaji, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Sementara itu, keadaan di sekolah pun juga berbeda antara di perkotaan dengan  di pedesaan. Fasilitas sekolah perkotaan relatif lebih maju dibandingkan dengan pedesaan. Siswa yang bersekolah di perkotaan memakai seragam bagus, bersih, dan rapi, serta memakai sepatu. Sedangkan siswa  di sekolah pedesaan, masih jauh dari kata cukup, walaupun ada satu atau dua siswa yang berpenampilan yang memakai seragam yang baik, dan terlihat berbeda jauh dengan kawan-kawannya.
Keadaan geografis di pedesaan dengan kondisi perbukitan, pegunungan, rawa, perairan, atau pesisir pantai merupakan medan ‘pertempuran’ dan ‘santapan’ sehari-hari bagi siswa. Kondisi alam dan geografis yang relatif berat tersebut yang akhirnya membentuk semangat juang mereka untuk tidak mau menyerah dan  kalah dengan saudara mereka yang berada di perkotaan. Terbukti dengan prestasi yang mereka torehkan,  baik prestasi yang akademis maupun prestasi non akademis.
Demikian pula, dengan kawan kawan guru yang bertugas sebagai pengajar di pedesaan, agar  lebih bersemangat lagi untuk melaksanakan tugas mulia mencerdaskan anak bangsa, meskipun jauh dari perkotaan dan serba terbatas. Kondisi geografis alam dengan keterbatasannya, diharapkan tidak menyurut semangat  dan melemahkan motivasi  untuk mengabdi dan berbakti sebagai guru. Dengan modal kemauan dan semangat yang tinggi, guru dapat mewujudkan mimpi siswa di pedesaan dalam meraih harapan dan cita-cita mereka

====================================================
Bagian 10
Menulis yang Terdekat : Menulis tentang Sebuah Perjalanan

Setiap orang hampir dapat dipastikan pernah mengalami dan melakukan perjalanan yang relatif jauh dalam kehidupannya. Misalnya, ketika musim mudik lebaran atau hari keagamaan lainnya, banyak sekali orang melakukan perjalanan panjang dengan waktu yang lama, karena jaraknya sangat jauh. Perjalanan jauh yang dialami setiap orang memiliki catatan dan ceritanya sendiri-sendiri, dengan pernak-pernik dan segala macam kondisi yang dialaminya.
Dalam sejarah Islam, ada dua perjalanan Nabi Muhammad SAW yang diabadikan dalam Alquran dan menjadi momentum penting dalam kehidupan umat Islam, yaitu perjalanan Isra Mi’raj dan hijrah bersama umat Islam kala itu dari Mekkah ke Madinah. Demikian pula dengan kisah perjalanan tokoh-tokoh dalam sejarah lainnya yang dilakukan pada masa lalu, dan kini menjadi bahan pelajaran masa sekarang dan akan datang.
Perjalanan panjang itu menenyangkan dan menyimpan banyak cerita yang patut dibagikan kepada banyak orang melalui cerita lisan maupun tulisan. Ketika cerita perjalanan itu diceritakan secara lisan, besar kemungkinannya tidak mampu bertahan lama, sehingga akan hilang ditelan masa atau hanya jadi cerita dongen belaka. Namun, beda hasilnya ketika cerita perjalanan panjang itu ditulis dalam catatan perjalanan yang lengkap dan rinci, yang dicatat dari awal berangkat hingga sampai ke tempat tujuan atau pulang kembali.
Cerita perjalanan yang ditulis atau dibukukan secara lengkap dan rinci merupakan sebuah ‘warisan’ yang berharga bagi penerus atau genarasi selanjutnya, terlebih lagi dalam cerita perjalanan tersebut mengandung informasi yang bermanfaat bagi banyak orang. Semakin banyak cerita perjalanan itu ditulis, maka semakin informasi dan pengetahuan yang dapat digali dari cerita perjalanan tersebut.
Bukankah setiap tempat yang dilalui dalam perjalanan yang dilakukan tersebut ada tersimpan informasi dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi orang lain yang nantinya akan melakukan perjalanan ke tempat yang sama? Misalnya, cerita perjalanan pendakian gunung yang terjal dan tinggi, seperti gunung Everest  dan perjalanan penjelajahan ke Kutub Utara atau Selatan.  Dengan adanya catatan perjalanan ke tempat-tempat tersebut, maka perjalanan berikutnya yang orang lain dilakukan akan  relatif lebih mudah, karena sudah mengetahui informasi dari catatan orang pertama yang melakukan perjalanan ke tempat tersebut.
Selama ini mungkin sudah banyak kita melakukan perjalanan yang relatif jauh, panjang, dan melelahkan guna suatu keperluan dengan menggunakan berbagai alat transportasi, baik melalui perjalanan darat, laut, maupun udara. Lalu, apakah perjalanan panjang itu hanya tinggal kenangan dalam diri kita, atau menjadi cerita dari mulut ke mulut semata, dan kemudian hilang ditelan zaman? Tentu, kita ingin cerita perjalanan panjang tersebut menjadi cerita yang ‘abadi’ sepanjang masa, meski kita sudah tidak ada lagi.
Secara praktis berdasarkan pengalaman penulis, ketika akan melakukan perjalanan yang relatif jauh dan dalam waktu lama, maka ada baiknya kita menyiapkan buku catatan mengenai jalur yang akan ditempuh. Diawali dengan mencatat waktu keberangkatan dari rumah, kondisi cuaca saat berangkat, dimana dan apa saja yang dilakukan selama singgah dalam perjalanan sebelum sampai di tempat tujuan,  sampai di tempat tujuan, dimana dan apa saja aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut, demikian sebaliknya  hingga akhirnya sampai di rumah kembali.
Menceritakan sebuah perjalanan panjang dengan mewujudkan dalam bentuk tulisan , baik hanya untuk konsumsi sendiri atau dibuat menjadi bentuk artikel atau buku yang dipublikasi kepada banyak orang, merupakan cara kita memaknai sebuah perjalanan. Perjalanan panjang memiliki cerita menarik yang patut disebarkan untuk menjadi informasi kepada orang lain ketika menelusuri jalan dan tujuan yang sama, dan diharapkan juga menginspirasi orang untuk menulis juga cerita perjalanan panjangnya tersebut.
Cerita tentang sebuah perjalanan panjang akan semakin seru dan menarik untuk dipublikasikan ketika perjalanan itu untuk kegiatan rekrasi atau wisata ke tempat atau objek wisata yang menarik dan terkenal.  Kalau selama ini cerita tentang penjalanan wisata itu foto-fotonya dikirim ke media sosial dengan sedikit deskripsinya, maka sudah saatnya cerita itu ditulis lebih lengkap dan rinci lagi ke dalam sebuah artikel atau buku. Dengan adanya dukungan foto-foto pada diperjalanan dan sampai di tujuan, maka akan menambah menarik lagi tulisan yang kita buat tersebut.
Kecanggihan alat tekonologi komunikasi sekarang ini dapat menunjang dan mendukung kita dalam menulis cerita perjalanan panjang dalam rangka rekreasi atau berwisata dan tujuan perjalanan lainnya. Melalui kamera handphone yang canggih atau kamera yang biasa, kita dapat mengabadikan moment, tempat, dan sebagainya sebagai bahan dan pendukung tulisan yang akan dibuat.  Jadi, sekarang ini sudah semakin mudah dana canggih sarana pendukung tulisan yang akan dibuat, sehingga tinggal kemauan kita saja untuk menulis atau tidak.
Berdasarkan pengalaman penulis selama ini, bahwa untuk menulis cerita perjalanan panjang yang kita alami dilakukan sesudah sampai di rumah kembali dan sudah cukup siap untuk menulis. Mengapa menulis cerita perjalanan panjang itu perlu disegerakan? Proses penulisan cerita perjalanan itu perlu disegerakan, karena kemampuan daya ingat kita terbatas. Jika  menulis relatif lama dari perjalanan panjang itu dialami, maka dikhawatirkan akan banyak hal yang terlupakan dari perjalanan tersebut.
Menulis cerita dari perjalanan panjang yang telah dialami memerlukan sedikit konsentrasi untuk mengingat kembali apa saja yang pernah dialami maupun dilihat dalam perjalanan itu. Jika kita pada saat perjalanan panjang itu telah mencatat secara garis besar atau pokoknya saja, maka akan sangat membantu saat kita akan mengembangkannya lebih luas menjadi sebuah tulisan.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang sebuah perjalanan yang judulnya “ Berburu Cempedak di Palam Banjarbaru  “ oleh  Maslani, yang isinya  Penulis mendapat ‘undangan’ dari, Ismail,  kawan yang rumahnya berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru. Isi undangannya, bahwa penulis jika ke Martapura pada hari Ahad, 20 Januari 2019, agar mampir ke rumahnya di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru, untuk panen buah cempedak yang ada di belakang rumahnya.
Rumah kawan yang ada  di Kelurahan Palam tersebut  tidak berada dekat dengan poros jalan Martapura (Kabupaten Banjar)- Pelaihari (Kabupaten Tanah Laut). Namun, harus masuk jalan lagi sekitar 5-6 km dari jalan utama atau poros Martapura-Pelaihari. Kebetulan hari Ahad, 20 Januari 2019, memang ada rencana mau ke Martapura untuk menengok orangtua dan keluarga lainnya, maka ‘undangan’ tersebut penulis penuhi. Bersama isteri dan anak kami yang bungsu, Maulidina Rizkia, berangkat dari Pelaihari menuju Palam, Kota Banjarbaru menggunakan mobil yang biasa dibawa.
Ketika memasuki jalan menuju Palam, Kota Banjarbaru, sekitar pukul 11.00 WIT, cuaca terlihat makin mendung, meski belum ada hujan. Penulis memarkir mobil di halaman sebuah tempat rekreasi yang ada di Kelurahan Palam, untuk menghubungi Ismail  yang mengundang melalui telpon guna menanyakan arah jalan menuju ke rumahnya. Memang, dulu penulis sudah pernah ke rumahnya pada tahun 2016 lalu, tetapi setelah hampir 3 (tiga) tahun agak lupa arah masuk atau jalan ke rumah Ismail tersebut. Maklum, jalan yang ada di Palam tersebut cukup banyak juga.
Penulis menghubungi Ismail, namun yang menerima adalah isterinya, sedang yang bersangkutan ke kebun orangtuanya dan  hanphonenya  ditinggal. Ternyata penulis lupa dan tidak dapat mencari rumah Ismail tersebut, meski sudah diberikan informasi oleh isterinya melalui telpon. Pada akhirnya, penulis dijemput oleh isteri Ismail dengan sepeda motor pada suatu tempat yang berada di wilayah blok sebelah dari blok rumahnya tersebut.
Hujan mulai turun rintik-rintik ketika penulis sampai di rumah Ismail tersebut,  dan kemudian semakin lebat disertai suara petir yang mengiringi suasana hujan. Waktu itu sudah menujukkan pukul 12.00 WIT. Sambil menunggu hujan reda, penulis dan keluarga disajikan oleh tuan rumah  cempedak sebanyak 2 (dua) biji dan beberapa gorengan dari cempadak. 
Hujan masih belum reda juga, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIT. Ismail mengajak penulis, apakah mau menunggu hujan teduh memetik cempadak, atau sekarang saja meski hujan belum reda juga. Penulis mengatakan terserah Ismail saja, dan kalau menunggu hujan reda juga agak lama. Akhirnya, penulis beserta isteri dan anak serta ditemani Ismail dan isterinya ke belakang rumah untuk memetik cempadak yang buahnya lumayan banyak sambil membawa payung agar tidak basah kuyup.
Satu per satu buah cempedak diperiksa oleh Ismail yang punya kebun, karena kondisi cuaca yang kurang baik sehingga agak susah mencari dan memetik buah cempadak sudah tua atau matang. Ismail dan penulis mencoba memilah dan memilih mana cempedak yang sudah waktu dipetik atau matang, karena cukup sulit menentukan pilihan pada saat kondisi turun hujan. Meski pun memakai payung, tetap saja kena air hujan sehingga celana dan baju menjadi basah, hingga akhirnya penulis menyerahkan payung kepada anak penulis.
Ada sebanyak satu karung gula buah cempedak yang berhasil  kami petik dan dari buah cempadak yang sudah jatuh sebelumnya. Penulis sendiri yang memasukkan buah cempadak yang telah dipetik, ada yang masak, sudah tua, dan ada pula yang masih muda. Cempadak yang masih muda tersebut rencananya dimasak menjadi sayur.  Kegiatan berburu buah cempadak sudah selesai, lalu dilanjutkan dengan memetik buah rambutan dan buah pepaya yang berada di kebun belakang rumah Ismail tersebut.
Hujan masih belum juga reda ketika penulis dan keluarga pamit untuk pulang serya mengucapkan terima kasih atas pemberian buah cempadak, rambutan, dan pepayanya. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 14.30 WIT ketika penulis pulang dari rumah Ismail yang berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru”.

===================================================
Bagian 11
Menulis yang Terdekat : Menulis tentang Tugas atau Kegiatan Khusus

Bagi seorang guru yang bertugas relatif lama, baik yang berstatus ASN maupun honorer, dalam waktu tertentu pernah mendapat tugas atau kegiatan khusus yang diberikan oleh atasan atau pihak lainnya. Misalnya menjadi peserta pelatihan di tingkat nasional atau internasional, mengikuti seleksi atau lomba guru berprestasi, dan sebagainya. Tidak menutup kemungkinan pula mendapat tugas dan kegiatan khusus yang diluar tugas dan fungsi sebagai guru, seperti menjadi panitia pemilihan kepala desa, panitia pemungutan suara pemilihan umum di desa, dan sebagainya.
Pada hakikatnya, mendapat tugas dan kegiatan khusus ini merupakan sebuah kepercayaan dan kehormatan dari atasan atau pihak lain terhadap diri kita, karena dinilai memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kepercayaan tersebut hendaknya menjadi sebuah amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baik, sehingga tidak mengecewakan pihak yang memberi kepercayaan tersebut.
Selain melaksanakan kepercayaan yang dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi, maka alangkah baiknya lagi jika tugas dan kegiatan khusus tersebut ditulis untuk menjadi sebuah kenang-kenangan di masa mendatang. Bukankah, setiap adanya penugasan kedinasan yang diberikan kepada kita tersebut pada umumnya diikuti dengan permintaan laporan tertulis atas pelaksanaan tugas tersebut? Nah, dengan menulis laporan pertanggungjawaban tugas yang diemban tersebut, sekaligus menulisnya dalam bentuk lainya yang bersifat nonformal atau tidak resmi.
Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali menjalankan tugas dan kegiatan, khususnya yang bersifat kedinasan, kita dapat menulis untuk memberikan laporan resmi dengan format atau sistematika yang telah digariskan, dan juga bentuk tulisan lain yang dikembangkan dari laporan resmi tersebut yang bersifat nonformal. Menulis cerita dari tugas atau kegiatan khusus memang berbeda dengan laporan resmi yang bersifat formalitas.
Dengan menulis hasil melaksanakan tugas dan kegiatan khusus tersebut, maka dapat menceritakan dengan sebebas-bebasnya sesuai dengan keinginan kita, tanpa terikat dengan sistematika yang bersifat formal. Kebebasan yang dimiliki dalam menulis cerita atau artikel merupakan hal yang lumrah, karena setiap orang memiliki gaya tulisannya masing-masing. Setiap penulis dapat berekpresi dalam menulis, termasuk memakai bentuk tulisan apa yang dikehendakinya, misalnya cerpen, puisi, artikel, dan sebagainya.
Kini, banyak orang memiliki akun media sosial yang menjadi wadah bagi orang tersebut mempublikasikan aktivitas sehari-hari. Pemanfatan media sosial diera digital ini telah mewabah dan menjadi fenomena sosial sekarang. Fenomena sosial tersebut hendaknya juga dapat dimanfaatkan oleh siapa pun untuk mempublikasikan hal-hal positif, termasuk guru ketika melaksanakan tugas dan kegiatan khusus tersebut. Selain dipublikasikan dalam akun media sosial masing-masing, maka alangkah baiknya juga dikembangkan dalam bentuk tulisan yang  lebih bersifat informatif yang lengkap dan mendalam.
Alangkah hebatnya, jika tugas atau kegiatan khusus dapat dilaksanakan dengan baik, dan kemudian kita juga mampu menulisnya menjadi cerita yang informatif bagi banyak orang.  Semakin sering atau banyak kita mendapatkan dan melaksanakan tugas atau kegiatan khusus, maka tentu akan semakin banyak pula kita memiliki koleksi tulisan cerita dari tugas atau kegiatan khusus yang telah dilaksanakan tersebut. Suatu kebanggaan tersendiri apabila kita mampu menulis dan mengoleksi banyak tulisan cerita yang diangkat dari melaksanakan tugas atau kegiatan khusus.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang tugas atau kegiatan khusus  yang ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya   Saatnya Akreditasi Menjadi Motivasi “ oleh  Luwis Kusumawati, yang isinya “ Akreditasi adalah sebuah kegiatan pengakuan dan penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan tentang kelayakan dan kinerja suatu lembaga pendidikan, yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional ( BASNAS) / Badan Akreditasi Nasional  Sekolah / Madrasah ( BAN-S/M), yang kemudian hasilnya berbentuk pengakuan peringkat  kelayakan.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 22 tahun 1961, akreditasi di Indonesia diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.  Hasilnya  berupa 3 (tiga)  tingkatan status, yaitu  terdaftar, diakui, dan disamakan. Hasil akreditasi tersebut mempunyai beberapa manfaat bagi beberapa kelompok kepentingan  yaitu, sekolah, guru, masyarakat, dinas pendidikan, dan  pemerintah.
Pada umumnya,  penilaian dalam akreditasi mengarah pada kelengkapan dan lebih bersifat administrasi yang ada pada saat kegiatan akreditasi tersebut berlangsung. Entah disadari atau tidak, bahwa setiap sekolah yang mengikuti akreditasi berkeingina untuk mendapatkan peringkat kelayakan yang terbaik,  atau minimal tetap dari nilai kelayakan periode penilaian sebelumnya.
Penulis mendengar kabar kurang baik,  bahwa hasil dari akreditasi suatu sekolah sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ada pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan dari hasil “akreditasi semu”  tersebut. Mengapa demikian,  karena apa yang diperoleh tidak sesuai dengan kenyataan di sekolah yang diakreditas. Hal tersebut tentu sama saja dengan membohongi diri sendiri. Kadang kala segala upaya akan dilakukan untuk mendapatkan peringkat yang terbaik, mulai dari melengkapi sarana dan prasarana di sekolah, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.
Kemudian,  ada hal yang tidak akan terlewatkan adalah peran dan kesibukan guru yang harus melengkapi semua administrasi yang diperlukan, hingga tidak jarang banyak yang mengeluh, karena belum memiliki dokumen apapun. Bahkan bagi mereka,  kata “akreditasi” seakan-akan seperti bom waktu yang akan meledak dan sangat membahayakan orang di sekitarnya. 
Sebenarnya, semua itu tidak akan terjadi apabila guru, yang notabene bertugas  mengajar dan mendidik siswa, dapat meluangkan waktunya untuk sedikit demi sedikit melengkapi dokumen administrasi pembelajarannya. Mulai dari menyiapkan perangkat pembelajaran, hingga mengisi data-data pada bermacam-macam buku khusus yang perlu dimiliki guru itu sendiri. Ibarat kata “sekabur-kaburnya tulisan,  masih dapat dibaca. Tetapi,  sekabur-kaburnya ingatan, tentu tidak ada bekasnya. Apa yang kita lakukan hari ini harus tulis dan bukukan, apa yang siswa dapat lakukan hari ini dokumentasikan, sehingga tanpa disadari semua itu akan menjadi lembaran-lembaran yang berguna saat sekolah mengikuti akreditasi.
Pada akhirnya istilah “bumerang“akreditasi akan menjadi sesuatu yang makna yang positif,  dimana segala upaya yang guru lakukan untuk mendapatkan peringkat terbaik telah berjalan sebagaimana mestinya,  dan tentunya juga sudah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa apa yang kita tanam saat ini akan kita rasakan manfaatnya dikemudian hari. Oleh sebab itu, janganlah menanam tanaman musiman, yang hanya tumbuh subur hanya pada waktu-waktu tertentu dan manfaatnya hanya dapat dirasakan pada saat yang singkat pula. Tetapi, tanamlah tanaman tahunan yang tumbuh subur dan bermanfaat lama. Berikan dan  lakukanlah yang terbaik dan bermanfaat untuk kemajuan sekolah  yang bermanfaat lebih lama dan
Marilah kita bersama membangun kemajuan pendidikan Indonesia,  dan lebih khusus bagi kemajuan di sekolah tempat kita bertugas. Teruslah berjuang mencerdaskan anak bangsa dengan semangat kerja, hingga lelah dan letih tidak akan terasa. Tentunya juga janganlah lupa untuk selalu melengkapi adminsitrasi pembelajaran kita,  hingga lembar demi lembar itu akan  bermakna.
Semangat  akreditasi !  Maju terus pendidikan  Indonesia !”.

====================================
Bagian 12
Menulis yang Terdekat : Menulis tentang Fenomena Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dilihat, didengar, atau bahkan dialami sendiri berbagai fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Selaku guru dan warga masyarakat, fenomena sosial yang terjadi tersebut tentunya tidak luput dari perhatian dan pengamatan kita. Bukankah, dalam konsep ilmu sosial bahwa kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari orang lain di sekitar kita.
Fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita, secara langsung atau tidak langsung juga dapat berpengaruh pada diri, keluarga, dan masyarakat sekitar. Perhatian dan kepedulian kita terhadap fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita merupakan wujud nyata kepekaaan sosial yang ada dalam diri kita terhadap kondisi sosial yang berkembang di sekitar. Banyak orang yang tidak peduli dengan fenomena sosial di lingkungan sekitarnya, karena sibuk dengan urusannya sendiri atau keluarganya, sehingga tidak peka dengan keadaan masyarakat  di sekitarnya.
Dengan melalui tulisan, kita berupaya mewujudkan kepakaan sosial terhadap fenomena yang sedang terjadi dan berkembang di masyarakat, apakah fenomena sosial itu berdampat positif atau negatif dan menjadi masalah sosial di masyarakat. Misalnya tentang makin maraknya peredaran dan pemakaian NARKOBA dan penyalahgunaan obat-obatan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat di kalangan remaja, termasuk pelajar.  Fenomena sosial yang bersifat negatif tersebut sangat meresahkan masyarakat, termasuk diri kita selaku guru.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk membantu pihak berwajib memberantas peredaran dan pemakaian NARKOBA dan penyalahgunaan obat-obatan tersebut?  Kepedulian kita terhadap  fenomena sosial yang berdampak negatif terhadap masa depan bangsa dapat kita wujudkan dengan memberikan saran, masukan, serta solusi melalui tulisan yang buat, apakah berupa artikel, puisi, atau bentuk tulisan yang lainnya.
Kepakaan sosial kita dapat diekspresikan dan diwujudkan dengan media menulis yang sesuai genre tulisan kita masing-masing dalam menyikapi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat melalui tulisan. Fenomena sosial yang berpotensi menjadi masalah sosial cukup banyak terjadi di masyarakat, dan dengan melaui tulisan diharapkan dapat  membantu memecahkan permasalahan sosial terseebut yang ada di lingkungan sekitar kita.
Melalui sebuah tulisan yang kita publikasikan di media massa cetak atau media sosial, diharapkan dapat menggugah dan menginspirasi banyak orang untuk peduli dan peka terhadap permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya. Bagi kita yang punya potensi dan kemampuan menulis, maka tidak ada salahnya menyampaikan saran, pendapat, dan juga solusi dalam mengantisipasi dan mengatasi fenomena dan masalah sosial yang berkembang di masyarakat kita sekarang ini.  Bukankah, setiap orang berkewajiban untuk membantu memecahkan masalah sosial yang ada di sekitarnya?
Memahami perang dan fungsi kita sebagai warga masyarakat, terlebih lagi sebagai guru, maka selaku agen pembangunan dan pembaharuan harus peduli dan lebih peka dengan perkembangan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan fungsi kita selaku guru di sekolah tetap menjadi prioritas dalam kesaharian kita, namun kita juga tidak boleh menutup mata dari  berbagai fenomena yang berkembang di masyarakat sekitar kita. Mari kita manfaatkan potensi dan kemampuan menulis kita untuk bergerak bersama membangun masyarakat yang lebih baik di masa mendatang.
Dalam menyajikan dan membahas kondisi yang berkaitan dengan fenomena sosial melalui tulisan, khususnya artikel, perlu diperhatikan sudut pandang yang sesuai dengan kompetensi dan profesi kita sendiri. Misalnya,  kita yang berkompetensi dan bergalut dengan profesi sebagai guru, maka dalam membahas atau mengupas permasalahan fenomena sosial yang sedang berkembang itu dipandang dari sudut dunia pendidikan. Kita membahas dan mengupasnya dengan berdasarkan sisi keilmuan dan persepsi dunia pendidikan, sehingga memiliki dasar yang kuat terhadap permasalahan dalam fenomena tersebut.
Fenomena sosial itu diibaratkan seperti sebuah gunung, semua orang boleh memberikan tinjauan dan pembahasan yang berbeda sesuai dengan kompetensi dan kepakarannya masing-masing. Sudut dan persepsi masing-masing orang dapat berbeda dalam memandang dan menyikapi fenomena sosial yang ada di masyarakat, baik dari sudut atau persepsi hukum, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Guru, memiliki kompetensi dana kepakaran dalam bidang pendidikan, maka sudah selayaknya membahasa fenomena sosial tersebut dari sudut dan persepsi dunia pendidikan.
Salah satu contoh yang menjadi fenomena sosial di masyarakat, dan pernah viral di media sosial lalu  diangkat oleh salah satu televisi swasta nasional, adalah fenomena perkawinan anak di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, tahun 2018 yang lalu.   Fenomena sosial yang dicontohkan tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda, tidak terkecuali dari sudut dan persepsi dunia pendidikan.
Membahas dan mengupas masalah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan sudut pandang atau persepsi yang sesuai dengan kompetensi, keahlian, dan profesi diharapkan dapat memberikan pembahasan yang lebih mendalam dan ilmiah, tidak sekedar opini belaka. Demikian pula hanya dengan  guru dalam membahas fenomena sosial yang berkembang di masyarakat, hendaknya tetap berada di dalam koridor keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang fenomena sosial  yang ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI  (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya   Mengadopsi Ajaran Berkah “ oleh  Nuril Ikhsan, yang isinya “ Kekerasan terhadap guru kerap terjadi, baik yang dilakukan oleh orangtua maupun siswanya sendiri .bahkan ada yang sampai meregang nyawa karena penganiayaan oknum siswa. Sebagaimana yang terjadi di SMA Negeri 1 Torjun Sampang, seorang guru kesenian yang bernama Ahmad Budi Tjahyanto tewas karena pemukulan yang dilakukan oleh siswanya berinisial HI. Tidak lama berselang,  muncul lagi kasus penganiayaan oleh orangtua siswa kepada Astri Tampi, seorang Kepala SMP di Labuan Uki Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara. Menengok ke kebelakang, kejadian serupa juga pernah menimpa guru pada sebuah sekolah dasar di Pelaihari Kabupaten Tanah Laut, seorang guru dikeroyok oleh orangtua siswa yang tidak terima anaknya ditegur karena tidak memakai sepatu. Penyebab dari kasus penganiayaan terhadap guru tersebut sama, yaitu tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya.
Kekerasan terhadap guru seperti kasus di atas,  mungkin hanya puncak gunung es dari sekian kekerasan yang dialami guru dalam menjalankan tugasnya. Guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mendidik lebih bersinggungan kepada kepribadian, menggiring dari pribadi yang buruk menjadi baik. Faktanya,  mendidik itu lebih sulit dari pada mengajar siswa untuk mengetahui atau paham sesuatu. Keadaan ini diperparah lagi dengan sikap hormat siswa terhadap guru yang seakan terkikis oleh pergaulan dan lingkungan sosial yang tidak mendukung.
Melihat fenomena kekerasan terhadap guru ini, maka ada baiknya kita belajar kepada lembaga pendidikan yang selalu sukses mengajarkan rasa hormat kepada guru, yaitu pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis agama Islam sangat konsen terhadap pembiasaan akhlakulkarimah. Penghormatan terhadap guru sangat ditekankan dalam lingkungan pesantren. Dunia pesantren sangat menekankan “ adab harus lebih tinggi dari pada ilmu”, semakin tinggi ilmu seseorang, maka harus dibarengi dengan adab yang lebih tinggi pula.
Mengapa pesantren hampir selalu mampu membekali murid dengan rasa hormat terhadap guru? Salah satunya adalah karena ditanamkannya konsep atau ajaran“ berkah ”. Berkah atau barokah dalam bahasa Arab merupakan istilah yang tidak asing dalam lingkungan pesantren. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, berkah berarti pemberian atau karunia, sedangkan menurut istilah, berkah yaitu ziyadatulkhair atau bertambah-tambah kebaikan. Berkah adalah sesuatu tambahan kebaikan yang diberikan Allah kepada hambanya atas karunia yang ia miliki, baik itu harta, ilmu maupun karunia lainnya.
Berkah sendiri dapat berupa harta yang selalu bertambah, kelapangan hidup, maupun ketenangan jiwa. Sebagai contoh orang yang sering bersedekah sehingga Allah memberi berkah atas hartanya berupa rezeki yang dating berlipat-lipat. Semisal juga karena selalu berzikir, Allah memberikan berkah berupa kelapangan hidup, sehingga sesibuk apa pun seseorang, dia tak pernah merasa dikejar waktu. Berkaitan dengan waktu, berkah kadang langsung diberikan ketika melakukan sesuatu atau mendapat sesuatu, ada juga yang dapat dirasakan ketika diselang waktu yang lama.
Perlu diingat, bahwa berkah tidak selalu diukur dari seberapa banyaknya rezeki yang didapat, namun seberapa taatnya seseorang kepada Rabb-nya setelah memperoleh karunia tersebut. Perbandingan orang yang tidak mendapat berkah dengan orang yang mendapat berkah,  digambarkan seperti orang yang memiliki harta banyak, namun hidup semakin tidak tenang dan jauh dari Tuhan. Sebaliknya,  ada orang yang hanya memiliki harta sedikit, namun semakin tenang dan dekat kepada Tuhan. Demikian pula karunia berupa ilmu, maka ilmu yang berkah, belum tentu ilmu yang banyak,  tetapi lebih kepada semakin taqwanya seseorang setelah memperoleh ilmu tersebut. Ciri orang yang mendapat berkah lebih kepada bertambahnya ketaqwaan kepada Allah setelah memperoleh karunia-Nya.
Ajaran tentang berkah merupakan senjata ampuh untuk mendidik akhlak siswa atau santri terhadap gurunya di pesantren. Seorang santri yang ingin mendapatkan ilmu yang berkah tentunya harus menghormati dan mentaati guru yang memberikan pelajaran kepadanya, bahkan sejak dalam  hati. Seorang santri jika ingin ilmu yang diperolehnya memiliki berkah, maka tidak layak terbesit dalam hatinya mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap gurunya, apalagi menyakiti fisik sang guru.  Jangankan menghina guru, memotong pembicaraan guru pun santri sudah dibayangi akan kehilangan  berkah. Begitu pun secerdas apa pun murid, sekuat apapun hafalannya, dikarenakan kedurhakaannya pada guru sehingga ilmunya tidak berkah dan mungkin akan mendapat kualat, apakah itu berupa sengsara secara ekonomi, batin maupun bertambah jauhnya seseorang dari Tuhannya.
Berdasarkan uraian di atas,  dapat kita pahami bahwa tujuan menuntut ilmu bukan hanya ilmu itu sendiri, tetapi juga sesuatu yang ada didalamnya yaitu berkah. Berkaca dengan keyakinan ini, maka jangan heran jika melihat santri berbondong-bondong menyalami ustadznya dimana pun dan kapan pun mereka bertemu. Tujuan santri menyalami gurunya agar dapat menempelkan hidung (bukan dahi atau pipi) ke tangan guru sehingga diharapkan memperoleh ridha guru, sesuatu yang diyakini sebagai jalan mendapat ilmu yang berkah.
Sifat “kerahasian” berkah, baik dari bentuk atau pun waktu, juga menuntut santri untuk selalu istoqamah mencari ilmu, sekaligus menuntut santri untuk selalu hormat dan taat kepada siapapun yang menjadi gurunya. Dari sekian kali santri menuntut ilmu dan belajar pada salah satu guru, disitulah Allah berikan berkah pada ilmunya. Allah turunkan berkah terhadap ilmunya setiap kali dia belajar. Keyakinan akan berkah itulah yang menuntun para santri tidak bosan dengan ilmu, meskipun santri tersebut sudah menguasai ilmu tersebut,  sehingga  berdampak pada ke-tawadhu’an (kerendahan hati) santri atas ilmu yang dimilikinya.
Keampuhan ajaran berkah yang sudah teruji,  seyogyanya menjadi bahan “studi banding” bagi guru maupun lembaga pendidikan untuk kemudian mengadopsinya dalam pendidikan sekolah. Guru mata pelajaran Pendididikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah guru yang secara formal akademik mendapat tugas khusus mendidik akhlak lebih besar dibandingkan dengan guru lainnya, meskipun sebenarnya mendidik akhlak bukan hanya tugas guru mata pelajaran tersebut semata.
Pengadopsian ajaran berkah ini sangat terbantu jika semua unsur yang terkait dengan pendidikan memberikan ajaran konsep tersebut. Guru dapat mengawali pengadopsian ajaran berkah ini dengan mencoba memahami esensinya melalui belajar dari ustadz atau kiyai, buku, maupun dari sumber lainnya yang dinilai memahami ajaran tersebut. Kemudian guru menyampaikan kepada siswanya tentang berkah beserta gambaran-gambarannya. Guru juga diharapkan dapat menyampaikannya kepada orangtua siswa,  baik secara personal maupun dalam pertemuan yang melibatkan banyak orangdi sekolah.
Upaya mengadopsi ajaran berkah ini hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar tertanam keyakinan akan berkah itu sendiri. Demikian pula,  tidak kalah pentingnya keteladanan guru menjadi sangat penting agar apa yang diajarkan kepada siswa dan apa yang guru lakukan untuk mendidik mereka  menjadi sebab guru tersebut memperoleh  berkah pula “.

=========================================================

Bagian 13
Menulis yang Terdekat : Menulis Kembali Buku Harian

Buku harian, jurnal,  atau apapun namanya,  pada umumnya ada dimiliki oleh semua guru selama ini. Banyak catatan dan pesan yang tercatat atau tertulis dalam buku harian tersebut, yang didominasi berisi catatan mengikuti kegiatan kedinasan, seperti rapat kerja, sosialisasi, dan sebagainya. Bagi guru yang sudah lama mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan, maka dapat dipastikan memiliki banyak buku harian.
Pemanfaatan dari buku harian yang dimiliki, tidak sekedar hanya menjadi koleksi buku harian yang tersimpan rapi atau bahkan hilang entah kemana, namun dapat lebih ditingkatkan nilainya dengan ditulis kembali menjadi sebuah tulisan baru, apakah bentuk cerita pendek, sejarah, artikel, dan sebagainya. Buku harian yang sudah bertahun-tahun tersimpan di lemari atau laci meja kerja, kini saatnya diambil dan dimanfaatkan kembali untuk bahan dan sumber tulisan.
Mengapa buku harian yang sudah sekian lama tersimpan di tempatnya perlu dibongkar dan diambil kembali? Karena di dalam buku harian itu mungkin ada tersimpan seribu satu macam cerita dari jejak rekam perjalanan karir kita selama mengabdikan diri sebagai guru atau tugas dan kegiatan penting lainnya. Disamping itu, faktor usia yang terus bertambah dengan beban pikiran yang juga semakin berat, menyebabkan memori ingatan kita terhadap berbagai kejadian, peristiwa, dan sebagainya dimasa lalu hilang entah kemana alias lupa. Nah, dengan adanya adanya catatan atau tulisan dalam buku harian akan membuka dan mengingatkan kembali apa yang telah lama berlalu.
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih dan melanda kepada semua lapisan, tidak terkecuali kalangan guru, dapat memberikan dampak terhadap banyak hal. Kini, kita dapat mengabadikan kegiatan harian kita dengan menggunakan kamera handphone canggih, lalu  tersimpan atau dapat dikirim ke media sosial saat itu juga. Seiring dengan menyimpan gambar atau mengirimnya ke media sosial, saat itu pula kita menulis beberapa kata atau kalimat untuk menjelaskan gambar atau vedio yang kita kirim ke media sosial tersebut.
Dengan adanya penyimpanan dalam handphone canggih, baik berupa gambar, vedio, serta tulisan yang menjelaskan tentang kegiatan dalalm foto fan vedio tersebut, maka telah terjadi peralihan penyimpanan catatan yang bersifat menual menjadi digital. Selanjutnya, koleksi gambar, vedio, serta tulisan yang menyertainya disimpan lagi ke dalam laptop atau komputer untuk memperkuat penyimpanan data dan dukumen dari handphone atau gadget lainnya.
Kecanggihan alat dan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, jika dimanfaatkan dengan baik dan kreatif oleh penggunanya, maka akan memberikan nilai tambah bagi pemakainya. Salah satu nilai tambah tersebut adalah memudahkan kita melakukan perakaman dan penyimpanan data dan catatan yang telah kita alami atau kita lihat untuk sumber dan bahan pendukung tulisan kita. Kita harus mengikuti dan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung dan menyokong kita menulis.
Buku harian yang berbasis kertas yang dulu dipakai oleh kebanyakan orang, maka kini mulai bertranspormasi menjadi buku harian yang berbasis digital dan media sosial, seiringan dengan perubahan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Zaman sudah berubah, maka oleh sebab itu kita pun harus menyesuaikan dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar kita.
Bagaimana menyeleksi catatan dalam buku harian itu penting dalam tulisan kita? Adakah ketentuan atau kreteria untuk menyeleksinya?  Tentang bagaimana dan sebarapa pentingnya catatan dalam buku harian itu penting untuk dijadikan sebuah tulisan, semuanya tergantung dengan diri kita sendiri. Kita memiliki ketentuan atau kreteria sendiri untuk menentukan mana yang pantas dan tidak pantas dijadikan sumber atau bahan menjadi tulisan yang akan kita buat. Terlepas apapun ketentuan atau kreteria yang digunakan untuk menyeleksi mana yang pantas dan tidak pantas menjadi sebuah tulisan, menurut pengalaman penulis untuk menyeleksi catatan dalam buku harian ditentukan pada kelompok yang bersifat pribadi dan bukan pribadi.
Jika yang catatan hariannya bersifat pribadi, misalnya catatan tentang kehidupan romantika cinta pertama atau hal-hal yang bersifat romantis lainnya, maka mungkin dapat menjadi sumber dan bahan inspirasi tulisan yang bergenre cerpen, novel, dan sebagainya. Sementara itu, jika dalam catatan harian bersifat umum, misalnya catatan tentang kegiatan kedinasan dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan dan organisasi, maka lebih cenderung kepada tulisan artikel, sejarah, dan sebagainya.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis kembali catatan buku harian yang judulnya “ Catatan Mendampingi Peserta Bimtek Penyusunan Soal USBN “ oleh  Maslani, yang isinya   Bertempat di ruang MGMP Kabupaten Tanah Laut yang berada di UPTD SMP Negeri 2 Pelaihari, dilaksanakan Bimbingan Teknis atau bimtek penyusunan naskah soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional atau USBN pada Sabtu, 9 Februari 2019.  Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut yang diikuti oleh sebanyak 37 guru SMP se Kabupaten Tanah Laut, yang merupakan utusan dari 7 (tujuh) mata pelajaran yang USBN, yaitu (1) Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, (2) PPKn , (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris, (5) IPA, (6) Matematika, dan (7) IPS.
Kegiatan dimulai pada pukul 09.00 WIT dengan pengantar langsung oleh  Ahmad Sairaji, M.Pd selaku Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut. Dalam pengantarnya antara lain menyampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber/pendamping dan seluruh peserta bimtek; menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan bimtek; memberikan arahan kepada peserta, dan diakhiri dengan membukan forum tanya jawab dengan peserta bimtek.
Beradasarkan informasi dari Ahmad Sairaji, M.Pd, bahwa kegiatan bimtek penyusunan naskah soal USBN ini merupakan upaya persiapan penyelenggaraan USBN yang akan dilaksanakan pada awal bulan April 2019, dan pada tahun ini mata pelajaran yang USBN sebanyak 7 (tujuh) mata pelajaran. Hasil USBN nantinya akan dikembalikan ke sekolah setelah dikoreksi lembar jawaban komputer atau LJK, dan selanjutnya nilai USBN tersebut diolah oleh masing-masing sekolah. Sementera menunggu soal USBN yang berasal dari pusat, maka kepada tim penyusun soal USBN daerah agar menyiapkan naskah soalnya terlebih dulu.
Seusai pengantar dan arahan dari Ahmad Sairaji, M.Pd selaku Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut dilanjutkan dengan bimbingan dari penulis selaku pendamping/narasumber kegiatam bimtek tersebut.  Kegiatan bimbingan dimulai sekitar pukul 09.45 WIT, diawali dengan kegiatan quis tentang materi bimbingan dengan menggunakan aplikasi Kahoot. Peserta diminta untuk menggunakan handphone berbasis androit untuk mengikuti kegiatan quis tersebut. Ada 2 (dua) soal quis yang penulis berikan, yaitu tentang penulisan soal tertulis dan soal HOTS.
Selanjutnya, penulis menyampaikan materi tentang penulisan soal tertulis dan soal HOTS sekitar 1 jam yang dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta terkait dengan materi yang penulis sampaikan. Penulis juga menyampaikan pengalaman selama ini dalam mengedit naskah soal untuk ulangan umum bersama SMP se Kabupaten Tanah Laut yang naskah soalnya berasal dari tim pembuat soal dari MGMP 7 mata pelajaran yang mengikuti bimtek penyusunan soal USBN ini. Hasil evaluasi terhadap naskah soal ulangan umum tersebut menjadi perbandingan dan telaah bagi tim penulis naskah USBN, terutama hal-hal yang tidak sesuai dengan kaedah penulisan soal yang baik.
Dari hasil bimtek naskah soal USBN hari ini diharapkan mampu menghasilkan naskah soal yang siap untuk digunakan dalam pelaksanaan USBN yang akan datang untuk SMP se Kabupaten Tanah Laut. Oleh sebab itu, sesudah penulis menyampaikan paparan materi, maka peserta melakukan kegiatan penyusunan naskah soal dalam kelompok MGMP mata pelajaran masing-masing.  Kegiatan bimtek penyusunan soal USBN ini berakhir pada pukul 12.30 WIT, sedangkan tugas penyusunan naskah soal dilanjutkan di rumah masing-masing sesuai jadwal waktu yang ditentukan “.

====================================
Bagian 14
Menulis yang Terdekat : Menulislah  Pasca Membaca

Membaca itu merupakan pintu masuk dan modal awal untuk menjadi penulis. Ibaratnya berdagang atau berbisnis, membaca itu merupakan modal yang akan dipergunakan untuk berdagang atau berbisnis yang akan kita jalankan. Membaca itu memilik banyak ragam dan bentuknya, baik membaca dalam arti membaca tekstual maupun kontekstua. Membaca tekstual seperti buku, koran, majalah, dan sebagainya, sedangkan  membaca kontekstual seperti membaca fenomena sosial dan alam yang ada di sekitar kita.
Dalam konteks kekinian, membaca dipersepsikan dengan kegiatan literasi. Literasi sekarang ini menjadi trend dan banyak dikampanyekan, bahkan menjadi gerakan nasional yang kini gencar dilaksanakan di sekolah. Membaca dan literasi memiliki keterkaitan yang erat, namun tetap memiliki konsep dan makna masing-masing.
Selanjutnya, membaca memiliki sejarah yang panjang sebagaimana tercantum dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad SAW, sebelum beliau ditetapkan menjadi rasul, beliau mendapatkan wahyu dan ayat pertama dari Allah SWT yang tercantum dalam Surah Al-alaq, surah ke-96 dalam al Quran. Surah ini terdiri dari 19 ayat, dan  nama lain dari surah ini adalah ‘ Iqra ‘ yang artinya ‘bacalah’.
Lalu,  bagaimana hubungan antara membaca dan menulis?  Secara umum sudah dipaparkan  sebelumnya, bahwa hubungan antara membaca dan menulis itu sangat erat, karena membaca itu modal awal  dalam menulis. Semakin banyak modalnya, maka semakin banyak hal yang dapat dituliskan.  Bukankah dalam karya tulis ilmiah, baik buku, makalah, skripsi, dan sebagainya wajib mencantum buku yang sebagai bahan bacaan atau referensinya?
Ketika kita sebuah buku atau bahan bacaaan lainnya secara baik, maka sesuai membacanya akan terjadi proses pemahaman dalam diri kita atas yang hal yang dibaca tersebut sesuai dengan tingkat kemampuan kita. Nah, dari pemahaman inilah kita kemudian ingin memberikan tanggapan terhadap permasalahan yang dibahas dalam buku atau bahan bacaan yang kita baca tersebut. Tanggapan terhadap buku atau bahan bacaan tersebut merupakan konsekwensi logis atas isi yang dipaparkan oleh buku atau bahan bacaan terbut, baik yang bersifat pro atau kontra terhadap permasalahan yang dibahas dari buku atau bahan bacaan tersebut.
Setiap orang tentunya mempunyai tanggapan yang berbeda-beda terhadap isi buku atau bahan bacaan yang mereka baca, tergantung dengan persepsi dan kemampuannya masing-masing. Namun demikian, bagi kita sebagai orang berlatar belakang bidang keguruan dan bekecimpung dalam dunia pendidikan, tentu buku atau bahan bacaannya berhubungan dengan dunia keguruan dan pendidikan, serta dalam melihat dan menanggapi sebuah permasalahan berdasarkan latar belakang pendidikan dan profesi kita sebagai guru.
Persoalannya, sejauhnya kita mau memanfaatkan waktu untuk menulis setelah membaca buku atau bahan bacaan lainnya? Pada umumnya, masih belum terbiasa menulis tanggapan terhadap apa yang kita baca, sehingga menulis sesudah membaca terabaikan. Maklum saja, banyak pekerjaan dan kesibukan lain yang perlu diselesaikan, atau memang kita belum terbiasa menulis pasca membaca.
Menurut pengalaman selama ini, penulis sering membaca  dan menanggapi secara tertulis  terhadapat berita koran yang berhubungan dengan masalah dunia pendidikan, karena sesuai dengan kompetensi dan profesi penulis sebagai guru dan berkecimpung langsung dalam dunia pendidikan di sekolah. Setiap ada berita masalah yang terkait dengan dunia pendidikandari koran langganan penulis,  maka penulis menanggapinya secara tertulis sesuai dengan konteks permasalahannya, misalanya tentang guru, siswa, kurikulum, gedung sekolah, dan sebagainya. Tanggapan penulis yang tertulis tersebut berupa opini atau artikel yang membahas dan mengupas sesuai dengan konteks berita yang koran yang masih relatif baru terbit dan permasalahannya masih hangat diperbincangkan.
Mengapa kita menanggapi secara tertulis tentang berita koran yang berhubungan dengan masalah dunia pendidikan saja? Sebenarnya, kita dapat menanggapi berita apapun yang sedang hangat dibicarakan saat itu,  namun dalam tanggapan secara mendalam, maka konteks masalahnya harus  sesuai dengan kompetensi dan profesi kita sebagai pelaku dan pemerhati dunia pendidikan. Masalah ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya yang diluar konteks dunia pendidikan, diserahkan kepada mereka yang berkompetensi dan ahli dalam bidangnya.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis pasca membaca yang judulnya “ Beda Pendapat dan Pendapatan “ oleh  Maslani, yang isinya  Membaca berita koran Banjarmasin Post, Rabu, tanggal 13 Februari 2019, di halaman  9 dengan judul “ Kepsek Persoalkan Nilai Tunjangan “, dan subjudul beritanya “ Kepala Tenaga Administrasi Lebih Besar “.  Dalam berita koran ini disebutkan, peluang penyetaraan tunjangan tambahan penghasilan para Kepala Tenaga Administrasi Sekolah (KTAS) sesuai dengan jabatannya sebagai Eselon IV B makin besar setelah mendapat lampu hijau dari Bekeuda dan BKD Provinsi Kalsel. Jika dietujui oleh Gubernur Kalsel, maka para Kepala Tenaga Administrasi Sekolah SMA, SMK dan SLB di Kalsel akan menerima tunjangan tambahan penghasilan sebesar Rp4,5 per bulan. Jumlah tersebut lebih besar daripada tunjangan tambahan panghasilan yang diterima Kepala Sekolah di SMA, SMK dan SLB di Kalsel yaitu Rp 2,5 juta per bulan.
Kesejahteraan menjadi masalah pokok bagi semua orang, tidak terkecuali bagi ASN yang bertugas di sekolah selama ini, baik kepala sekolah, guru, maupun tenaga administasi sekolah. Pendapatan dari tunjangan tambahan penghasilan yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau provinsi sangat variatif, tergantung dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing.
Bagi daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang besar, maka tentunya akan memberikan tunjangan tambahan penghasilan yang relatif besar pula kepada ASN di daerah tersebut. Demikian pula sebaliknya, ASN di daerah yang kemampuan keuangan daerahnya kecil, maka akan memberikan tambahan penghasilan yang relatif kecil  pula kepada ASN di daerah tersebut, atau bahkan tidak ada samasekali.
Persoalan yang mungkin timbul dari adanya pemberian tunjangan tambahan penghasilan bagi ASN tersebut, adalah adanya tingkat kesenjangan yang jauh antar golongan atau eselon sebagaimana diberitakan oleh koran Banjarmasin Post di atas. Kepala sekolah selaku pimpinan di sekolahnya akan mendapatkan tunjangan tambahan penghasilan yang di bawah dari Kepala Tenaga Administrasi Sekolah (KTAS), yang merupakan ‘anak buah’ atau bawahannya kepala sekolah di sekolahnya.
Pemerintah memang berkewajiban memperhatikan dan memberikan penghasilan yang layak bagi ASN  sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian pula sebaliknya, ASN wajib melaksanakan tugas dan fungsi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dengan penuh tanggung jawab, dedikasi, dan loyalitas.  Beda pendapatan atau penghasilan mungkin saja terjadi dalam sistem penggajian dan tunjangan penghasilan lainnya sesuai dengan pangkat, golongan, dan tugas atau jabatan yang dibebankan kepada ASN tersebut.
Beda pendapat itu biasa, namun jika ada beda pendapatan yang tidak semestinya, maka akan dapat terjadi ‘kecemburuan’ atau bahkan kekecewaaan. Masa,  pendapatan kepala sekolah lebih kecil daripada pendapatan bawahannya di sekolah. Begitulah kondisi nyata dalam kehidupan, khususnya dalam lingkungan sekolah yang berkaitan dengan beda pendapatan atau penghasilan yang diberikan oleh pemerintah. Kewajaran dalam pemberian penghasilan sebagaimana dipersoalkan oleh kepala sekolah di atas, memang patut dipertimbangkan sesuai dengan tugas dan fungsi yang ada di sekolah, sehingga tidak berpotensi menimbulkan masalah di sekolah. Semoga “.

===============================
Bagian 15
Menulis yang Terdekat : Menjadi Pendengar dan Pencatat yang Baik

Menjadi orang yang selalu banyak bicara, beda dengan orang yang menjadi pembicara. Banyak bicara terkesan bersifat dominatif dan memonopoli, sehingga kurang dapat mendengarkan dan menikmati pembicaraan orang lain di sekitarnya. Pembicara yang bersifat dominan dan monopoli pembicaraan terkesan pula kurang menghargai hak bicara atau kesempatan orang lain dalam sebuah pembicaraan, sehingga dapat terjadi miskomunikasi dan membosankan orang lain.
Menjadi pembicara merupakan tugas atau pemberian kesempatan oleh orang lain kepada seseorang untuk berbicara sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan. Misalnya narasumber, penceramah,  dan sebagainya. Pembicara melaksanakan tugasnya sesuai durasi waktu yang diberikan,  dan kemudian sesudahkan akan menjadi pendengar yang baik hingga diberikan waktu lagi untuk berbicara.
Begitu pula bagi pula seorang penulis, lebih banyak waktunya untuk mendengarkan pembicaraan orang atau pihak lain daripada dia sendiri berbicara banyak. Contohnya, seorang wartawan atau jurnalis, seusai mengajukan pertanyaan lalu mereka mendengarkan jawaban yang disampaikankan oleh pihak yang diwawancari dengan seksama. Sikap dan perilaku wartawan atau jurnalis ini patut dicontoh oleh orang yang ingin menjadi penulis, sedikit bicara namun banyak mendengarkan.
Secara fisik, Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa, memberikan petunjuk dari kondisi panca indera kita. Tuhan hanya memberikan satu mulut, sedangkan mata, telinga, tangan, dan kaki  diberikan sebanyak dua buah. Pesan yang tersirat dari penciptaan panca indera kita tersebut, bahwa kita harusnya lebih banyak melihat,  mendengar, dan bekerja, bukan lebih banyak berbicara. Konsep dasar ini sebagai acuan kita dalam kehidupan sehari-hari, bahwa kita harusnya banyak membaca dan mengamati apa yang ada di sekitar kita.
Begitulah pesan tersirat dari penciptaan panca indera yang kita miliki. Berbicara memang perlu, tetapi tidak  bicara melulu hingga kapan lagi kita mau mendengarkan orang lain yang juga punya hak bicara. Menjadi penulis, atau apapun sebutannya, adalah profesi yang lebih banyak menjadi pendengar dan pencatat. Mendengarkan sebanyak mungkin dari seorang atau banyak orang, lalu kemudian kita rekam dan catat berbagai pembicaraan orang tersebut hingga akhirnya menjadi bahan dan sumber tulisan.
Menjadi seorang pendengar yang baik merupakan prasayarat untuk menjadi penulis yang baik. Selama kita mendengarkan dan menyimak pembicaraan orang lain, maka saat itu kita mencatat atau merekam dalam ingatan kita tentang isi dan pesan dari pembicaraan orang tersebut. Hasil daya rekam akan berbeda jauh orang yang menjadi pendengar baik dengan orang  yang banyak bicara dan mendominasi pembicaraan dengan orang lain. Hasil rekaman yang baik akan sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tulisannya.
Disamping sebagai pendengar yang baik, penulis juga diharapkan dapat menjadi seorang pencatat yang baik pula, sehingga akan semakin meningkatkan mutu hasil tulisannya. Menulis itu diawali dengan menjadi pendengar dan pencatat yang baik, selanjutnya hasil pendengaran dan catatan yang baik itulah akan menjadi sumber dan bahan tulisan yang bermutu, karena didukung pendengaran dan pencatatan yang baik.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menjadi pendengar dan pencatat yang baik yang judulnya “ Catatan Menghadiri Rapat Kerja MKKS SMP Tanah Laut  “ oleh  Maslani, yang isinya  Memenuhi undangan dari Pengurus MKKS SMP Tanah Laut tertanggal 11 Februari 2019, maka pada Kamis, 14 Februari 2019 , menghadiri kegiatan rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut di UPTD SMP Negeri 3 Pelaihari, yang berada di batas kota, sekitar Pelaihari 5 km dari rumah penulis. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah tertua di Kabupaten Tanah Laut, berdiri dan operasional sejak tahun 1983 yang lalu.
Kegiatan rapat kerja ini dimulai pada sekitar pukul 09.15 WIT yang diawali acara pembukaan dengan bersama-sama membaca Surah Al-fatihah, dilanjutkan dengan acara kedua menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diikuti oleh hadirin dengan dipandu oleh salah satu guru UPTD SMP Negeri 3 Pelaihari. 
Acara berikutnya, sambutan Kepala UPTD SMP Negeri 3 Pelaihari, Drs Fathurrahman Sidiq, M.M.Pd, selaku tuan rumah rapat kerja rutin bulanan MKKS SMP Tanah Laut. Dalam sambutannya, antara lain menyampaikan ucapan selamat datang kepada pengurus dan anggota MKKS SMP Tanah Laut, menyajikan profil sekolah dengan didukung tayangan powerpoin tentang profil sekolah yang berisi sejarah berdirinya sekolah, data guru dan tenaga kependidikan, data siswa, fasilitan dan sarana prasarana, prestasi sekolah/siswa yang pernah diraih, dan sebagainya.
Sambutan berikutnya dari Ketua MKKS SMP Tanah Laut, Agus Darmadi, M.Pd; yang antara lain menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi atas prestasi sekolah kepada tuan rumah dan anggota MKKS SMP Tanah Laut yang hadir; menginformasikan tentang agenda kegiatan pertemuan hari ini, khususnya tentang akan kedatangan Bupati Tanah Laut dalam rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut hari ini; dan menginformasikan sekaligus memperkenalkan anggota baru MKKS SMP Tanah Laut dari SMP An Najah Pulau Sari Kecamatan Tambang Ulang.
Informasi dan arahan dari Pengawas Sekolah, Hamdani, S.Pd, M.MPd menjadi sambutan selanjutnya; yang antara lain menyempaikan informasi tentang program kepengawasan dan kondisi personil Pengawas Sekolah Disdikbud Tanah Laut saat ini; arahan tentang agar sekolah yang melaksanakan kebijakan LHS (Lima Hari Sekolah) dapat mengintensifkan kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikulernya; perlunya peningkatan penguatan pendidikan karakter melalui pembinaan mental spritual; dan arahan agar kepala sekolah melalukan pembinaan  guru dan tenaga kependidikan sekolahnya sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Seusai kegiatan rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut yang bersifat internal organisasi dalam pembinaan kinerja kepala sekolah, maka dilanjutkan dengan persiapan penyambutan Bupati Tanah Laut yang akan hadir menghadiri rakat kerja MKKS SMP Tanah Laut ini. Pihak tuan rumah sudah menyiapkan acara penyambutan dengan penampilan tarian dan olahraga pencak silat oleh siswa. Seluruh peserta rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut pun dipersilahkan keluar dari ruangan rapat menempati tempat yang disediakan di teras sekolah.
Sekitar pukul 11.00 WIT Bupati Tanah Laut, H. Sukamta, M.AP disambut dan didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tanah Laut, Abdillah, M.Pd , memasuki tempat penyembutan, dan selanjutnya mengikuti prosesi penyambutan dan menyaksikan penampilan tarian dan pencak silat. Kemudian, sekitar pukul 11.15 WIT, sesudah prosesi penyambutan Bupati, maka dilanjutkan kembali rapat kerja dengan agenda utama mendengarkan arahan dan bimbingan Bupati Tanah Laut.
Dalam arahan dan bimbingan Bupati Tanah Laut, antara lain menyampaikan ucapan permohonan maaf atas keterlambatan hadir ke rapat kerja ini karena ada tamu di kantor yang harus ditemui; menyampaikan pendapatnya tentang pentingnya forum MKKS dalam rangka menyikapi dan menyelesaikan permasalahan sekolah; perlunya MKKS juga mengundang dinas atau SKPD terkait dalam forum MKKS dalam upaya mewujudkan kemajuan pendidikan di Tanah Laut; memberikan arahan dan bimbingan bagaimana sekolah mengumpulkan dan mengelola sumbangan dari pihak orangtua siswa atau masyarakat.
Selanjutnya, Bupati juga berpesan tentang penting audit internal kepada semua sekolah agar nantinya kepala sekolah tidak bermasalah dikemudian hari; menginformasikan tentang kesiapan UNBK yang akan dilaksanakan oleh seluruh SMP se Kabupaten Tanah Laut dan berpesan agar laptop atau komputer yang akan diberikan oleh Disdikbud Tanah Laut agar dikelola, disimpan, dan diamankan dengan sebaik-baiknya; dan menghimbau agar semua guru dan siswa se Kabupaten Tanah Laut memakai kain batik sasirangan yang bermotif khas Tanah Laut, yaitu motif kijang, jagung, dan bunga anggrek.
Setelah pengarahan dan bimbingan Bupati, dilanjutkan dengan dialog/tanya jawab. Ada 3 (tiga) penanya yang diberikan kesempatan bertanya kepada Bupati pada sesi pertama, yaitu R.Djaka Sarjana,  Iriansyah, dan Fathurraham Sidiq.  Kemudian, Bupati memberikan tanggapan atas pertanyaan yang disampaikan peserta rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut tersebut, sesi berikutnya dibuka hanya untuk seorang penanya karena mengingat waktu. Penanya sesi kedua ini oleh H.Faturrahman.
Bupati memberikan tanggapan atas pertanyaan dari H,Fathurrahman, dan pada kesempatan ini Kepala Disdikbud Tanah Laut, Abdillah, M.Pd , juga menanggapi pertanyaan dari H.Fathurrahman. Setelah acara arahan dan dialog/tanya jawab yang berlangsung sekitar 1 (jam) lebih , maka kegiatan rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut ditutup dan diakhiri dengan doa bersama yang dipandu oleh Fathurrahman Sidiq.
Kemudian, sesudah makan siang dilanjutkan dengan mendengarkan arahan dari Kepala Disdikbud Tanah Laut, Abdillah, M.Pd, yang berkaitan dengan penyampaian hasil mengikuti kegiatan Rembug Nasional Pendidikan di Jakarta baru-baru tadi. Ada beberapa poin penting hasil Rembug Nasional Pendidikan; antara lain masalah penganggaran dan pengawasn KPK di daerah, portal rumah belajar yang disediakan oleh pihak Kemendikbud untuk guru dan siswa, dan program pendidikan keluarga.  Informasi lain yang disampaikan terkait dengan masalah regulasi, berupa peraturan bupati, untuk mengatur dan memayungi sekolah dalam rangka menggalang dana sumbangan dari orangtua siswa atau masyarakat; dan pendistribusian laptop ke sekolah dalam rangka persiapan UNBK”.
==========================================
Bagian 16
Menulis yang Terdekat : Menulis yang Mudah Dulu

Memulai untuk menulis itu merupakan sesuatu yang sulit bagi banyak orang, tidak terkecuali bagi penulis sendiri. Menulis ‘awal’ kata dari sebuah kalimat pertama atau pembuka sulitnya sungguh luar biasa,  mana kosa kata pilihan atau diksi yang paling tepat untuk menjadi awal sebuah tulisan kita, meski hanya untuk satu kata, apalagi kalimat. Menjadi sebuah tantangan dan kesulitan tersendiri bagi penulis pemula untuk memulai kata atau kalimat pertama diawal sebuah tulisan yang sekelas artikel atau opini.
Tidak ada sesuatu itu berhasil hanya dengan sekali mengerjakan, pasti ada beberapa kali dulu kita membuat ‘kesalahan’, baru kemudian mendapatkan hasil yang kita inginkan, tidak terkecuali dalam hal belajar menulis artikel atau opini dan sebagainya. Kesalahan demi kesalahan hendaknya jangan menjadi alasan untuk berhenti melatih diri dalam menulis, karena semakin lama kita melatih diri dalam menulis, maka akan dapat mengasah kemampuan kita menulis. Menulis itu ibarat mengasah pisau, semakin sering kita mengasahnya, maka semakin tajam mata pisau tersebut.
Bagi pemula yang punya tekad kuat untuk menjadi penulis, disarankan untuk menulis tentang hal-hal yang mudah, ringan, menyenangkan, dialami sendiri, dan sebagainya yang terdekat dengan diri kita. Misalnya, menulis artikel  atau opini tentang kesukaan atau hobi kita. Mulailah bercerita apa hobi kita itu, bagaimana sampai senang dan menekuninya, bagaimana cara melakukan atau  aktivitas dari hobi tersebut, dan seluk-beluk hobi favorit kita tersebut.
Menulis tentang sesuatu kesenangan kita dalam bentuk artikel merupakan upaya kita untuk mengasah kemampuan menulis, agar nantinya akan lebih tajam kemampuan menulis yang kita miliki. Bukankah, tulisan yang diangkat dari sesuatu yang kita senangi akan lebih mudah  diceritakan, bahkan kita bebas memaparkan semua hal yang berkaitan dengan hobi kita tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki.
Berpikir untuk menyusun kata dan kalimat pada saat  menulis merupakan konsekwensi logis dari menulis, karena ketika menulis akan tersaring mana kata atau kalimat yang menurut kita pantas disampaikan atau tidak.  Proses berpikir yang terjadi pada saat kita menulis, mungkin jauh berbeda saat kita berbicara, karena saat menulis ada proses berpikir dulu baru menulis, sedangkan saat berbicara mungkin terjadi sebaliknya.
Demikian pula, ketika selesai menulis tentang suatu hal, kita membaca lagi untuk memeriksa ketepatan kata atau kalimat dalam tulisan itu, jika kurang tepat dapat kita perbaiki lagi, dan demikian seterusnya. Beda dengan berbicara yang tanpa teks, terkadang tidak terpikir dulu saat bicara, dan ketika sudah keluar kata-kata kita, maka sulit untuk memperbaikinya jika ada kata atau kalimat yang kurang tepat dan sebagainya.
Menulis yang mudah itu, bukan berarti tulisan ‘murahan’  yang tidak memiliki nilai sebagai sebuah tulisan.  Siapa tahu nantinya, dengan tulisan yang kita anggap ‘murahan’ tersebut dapat berkembang menjadi buku yang membahas tentang suatu hobi dan menarik banyak orang untuk membacanya. Kita tulis saja semampunya, jangan berpikir atau berprasangka bahwa tulisan itu tidak baik, murahan, atau apapun yang melemahkan semangat dan tekad kita untuk menulis. Jadikan tulisan-tulisannya dulu, jika kurang nantinya dapat diperbaiki atau direvisi lagi.
Selanjutnya, penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis yang mudah dulu  dengan judul “ RTH Kijang Mas Pelaihari Dulu dan Kini  “ oleh  Maslani, yang isinya  Ruang Terbuka Hijau atau RTH  Kijang Mas Pelaihari Kabupaten Tanah Laut yang berjarak sekitar 2 km dari rumah penulis, kini sudah jauh berbeda dari setahun yang lalu. Perubahan yang sangat signifikan mulai terlihat sekitar awal tahun 2018 lalu, karena saat itu mulai berdatangan para PKL (pedagang kali lima) dan pihak lainya. Ada gula, ada semut. Begitulah kira-kira pepatah yang pas untuk menggambarkan kondisi RTH Kijang Mas Pelaihari tersebut pada saat ini, yang kini dipadati oleh pedagang dengan bermacam jualannya serta pengunjung  RTH tersebut.
Pada sekitar tahun 1990-an, RTH Kijang Mas ini merupakan lapangan atau padang golf mini, kemudian dialihkan fungsi menjadi RTH yang direkayasa sedemikian rupa sekitar tahun 2000-an. Luas areal RTH Kijang Mas Pelaihari ini sekitar 2 ha, ada 3 jalur atau jalan yang melingkar RTH. Ada jalur luar, tengah, dan dalam. Di tengah –tengah lingkaran tersebut ada tugu yang berdiri dengan megahnya. Nama ‘kijang mas’ sendiri merupakan nama hewan khas Kabupaten Tanah Laut, yang dalam dalam sebutan orang Banjar (Kalsel) dikenal dengan ‘manjangan’, yaitu kijang yang bertanduk berwarna keemasan.
Kini, RTH Kijang Mas Pelaihari tidak sekedar hanya tempat untuk olahraga atau jalan-jalan santai pada setiap Minggu pagi, tetapi sudah bertembah menjadi ‘pasar kaget’ dan berbagai kegiatan lainnya. Penulis sendiri pada awalnya setiap Minggu pagi bersama keluarga lari pagi atau olahraga lainnya, namun kini juga mengikuti trend yang berkembang di RTH Kijang Mas tersebut. Setelah jalan-jalan atau olahraga, penulis bersama isteri dan anak berjalan mengelilingi ‘pasar kaget’ seraya mencari makanan untuk sarapan, dan selanjutnya pulang.
Berdasarkan pengamatan penulis, kini di RTH Kijang Mas Pelaihari  ada kegiatan PKL yang berjualan makanan dan minuman, pakaian, bibit pohon buah-buahan, bunga, peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Kemudian, ada kegiatan seman bersama, pelayanan kesehatan gratis dari Dinkes Tanah Laut, simulasi pembuatan SIM dari Polres Tanah Laut, pelayanan pembuatan akta kelahiran dari Dinas Dukcapil Tanah Laut, Mobil Perpustakaan Keliling dari Dinas Perpustasif Tanah Laut, dan sebagainya.
Kehadiran RTH Kijang Mas Pelaihari kini sudah semakin dikenal luas oleh masyarakat kota Pelaihari dan sekitarnya, bahkan juga ada yang datang jauh-jauh dari luar kota Pelaihari. Hal tersebut terlihat dari banyaknya mobil-mobil yang parkir di sekitar RTH Kijang Mas Pelaihari, sehingga terkadang membuat macet jalan yang ada di depam RTH tersebut.  Pengunjung RTH Kijang Mas Pelaihari mulai berkurang sekitar pukul 10.00 WIT, dan kemudian semakin berkurang menjelang pukul 12.00 WIT. Kondisi ini tentunya dipengaruhi juga oleh keadaan cuaca pada saat itu.
Selama ini, RTH Kijang Mas Pelaihari sudah cukup serius dikelola oleh pihak berwenang.  RTH tersebut memang sudah difungsikan dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas di ruang terbuka, seperti olahraga dan aktivitas fisik lainnya. Pemeliharaan pohon-pohon yang tumbuh di dalam RTH tersebut juga terlihat cukup baik, sehingga mampu menyejukkan suasana lingkungannya. Harapannya ke  depan perlu ditingkatkan pengelolaannya oleh semua pihak terkait di lingkup Pemda Tanah Laut.  Semoga “.


====================================
Bagian 17
Membangun Rasa Percaya Diri dalam Menulis

Banyak orang, tidak kecuali bagi seorang guru,  yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk menulis, namun masih  belum memiliki rasa percaya diri untuk memulai menulisnya. Bahkan,  ada guru yang sudah ada memiliki tulisan artikel atau sejenisnya, tetapi belum berani memperlihatkan kepada orang lain, apalagi mengirimkan atau mempublikasikannya ke media massa cetak mauppun media online lainnya.
Keberanian dan rasa percaya diri memang menjadi salah satu faktor penentu dalam mewaujudkan sebuah keberhasilan, tidak terkecuali dalam hal menulis dan mengirimkann  hasil tulisan tersebut ke pihak lain.  Menulis, menulis, dan menulis adalah tips yang perlu dipahami bagi penulis pemula yang terkadang masih kurang percaya diri atas hasil tulisannya, apalagi jika mau dipubikasikan.
Terkendala dengan masalah kurang rasa percaya diri,  dapat diatasi dengan sering melatih diri menulis, lalu setelah merampungkan sebuah tulisan agar dibaca ulang. Apabila dalam tulisan tersebut masih ada yang dirasa kurang tepat, baik  dari sisi materi atau isi, pilihan kata atau diksi, dan masalah teknis lainnya, maka perlu dilakukan perbaikan atau revisi. Berdasarkan pengalaman penulis, sering membaca hasil tulisan sendiri sebelum dikirim ke pihak lain menjadi salah satu upaya meningkatkan rasa percaya diri atas hasil tulisan sendiri.
Sebagai contoh pembanding. Sebelum menjadi guru yang sudah sangat percaya diri seperti saat ini, tentu pada saat praktik mengajar semasa masih kuliah sangat kurang percaya diri kita, meski latihan beberapa kali di depan kawan-kawan atau cermin. Ketika saat praktik mengajar di kelas sekolah tempat praktik, banyak calon guru yang saat pertama berdiri di depan kelas, belum lagi mengajar atau menyampaikan materi, lutut sudah bergetar keras dan rasanya tidak berdiri di atas bumi. Kenyataan tersebut penulis alami sendiri, bahkan ada teman yang sampai menangis ketika praktik mengajar  di depan kelas, karena sangat kurangnya rasa percaya diri dalam praktik atau latihan mengajar untuk menjadi guru.
Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan orang yang kita anggap kompeten dalam halam dunia tulis menulis atau ahli bahasa merupakan cara lain untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam menulis. Dengan mendengarkan dan bimbingan oleh yang berkompeten dan ahlinya, kita memiliki dasar acuan dalam menulis yang sesuai aturan dan ketentuan sebagaimana mestinya. Terlepas dari saran, pendapat, arahan dan bimbingan orang yang dianggap ahlinya, maka semua kembali kepada diri kita sendiri untuk memutuskannya.
Kemampuan dan keterampilan dalam hal apapun, termasuk menulis, bukan didapat dari sekedar membaca berbagai teori semata, namun ditentukan oleh seberapa sering kita melatih dan mengasah kemampuan diri kita dalam hal menulis. Menulis itu adalah sebuah keterampilan, sama seperti menjahit, menggunakan komputer atau laptop, dan sebagainya, sehingga kunci keberhasilannya terletak seberapa sering kita berlatih. Latihan menulis itu dapat dilakukan dengan cara seperti menulis mengenai diri sendiri (otobiografi) atau orang lain (biografi), memaparkan tentang lingkungan alam dan potensi yang terkandung di dalamnya, dan banyak lagi yang lainnya.
Membangun konsep atau ide yang berbasis pada kompetensi dan keahlian yang kita miliki sangat menunjang keberhasilan menulis kita. Ketika konsep atau ide itu berangkat dari kompetensi dan keahlian yang kita miliki, maka mengembangkannya menjadi sebuah tulisan akan relatif mudah, semudah air mengalir dari pengunungan yang banyak menyimpan cadangan airnya.  Menulis itu pada hakikatnya mengeluarkan semua ‘unek-unek’ dalam pikiran dan hati kita yang lama tersimpan, sehingga ketika dituliskan akan keluar dan mengalir seperti air pegunungan yang dingin dan sejuk.

Meningkatnya rasa percaya diri seiring dengan upaya perbaikan yang kita lakukan dalam menulis, sebab tidak ada hasil yang mengingkari usaha atau upaya yang kita lakukan. Kepercayaan diri dalam menulis itu diawali dari menggagas konsep atau ide yang akan kita kembangkan dalam tulisan. Konsep atau ide yang akan dikembangkan menjadi tulisan tersebut memang benar-benar kita pahami secara maksimal, termasuk data pendukung yang memperkuat konsep atau ide yang akan ditulis.
Membangun rasa percaya diri dalam hal menulis ini harus dimulai saat memantapkan niat untuk menjadi kegiatan menulis sebagai bagian dari profesi kita sebagai guru. Tidak penting  latar belakang pendidikan sebagai guru, termasuk mata pelajaran apa yang diajarkan kepada peserta didik kita.  Bukan itu yang perlu kita permasalahankan, tetapi bagaimana tekad kita yang kuat untuk mengembangkan profesi kita sebagai penulis.
Terkadang atau kebanyakan guru merasa kurang percaya diri untuk menulis, meski guru tersebut sudah memiliki masa kerja dan

==============================================================
Bagian 18
Tiada Hari Tanpa Menulis

Menulis itu sebuah keterampilan yang memadukan kemampuan jasmani dan rohani, jiwa dan raga, karena menulis itu melakukan perpaduan kerja antara jari jemari, pikiran, dan hati nurani. Selain itu, keterampilan menulis tergantung dengan kemauan dan kesungguhan untuk melakukan aktivitas menulis itu sendiri. Menulis tidak akan terjadi apabila tidak ada aktivitas menulis itu sendiri, khususnya oleh pribadi yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Membiasakan mencatat dari kegiatan kita sehari-hari menjadi sebuah awal yang baik dan bermanfaat untuk mengembangkan bakat dan kemampuan menulis selanjutnya. Tidak ada sesuatu keberhasilan tanpa dimulai dengan kegagalan demi kegagalan, dari kegagalan itulah kemudian bangkit dan memoerbaiki sesuatunya, sehingga sesuatunya akan semakin baik dan semakin baik, akhirnya keberhasilan yang kita raih.
Demikian pula dengan aktivitas menulis. Pada awal kita belajar menulis saat duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar, tulisan kita kala itu sangat tidak baik dan sulit dibaca, baik oleh diri sendiri apalagi orang lain. Namun, seiring dengan upaya belajar kita yang sungguh –sungguh menulis dengan terus berlatih menulis, menulis, dan menulis, maka akhirnya tulisan kita menjadi baik dan semakin baik.
Latihan membuat tulisan atau menulis itu sangat penting bagi kita yang ingin menjadi penulis. Menulis tentang apa saja yang kita ketahui dan  ingin kita informasi kepada orang lain melalui paparan dalam tulisan kita. Jangan hanya terpaku dan terikat dengan satu  masalah semata yang mau ditulis, sebab dalam latihan menulis ini kita bebas memilih topik atau tema yang akan kita akan tulis. Ada baiknya, kita menulis tentang hal-hal yang terdapat di sekitar dan mengetahui secara rinci hal yang akan kita tulis, baik dari membaca, mendengar, maupun melihatnnya.
Memulai menulis itu memang sulit, namun bukan berarti tidak dapat.  Mulai saja menulis sesuai yang adala dalam ide atau gagasan yang ada dalam pikiran, mau dengan kata apa silahkan saja menulisnya. Kembali, kita jangan terpaku atau terikat dengan kata pertama  apa yang harus kita tulis untuk memulai sebuah tulisan yang akan kita kembangkan. Pada umumnya, penulis pemula sangat sulit mencari kata yang pertama untuk membuat sebuah kalimat pertama dalam sebuah tulisan, sehingga banyak waktu tersita hanya untuk menulis kata pertama sebuah kalimat awal tulisan.
Sebagai contoh, penulis berikan tentang penulisan awal sebuah artikel. Secara umum format tulisan artikel terdiri dari lead,  brigde/perangkai atau tubuh, dan penutup. Lead atau disebut pengail,  berfungsi menarik minat baca pembaca untuk terus membaca artikel sampai selesai. Lead menentukan apakah orang akan terus membaca yang kita tulis, atau kemudian beralih ke tulisan dan melupakan tulisan kita.
Beberapa macam bentuk lead, antara lain : Pertama. Lead Bercerita. Menciptakan suasana, menjadikan diri pembaca kedalam tokoh, masuk dan merasa berada didalam cerita. Kedua. Lead Deskriptif. Membawa pembaca kedalam tokoh atau tempat kejadian seolah mengalami sendiri, berada di tengah kejadian, menonton, mendengar, dan mencium baunya. Ketiga. Lead Kutipan. Mengutip ucapan tokoh yang memberikan tinjauan watak si pembicara, bisa jadi kontroversial, nantinya akan terjawab benar atau tidak. Keempat. Lead Gabungan, yang merupakan kombinasi antara beberapa lead.
Tulislah apa yang kita alami karena lebih mudah menulisnya, dan jangan dipikirkan dulu baik atau bagusnya tulisan kita. Tulis saja semaksimal mungkin dengan mengarahkan daya pikir dan nalar yang ada untuk memberikan nilai lebih pada tulisan kita. Kemampuan  menulis masing-masing kita memang berbeda, tetapi bukan berarti kita tidak dapat menulis apa kita alami selama ini.  Ketika tulisan yang telah kita anggap selesai, maka selanjutnya kita membaca beberapa kali hasil tulisan untuk melakukan editing atau perbaikan tulisan kita agar menjadi lebih baik lagi.
Latihan menulis setiap hari dengan tema atau topik saja yang ingin diungkapkan dalam tulisan akan sangat berguna untuk mengasah keterampilan pemilihan kata atau diksi, pengayaan kosakata, dan sebagainya. Kemampuan dan keterampilan menulis akan bertambah baik lagi, apabila sesudah menulis sebuah tulisan artikel atau sejensinya, kita membaca lagi dalam bebepa kali. Setiap tulisan yang kita baca ulang akan memberikan pengetahuan baru, terutama dalam hal pemilihan kata (diksi) yang tepat untuk digunakan, lalu kita akan mencari atau belajar lagi dari kamus bahasa untuk mencari kosakata yang memiliki makna yang sama.
Banyak bahan atau sumber tulisan yang dapat kita angkat menjadi tulisan, seperti masalah pendidikan, sosial budaya, lingkungan alam, fenomena sosial, dan sebagainya. Tulis dan tulis saja sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan kita kita miliki, dan jika merasa sudah susah untuk menulis, maka berhentilah untuk istirahat atau mencari kegiatan lain yang menyegarkan pikiran kita untuk beberapa saat.
Ada permasalahan yang banyak dirasakan oleh penulis pemula, tidak kecuali penulis sendiri, adalah masalah “writer’s block” atau kebuntuan dalam menulis  sehingga tidak dapat lagi meneruskan sebuah tulisan. Masalah “Writer’s Block”, adalah keadaan di mana seorang penulis tidak dapat menuangkan segala idenya ke dalam tulisan. Pikiran menjadi buntu, otak terasa kaku, seolah ada yang menghalangi keluarnya gagasan (www.peridiri.com/2017/02/tips-mengatasi-writer-block.html#.Wpj5s7CrfIU) .
Dalam keadaan seperti ini, tidak satu pun kata, apalagi kalimat yang mampu dihasilkan oleh sang penulis. Belum setengah atau mau selesai sebuah tulisan, terjadi masalah yang mengakibatkan daya kratif otak kita untuk menulis terhenti dan susah untuk dilanjutkan kembali. Kita tidak mampu lagi menuliskan kata-kata untuk melanjutkan dan menyelesaikan tulisan tersebut.
Pada saat terjadi “writer’s block” tersebut disarankan agar istirahat dan melakukan aktivitas lainnya yang bersifat penyegaran atau refresing, sehingga kemudian otak kita dapat segar dan mampu melanjutkan menulis lagi. Jangan paksakan diri kita ketika terkana “writer’s block”, upayakan berhenti dan keluar dulu dari zone tidak nyaman tersebut.
Tidak melakukan aktivitas menulis untuk mengatasi “writer’s block” hendaknya jangan terlalu lama, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Akibatnya dapat menghilangkan sama sekali ide, gagasan, dan daya pikir kita terhadap tulisan yang belum selesai tersebut.  Tentunya, beristirahat atau refresing harus dilakukan ketika sedang dalam keadaan ‘main blok’ untuk menyegarkan kembali otak, pikiran, dan juga fisik sehingga dapat segar dan dapat melakukan aktivitas menulis kembali.

=================================
Bagian 19
Fokus Pada salah satu  Ganre Tulisan

Jika dalam kegiatan latihan menulis, kita bebas menulis tentang apa saja yang ingin kita tulis, selanjutnya jika kita menjadi penulis yang serius maka sebaiknya kita fokur atau konsentrasi pada satu genre atau bentuk tulisan saja. Misalnya, menjadi penulis cerpen, novel, artikel/opini, sejarah, dan sebagainya. Dengan adanya kekhususan dalam menulis ini, diharapkan kita lebih fokus dan mendalam dalam membahas atau menulis tersebut.
Menulis dalam berbagai genre tulisan memang bukan sesuatu yang dilarang, namun bagi kita sebagai penulis pemula yang ingin eksis dalam tulis menulis, alangkah baiknya fokus dulu pada satu genre tulisan tertentu. Misalnya kita fokus pada menulis artikel tentang dunia pendidikan, sesuai dengan kompetensi, tugas, dan profesi kita selama ini. Namun, bukan berarti kita tidak boleh menulis puisi, cerpen, atau genre tulisan yang lain.
Selanjutnya, dalam mengejar obsesi kita sebagai penulis sesuai dengan genre yang sesuai dengan bakat, kompetensi, dan sebagainya, maka kita harus banyak belajar dengan secara mandiri atau berkelompok guna meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang terkait dengan genre dan mutu tulisan kita. Sebagai penulis pemula, kita jangan pernah puas dan bangga jika ada tulisan kita yang mendapat apresiasi dari pihak lain, seperti juara dalam lomba menulis, terbit di media massa , atau bentuk aparesiasi lainnya.
Tulisan fiksi merupakan tulisan yang memberikan ruang imajinasi yang luas, sehingga dalam tulisannya membuat pembacanya berimajinasi, sedangkan tulisana non fiksi merupakan tulisan yang berkaitan dengan masalah ilmiah dan logis. Kedua macam ganre tulisan tersebut menjadi pilihan sesuai dengan minat, bakat, dan kompetensi setiap orang dalam menulis.
Berdasarkan pengalaman penulis ketika memberikan bimbingan dalam pelatihan penulisan yang diselenggarakan oleh Pengurus IGI Kalimantan Tengah pada 9-10 Februari 2018 yang lalu, mayoritan peserta yang mengikuti pelatihan tersebut memilih genre tulisan non fiksi, berupa tulisan artikel. Kecendrungan dalam pilihan genre tulisan ini dipengaruhi oleh bakat, minat, dan kemampuan peserta itu sendiri, karena sudah sejak awal mengikuti pelatihan tersebut sudah ingin menulis hal yang bersifat non fiksi, sedangkan yang lainnya ingin menulis genre fiksi.
Pilihan bentuk atau genre tulisan yang ingin dikembangkan nantinya dapat dilihat dari kemampuan awal dalam menulis. Misalnya, ada orang yang suka menulis dengan menggunakan kata-kata yang bersifat imajinatif atau romantis, maka diarahkan menjadi penulis yang beraliran genre fiksi; sebaliknya yang banyak menggunakan dan membahas hal-hal ilmiah, konkrit dengan kata-kata yang logis dan ilmiah, maka diarahkan menjadi penulis genre non fiksi.
Memilih dan fokus pada satu genre tulisan tidak bersifat mutlak penuh, karena setiap orang berpotensi juga menulis genre lain yang sesuai kompetensinya, atau memadukan satu genre dengan genre tulisan lainnya. Menurut genre menulis ada dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu fiksi dan non fiksi.

====================================================
Bagian 20
Memanfaatkan Kecanggihan TIK

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan menulis diantaranya untuk menulis itu sendiri, menyimpan dokumen hasil tulisan, dan sebagainya. Banyak manfaat dan kemudahan yang kita dapat dengan adanya kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi pada masa kita, seperti kita tidak lagi repot dan susah mengetik dengan mesin tik yang suara berisik, jika salah tidak perlu disobek atau ditulis ulang, dan sebagainya. Memudahkan mencari sumber bahan, data, gambar, dan pendukung tulisan lainnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi tersebut.
Teknologi itu hanya bersifat sebagai pendukung dalam upaya kita menulis, ada atau tidak ada keberaaannya  bukan penghalang bagi kita untuk tetap menulis,menulis dan menulis.  Dengan adanya kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi semestinya menjadi penyemangat dan penambah motivasi untuk meningkatkan daya kreatif kita dalam menulis. Bukankah, teknologi informasi dan komunikasi diciptakan untuk memudahkan kehidupan kita diera digital ini?
Kemudahan dari kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam kegiatan menulis sehari-hari. Bagaimana pun penulis tidak boleh gagap teknologi atau harus melek teknologi agar lebih memudahkan kita dalam menulis. Sulit rasanya kalau saat ini kita masih menggunakan mesin tik untuk menulis, karena zamannya mesin tik sudah berlalu, meski tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan mesin tik tersebut.
Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang canggih saat ini, seperti laptop dan handphone atau gadget lainnya sangat memudahkan dan memanjakan bagi banyak orang, termasuk kita yang ingin menjadi penulis. Kapan dan dimana saja kita dapat membawa dan memanfaatkan alat teknologi informasi dan komunikasi tersebut untuk kita manfaatkan sesuai keperluan, termasuk menulis. Bahkan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih ini kita dapat menulis dan menggabungkannya dengan foto, vedio, dan sebagainya sebagai pendukung tulisan kita.
Selanjutnya, dalam era digital yang didukungan oleh teknologi informasi dan komunikasi yang canggih, kita dapat mencari bahan dan sumber dari buku elektronik atau e-book yang berbasis perpustakaan di dunia maya. Ketika selesai menulis, kita dapat menyimpannya di tempat lain selain di komputer, laptop, gedget, dan lainnya, yaitu di e-mail kita sendiri, sehingga basis penyimpanan dokumen tulisan kita semakin banyak untuk menjaga dari kehilangan hasil menulis kita.
Dengan mengirim tulisan ke laman atau akun  salah satu blog atau website  yang menampung tulisan dari berbagai penulis juga menjadi tempat menyimpan hasil tulisan kita, karena tulisan kita tersimpan di blog atau website tersebut. Meski dokumen tulisan kita hilang atau terhapus dari komputer, atau tempat menyimpan lainnya, namun selama kita dapat mengakses blog atau website yang pernah kita mengirim tulisan, maka kita dapat menyalin tulisan kita tersebut. Misalnya mengirim tulisan di blog IGI (Ikatan Guru Indonesia), yaitu di https/blog.igi.or.id, maka tulisan kita tersimpan dalam blog tersebut.
Dunia penulisan sudah sangat berkembangan dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini. Kehadiran komputer atau laptop dan gadget lainnya sangat membantu orang yang ingin menyalurkan bakat dan kemampuan dalam menulis. Memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada merupakan sebuah keniscayaan, meski bukan jadi hal mutlak adanya. 
================================================

Bagian 21
Berawal dari Artikel, Berakhir Menjadi Buku

Tulisan dalam bentuk artikel merupakan ulasan dari gagasan sendiri, yang merupakan bagian  hasil dari pemikiran yang mendalam tentang sesuatu masalah dengan dilatarbelakangi oleh profesi atau pekerjaan, keahlian, latar belakanag pendidikan, atau pengetahuan kita sendiri. Kemampuan menngolah dan menganalisis terhadap suatu fenomena dan persoalan yang berdasarkan profesi atau pekerjaan kita sendiri,  tentunya akan lebih mendalam dibandingkan dengan permasalahan yang bukan profesi atau pekerjaan kita.
Gagasan yang dikemukakan dalam artikel  hendaknya merupakan hasil pemikiran kita sendiri dengan mengupasnya sesuai latar belakang dan keahlian yang kita miliki. Permasalahan dan pembahasan yang dibahas merupakan masalah yang dialami dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi kita, seperti masalah pendidikan bagi yang berprofesi guru. Konteks masalah yang dibahas oleh  yang memang ahlinya tentu lebih mendalam dan bermakna.
Kemudian, dalam menulis artikel hendaknya permasalahan yang dibahas merupakan masalah yang aktual dan faktual, yaitu permasalahan yang sedang dibicarakan oleh banyak orang atau sedang hangat diberitakaan oleh media massa, baik  cetak, elektronik,maupun media sosial (medsos). Bagi penulis artikel, memantau, membaca, menonton, dan menyimak pemberitaan media cetak, elektronik, dan media sosial menjadi hal ‘wajib’ dilakukan untuk mengetahui hal apa atau masalah yang lagi hangat dibicarakan atau dibahas dalam media massa atau media sosial tersebut.
Dalam artikel, pembahasan atau mengupas permasalahan lebih banyak menggunakan pendapat atau persepsi kita sendiri. Namun demikian, tidak berarti kita mengesampingan pendapat atau pemikiran orang lain. Kita dapat mengambil atau mengutip pendapat orang lain untuk memperkuat atau membandingkan dengan pendapat kita sendiri. Ketika kita mengutip pendapat orang lain, maka harus kita sebutkan siapa dan dimana sumber tersebut kita kutip. Sungguh naif dan tidak etis,  jika kita mengutip pendapat orang lain tetapi tidak menyebutkan siapa dan dimana kita mengutipnya.
Setelah kita membahas permasalahan dalam artikel yang kita tulis, maka selanjutnya kita juga memberikan alternatif pemecehan masalah atau solusi yang berdasarkan pendapat atau opini kita sendiri. Pemecahan masalah yang kita tawarkan didasarkan pada apa yang kita pahami dan alami sendiri dengan argumentasi yang logis dan lebih mendekati pada hal yang konkrit untuk memecahkan permasalahan yang dibahas tersebut.
Permasalahan yang dibahas boleh sama, tetapi alternatif pemecahan atau solusi dapat berbeda sesuai dengan persepsi atau sudut pandang penulis masing-masing. Dengan banyak alternatif pemecehan yang diberikan oleh banyak orang, maka tentunya pihak pengambil kebijakan atau pihak berwenang memiliki banyak cara dan upaya guna pemecahan masalah atau solui atas masalah yang dihadapi. Sudut pandang atau persepsi masing-masing penulis artikel memang berbeda satu sama lain terhadap suatu masalah yang sama. Sudut pandang yang berbeda  tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang pendidikan, pemahaman, dan cara memandang  permasalahan yang ada.
Berdasarkan pengalaman selama ini, penulis pada awalnya memulai dengan menulis artikel atau opini tentang fenomena dan permasalahan yang banyak terjadi dalam dunia pendidikan, dan baru kemudian mengumpulkannya menjadi sebuah buku. Dengan memulai menulis artikel atau opini yang teratur dan konsisten dengan tema atau topik yang sesuai dengan kompetensi dan profesi kita, maka nantinya akan terbangun juga pola pemikiran yang relatif sama dalam buku yang akan kita terbitkan.
Kini, sudah saat dan sepatutnya guru memiliki  komitmen guna menghasilkan buku,  setidaknya satu buku selama pengabdiannya menjadi guru. Mengapa guru harus menulis dan menerbitkan buku?  Guru itu ‘gudang’ ilmu dan pengalaman selama mengabdikan dirinya menjadi guru yang berpuluh-puluh tahun. Selama berpuluh tahun guru bergalut dalam dunia pendidikan, dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu angkatan siswa ke angkatan siswa  berikutnya, dari kurikulum yang lama ke kurikulum yang baru, dan sebagainya.
Keilmuan dan pengalaman guru yang terpendam berpuluh-puluh tahun harusnya dapat diungkap dan dituliskan dalam sebuah buku. Dari sekian juta guru yang ada di Indonesi saat ini, kalau satu guru menulis sebuah buku tentang pengetahuan dan pengalamannya  selama menjadi guru  selama ini, maka tentu ada jutaan buku yang terbit dan menghiasi berbagai toko buku dan perpustakaan di Indonesia. Namun sayang, mungkin dari seribu guru yang hanya ada 1 atau 2 guru yang menulis dan menerbitkannyan menjadi sebuah buku.
Guru Indonesia memang sangat besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan maupun bersama, dari berbagai genre, daerah, kondisi geografis, dan berbagai latar belakang lainnya. Betapa luar biasa dan dahsyatnya apabila jutan guru yang ada di Indonesia menulis dan menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis dan menerbitkan buku. 
Guru menulis buku memang masih belum familiar dan populer selama ini, tetapi dengan program Sagusaku (Satu Guru, satu Buku)  yang gencar digerakkan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) selama, maka tidak memakan waktu relatif lama akan terbit buku hasil karya guru-guru Indonesia. Guru dari berbagai daerah,  melalui program Sagusaku IGI telah mampu melahirkan banyak guru yang menjadi penulis buku, dan juga  mampu menerbitkan dengan beragam ganre buku. Ada buku yang ber-genre ilmiah, pantun, puisi, inovasi pembelajaran, dan sebagainya.
Potensi dan kemampuan menulis dapat diasah dan dikembangkan dengan banyak menulis artikel atau opini, baru kemudian dengan mengumpulkan banyak artikel yang telah ditulis tersebut dapat menjadi sebuah buku. Tidak menutup kemungkinan pula, mengawali menulis genre tulisan yang lain, seperti menulis puisi, cerpen, atau genre tulisan lainnya. Selalu menulis dan menulis menjadi modal penting dalam upaya mengembangkan potensi dan kemampuan diri dalam menulis, terlepas apapun genre tulisannya.


===========================================
Bagian 22
Berlapang Hati Terhadap Tanggapan Orang Lain

Ada atau tidak ada apresiasi atau apapun bentuknya terhadap hasil tulisan kita bukan sesuatu yang menjadi tujuan kita menulis. Adapun hal patut diperhatikan dari orang lain adalah kritik, saran, dan masukan atas hasil tulisan kita, karena ada yang mau  perhatian dan peduli untuk memperbaiki tulisan kita. Jangan terbuai dan bangga yang lupa diri atas aparesiasi, pujian dan sanjungan orang lain dengan hasil tulisan kita, namun juga jangan lekas putus asa dan patah semangat jika ada orang lain yang mengkritik, menyampaikan saran perbaikan, dan sebagainya yang terkesan menyakitkan hati kita.
Mengamati atau peduli dengan perhatian dan apresiasi orang lain terhadap tulisan kita memang jangan pula diremehkan, terutama yang berani memberikan kritik dan saran membangun untuk perbaikan tulisan kita. Tidak ada gading yang tak retak, semuanya pasti ada kekurangan dan kelemahan, terutama tulisan yang kita buat selaku penulis pemula. Semua kritik dan saran membangun itu harus kita perhatikan dan tindaklanjuti dengan melakukan perbaikan terhadap tulisan kita.
Selalu belajar dan belajar dari berbagai kesalahan dan kelemahan tulisan sebelumnya akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi keberhasilan di masa mendatang. Tujuan kita menulis pada intinya adalah belajar tentang bagaimana menata masa depan lebih baik lagi dengan bercermin dengan masa yang telah lalu. Prinsifnya, tulisan kita hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan tulisan kita hari esoknya lebih baik lagi dari hari kemarinnya.
Apabila kita mengalami hambatan dan tantangan dalam upaya kita menulis selama ini, maka jadikanlah semua itu sebagai batu loncatan kita untuk meraih keberhasilan di masa mendatang,  bukan menyurutkan niat dan semangat kita. Kritik dan saran penulis senior atau pakar yang berkompeten terhadap tulisan kita sangat kita butuhkan, bukan pujian dan sanjungan yang berlebihan.   Oleh sebab itu, ketika kita mendapat pujian dari orang lain atas tulisan kita, maka sebaiknya kita tidak menjadi lupa diri dan tidak mau belajar dan menimpa pengalaman dari pihak yang kompeten dalam menulis.
Menjaga dan berlapang hati terhadap ketidakpedulian orang lain terhadap tulisan kita semestinya bukan alasan kita berhenti untuk menulis. Tidak perlu khawatir ketika orang lain tidak peduli atau tidak berminat membaca tulisan, karena mungkin ada banyak faktor mengapa orang lain  bersikap dan berbuat seperti itu. Boleh jadi orang tersebut sedang dalam kondisi sibuk, tidak minat membaca, atau bahkan tidak dapat membaca karena sesuatu hal.
Membaca sebuah tulisan itu membutuhkan sedikit waktu dan konsentrasi, terlebih tulisan yang dianggap relatif ‘berat’ dan serius, seperti artikel atau opini dan terlebih lagi buku.Perlu waktu yang sedikit luang dan longgar untuk membaca sebuah tulisan, sehingga dapat fokus dan konsentrasi membacanya. Dengan demikian, masih perlukan kita berharap banyak kepada orang lain untuk sekedar membaca tulisan kita?
Kondisi dan sikap apapun yang diberikan aleh orang lain terhadap hasil tulisan kita sudah semestinya kita sikapi dengan bersyukur dan berbesar hati. Bagi kita, menulis itu adalah panggilan hati yang harus dipenuhi, sedangkan tanggapan dan apapun namanya dari orang lain itu diluar kemampuan kita. Hasil dan hadirkan saja banyak tulisan untuk memenuhi panggilan hati nurani kita, dan tulisan kita  tersebut tidak melanggar etika dan norma atau kaidah yang berlaku.
Memiliki sikap terbuka dan berbesar hati atas kondisi apapun yang berkaitan dengan tanggapan orang lain terhadap tulisan kita, diharapkan dapat menjaga konsistenitas dan fokus kita dalam menulis. Bagaimana pun dan sampai kapan pun, pasti ada tanggapan orang lain terhadap hasil karya tulis kita.  Apakah itu menjadi kebaikan atau sebaliknya bagi kita, semua itu tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Menulis akan dapat dilakukan dengan baik jika kondisi dan suasana jiwa kita yang tenang dan raga yang sehat wal afiat. Mungkin pendapat penulis ini tidak mutlak benarnya, namun setidaknya begitulah yang penulis alami ketika akan menulis sesuatu selama ini.  Saat akan memulai atau menyelesaikan sebuah tulisan tentunya disiapkan kondisi mental dan fisik terlebih dulu, karena ketika salah satunya ada yang kurang fit, maka akan besar kemungkinan tulisan tidak terselesaikan dengan baik sebagaimana mestinya.
Bagi kita penulis pemula yang belum begitu banyak menulis, sudah barang tentu kondisi awal yang perlu diperhatikan adalah mengkondisikan mental dan fisik dalam satu titik alias konsentrasi. Kondisi mental yang dimaksud adalah terkait dengan suasana hati dan pikiran kita saat akan memulai menulis atau menyelesaikan sebuah tulisan yang sudah ada sebelumnya. Menata hati dan pikiran sebelum memulai menulis,  dimaksudkan untuk mengurangi berbagai hal yang dapat mengganggu konsentrasi ketika akan memulai menulis, seperti masalah keluarga, pekerjaan, atau hal-hal yang dapat mengganggu dan merusak suasana konsentrasi hati dan pikiran terhadap sesuatu yang akan kita tulis.
Konsentrasi dan fokus terhadap sesuatu yang akan kita mau tulis menjadi prasyarat penting untuk keberhasilan dalam menulis. Tanpa konsentrasi dan tetap fokus terhadap sesuatu akan akan kita tulis, maka mustahil kita dapat menyelesaikan sebuah tulisan sampai tuntas. Kondisi dan suasana hati menjadi menjadi kata kunci kita dapat berkonsentrasi dan tetap fokus dengan suatu masalah yang akan kita bahas dalam tulisan kita. Suasana hati dan perasaan yang tenang membuat kita dapat berkonstrasi dalam tetap fokus saat memulai atau menyelesaikan tulisan sudah ada sebelumnya.
Kehadiran hati dalam tulisan tergambar dari penataan kata, kalimat, atau tata bahasa yang digunakan saat menulis tentang sesuatu masalah. Tulisan dapat mengungkapkan bagaimana kondisi dan suasana hati penulis ketika menuangkan kata-kata dalam tulisannya, mungkin suasana hatinya lagi lapang, sesak, galau, gembira, sedih, kesal, marah, dan sebagainya. Hanya penulis itu sendiri yang mengetahui dan mengerti kondisi dan suasana hatinya saat menulis.
Dengan adanya penataan hati dan perasaan sebelum dan saat menulis akan memberikan  pengaruh positif terhadap pemilihan dan pemakaian kata atau diksi ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kehebatan seorang penulis meramu dan meracik kata demi kata, kalimat demi kalimat , dan seterusnya,  disamping karena ketinggian ilmu pengetahuan dan pengalaman atau ‘jam terbang’ dalam tulis menulis, juga dikarenakan kemampuan dirinya menata hati dan perasaannya dengan baik, sehingga hati dan perasaannya hadir dalam setiap tulisannya. 

======================================
Bagian 23
Profesi Guru adalah Komitmen, Menulis adalah Pilihan

Tugas, profesi, dan aktivitas kita sebagai guru memang sudah menjadi panggilan jiwa, dan kita tinggal menjalaninya dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita melaksanakan tugas dan profesi sebagai guru dimana pun kita berada. Tata aturan, prosedur, dan etika sebagai guru sudah kita maklumi bersama, karena kita sudah berkomitmen dengan diri kita sendiri untuk mengabdikan diri kita sebagai guru, guna mencerdaskan kehidupan bangsa yang kita cintai ini.
Profesi sebagai guru dijalankan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab akan dapat melahirkan guru-guru yang profesional. Menjadi guru profesional harusnya menjadi impian dan harapan semua guru. Menurut Tukiran Taniredja,dkk, dalam bukunya Guru yang Profesional (2015:23), artinya profesionalisme adalah suatu terminologi yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya.
Menjadi guru yang profesional adalah sebuah komitmen yang harus terus menerus  ditingkatkan dari waktu ke waktu, karena guru itu menjadi profesi seumur hidup kita, meski secara kedinasan telah pensiun. Profesionalisme guru tidak datang dengan serta merta saat diangkat menjadi guru, tetapi diperoleh dari berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, pengalaman kerja, dan kegiatan lainnya yang menunjang peningkatan mutu profes guru.
Ketika telah memantapkan tekad untuk menjadi guru profesional, maka guru pun hendaknya dapat membagikan berbagai keberhasilan dan pengalamannya sebagai guru profesional kepada rekan sejawatnya sesama guru. Penyebaran keberhasilan dan prestasinya sebagai guru profesional tersebut hendaknya ditulis atau dibukukan, sehingga dapat dibaca oleh banyak kalangan, tidak hanya rekan sejawatnya saja.
Menulis buku seharusnya menjadi bagian dari kehidupan guru  profesional,  karena guru profesional memiliki banyak ilmu, informasi, pengetahuan, dan solusi dalam menghadapi permasalahan dalam kegiatan profesinya sebagai  guru. Mengutip suatu pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu  musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka kegiatan menulis menjadi bagian penting bagi guru profesional,  agar apa yang dimilikinya menjadi sesuatu yang ‘abadi’  dan bermanfaat bagi orang lain kelak dikemudian hari.
Kemampuan dan kemauan yang kuat untuk menuangkan berbagai ide, gagasan, permasalahan, dan alternatif pemecahan masalah, atau gagasan visioner lainnya tentang lingkung profesinya, harusnya datang dari diri guru ini sendiri.  Kalau bukan dari diri guru sendiri yang mau melakukan perubahan dan upaya meningkatkan kemampuan profesinya, maka tentu sulit kita akan menemukan sosok guru yang profesional selanjutnya.
Guru selama ini merupakan sosok yang suka dan ikhlas berbagi ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalaman kepada siswanya. Selanjutnya, guru pun hendaknya mau dan mampu berbagi pula ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalamannya kepada rekan seprofesinya, baik di lingkungan kerja, daerah, maupun yang lebih luas lagi. Sedangkan sarana dan media yang dapat membagikan dan mengantarkan ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalamannya tersebut, salah satunya dengan menulis buku.
Berbagi ilmu, pengetahuan, pengalaman, dan keberhasilan yang telah dicapai lainnya merupakan bagian dari tanggung jawab moral guru profesional. Prestasi dan keberhasilan yang telah dicapai oleh guru profesional tidak sekedar hanya untuk dirinya sendiri atau kalangan yang terbatas, tetapi harusnya disebarkan kepada banyak guru dan pihak lainnya. Melalui menulis inilah salah satu cara guru profesional membagikan dan menyebarkan berbagai prestasi dan keberhasilannya sebagai guru profesional yang  berprestasi kepada banyak guru dan orang lainnya.

==========================================
Bagian 24
 Berlatih, Menulis, dan Menerbitkan Buku

Selama ini upaya peningkatan kompetensi yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan dan Kementerian Agama diakui masih belum menyentuh dan mencakup semua guru yang jumlah jutaan orang dan tersebar di seluruh tanah air. Terlebih lagi,  pada  era otonomi daerah ini bukannya peningkatan kompetensi guru lebih giat dan gencar lagi, tetapi terkesan ‘mati suri’, sehingga menyebabkan terhambatnya peningkatan kompetensi guru di daerah.
Dengan berbagai alasan dan hambatan pihak daerah tidak dapat menyelenggarakan pelatihan atau workshop untuk meningkatkan kompetensi guru, bahkan untuk menyelenggarakan seleksi guru berprestasi, ada daerah yang tidak ada anggarannya menyeleksi guru berprestasi di daerahnya. Alasan klasiknya,  tentu karena keterbatasan anggaran atau dana yang tidak dimiliki atau tidak teranggarkan dalam APBD, baik daerah provinsi, kabupaten/kota. Akibat tidak terlaksananya berbagai upaya peningkatan kompetensi dan prestasi guru tersebut adalah pada prestasi siswa dan mutu pendidikan yang dapat berdampak panjang beberapa tahun kemudian.
Keterbatasan dana dan sumberdaya manusia yang menjadi hambatan pihak pemerintah daerah mengupayakan peningkatan kompetensi guru inilah yang seharusnya membuka mata pihak lain yang peduli dengan peningkatan mutu guru untuk turut berpartisipasi membantu pemerintah daerah meningkatkan kompetensi guru. Selanjutnya, dari sisi guru itu sendiri diharapkan merubah pradigmanya, kalau selama ini bersifat menunggu dipanggil mengikuti pelatihan atau workshop, tetapi  kini harus diubah menjadi mencari kegiatan diklat untuk peningkatan kompetensi dirinya selaku guru.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI selaku organisasi profesi guru yang peduli dengan peningkatan kompetensi guru Indonesia dengan ambil bagian dalam berbagai kegiatan peningkatan kompetensi guru tanpa bantuan dana dari Pemerintah atau secara mandiri.  Guru yang mengikuti kegiatan pelatihan atau workshop yang dilaksanakan oleh IGI dengan membayar biaya sendiri untuk membiayai kegiatan pelatihan tersebut. Cara dan pola pelatihan yang bersifat mandiri ini memang menjadi ciri khas pelatihan atau workshop peningkatan kompetensi guru yang dilaksanakan oleh IGI, baik di Pusat maupun di daerah.
Pengurus IGI Pusat, Wilayah, dan Daerah dalam melaksanakan dan membiayai kegiatan pelatihan atau workshop perlu mendapat apresiasi dan dukungan Pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan keringanan perizinan dan fasilitas yang diperlukan untuk keperluan berbagai pelatihan atau workshop yang diikuti oleh guru.  Dengan dukungan Pemerintah pusat dan daerah ini dapat memotivasi dan membangkitkan semangat guru yang berjiwa kreatif dan inovatif untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan atau workshop yang kian gencar dilaksanakan oleh IGI.
Kalau ada pihak yang menghambat atau menghalang-halangi kegiatan pelatihan atau workshop dengan biaya sendiri dari  guru yang mengikuti kegiatan tersebut, maka tindakan tersebut patut dipertanyakan komitmen dan dedikasinya dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru. Seharusnya semua pihak harus atau wajib mendukung dengan kemampuan dan kewenangan yang ada agar kegiatan pelatihan atau workshop yang digelar oleh IGI berjalan lancar dan sukses.  Peningkatan kompetensi guru menjadi pondasi meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.
Gerakan Literasi Nasional  (GLN) , program Satu Guru Satu Buku (Sabusaku)  , atau kebijakan dan kegiatan yang menginisiasi guru menulis lainnya, diharapkan menjadi wahana dan sarana untuk membangkitkan potensi dan motivasi guru menulis. Dari jumlah guru Indonesia  yang jumlahnya relatif besar tersebut,  maka tentunya memiliki potensi yang besar pula dalam menulis buku.
Guru menulis buku memang belum familiar dan populer selama ini, tetapi dengan program SABUSAKU yang digerakkan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) selama, maka tidak memakan waktu relatif lama akan terbit buku hasil karya guru-guru Indonesia. Guru dari berbagai daerah,  melalui program SABUSAKU IGI telah mampu melahirkan guru penulis buku, dan juga  mampu menerbitkan dengan beragam ganre buku. Ada buku yang bergenre ilmiah, pantun, puisi, inovasi pembelajaran, dan sebagainya.
Guru Indonesia memang sangat besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan maupun bersama, dari berbagai genre, daerah, kondisi geografis, dan berbagai latar belakang lainnya. Betapa luar biasa dan dahsyatnya apabila jutan guru yang ada di Indonesia menulis dan menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis dan menerbitkan buku. 
============================================
Bagian 25
Menerbitkan Buku Sendiri atau Bersama

Target untuk dapat menerbitkan buku pada tahun 2018 hampir tercapai, mungkin kalau boleh dipersentasikan sudah mencapai 75%, karena tinggal editing naskah dan cover buku yang dimintakan pihak penerbit buku tersebut. Secara singkat, kronologis persiapan menyusun, mengirim dan menerbitkan buku “Menulis itu Mudah” dimulai sejak bulan  Maret lalu, dan kini sudah dikirim kepada penerbit di Jakarta untuk diterbitkan. Selanjutnya, oleh penerbit diedit lalu dikirim kembali hasil editan tersebut untuk dikoreksi lagi oleh penulis, baik naskah buku maupun covernya.
Alhamdulillah, setelah beberapa kali diedit dan dikirim oleh penerbit, akhirnya naskah buku tersebut sudah dianggap siap untuk dicetak dan diterbitkan, karena nomor ISBN buku tersebut sudah diperoleh, sehingga tinggal pencetakan dan penerbitan. Menulis itu Mudah, merupakan sebuah  buku baru yang diharapkan dapat menjadi panduan praktis bagi mereka yang ingin belajar menulis artikel, khususnya guru.
Buku “ Menulis itu Mudah” mengupas pengalaman penulis selama menulis artikel/opini yang diterbitkan pada media massa cetak atau koran lokal di Kalimantan Selatan dan pada blog.igi, dan juga menerbitkan buku. Kemudian, dari pengalaman menulis artikel dan buku tersebut, penulis berbagi pengalaman dan tips bagaimana menulis artikel hingga dapat menerbitkan buku.
Awal ide menulis buku “ Menulis itu Mudah” karena dalam pelatihan atau workshop menulis yang beberapa kali penulis berikan tidak ada buku acuan yang dipakai, baik oleh penulis sendiri maupun peserta pelatihan tersebut. Setelah melalui beberapa kali memberikan materi tentang menulis, akhirnya penulis mencoba menulis buku sederhana yang bersifat panduan praktis menulis artikel, menerbitkan di media massa, atau menjadi sebuah buku yang mudah diterapkan.
Penulis mencoba menulis secara runtut dari mulai latar belakang mengapa guru perlu menulis,  peran guru dalam literasi, mengapa guru sulit menulis, bagaimana memulai menulis artikel hingga mengirimya ke redaksi koran, dan bagian akhir memberikan salah satu contoh artikel penulis yang pernah diterbitkan oleh koran. Dengan diterbitkannya buku “ Menulis itu Mudah” diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi penulis pemula untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam kegiatan tulis-menulis. Buku ini mengupas dan memberikan cara atau tips menulis yang sederhana, mudah, dan praktis dengan harapan lebih udah dipahami pembaca dan calon penulis.
Penulis juga berharap dapat dengan diterbitkannya buku “Menulis itu Mudah” maka diharapkan memberikan kemudahan bagi banyak pembaca, khusunya kalangan guru. Semoga buku sederhana ini dapat menginspirasi dan motivasi kepada seluruh guru sebagai rekan senasib seperjuangan dan sepenanggungan untuk menulis dan menulis sehingga menjadi sebuah budaya menulis bagi kalangan gurudalam rangka mewujudkan SABUSAKU (Satu Guru Satu Buku) dan Gerakan Literasi.
Begitulah pengalaman penulis ketika mempersiapkan penerbitan buku yang ke-4, setelah sebelumnya menerbitkan buku secara mandiri sebanyak 2 (dua) buku, dan 1 (satu) buku yang diterbitkan secara bersama. Adapun 2 (dua) buku sebelumnya yang telah diterbitkan berjudul “ Opini Sang Guru edisi 1” terbit pada tahun 2015  dan “ Opini Sang Guru edisi 2” yang terbit tahun 2017, dan buku yang diterbitkan bersama atau antologi yang berjudul “ Inovasi Pembelajaran “ yang terbit tahun 2018.
Gagasan merupakan sebuah bentuk karya intelektual kita yang patut disimpan dan diikat dengan baik melalui media yang dapat bertahan lama, seperti ditulis dalam sebuah buku atau  bentuk lainnya. Semakin banyak kita menulis, maka tentunya semakin banyak pula kita dapat mengikat,menyimpan, dan ‘mengabadikan’ gagasan-gagasan yang pernah kita hasilkan sebagai hasil kerja pikiran dan hati atau perasaan.
Buku merupakan salah satu sarana atau wahana untuk mengikat, menyimpan, dan ‘mengabadikan’ gagasan yang sudah pernah dihasilkan, sekaligus pula  buku dapat menjadi media penulis untuk menyebarkan gagasan-gagasannya kepada banyak orang atau pembaca.  Melalui buku atau media tulis yang lainnya,  penulis memberikan sumbangsihnya kepada peradaban umat manusia, baik dalam bidang agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi, dan sebagainya.
Buku menjadi penghantar penulis berkomunikasi dengan pembacanya dari masa ke masa. Terima kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan gagasan berupa ilmu, pengetahuan, dan keterampilan kepada banyak orang dari masa ke masa. Melalui membaca buku para penulis itu manusia dapat terus mengembangkan kebudayaan dan peradaban dari dulu, kini, dan yang akan datang.

==========================================================
Bagian 26
Bersama Komunitas dan Organisasi Guru Peduli Literasi

Penulis mulai bergabung dan rutin mengirim tulisan artikel ke blog IGI (Ikatan Guru Indonesi) sejak akhir Agustus 2017 yang lalu, bersamaan pula penulis bergabung secara resmi dengan organisasi profesi guru tersebut. Blog IGI tersebut merupakan wadah bagi anggota IGI atau pun yang bukan anggota, untuk mengirimkan dan mempublikasikan hasil karya tulisnya dengan berbagai genre atau bentuk tulisan sesuai kreteria yang digariskan oleh pengelola atau admin blog tersebut.
Pada awalnya, penulis mengirim tulisan ke blog IGI dengan maksud “mengamankan” tulisan artikel yang memang sudah tersimpan di laptop sejak tahun 2013, sehingga dengan adanya blog IGI tersebut semakin memperkuat penyimpanan arsif tulisan penulis. Saat itu, penulis  mengirimnya setiap harinya sekitar puluhan tulisan artikel.  Tulisan artikel tersebut pada umumnya sudah tersimpan dan siap kirim, karena merupakan tulisan artikel yang pernah dikirim ke koran lokal di Kalimantan Selatan.
Selesai mengirim tulisan artikel yang tersimpan di laptop, penulis kemudian ‘membongkar’ catatan tertulis dari buku beberapa harian yang selama beberapa tahun penulis catat dari berbagai kegiatan sehari-hari. Ada catatan semasa kuliah tahun 1985,  kegiatan kedinasan sejak awal menjadi guru tahun 1988, dan kegiatan yang lainnya. Alhamdulillah, penulis sejak dari dulu, penulis sering mencatat di buku harian terkait dengan berbagai kegiatan atau aktivitas sehari-hari penulis yang ditulis pada beberapa buku harian.
Berbagai catatan harian yang masih dalam bentuk tulisan tangan tersebut, kemudian penulis kembali mengetiknya ke laptop untuk selanjutnya dikirim ke blog IGI secara rutin. Dengan demikian, catatan yang sebelumnya masih berbentuk tulisan tangan penulis, saat ini hampir semuanya sudah tertulis dan terarsif dalam laptop, dan bahkan tersimpan di blog IGI.
Kini, saat buku ini ditulis akhir Februari 2019, hampir 2 (dua) tahun bergabung dan mengirim tulisana artikel ke blog IGI, penulis sudah mengirim dan mengarsifkan tulisan artikel sekitar 1.441 tulisan tulisan (data blog IGI pada Ahad, 24 Februari 2019, pukul 12.00 WIT).  Bagi penulis, capaian tulisan artikel tersebut menjadi pemicu untuk terus menulis, menulis, dan menulis.
Semakin mengirim dan melihat jumlah tulisan artikel yang terkirim di blog IGI, penulis merasa masih kurang dan kurang, sehingga terus mencari dan menggali tulisan artikel dari berbagai topik atau tema yang beragam. Dalam rangka mencapai obsesi tersebut, penulis menargetkan setiap hari menulis minimal 3 (tiga) tulisan artikel,  dengan asumsi pagi, siang, malam masing-masing satu tulisan artikel. Penulis mencoba mengikuti perkembangan berita dari koran media sosial, televisi, dan sumber informasi lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan dan sosial. 
Obsesi untuk mengejar suatu target tertentu dalam menulis rasanya perlu dimiliki oleh penulis pemula guna memotivasi dan membangkitkan semangat menulis, sehingga semakin memicu diri mencari informasi atau bahan menulis yang dapat menginspirasi kita untuk menulis, menulis, dan menulis.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI selaku organisasi profesi guru yang peduli dengan peningkatan kompetensi guru Indonesia dengan ambil bagian dalam berbagai kegiatan peningkatan kompetensi guru tanpa bantuan dana dari Pemerintah atau secara mandiri.  Guru yang mengikuti kegiatan pelatihan atau workshop yang dilaksanakan oleh IGI dengan membayar biaya sendiri untuk membiayai kegiatan pelatihan tersebut. Cara dan pola pelatihan yang bersifat mandiri ini memang menjadi ciri khas pelatihan atau workshop peningkatan kompetensi guru yang dilaksanakan oleh IGI, baik di Pusat maupun di daerah.
Pengurus IGI Pusat, Wilayah, dan Daerah dalam melaksanakan dan membiayai kegiatan pelatihan atau workshop perlu mendapat apresiasi dan dukungan Pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan keringanan perizinan dan fasilitas yang diperlukan untuk keperluan berbagai pelatihan atau workshop yang diikuti oleh guru.  Dengan dukungan Pemerintah pusat dan daerah ini dapat memotivasi dan membangkitkan semangat guru yang berjiwa kreatif dan inovatif untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan atau workshop yang kian gencar dilaksanakan oleh IGI.
Bagi guru Indonesia, sejak era reformasi organisasi profesi guru tidak hanya dimonopoli oleh satu organisasi profesi guru saja, tetapi sudah ada beberapa organisasi profesi guru yang diakui keberadaannya oleh Pemerintah, seperti salah satunya Ikatan Guru Indonesia atau IGI. Memang selama orde baru, PGRI menjadi satu-satunya organisasi profesi guru, sehingga sampai sekarang banyak guru yang tidak kenal dengan organisasi profesi guru yang lain, terlebih guru senior.
Memang,  tidak mudah untuk menyamakan  visi dan misi organisasi profesi guru yang sudah lama berkembang di kalangan guru, apalagi ada kesan takut disaingi oleh organisasi profesi guru yang relatif masih muda dan cenderung lebih moderat dan visioner. Dari beberapa teman guru yang ada di daerah Kalimantan Selatan, penulis menangkap suatu kesan bahwa guru daerah tersebut tidak berani masuk menjadi anggota dan mengikuti kegiatan IGI di daerahnya. Ini kesan yang penulis tangkap dari respon guru yang bersangkutan saat penulis mengajaknya gabung dengan IGI.
Menurut persepsi penulis, mengapa keberadaan IGI di daerah kurang mendapat respon positif dari banyak guru karena antara lain : (1) dominasi organisasi profesi guru yang senior/lama masih kuat dan berpengaruh di elit pemerintah daerah, (2) adanya pengaruh guru senior terhadap guru junior, yang cenderung mengarahkan pada satu organisasi profesi guru lama saja, dan (3) pengurus IGI daerah kurang mampu bersilaturrahmi dan bersosialisasi dengan stakeholder pendidikan dan beberapa pihak yang terkait dengan pendidikan di daerah.
Keberadaan IGI di beberapa daerah memang perlu perjuangan dan kerja keras Pengurus daerah dan anggotanya  untuk memperkenalkan diri melalui berbagai kegiatan yang digagas dan dilaksanakan oleh IGI agar dilirik dan mendapat tempat di hati guru. Secara organisasi, IGI  masih relatif muda dan belum dikenal luas oleh guru.  Namun,  dilihat dari konsep, program, dan gerakannya, IGI lebih visioner dan menarik bagi guru muda yang kreatif dan inovatif yang langsung menyentuh pada masalah kompetensi guru. IGI ada untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik, berbasis teknologi terkini, dan berfokus pada peningkatan kompetensi guru guna mewujudkan guru profesional.
Penulis berharap, kiranya elit organisasi profesi guru di tingkat pusat dapat bersatu, bahu membahu, dan bergerak bersama meski berbeda ‘baju’ organisasi profesi guru untuk mewujudkan guru Indonesia yang sejahtera, profesional, dan berwibawa dalam kerangka membantu Pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga di daerah tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI sudah memulai dan membukakan ‘solusi’ atau jalan keluar bagi guru yang super sibuk dan tidak ada waktu luang untuk berlama-lama menulis pada pada komputer, laptop, tablet, atau hanphone. Sekarang tinggal guru saja untuk mengambil peluang tersebut, apakah mau dan mampu memanfaatkan metode Menemu Baling sebagai solusi untuk menuangkan konsep, ide, atau  gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Langkah inovatif IGI dengan Menemu Baling telah mendapat tanggapan positif dari MURI,  dan  tentunya juga inovasi IGI tersebut dapat disambut baik pula oleh guru Indonesia guna menggolarakan gerakan literasi dan budaya menulis yang bermakna dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan Indonesia masa kini dan yang akan datang.
IGI sudah membuktikan dirinya menjadi barometer inovasi guru Indonesia, dan mari guru Indonesia kita sambut dan lanjutkan inovasi IGI melalui metode Menemu Baling bagi peningkatan kompetensi dan profesionalisme kita sebagai guru  Indonesia yang inovatif.



Post a Comment for "BUKU JMMP"