Bagian 1
Guru,
Menulis, dan Buku
Sudah selayaknya, guru harus memiliki
komitmen guna menghasilkan buku,
setidaknya satu buku selama pengabdiannya menjadi guru. Mengapa guru
harus menulis dan menerbitkan buku? Guru
itu ‘gudang’ ilmu dan pengalaman selama mengabdikan dirinya menjadi guru yang
berpuluh-puluh tahun. Selama berpuluh tahun guru bergalut dalam dunia
pendidikan, dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu angkatan siswa ke
angkatan siswa berikutnya, dari
kurikulum yang lama ke kurikulum yang baru, dan sebagainya.
Keilmuan dan pengalaman guru yang
terpendam berpuluh-puluh tahun harusnya dapat diungkap dan dituliskan dalam
sebuah buku. Dari sekian juta guru yang ada di Indonesi saat ini, kalau saja
satu guru menulis sebuah buku tentang pengetahuan dan pengalamannya selama menjadi guru selama ini, maka tentu ada jutaan buku yang
terbit dan menghiasi berbagai toko buku dan perpustakaan di Indonesia. Namun
sayang, mungkin dari seribu guru yang hanya ada 1 atau 2 guru yang menulis dan
menerbitkannyan menjadi sebuah buku.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) , program Satu Guru Satu Buku
(Sabusaku) , atau kebijakan dan kegiatan
yang menginisiasi guru menulis lainnya, diharapkan menjadi wahana dan sarana
untuk membangkitkan potensi dan motivasi guru menulis. Dari jumlah guru
Indonesia yang jumlahnya relatif besar
tersebut, maka tentunya memiliki potensi
yang besar pula dalam menulis buku.
Bagi guru untuk mengumpulkan
angka kredit kenaikan pangkat sejak
golongan Penata Muda Tk I /III.b untuk naik ke Penata /III.c sudah wajib mengumpulkan dan memiliki angka
publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan seterusnya. Publikasi ilmiah tersebut adalah (1)
presentase di forum ilmiah, (2) hasil penelitian, (3) tinjauan ilmiah, (4)
tulisan ilmiah populer, (5) artikel ilmiah, (6)
buku pelajaran, (7) modul/diktat, (8) buku dalam bidang pendidikan, (9)
buku terjemahan, dan (10) buku pedoman guru.
Dari berbagai macam publikasi
ilmiah tersebut, pada umumnya bentuk penilitian ilmiah dalam bentuk Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) lebih banyak dibuat oleh guru untuk kepentingan naik
pangkat. Dari karya PTK tersebut
selanjutnya dapat dijadikan pula menjadi sebuah buku, atau artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam
bentuk jurnal.
Dengan adanya PTK sebagai salah
satu bentuk publikasi ilmiah diharapkan
dapat mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru sehari-hari dengan
cara ilmiah, sehingga dapat dicontoh atau diaplikasikan oleh guru lain atau
sekolah lain. Selain itu, ketika PTK
tersebut dipublikasikan melalui seminar, diterbitkan dalam jurnal ilmiah, dan
dibukukan, maka diharapkan akan menjadi pengimbasan yang dapat memotivasi dan
menginspirasi banyak guru guna mewujudkan sebuah pembelajaran yang bermutu.
Sebagaimana disebutkan di atas,
bahwa ada 10 jenis atau bentuk yang
termasuk kelompok publikasi ilmiah, namun pada kenyataannya banyak guru yang
terfokus pada PTK semata dalam pengusulan angka kredit kenaikan pangkat.
Seandainya saja, dari sekian banyak
jenis atau bentuk publikasi ilmiah
tersebut ada separo dibuat untuk pengusulan angka kredit kenaikan pangkat, maka
tentu guru dapat memperoleh angka kredit
dari publikasi ilmiah, misalnya membuat modul/ diktat pelajaran, buku
pedoman guru, tulisan ilmiah populer, dan sebagainya.
Berbagai cara dan upaya yang
dirancang untuk memudahkan kenaikan pangkat guru sebenarnya sudah diberikan
oleh Pemerintah, baik secara prosedural maupun kemudahan birokrasi lainnya
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru melalui kenaikan
pangkat yang lancar dan memenuhi prosedural yang ditentukan. Terkait dengan publikasi ilmiah, khusunya
PTK, diharapkan guru melaksanakan
kegiatan penelitian tindakan kelas yang benar dan memenuhi kreteria APIK, yaitu
Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten.
Guru merupakan agen pembaharuan,
yang salah satunya melalui pembaharuan
dalam pembelajaran melalui kegiatan PTK sebagai bentuk kajian ilmiah guru. Guru senantiasa melakukan pembaharuan dan
inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sendiri,
dan pada muaranya peningkatan mutu pendidikan Indonesia.
Guru Indonesia memang sangat
besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan
maupun bersama, dari berbagai genre,
daerah, kondisi geografis, dan berbagai latar belakang lainnya. Betapa luar
biasa dan dahsyatnya apabila jutaan guru yang ada di Indonesia menulis dan
menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis dan menerbitkan buku.
=========================================
Bagian 2
Guru,
Figur Inspirasi Menulis
Guru sudah atau bahkan setiap
hari memberikan pelajaran kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah
dilakukan oleh guru. Lalu, mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia
mengeluh dan mengatakan tidak dapat menulis?.
Sudah sepatutnya, guru menjadi motivator dan contoh bagi anak didiknya
dalam hal menulis. Guru dapat menulis
apa saja tentang profesinya sebagai guru
dan dunia pendidikan pada. Permasalahannya, tergantung pada kemauan guru , dan
kapan mengawali menulis itu sendiri. Sejatinya kegiatan menulis tidak dapat
dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu cara
guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih pada era
digital sekarang.
Dunia pendidikan merupakan dunia
yang sangat komplek dan dinamis. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi sekarang ini juga
memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia pendidikan. Guru sebagai agen pembaharuan tentunya harus
mengikuti proses perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi
dan gagap teknologi. Guru meng
Menulis dan profesi guru adalah
dua hal yang harusnya sejalan dan mampu
saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat
menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan formal seperti laporan penelitian tindakan kelas (PTK) ,
paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel), makalah best
praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat memberikan solusi
bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran, dan tulisan tersebut
menjadi bukti outentik dan bermanfaat bagi guru itu sendiri maupun pihak lain.
Dengan menulis, guru telah menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi
khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang
terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang
cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang
dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan
sebagainya. Kuncinya menulis itu adalah kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan
untuk mencari ilmu pengetahuan baru atau pengalaman baru, dan tentunya yang
penting adalah kemauan untuk menulis
Menulis merupakan bagian dari
olah pikir dan hati yang terpadu dalam bentuk tulisan mewujudkan ide dan gagasan
yang berhubungan dengan fenomena yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam aktivitas profesi kita sebagai guru. Dengan menulis berarti
kita mewujudkan ide dan gagasan yang terpendam dalam alam pikiran kita, tidak
hanya disimpan di alam pikiran kita.
Menulis harus diwujudkan dan dipraktikkan, bukan sekedar hanya dalam
tataran teori atau konsep yang disampaikan kepada anak didik semata, tetapi
guru memberikan contoh nyata apa dan bagaimana menulis tersebut.
Masih
banyak guru yang hanya mencukupkan diri sebagai konsumen dan pembagi ilmu
pengetahuan kepada siswanya, tanpa mau berpikir, bagaimana ‘memproduksi’ ilmu
pengetahuan itu sendiri melalui menulis ide dan gagasan yang inovatif dan
kreatifitasnya. Menulis untuk menuangkan ide dan gagasan kreatifnya dalam
masalah pembelajaran dan bidang
pendidikan pada umumnya, sehingga banyak tulisan atau buku yang berkaitan
dengan pembelajaran dan pendidikan. Kemampuan dan daya kreativitas yang
dimiliki guru, bukan hanya disampaikan
dan dipompakan kepada siswanya saja,
tetapi juga mestinya diimplementasi oleh guru tersebut dalam bentuk
karya tulis yang nyata dan orisinil.
Mengutip
suatu pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu
musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka tentunya budaya
menulis perlu ditumbuhkan di kalangan guru,
agar apa yang dimiliki dan diajarkannya menjadi sesuatu yang
‘abadi’ dan bermanfaat bagi orang lain
kelak dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ja.far ash-Shadiq
yang dikutip dalam buku Jamal Ma,mur
Asmani, yaitu” Ikatlah ilmu dengan
menuliskannya”. Menulis sebagai bentuk ekspresi diri dan profesionalisme
guru sangat diperlukan agar pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh guru
dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh guru-guru yang lain, sekecil apapun
karya yang dituangkan ke dalam tulisan tersebut.Budaya menulis yang seharusnya
menjadi bagian dari kehidupan guru, karena
setiap hari guru menemukan berbagai kejadian dan permasalahan dalam
kegiatan profesinya, yaitu mendidik dan mengajar. Ada seribu satu macam
kejadian dan masalah yang ditemukan dalam proses pendidikan di sekolah.
Kejadian
dan masalah itu ada yang berkaitan dengan siswa, materi pelajaran, metode,
media, evaluasi, dan sebagainya. Semua itu dapat menjadi bahan yang aktual dan faktual yang
ditemui guru dimanapun ia bertugas sebagai guru, apakah di sekolah yang maju
dan lengkap sarana dan prasarana , atau di sekolah yang ‘terkebelakang’ dengan
sarana dan prasarana yang sangat terbatas dan serba kekurangan.
Dengan
demikian, kejadian dan masalah yang terjadi di dalam ruang lingkup pekerjaan
atau profesi sebagai guru tersebut menjadi sumber informasi dan bahan yang
sangat berharga dan bermanfaat ditangan
guru yang kreatif dan profesional
untuk dituangkan dalam karya
ilmiah, baik namanya PTK (penelitian
tindakan kelas) PTS (penelitian tindakan sekolah) ,artikel, dan sebagainya.
Sosok guru
merupakan figur pribadi yang semestinya dapat menginspirasi dan memotivasi
siswa dalam banyak hal positif, salah satunya minat baca siswanya. Ketika guru
memberikan contoh perilakunya gemar menulis, maka siswanya akan ada yang terinspirasi untuk mengikuti jejak gurunya
menulis pula. Beranjak dari hal tersebut guru harus memberikan motivasi kepada siswanya untuk lebih banyak lagi membaca,
baik buku, majalah, koran, dan sumber informasi lainnya. Pengungkapan pengalaman pribadi ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran bagaimana persepsi siswa terhadap guru. Pandai-pandailah guru membawa diri untuk dapat
menginspirasi dan memotivasi dalam menggemakan minat baca dan kemudian menulis
kembali yang dibacanya tersebut.
==============================================
Bagian 3
Bagaimana
Memulai Menulis?
Sebagaimana
penulis sampaikan sebelumnya, bahwa potensi dan kemampuan menulis seseorang,
khususnya yang berprofesi sebagai guru, sangat besar dan berpeluang menjadi
penulis yang produktif atau bahkan profesional. Masalahnya hanya terletak pada
kemauan, percaya diri, dan
berkonsentrasi untuk memulai menulis yang masih belum tumbuh dan berkembang
dengan baik.
Banyak
guru yang memiliki kemauan untuk menulis, tetapi belum percaya diri untuk
memulai menulisnya, bahkan ada guru yang sudah memiliki tulisan artikel atau
sejenisnya, tetapi belum berani mengirimkan naskah artikel tersebut ke media
massa cetak atau koran. Kenyataan demikian penulis temukan dalam beberapa
pertemuan dan kegiatan pelatihan menulis artikel selama ini.
Keberanian
dan percaya diri memang menjadi salah satu faktor untuk menjadi penulis.
Menulis, menulis, dan menulis adalah tips
yang perlu dipahami bagi penulis pemula yang terkadang masih kurang percaya
diri (pede) atas hasil tulisannya,
apalagi jika mau diterbitkan pada koran. Kemampuan menulis bertambah dan terus
bertambah apabila kita rajin menulis, menulis, dan menulis. Menulis tentang apa
saja yang kita alami, kita rasakan, kita lakukan, ataupun kita alami selama
ini. Apakah menulis tentang perjalanan hidup kita sendiri, pengalaman pertama
menjadi guru, mengikuti kegiatan pelatihan atau diklat, kegiatan kedinasan,
kehidupan di sekolah, dan sebagainya.
Tulislah
apa yang kita alami karena lebih mudah menulisnya, dan jangan dipikirkan dulu
baik atau bagusnya tulisan kita. Tulis saja semaksimal mungkin dengan
mengarahkan daya pikir dan nalar yang ada untuk memberikan nilai lebih pada
tulisan kita. Kemampuan menulis
masing-masing kita memang berbeda, tetapi bukan berarti kita tidak dapat
menulis apa kita alami selama ini.
Ketika tulisan yang telah kita anggap selesai, maka selanjutnya kita
membaca beberapa kali hasil tulisan untuk melakukan editing atau perbaikan tulisan kita agar menjadi lebih baik lagi.
Pada
kesempatan ini, penulis mengutip pendapat Buya Hamka, seorang ulama, pujangga,
dan penulis besar Indonesia. Buya Hamka pernah ditanya seseorang bagaimana
beliau menjadi seorang penulis, beliau menjawab “saya hanya mengutip, meringkas atau mengembangkan, mengambil hal-hal
yang menarik, saya cerna kemudian analisa,
saya tambahkan bahan referensi yang sesuai, saya hubung-hubungkan,
ditambah sedikit imajinasi, saya tuliskan ulang dengan kata-kata sendiri, saya
cantumkan nama, maka jadilah saya seorang penulis”.
Menulis
diera digital ini bukan sesuatu yang asing bagi banyak orang. Hampir setiap
saat orang melakukan aktivitas menulis di smartphone
dan gedget lainnya untuk meng-up date status dirinya melalui media sosial yang hampir semua orang
memilikinya. Hanya pertanyaannya, apakah aktivitas tersebut termasuk katagori
menulis? Ya, secara umum, bahwa apapun yang berhubungan dengan ditulis tentang
sesuatu sudah termasuk menulis.
Hari-hari
diera digital ini komunikasi melalui tulisan sangat aktif dan dilakukan oleh
banyak orang. Mungkin ribuan atau jutaan tulisan berkeliaran di dunia maya
melalui berbagai aplikasi yang ada smartphone dan gadget
lainnya, sehingga di dalam smartphone
penuh dengan tulisan dari orang yang tergabung dalam group atau anggota
aplikasi media sosial yang ada di dunia maya.
Lalu
bagi kita sebagai guru, apa yang mestinya kita tulis? Sejatinya apa saja dapat
guru tulis yang sudah, sedang, atau akan dilakukan. Ketika kita sudah terbiasa
menulis apa yang sudah, sedang, atau mungkin yang akan dilakukan, maka akan
semakin menambah kemampuan menulis dan memperkaya perbendaharaan kosakota kita.
Kemampuan menulis itu tidak sekedar hanya dipelajari dari informasi oleh pelatih
atau pembimbing dalam kegiatan pelatihan atau workshop. Terori tentang menulis itu memang perlu, tetapi praktik
menulis itu lebih penting lagi.
Menulis
tentang apa saja yang kita lakukan atau alami tentunya lebih mudah kita
menulisnya. Misalnya, kegiatan pembelajaran yang dilakukan setiap harinya di
sekolah. Apa saja yang kita persiapkan, saat kegiatan pembelajaran, masalah
atau kendala dalam proses pembelajaran, akhir pelajaran, dan seterusnya. Banyak
bahan atau materi yang dapat kita jadilakn sebuah tulisan yang bernuansa atau
berlatar belakang proses pembelajaran, sekolah, dan dunia pendidikan lainnya.
Guru
memiliki banyak kesempatan dan peluang yang cukup besar dalam hal menulis,
karena lingkungan dan dunia pendidikan sangat kompleks dan beragam hal ada di
dalamnya. Tema ata topik masalah dalam dunia pendidikan sangat banyak, mulai
dari masalah kurikulum, buku, siswa, guru, ujian nasional, UKG, sarana dan prasaran sekolah, orangtua,
masyarakat, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berkaitan dengan guru
dan dunia pendidikan Indonesia pada
umumnya, dan permasalahan pendidikan lainnya.
=========================
Bagian 4
Menulis itu Komitmen
dari Hati
Patut
dipahami dan disadari, bahwa menulis itu bukan untuk meminta orang lain untuk
membaca tulisannya, apalagi memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni, namun
menulis itu mengeluarkan 'unek-unek' atau pemikiran dan perasaan yang
'berkecamuk' dan perlu untuk dikeluarkan melalui tulisan. Ketika sebuah harapan
digantungkan kepada orang lain yang selama ini kita anggap dan yakini dapat
memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni atas hasil tulisan kita tersebut,
tetapi kemudian itu hanya tinggal harapan semata, maka yakinkan bahwa itu hanyalah
sebuah harapan kita yang salah alamat.
Penulis
selama menyadari, bahwa menulis itu menyuarakan suara hati, buah pikiran, dan
karya jemari tangan, sehingga ketika terbit sebuah tulisan dan kemudian
menjelma menjadi sebuah buku, maka itu merupakan buah karya olah hati, pikiran,
dan jari-jemari tangan.
Lalu,
mengapa kita dongkol apalagi marah
dengan orang lain yang tidak berkenan memberikan tanggapan, komentar, atau
testimoni atas tulisan atau buku kita tersebut? Siapa tahu, orang
tersebut lagi merenung dan memikirkan apa kata atau kalimat yang terbaik dalam memberikan tanggapan,
komentar, atau testimoni tersebut.
Menulis,
menulis, dan menulis merupakan suatu tekad atau komitmen yang terus penulis
segarkan dalam hati dengan banyak membaca bahan literasi dan referensi yang
ada, termasuk menonton televisi mendengarkan berita radio, dan memantau
perkembangan berita yang terbaru dari media sosial yang ada.
Hati kita
menjadi pengendali apa yang akan ditulis, karena hati dapat menentukan tentang
bagaimana sebuah tulisan akan bernilai baik atau berguna bagi diri sendiri
maupun orang lain. Penulis merasakan, bahwa selama ini dalam menulis sangat
tergantung dengan suara hati. Ketika hati ingin menulis, maka selelah apapun
kondisi badan penulis akan menulis dengan kemampuan yang ada.
Sementara
itu, pikiran yang menyimpan berbagai informasi yang didapat dari berbagai
sumber, perlu dikosongkan, dengan menuangkannya ke dalam tulisan, agar tidak
lama menumpuk dan hilang akibat dimasuki oleh informasi yang baru.
Kapasitas
pikiran (otak) kita memang sangat terbatas, dan terkadang juga dapat 'error',
karena berbagai faktor internal dan eksternal. Melalui olah pikir inilah,
terangkai kata menjadi kalimat, dari kalimat ini menjadi alenia, frase, dan
akhirnya menjadi sebuah tulisan atau buku.
Seiring
dengan olah pikir, jari-jemari tangan kita mengetik huruf demi huruf menjadi
kata dan kalimat, sehingga menjadi sebuah tulisan yang menurut kita cukup layak
untuk dibaca.
Apabila
kemudian, kita belum yakin dengan tulisan hasil kerja jari-jemari tangan
tersebut, maka kita ulangi lagi dengan mencari pilihan kata atau diksi yang
tepat, demikian seterusnya hingga kita cukup puas dengan hasil tulisan
tersebut. Sejak saat itu, maka sebuah tulisan telah lahir dari kerjasama yang
apik antara hati, pikiran, dan jari-jemari tangan kita.
Lalu, ukuran
baik atau tidak baik tulisan itu selanjutnya menjadi ranah pihak pembaca, bukan
urusan kita lagi. Berasumsi pada pemikiran tersebut, maka penulis
berupaya sesuai kemampuan dan melalui jalur yang ada, untuk mendapatkan
tanggapan, komentar, dan juga testimoni yang objektif dari para pembaca yang
menurut penulis memilik kompetensi dalam menilai sebuah tulisan.
Namun, apa
hendak dikata, harapan tersebut hanya tinggal harapan saja, dan tentunya hal
tersebut tidak akan menyurutkan sedikit pun komitmen penulis untuk terus
menulis, menulis, dan menulis selagi kemampuan olah hati, pikiran, dan
jari-jemari masih ada. Semoga terus dapat memotivasi diri sendiri, dan juga
sahabat pembaca lainnya.
Kehadiran hati dalam tulisan
tergambar dari penataan kata, kalimat, atau tata bahasa yang digunakan saat
menulis tentang sesuatu masalah. Tulisan dapat mengungkapkan bagaimana kondisi
dan suasana hati penulis ketika menuangkan kata-kata dalam tulisannya, mungkin
suasana hatinya lagi lapang, sesak, galau, gembira, sedih, kesal, marah, dan
sebagainya. Hanya penulis itu sendiri yang mengetahui dan mengerti kondisi dan
suasana hatinya saat menulis.
Dengan adanya penataan hati dan
perasaan sebelum dan saat menulis akan memberikan pengaruh positif terhadap pemilihan dan
pemakaian kata atau diksi ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kehebatan
seorang penulis meramu dan meracik kata demi kata, kalimat demi kalimat , dan
seterusnya, disamping karena ketinggian
ilmu pengetahuan dan pengalaman atau ‘jam terbang’ dalam tulis menulis, juga
dikarenakan kemampuan dirinya menata hati dan perasaannya dengan baik, sehingga
hati dan perasaannya hadir dalam setiap tulisannya.
================================================
Bagian 5
Menulis
untuk Menata Masa Depan
Perjalanan
hidup kita sejak lahir sampai saat ini, merupakan sebuah perjalanan yang
relatif panjang dan memuat banyak pengalaman yang beraneka ragam, baik
pengalaman yang sedih maupun gembira. Semua itu, sudah dialami dan
dilalui dalam perjalanan hidup kita selama ini. Kesedihan dan kegembiraan
merupakan dinamika yang sunnatullah dalam kehidupan seorang anak manusia, tanpa
melihat apapun satus sosialnya.
Ketika
merenung dan mengingat masa lalu, kita tentunya akan menemukan banyak
pengalaman yang dapat menjadi bahan 'baku' untuk dapat dijadikan sebagai bahan
tulisan, terlepas apakah itu kisah sedih atau gembira.
Masalahnya,
apakah kita mau mengangkat pengalaman masa lalu kita tersebut menjadi sebuah
tulisan, yang setidaknya menjadi pembelajaran bagi diri kita sendiri pada masa
kini dan mendatang. Melalui menulis tentang apa yang pernah kita alami selama
ini, kita juga berarti berbagi pengalaman kepada banyak orang yang ada di
sekitar kita.
Melalui
menulis perjalanan dan pengalaman hidup kita sendiri, maka berarti kita mau
belajar dari masa lalu. Bukankan setiap pengalaman dalam perjalanan hidup kita
ada hikmah yang dapat kita petik?
Menulis itu
menjadi sebuah cara kita untuk belajar memperbaiki kehidupan kita selanjutnya
agar lebih baik lagi dari masa lalu. Prinsifnya, hari ini lebih baik dari hari
kemarin, dan hari esok lebih baik dari pada hari ini.
Mungkin
saja, mengungkapkan perjalanan dan pengalaman hidup masa lalu dapat dilakukan
dengan cara mengisahkan atau menceritakan secara lisan atau ucapan kepada orang
lain yang terdekat dengan kita. Namun, ucapan atau cerita tersebut tentunya
tidak bertahan lama dan tidak memiliki 'bukti fisik' yang kuat untuk dijadikan
dokumen kehidupan kita. Nah, dengan menulis dan membukukannya, tentunya
perjalanan dan pengalaman hidup yang terjadi di masa lalu itu akan lebih 'kuat'
dan dapat bertahan lama.
Menulis
perjalanan dan pengalaman masa lalu menjadi cara dan upaya kita untuk bercermin
dan belajar dari pengalaman masa lalu, agar masa mendatang kita dapat
memperbaiki dan meningkatkan mutu atau kualitas hidup kita.
Dalam proses
mencari jatidiri dan kemapanan kepribadian, maka salah satu caranya adalah
mengingat dan belajar dari masa lalu kita sendiri. Dengan menulis pengalaman
kita dapat memahami kehidupan masa lalu untuk menjadi perbelajaran bagi masa
depan.
Menulis itu
sejatinya menjadikan kita selalu menggunakan olah pikir dan olah rasa kita
untuk menggambarkan dan mendiskripsikannnya dalam bentuk tulisan. Kita mengembangkan
kemampuan dan daya imajinasi untuk mengungkapkan dan mengekspresikan sesuatu
yang bersifat abstrak dalam alam pikiran kita. Melalui tulisan itulah, sesuatu
yang bersifat abstrak atau bayang-bayang menjadi berwujud dalam bentuk tulisan.
Dengan menulis,
pikiran dan imajinasi kita mengalami perkembangan dan dinamika, tidak bersifat
statis dan terpaku pada satu keadaan saja. Melalui menulis inilah kita
'memaksa' otak dan imajinasi kita bergerak mengolah dan memproduksi kata yang
tertuang dalam bentuk tulisan. Terlepas, apakah hasil tulisan itu baik atau
tidak menurut etika penulisannya, yang penting kita keluarkan dan tulis dulu
kata-kata tersebut. Kata yang keluar saat menulis, mengalir seiring
dengan kemampuan pikir dan imajinasi kita saat menuangkannya dalam bentuk
tulisan, sehingga besar kemungkinan belum pasti baik sesuai etika penulisannya.
Ketika kita
menulis sesuatu masalah, maka pada saat itu kita mulai berpikir tentang sesuatu
di masa depan, apakah itu sebuah harapan, cita-cita, atau keinginan yang akan
diwujudkan. Konsep, ide, gagasan, ataupun pemikiran yang kita tuangkan dalam
tulisan kita merupakan suatu harapan atau bahkan menjadi prediksi untuk masa
depan. Ketika tulisan itu dituangkan, maka pada umumnya tulisan tersebut masih
masih berupa konsep, ide, gagasan dan pemikiran yang belum atau akan diwujdukan
dikemudian, baik oleh kita sendiri atau pihak lain.
Menulis itu
pada hakikatnya kita memikirkan tentang sebuah masa depan. Tidak penting apakah
yang kita tulis itu sesuatu yang sangat sederhana atau tidak penting bagi diri
kita sendiri. Menulis menjadi sarana bagi penulis untuk mengungkapkan konsep,
ide, gagasan, ataupun pemikiran dirinya yang berkaitan dengan masa depan
dirinya, lingkungannya, atau yang lebih luas bangsa dan negaranya. Penulis-penulis
besar seperti almarhum BUYA HAMKA telah mempersembahkan karya besar
meraka bagi masyarakat, bangsa dan negara yang berada dan hidup di masa depan,
bukan masa penulis itu masih hidup.
===============================================
Bagian 6
Menulis
yang Terdekat : Menulis Perjalanan Hidup Diri Sendiri
Kebingungan
guru mau menulis apa yang akan dituangkannya sebenarnya tidak perlu terjadi,
jika guru mau melihat sesuatunya dari hal yang terdekat dengan dirinya
atau tugas dan profesinya selama ini, baik itu tentang kehidupan pribadinya,
seluk beluk pekerjaan, berbagai masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan
tugas atau profesinya, dan hal-hal yang paling dialami dan diketahuinya. Guru
memiliki bahan atau materi tulisan yang dekat dengan diri dan kehidupannya
sehari-hari.
Setiap
guru memiliki cerita tentang sejarah perjalanan hidupnya. Bukankah setiap
cerita kehidupan kita adalah moment yang sangat berharga dan selalu dikenang,
seperti hari kelahiran, masa kanak-kanak, masuk sekolah pertama, masa remaja,
dan sebagainya. Terlalu banyak cerita yang dapat kita ungkapkan dalam tulisan
jika kita mampu mengingat kembali kisah perjalanan kehidupan kita sampai saat
ini. Persoalannya, mungkin kita saja yang selama ini berpikir terlalu jauh
dengan diri kita sendiri, sehingga kita melupakan kisah perjalanan diri kita.
Lalu,
bagaimana lagi dengan cerita dari perjalanan kita sebagai guru? Tentunya banyak pula cerita dan
pengalaman yang dapat dijadikan bahan atau materi tulisan. Guru tentu paling mengetahui secara detail perjalanan
karir dari profesinya sebagai guru dibandingkan orang lain. Perjalanan karir
sebagai guru tentu bukan perjalanan karir biasa, karena menjadi guru itu sebuah
pengabdian yang banyak menyimpan cerita didalamnya. Cerita yang diawali saat
pertama praktik mengajar di kelas latihan, saat pertama masuk kelas
melaksanakan tugas menjadi guru, saat dimana bertemu dengan siswa yang baru
dikenal, mengenal satu per satu siswa,
dan berbagai cerita lainnya.
Bercerita secara lisan bagi banyak orang adalah
sesuatu yang mudah, apalagi bercerita
tentang kehidupan yang telah dialaminya selama ini. Demikian pula bagi seorang
guru, menceriatakan kehidupannya selama ini sangat mudah disampaikannya. Nah,
sekarang bagaimana kalau cerita kehidupan kita tersebut disampaikan dan
diceritakan dalam bentuk tulisan. Menulis biografi diri sendiri merupakan salah
satu langkah awal yang tepat dan terdekat untuk memulai menjadi penulis, tidak
mesti dalam bentuk tulisan yang rinci atau lengkap.
Bagi penulis pemula, menulis tentang perjalanan
hidup diri sendiri akan membuka banyak ingatan atau cerita masa lalu yang
pernah dialami dan dilalui selama ini.
Bermula dari kelahiran, sekolah, kuliah, mulai bekerja, menikah, punya
anak, dan sebagainya. Setiap sisi kehidupan kita punya ceritanya, dan dari
cerita itulah kita menulisnya secara bertahap dari waktu ke waktu perjalanan
kehidupan kita. Menulis tentang diri sendiri itu mudah, terlebih lagi jika
dibantu oleh keluarga terdekat, seperti ayah, ibu, dan keluarga terdekat
lainnya, yang mengetahui akan jejak langkah kehidupan kita sejak kecil.
Penulis pernah membantu mengeditkan tulisan
cerita pendek atau cerpen seorang guru yang baru pertama kalinya menulis cerpen
tersebut. Ternyata cerita dari cerpen tersebut merupakan biografi dari penulis
sendiri yang ditulis sedemikian rupa dalam bentuk cerpen yang menarik dan unik,
karena berlatar belakang etnis dan budaya daerah, yaitu suku Banjar, Kalimantan
Selatan. Judul cerpen tersebut adalah “ Bauntung Batuah” karya Milasari,
S.Kom, seorang guru di SMP Negeri 1 Astambul, Kabupaten Banjar.
Menulis tentang diri sendiri
dapat menjadi pintu masuk menjadi penulis, setidaknya memberikan suatu nilai
khusus yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri sendiri dan keluarga nantinya.
Ketika tulisan tersebut menjadi sebuah buku yang menjadi koleksi pribadi, maka
saat itu kita telah ‘mengabadikan’ jejak rekam kehidupan kita untuk diwariskan
kepada anak-cucuk kita dikemudian hari.
Mewariskan harta yang banyak bagi
keturunan kita belum tentu dapat kita berikan, namun mewariskan buku tentang
kehidupan kita dapat menjadi ‘warisan’ bagi anak-cucu kita dikemudian hari.
Dengan adanya buku yang diwariskan kepada generasi kita kemudian, maka sejarah
perjalanan hidup kita akan menjadi ‘pelajaran’ bagi generasi berikutnya.
Berikut ini penulis contohkan
sebuah artikel tentang kisah kehidupan dari seorang guru yang pernah mengikuti
Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan
II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Kesabaran
Membuatku Bertahan “ oleh Susi
Lestari, yang isinya “ Penulis terlahir
dari keluarga sederhana di sebuah kota yang bernama Kota Banjarbaru . Kota dengan lingkunganya ramai, indah dan menyenangkan.
Penulis hanya lulus SMA, lalu bekerja pada sebuah perusahaan mie di daerah
dekat rumahku. Hampir 8 tahun penulis
menjadi karyawan di perusahaan mie
tersebut, dan penulis menikmatinya.
Pada
tahun 1996, penulis menikah dengan suamiku yang sekarang, hingga tahun 1999 penulis harus pindah untuk
mengikuti suami pulang ke daerah tempat tinggalnya. Penulis pindah bukan karena suami kena
mutasi seperti seorang PNS, atau kerja
pada sebuah perusahaan, tetapi karena
suami penulis adalah salah seorang warga transmigrasi di Bukit Mulia, sebuah desa yang sepi jauh dari keramaian dan
masih terbelakang kehidupannya.
Kehidupan penulis
terbalik 360 derajat,
dari kondisi kehidupan yang mudah, lingkungan yang indah, terang
benderang, ramai, dan semua tersedia, terjangkau, dan serba
instan. Kini, beruabah menjadi suasana
sangat berbeda. Jauh dari suasana hiruk pikuk dari berbagai kegiatan
orang. Sepi, cuma suara hewan malam yang
selalu terdengar berdendang menemani penulis dalam kegelapan malam.
Penerangan
listrik pun tidak ada, hanya memakai lampu pelita dari minyak tanah, itu pun
hasil karya suami penulis sendiri yang dia buat dari botol bekas minuman dan
kain yang sudah tidak terpakai. Sungguh
sesuatu yang jauh dari sehat, sangat
mengganggu dalam pencernaan manusia ketika terhirup, apalagi kalau terlalu
besar nyala apinya. Seringkali, ketika pagi-pagi bangun dari tidur, di bawah hidung
penulis ada cairan berwarna hitam, akibat asap bercampur minyak tanah yang aku
hirup waktu tidur semalaman. “ Hmmmm…Aku selalu tersenyum dengan kejadian itu”.
Selain
itu, masyarakatnya tidak hanya dari 1 (satu)
suku saja, tetapi ada banyak
suku, karena memang semua pendatang. Ada dari Bandung, Banyumas, Kebumen,
Demak, Klaten, Sragen, Bojonegoro, Lamongan, Madura, bahkan pendatang dari lokalpun ada, sehingga membuat kehidupan belum dapat selaras dan masih terlihat kehidupan yang
terkotak-kotak, ada blok Sunda, Madura,
Jawa, dan sebagainya.
Sangat
sedih sekali jika malam tiba, terbayang hidup yang dulu penulis alami serba ada. Begitulah kenyataan hidup pada
saat itu, dan disinalah awal kesabaranku
diuji. Penulis bersyukur, pada sisi lain, kehidupan suami penulis dari keluarga muslim yang taat. Bapak mertua
penulis yang sudah almarhum, adalah seorang PNS yang berprofesi
sebagai guru agama. Penulis mendengar cerita dari suami dan juga foto-foto beliau.
Penulis
melihat pada sebuah album foto yang sudah lusuh dan usang, ada foto kegiatan
keagamaan pada album tersebut. Ada lagi yang membuat penulis tenang dan tentram
dalam kesederhanan ini, penulis selalu
mendengarkan lantunan ayat ayat suci Al Qur an yang selalu di baca ibu
mertua setiap habis sholat wajib, dan itu terus menerus dilakukan beliau.
Hal ini yang selalu membuat dingin hati
penulis.
Suami
penulis hanyalah orang biasa saja, dia
ikut kerja harian pada kebun kelapa sawit
sambil berkebun sayur di belakang
rumah kami. Ketika menjelang magrib, banyak anak anak kecil laki-laki dan perempuan
selalu berkumpul di depan rumah penulis, entah itu disuruh orang
tuanya atau kemauan dia sendiri,
penulis pun tidak tahu. Ahirnya,
penulis dan suami mengajak mereka
belajar mengaji dan sholat bersama.
Hari-hari
penulis lalui dengan rasa prihatin terhadap keadaan keluarga dan masyarakat
sekitar yang juga hidup dalam taraf serba kekurangan, hingga
terbersit di pikiran penulis
sebuah angan, “ tidak akan berkembang
kehidupan ini, kalau lingkungannya
tidak mendukung”.
Syukur
Alhamdulillah, datanglah seorang ibu, seorang kepala sekolah SDN BUKIT
MULIA 2, Ibu Siti Rokhimah namanya. Beliau mengajak penulis untuk membantu
mengajar di sekolah yang dipimpinnya
tersebut, karena waktu itu guru pengajar
sangat minim. Penulis saat itu untuk menerima tawaran tersebut, karena penulis tidak punya keahlian mengajar,
Namun, ibu Siti Rokhimah meyakinkan penulis, bahwa penulis mampu untuk
mengajar. “ Yang pasti,
sabar dan ulet, yang di ajarikan hanya anak
kecil kecil kelas 1, yang penting
bisa ngomong” jelas ibu Siti Rokhimah
meyakinkan penulis.
Hari
pertama penulis lalui di sekolah dengan perasaan yang tegang. Meskipun penulis di rumah sudah
terbiasa membantu suami mengajari anak-anak belajar membaca huruf Arab dan baca
tulis al Qur,an, tetapi di sekolah sangat jauh berbeda suasananya. Anak-anak
kecil memang susah diarahkan, ada yang
minta minum, kencing di celana, menangis, minta pulang, dan lain lain.
Sementara itu, penulis juga susah memahami
bahasanya, karena mereka dari
berbagai macam suku.
Karakter
mereka yang beda, banyak orang tuanya yang kerja di perkebunan
kelapa sawit, pagi-pagi sudah harus berangkat ke kebun, sehingga anak-anak
anaknya tidak diperhatikan, baik urusan
keperluan makan, mandi, pakaian, dan berangkat ke sekolah dilakukan oleh anaknya
sendiri. Penulis sering geleng geleng kepala dengan keadaan
anak anak didik yang berangkat sekolah dalam keadaan rambut tidak tersisir
rapi, kancing bajunya yang tidak dipasang pada tempatnya, tidak mandi, dan
sebagainya.
Penulis
sangat memaklumi kondisi siswa tersebut
di atas, sebab orangtuanya pun juga susah untuk diajak konsultasi demi kemajuan
anak-anaknya. Mereka hanya pasrah saja pada gurunya di sekolah. Kondisi
tersebut cukup melelahkan dan menguji kesabaran penulis, karena penulis tidak
memiliki latar belakang sebagai guru atau pendidik dan juga penulis bukan tipe wanita yang lembut dan
halus tutur sapanya.
Sering
kalau sampai di rumah, penulis selalu merenung dan terbayang dibenak tentang sebuah kehidupan didepan yang rumit dan
komplek. Namun, ini memang kenyataan yang
harus penulis jalani serta pelajari. Tidak lupa pula penulis mencurahkan
perasaan kepada suami. Suami penulis selalu memberi nasehat “ ya
yang sabar, jangan menyerah, kalau orang tidak mudah menyerah maka orang
sudah dekat sekali dengan kesuksesan”.
Menurut suami penulis, dalam dunia ini,
hanya ada 2 (dua) orang yang
susah dikalahkan, yaitu orang yang sabar, dan
orang yang tidak mudah menyerah. Banyak berusaha dan berdoa agar dikuatkan hati dan kita diberi cara yang mudah untuk
menghadapi masalah tersebut. Akhirnya, sedikit demi sedikit penulis mulai
memakluminya.
Sejalanya
dengan perjalanan waktu, hari berganti minggu, bulan berganti tahun, dan dengan kesabaran semampunya disertai dukungan
dari pihak keluarga, penulis tidak menyerah untuk menyelami dan mengambil hati
anak anak. Penulis pun mulai mengikuti irama kehidupannya sedikit demi
sedikit, mereka mulai penulai dapat ‘kuasai’,
apalagi ketika pelajaran olah raga sepertinya penulis lebih mampu
mengambil hati mereka.
Alhamdulillah, ahirnya Allah Wst, Tuhan Yang Maha Kuasa pun
mendengar doa penulis selama ini. Pemerintah
memberikan peluang kepada penulis untuk
mengikut kuliah melalui program Program
Guru Sekolah Dasar atau PGSD Universitas
Terbuka atau UT. Penulis pun mengikutinya seraya menjadi guru honorer dan
menunggu pengangkatan PNS. Selama
5 (lima) tahun penulis menjadi guru honorer, dan 1 (satu) tahun menjadi guru bantu, maka ahirnya diangkat menjadi PNS, serta tetap
ditempatkan di SDN BUKIT MULIA 2. Kemudian penulis selesaikan juga jenjang Srata1 atau S.1.
Masalah
demi masalah semua telah penulis alama dan lalui, namun masalah baru selalu
datang dan pergi. Tidak hanya masalah
dengan anak didik semata, tetapi juga
masalah dengan orang tua, rekan kerja,
dan masyarakat sekitar. Bahkan,
sekarang ini ditambah lagi dengan
masalah desa penulis, yang saat ini
ditambang oleh pihak yang tidak memperhatikan ekosistem dan lingkungan hidup. Banyak masyarakat desa
yang pindah karena tergusur, sehingga
anak didik penulis juga ikut pindah sekolah.
Hanya
dengan sabar aku selalu bertahan dan tak kan menyerah. Masalah dan kesulitan
datangnya dari Tuhan guna menguji umatnya, Kita
manusia hanya dapat a mensyukuri apa adanya, tetap jalani hidup ini,
melakukan yang terbaik. Hanya itu yang mampu kita lakukan. “ Dan sesungguhnya
kami akan benar benar menguji kalian agar kami mengetahui orang orang yang
berjihat dan bersabar di antara kalian “ (Qur an. Muhammad : 31 ).”.
=======================================
Bagian 7
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Profesi Kita
Sejatinya kegiatan menulis tidak
dapat dilepaskan dari profesi seorang guru, karena menulis merupakan salah satu
cara guru mengembangkan profesinya agar terus terjaga dan meningkat, terlebih
diera digital sekarang. Guru sudah atau bahkan setiap hari memberikan pelajaran
kepada anak didiknya untuk menulis. Hal itu
sudah menjadi hal yang lumrah dan mudah dilakukan oleh guru. Lalu,
mengapa ketika guru itu sendiri disuruh menulis, ia mengeluh dan mengatakan
tidak dapat menulis? Sudah sepatutnya, guru menjadi motivator dan contoh bagi
anak didiknya dalam hal menulis. Guru dapat
menulis apa saja tentang
profesinya sebagai guru dan dunia pendidikan. Permasalahannya, tergantung pada
kemauan guru , dan kapan mengawali menulis itu sendiri.
Ada banyak objek dan permasalahan
yang terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam profesi guru. Dunia
pendidikan merupakan dunia yang sangat kompleks dan dinamis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diera
globalisasi sekarang ini juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi dunia
pendidikan. Guru sebagai agen
pembaharuan harus mengikuti proses
perkembangan tersebut, sehingga tidak ketinggalan informasi dan gagap teknologi.
Menulis dan profesi guru adalah
dua hal yang harusnya sejalan dan mampu
saling mendukung. Misalnya, permasalahan guru dalam pembelajaran di kelas dapat
menjadi sumber inspirasi untuk ditulis dalam bentuk tulisan atua karya tulis
ilmiah seperti laporan penelitian
tindakan kelas (PTK) , paparan hasil inovasi pembelajaran (Inobel),
makalah best praktice, dan sebagainya. Dengan menulis, guru dapat
memberikan solusi bagaimana memecahkan permasalahan dalam pembelajaran dari
persepsi dirinya, dan tulisan tersebut menjadi bukti outentik dan bermanfaat
bagi guru itu sendiri maupun pihak lain. Dengan menulis, guru telah
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya bagi khazanah dunia pendidikan.
Memulai menulis dari yang
terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang
cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang
dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan
sebagainya. Kuncinya, menulis itu adalah
kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahun baru atau
pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis.
Berdasarkan pengalaman penulis
selama ini menulis beberapa artikel tentang dunia pendidikan, baik yang dikirim
ke koran Banjarmasin Post dan Radar Banjarmasin, maupun ke blog IGI dan
Kompasiana, menulis tentang dunia pendidikan itu sangat kompleks dan luas. Misalnya tentang sekolah, guru, siswa,
orangtua siswa, supervisi, kurikulum, sarana dan prasarana, buku, media
pembelajaran, komite sekolah dan masyarakat, peran dunia usaha, dan sebagainya.
Bahan referensi tersedia dalam berbagai ragam buku, jurnal, artikel, dan
sebagainya.
Selain bahan referensi yang
banyak dan beragam, ada bahan untuk menulis dalam bentuk pengalaman dalam dunia
pendidikan, baik pengalaman menghadapi dan berinterakasi dengan rekan sejawat,
siswa, dan sebagainya. Dengan menggunakan pengalaman pribadi atau pihak lain
yang kita ketahui, maka semakin banyak bahan referensi kita untuk dijadikan
tulisan, yang pada akhirnya menjadi buku.
Kompleks dan luasnya bahasan
tentang dunia pendidikan diharapkan dapat menjadi peluang bagi guru yang ingin
mengembangkan kemampuannya dalam bidang menulis. Memulai menulis dari yang
terdekat dengan kegiatan profesi guru dan dunia pendidikan. Menulis tentang
cara menghadapi anak didik yang ‘nakal’, cara menyajikan materi pelajaran yang
dianggap ‘sulit’, atau penggunaan media pembelajaran yang sederhana, dan
sebagainya. Kuncinya, menulis itu adalah
kemauan. Kemauan untuk maju, kemauan untuk mencari ilmu pengetahun baru atau
pengalaman baru, dan tentunya yang penting adalah kemauan untuk menulis. Mulai
yang mudah, terdekat, dan sesuai profesi.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang profesi sebagai guru
yang ditulis seorang guru yang pernah
mengikuti Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan
II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Menumbuhkan
Semangat Belajar Pada Anak “ oleh
Jamilah, yang isinya “ Manusia
adalah seorang pembelajar sejati, dimana
dia akan selalu mempelajari lingkungan terus menerus, baik secara langsung sebagai
informasi atau sebagai bekal dia beradaptasi. Pembelajaran dimulai dari hal
sederhana, ketika anak masih kecil,
seperti ketika dia belajar merasakan benda, berjalan atau bicara. Namun, kebanyakan orang tua masih belum
mengerti, bahwa bagaimana ketika
menyikapi proses pembejalan waktu kecil ini sangat berarti untuk pembelajaran
dikemudian hari. Pada umumnya, proses pembelajaran pada saat anak mendapat
respon yang kurang baik, baik ketika
mereka sedang belajar merasa dengan mulutnya, ketika mereka belajar berjalan,
atau ketika mereka belajar berbicara yang belum meraka pahami artinya.
Ketika
anak sudah mulai berbicara dan banyak bertanya, jawaban yang didapat pun sering
kali tidak memuaskan. Anak cenderung ingin mengetahui sesuatu yang baru, namun
kadang respon orang dewasa di sekelilingnya malah mengalihkan pertanyaan anak
tersebut. Itulah yang menyebabkan anak sering malas belajar.
Kasus
lainnya adalah seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, orang tuanya mengeluhkan
anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya. Namun,
ketika anak ditanya tentang hobinya, dia dengan sigap menjawab sepak bola,
bahkan ia hafal seluruh nama pemain inti dan pemain cadangan, nama pelatih, dan
lain-lain. Hal ini menunjukkan, bahwa tidak ada masalah dengan otak anak,
masalahnya datang dari sumber lain.
Melihat
kasus tersebut di atas, jelas permasalahannya bukan karena anak bodoh, namun
tidak ada ketertarikan untuk mempelajari pelajaran tersebut. Tentu ini perlu
diberi respon yang benar, sehingga tidak mendapatkan perlawanan dan dapat
membuat anak semangat untuk belajar. Tahap pertama perbaikan adalah dari orang
tua terlebih dahulu. Bagi anak, orang
tua memegang peranan penting dalam masa tumbuh kembang anak, serta membantu sekali mengatasi masalah anak.
Lalu, komunikasi dengan cinta dalam
setiap didikannya.
Seorang
pakar pendidikan Timothy Wibowo memberikan beberapa kiat supaya anak dapat menjadi rajin dan mudah belajar di sekolah,
sebagai berikut: Pertama. Saat anak pulang sekolah, tanyakan apa saja
hal menyenangkan hari itu. Otomatis anak akan mencari hal-hal menyenangkan di
sekolah dan secara tidak langsung membentuk mindset anak bahwa sekolah adalah
tempat menyenangkan. Kedua. Ketika anak tidur masukkan sugesti positif dengan
mengatakan bahwa belajar adalah hal menyenangkan. Belajar sama menyenangkannya
dengan bermain atau berhitung dan menghafal itu sangat mudah. Ini salah satu
bentuk hypnosleep positif pada anak.
Ketiga.
Jelaskan guna materi pelajaran yang sedang dikerjakan. Sesuaikan pebjelasan
dengan materi anak, misalnya dengan belajar perkalian, maka anak dapat
menghitung jumlah koleksi mainannya atau menghitung sendiri harga action figure
di sebuah supermarket dan membandingkannya dengan harga di mall lain. Keempat.
Mintalah guru lesnya untuk sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak
hebat dan luar biasa. Pujian tulus dan memacu semangat anak untuk belajar lebih
penting daripada diajari macam-macam teknik berhitung dan menghafal cepat.
Mintalah bantuan orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan rasa
kepercayaan diri anak.
Dari
beberapa poin di atas, maka dalam rangka memberikan semangat pada anak.
Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya ‘menyuntikkan’ rasa percaya diri anak dalam batas wajar.,
sebab pada poin-poin di atas jika
dilakukan secara berlebihan justru akan berdampak tidak baik pada anak.
===========================================================
Bagian 8
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Kegiatan Sehari-hari
Menulis
sudah menjadi bagian dari kegiatan dan aktivitas kita sehari-hari, terlepas
apakah itu untuk konsumsi sendiri atau diterbitkan dan disebarkan melalui media
cetak, media online, atau media
sosial. Menulis tentang apa saja yang sesuai dengan bakat dan genre
masing-masing, apakah menulis puisi, cerita pendek (cerpen), sejarah, artikel,
buku, dan sebagainya.
Bagaimana
memulai tentang kegiatan yang kita lakukan? Ada baiknya kita mulai menulis dari
hal-hal yang sangat kita ketahui, pahami, dan menjadi bagian dari kehidupan
kita selama ini, seperti menulis mengenai kegiatan penting dalam kehidupan diri
kita sendiri. Menulis hal-hal yang kita lakukan dalam kegiatan penting dengan
kehidupan kita sehari-hari merupakan solusi
termudah untuk memulai menulis bagi penulis pemula yang memiliki kemauan dan
kemampuan menulis yang masih terbatas.
Pilihlah
kegiatan yang penting, jarang terjadi, memiliki nilai khusus, dan bermakna bagi
diri kita atau pihak lain. Banyak kegiatan penting yang kita lakukan dalam
kehidupan kita sehari-hari yang memiliki nilai penting, seperti kegiatan
keluarga, kegiatan di lingkungan masyarakat, kegiatan kedinasan, dan
sebagainya. Misalnya kegiatan menikah, melaksanakan upacara resepsi pernikahan,
ulang tahun diri sendiri atau keluarga yang terdekat, dan sebagainya.
Sekarang
ini kemudahan menulis semakin dimanjakan. Melalui handphone yang berbasis android,
kita diberikan peluang dan kemudahan untuk menulis apa saja kegiatan kita
sehari-hari yang menurut kita penting. Apakah semua kegiatan kita sehari-hari
dapat dijadikan tulisan? Boleh saja
kalau ingin ditulis, karena semua tulisan-tulisan tersebut dapat menjadi kisah
kehidupan yang lengkap dan dapat menjadi inspirasi untuk menjadi tulisan cerpen
atau bentuk tulisan lainnya.
Bagi
seorang guru, kegiatan sehari-hari di sekolah atau di kelas banyak cerita dan
kejadian yang dapat ditulis dan dibagikan kepada orang banyak. Sekolah, kelas,
siswa, dan kegiatan pembelajaran sehari-hari merupakan sumber inspirasi yang
tidak habis-habiskan untuk digali dan dikembangkan menjadi sebuah tulisan.
Misalnya, cerita ketika masuk ke sekolah
yang baru untuk melaksanakan tugas pertama diangkat sebagai guru, dilanjutkan
dengan cerita hari-hari pertama melaksanakan tugas mengajar tersebut.
Kegiatan
kedinasan sebagai guru yang sudah lama mengabdikan dalam dunia pendidikan di
sekolah, tentunya memiliki banyak sekali pengalaman penting yang sudah
dilaksanakan atau dialami. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman dalam
melaksanakan tugas sebagai guru dan berbagai tugas kedinasan yang telah
dilaksanakan diluar mengajar sehari-hari, maka semakin banyak pula sumber dan
bahan yang dapat ditulis menjadi tulisan.
Maaf, cukup banyak guru yang enggan memanfaatkan waktunya, baik ketika di
sekolah maupun di rumah, menulis atau mencatat kegiatan hariannya sebagai guru.
Guru sebenarnya mampu menulis apa yang telah mereka alami, rasakan, atau
terlibat langsung dalam berbagai aktivitas sebagai guru. Peristiwa penting
sebelum, saat, dan sesudah menekuni profesi sebagai, merupakan sumber inspirasi
yang sangat potensial untuk menjadi tulisan. Terlebih lagi, bagi guru sudah
sejak masuk sekolah, kuliah, dan kemudian menjadi guru tentu pernah menulis
tentang berbagai macam hal. Lalu pertanyaanya, mengapa masih ada guru yang
mengatakan, saya tidak mampu menulis?
Guru dapat menulis cerita tentang hari pertama praktik mengajar, cerita
mengenai ketika pertama mengajar di sebuah sekolah yang baru, dan sebagainya.
Semua kejadian dan peristiwa seputar kehidupan guru akan menjadi sumber
inspirasi untuk menjadi tulisan yang
tidak akan habis-habisnya untuk ditulis. Semuanya kembali tergantung sejauh
mana guru tersebut mau menulis.
Guru dikenal sangat fasih dan lancar menjelaskan pelajaran seraya
bercerita panjang lebar tentang berbagai hal, sehingga hampir waktu atau jam
mengajarnya di kelas diisinya dengan
ceramah dan cerita guru yang panjang.
Bahkan, guru akan semakin lancar
dan fasih bercerita ketika guru bertemu dengan rekan dan kawan di ruang kantor,
terlebih di kantin atau warung dan sebagainya.
Kini,
sesudah menekuni profesi sebagai seorang guru, maka tentunya potensi dan kemampuan menulis bagi seorang guru selayaknya sudah bukan merupakan sesuatu yang
asing dan sulit lagi. Menulis, bagi
kehidupan seorang guru yang sekarang sangat
terbuka dan memiliki peluang besar menjadi penulis buku, terlebih bagi
seorang guru yang telah lama mengabdi dan menekuni profesi sebagai guru.
Tentunya, potensi dan kemampuan yang
besar tersebut harus diwujudkan dari sekarang dengan menulis sesuatu yang
bermakna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan banyak orang, seperti menulis
buku pelajaran, buku sejarah, dan sebagainya.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang kegiatan sehari-hari yang
ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang
diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru
Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Jayalah SDN Bukit Mulia 1 “ oleh Avivati Isna, yang isinya “ SDN Bukit Mulia 1 berdiri megah
di Jalan Pangeran Antasari. Desa Bukit
Mulia Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
Setiap pagi selama hari sekolah, anak-anak mulai berdatangan dan disambut
senyum oleh gurunya yang sudah menanti di pintu gerbang sekolah, tidak lupa
mereka ucapkan salam dan mencium tangan sebagai tanda bakti kepada gurunya.
Pada
pukul 07.30 bel masuk sekolah pun berbunyi, tanpa dikomando, anak-anak langsung
membentuk barisan rapi untuk mengikuti apel pagi, mereka dengan penuh semangat
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya,
dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu wajib Nasional atau lagu daerah,
kemudian mereka dengan tertib mencium tangan gurunya, dan masuk kelas di
damping guru kelasnya masing-masing.
Sebelum
dimulai proses pembelajaran, mereka membaca doa awal pelajaran, dilanjutkan
dengan menghafal surah-surah pendek dari juz amma dan menghapal doa harian.
Begitulah suasana di awal pembelajaran yang di laksanakan oleh siswa SDN Bukit
Mulia 1 setiap harinya.
Dengan
menggunakan kurikulum 2013, siswa dan siswi SDN
Bukit Mulia 1 diharapkan dapat mewujudkan dan menciptakan sumber daya
manusia berkualitas dibidang ilmu pengetahuan serta memiliki budi pekerti dan
ahlak yang mulia. Setiap materi pembelajaran selalu dikaitkan dengan
nilai-nilai agama sebagai pengantar dalam menyeimbangkan antara ilmu agama
dengan ilmu pengetahuan. Setiap hari siswa selalu melakukan pembiasaan,
diantaranya hafalan surah pendek, hafalan ayat pilihan dan doa harian. Setelah
itu, barulah guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013.
Pada
akhir pembelajaran, sebelum siswa pulang
ke rumah masing-masing, mereka melaksanakan sholat Dhuhur berjamaah di masjid
yang berdiri megah di depan sekolahan. Semua siswa yang muslim melaksanakan sholat Dhuhur berjamaah. Setelah
melaksanakan shalat Dhuhur berjamaah, siswa kembali ke sekolah, dan kemudian
menutup pembelajaran hari ini dengan doa. Kembali siswa berbaris rapi untuk
keluar kelas sambil mencium tangan guru sebagai tanda terima kasih dan
permohonan harapan agar selamat pulang ke rumah.
Dalam
rangka menumbuhkan dan mengembangkan bakat dan minat siswa, sekolah melaksanakan kegiatan dan menyediakan
ruangan ekstrakurikuler dengan berbagai kegiatan seperti : ruang kesenian
angklung, seni tari, dan tenis meja.
Sedangkan di luar ruangan juga terdapat lapangan sepakbola dan bola volly mini.
Selain itu, sekolah juga memiliki grup drumband dan maulid habsyi.
Selain
kondisi tersebut di atas yang membanggakan bagi keluarga besar SDN Bukit Mulia
1, ada kebanggan lainnya yang berhubungan dengan prestasi siswa dalam mengikuti
berbagai lomba. Beberapa siswa sering menorehkan prestasi dalam lomba seni,
olahraga dan keagamaan. Dalam bidang seni, ada siswa yang pernah meraih juara 2
lomba paduan suara tingkat kecamatan, juara 2 tarian daerah tingkat
kecamatan, dan juara 3 tingkat
kabupaten. Dalam bidang olahraga, pernah mendapatkan juara 1 lomba tenis meja
tingkat kecamatan, bulu tangkis juara 3 tingkat kecamatan, dan lomba lari cepat tingkat kabupaten. Sementara itu. dalam bidang keagamaan juga
banyak yag siswa peroleh, diantaranya
; juara 1 lomba tartil qur’an dan lomba
azan, dan masih banyak lagi prestasi yang mereka raih.
Alhamdulillah,
prestasi yang diraih siswa SDN Bukit
Mulia 1 dari tahun ke tahun selalu ada dan banyak, Pada sisi guru, sekolah ini
memiliki 7 (tujuh) guru kelas, yang semuanya sudah bersertifikat
pendidik, ditambah lagi dengan seorang guru agama dan guru olahraga. Selain
itu, SDN Bukit Mulia 1 juga memiliki tenaga kependidikan, yaitu tenaga
administrasi ketatausahaan sekolah. Smua guru SDN Bukit Mulia 1 sudah memenuhi
kualifikasi standar pendidikan , yaitu semunya sudah sarjana strata 1 atau S.1.
Sedangkan jumlah siswa SDN Bukit Mulia 1 saat artikel ini ditulis sebanyak 156
siswa.
Keberhasilan
dan prestasi sekolah ini, baik pembelajaran, kegiatan ekatrakurikuler, dan
preatsi akademik dan non akademik siswa,
menurut Kepala SDN Bukit Mulia 1, Bapak Jemingan adalah hasil kerjasama
semua pihak. Keberhasila yang telah diraih oleh SDN Bukit Mulia 1 berkat
dukungan dari semua pihak, baik dari
Komite Sekolah, orangtua siswa, dan
masyarakat sekitar sekolah. Tanpa sema itu,
sebaik apapun program yang dicanangkan hanya sia-sia belaka. Semoga
semakin jayalah SDN Bukit Mulia 1.
====================================================================
Bagian 9
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Lingkungan
Sekitar
Bagian yang tidak terpisahkan
dalam kehidupan kita sebagai manusia adalah lingkungan sekitar kita, baik yang
berupa masyarakat, bangunan, maupun alam. Setiap lingkungan masyarakat dan alam
memiliki kondisi, keunikan, karakter, dan keragaman yang berbeda antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Lingkungan sekitar yang sedemikian rupa tersebut
dapat menjadi sumber inspirasi dan bahan yang tidak sedikit untuk dijadikan
tulisan dalam berbagai genre.
Masyarakat di sekitar kita yang
memiliki adat istiadat, tradisi, budaya, dan keunikan lainnya dapat kita
jadikan sumber inspirasi dan bahan tulisan. Misalnya kita menulis tentang asal
usul masyarakat setempat dengan menggali informasi dari berbagai sumber, baik
melalui kajian pustaka, observasi lapangan, wawancara, dan bentuk penggalian
informasi lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kemudian,
informasi tersebut kita kembangkan dengan menulisnya sesuai bentuk tulisan yang
kita inginkan, seperti sejarah, artikel, dan sebagainya.
Kondisi sosial kemasyarakatan di
sekitar yang unik dapat pula menjadi sumber inspirasi lainnya untuk dijadikan
tulisan. Tidak perlu kita datang ke suatu tempat yang jauh dan memerlukan
tenaga dan biaya, namun cukup melihat dan mencermati kehidupan dari masyarakat
yang terdekat dengan diri kita, atau bahkan kita juga merupakan bagian dari
masyarakat tersebut.
Mungkin, bagi kita yang hidup
menyatu dengan masyarakat tersebut, tidak menganggap masyarakat kita itu adalah
sesuatu yang biasa saja, bukan sesuatu yang unik. Namun, persepsi dan pandangan
orang lain ketika membaca tulisan kita akan berbeda, dan mungkin saja mereka
menganggapnya kehidupan sosial masyarakat kita tersebut termasuk sesuatu yang
unik dan menarik. Menurut kita biasa-biasa saja, tetapi menurut orang lain akan
berbeda persepsinya.
Sebagai contoh yang penulis dapat
berikan tentang kehidupan masyarakat di sekitar kita, misalnya tentang
kehidupan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan upacara pernikahan dan resepsi
perkawinannya, perayaan hari raya, dan berbagai bentuk upacara adat dan tradisi
lainnya. Ketika dipaparkan dalam tulisan yang baik, apalagi disertai gambar,
maka sesuatu yang kita angkat dalam tulisan itu akan dapat diketahui oleh
banyak orang yang membaca tulisan kita tersebut.
Selanjutnya, menulis tentang alam
yang ada di sekeliling kita. Terlepas apakah alam yang ada di sekeliling kita
tersebut berupa dataran, pegunungan, perairan, hutan, dan sebagainya. Alam
menjadi salah satu inspirasi yang banyak ditulis oleh penulis, apakah dalam
bentuk cerpen, artikel, puisi, lagu, dan lain-lain. Alam dapat menjadi latar
belakang sebuah tulisan, misalnya dengan menggambarkan atau memaparkan keadaan
alam dimana kita bertempat tinggal dan beraktivitas sehari-hari.
Alam dan lingkungan sekitarnya memberikan
banyak inspirasi bagi yang mau menulisnya dalam berbagai bentuk tulisan sesuai
dengan selera dan genre masing-masing penulis. Tinggal kita
saja, mau atau tidak menangkap makna
yang ada dibalik keindahan dan keunikan alam yang dihamparkan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Tulisan dalam berbagai bentuk dan genre
merupakan ekspresi dari penulis untuk mengungkapkan rasa syukur dan menikmati
keindahan alam sesuai dengan kemampuannya dalam menulis.
Dengan mengambil latar belakang
alam dan lingkungan sekitarnya diharapkan dapat memberikan nuansa dan keunikan
tersendiri dalam tulisan tersebut. Kenyataannya, bahwa alam dan lingkungan
sekitarnya memiliki keunikan dan karakter yang berbeda satu daerah dengan daerah
lainnya, terlepas apakah alam dan lingkungan sekitarnya itu kondisinya indah
atau kumuh, hijau atau gersang.
Menulis tentang alam dan
lingkungan sekitarnya merupakan sumber dan bahan menulis yang tidak terbatas
dan dapat digali dengan semaksimal mungkin, tergantung dengan misi dalam
menulisnya. Bagi penulis cerpen atau cerita fiksi, alam dan lingkungan
sekitarnya menjadi latarbelakang yang eksotik dalam cerpennya, sedangkan
penulis yang berlatar belakang petualang sejati dapat menjadikannya sebagai
‘syurga’ yang menginspirasi tulisannya.
Menulis tentang alam dan
lingkungan sekitarnya akan lebih dalam dan bermakna apabila penulis
berinteraksi langsung dengan alam tersebut. Berpetualang atau menjelajah alam
langsung sangat memberikan pengalaman fisik dan kejiwaan, sehingga kita dapat
menyalami dan merasakan lebih dalam lagi tentang alam tersebut. Misalnya
menelusuri sungai dengan menggunakan rakit bambu, menjelajari hutan belantara,
menapaki jalan menuju puncak gunung, dan sebagainya.
Dalam rangka menulis tentang alam
dan lingkungan sekitarnya, maka kita perlu memiliki informasi dan wawasan
tentang alam dan lingkungan sekitarnya tersebut, misalnya terkait dengan nama,
luas, letak geografis, dan berbagai informasi pendukung lainnya yang terkait
dengan yang kita kunjungi. Informasi
yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sekitarnya merupakan informasi dasar
yang patut diketahui secara umum maupun khusus, agar nantinya tulisan kita
memiliki dasar yang kuat.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang lingkungan sekitar yang ditulis
seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang
diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru
Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Keterbatasan
dan Prestasi Pendidikan di Pedesaan “ oleh
Edy Nugroho, yang isinya “ Menilai baik atau belumnya mutu pendidikan bangsa
ini, maka salah satunya dapat ditinjau dari mutu pendidikan di daerah pedesaan.
Tentunya, perbedaan mutu pendidikan di kawasan perkotaan dan pedesaan saat ini
masih sangat jauh. Pendidikan yang lokasinya berada dalam wilayah perkotaan
akan lebih unggul dibandingkan dengan pedesaan. Apakah kesenjangan mutu
pendidikan perkotaan dan pedesaan tersebut, dapat dikatakan bahwa adanya
ketidakadilan perlakuan pendidikan di kota dan di desa?
Tetapi, asumsi tersebut di atas tidak sepenuhnya benar,
karena masih perlu dijabarkan apa kelebihan dan kekurangan dari pendidikan yang
berada di kawasan perkotaan dan pedesaan. Penulis, sebagai salah satu orang
yang pernah merasakan sendiri pendidikan di wilayah perkotaan. Penulis merasa
beruntung, karena pernah merasakan pendidikan di kota dengan segala
fasilitasnya yang tersedia. Tetapi, apakah saudara-saudara kita yang mengenyam
pendidikan di pedesaan, apakah mereka mendapatkan perlakuan yang sama seperti
siswa yang sekolah di kawasan perkotaan.
Kini, penulis merasakan sendiri mengajar di
pedesaan, banyak hal yang masih dirasakan kurang dari segi fasilitas, sarana
prasarana, dan tentunya daya dukung teknis yang multi komplek. Kondisi
pendidikan di pedesaan cukup mengandalkan faktor nonteknis, yaitu semangat,
ketulusan, dan dedikasi. Hal inilah yang meyakinkan penulis dan teman-teman
yang bertugas di sekolah untuk mengejar dan meningkatkan mutu pendidikan di
pedesaan
Dalam beberapa hal, justru siswa dari sekolah
yang berada di pedesaan telah menunjukkan prestasi luar biasa dibanding dengan
siswa di perkotaan. Salah satunya dari sisi semangat belajar, sehingga dengan
berbagai keterbatasan, muncul siswa yang
memiliki semangat belajar luar biasa dan berprestasi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
telah diserap pula oleh anak-anak di perkotaan, sehingga telah menjadi
pemandangan sehari-hari mereka tidak dapat terlepas dari gadget. Sementara
itu, anak-anak di pedesaan masih belum
semuanya memiliki alat teknologi informasi dan komunikasi.
Tetapi,
dampak dari teknologi informasi dan komunikasi yang negatif, juga telah
banyak menelan korban anak-anak di perkotaan, sedangkan bagi anak-anak di
pedesaan tidak begitu banyak yang terkena pengaruhnya. Dampak negatif dari teknologi informasi dan
komunikasi dapat dilihat pada saat menjelang Maghrib. Anak-anak di perkotaan masih sibuk di depan
televisi, mesin PS, atau sedang berselancar
di dunia maya, sementara anak-anak di pedesaan terlihat banyak yang telah siap
untuk pergi ke mesjid, mushola dan langgar untuk melaksanakan ibadah shalat,
mengaji, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Sementara itu, keadaan di sekolah pun juga
berbeda antara di perkotaan dengan di
pedesaan. Fasilitas sekolah perkotaan relatif lebih maju dibandingkan dengan
pedesaan. Siswa yang bersekolah di perkotaan memakai seragam bagus, bersih, dan
rapi, serta memakai sepatu. Sedangkan siswa
di sekolah pedesaan, masih jauh dari kata cukup, walaupun ada satu atau
dua siswa yang berpenampilan yang memakai seragam yang baik, dan terlihat
berbeda jauh dengan kawan-kawannya.
Keadaan geografis di pedesaan dengan kondisi
perbukitan, pegunungan, rawa, perairan, atau pesisir pantai merupakan medan
‘pertempuran’ dan ‘santapan’ sehari-hari bagi siswa. Kondisi alam dan geografis
yang relatif berat tersebut yang akhirnya membentuk semangat juang mereka untuk
tidak mau menyerah dan kalah dengan
saudara mereka yang berada di perkotaan. Terbukti dengan prestasi yang mereka
torehkan, baik prestasi yang akademis
maupun prestasi non akademis.
Demikian pula, dengan kawan kawan guru yang
bertugas sebagai pengajar di pedesaan, agar
lebih bersemangat lagi untuk melaksanakan tugas mulia mencerdaskan anak
bangsa, meskipun jauh dari perkotaan dan serba terbatas. Kondisi geografis alam
dengan keterbatasannya, diharapkan tidak menyurut semangat dan melemahkan motivasi untuk mengabdi dan berbakti sebagai guru.
Dengan modal kemauan dan semangat yang tinggi, guru dapat mewujudkan mimpi
siswa di pedesaan dalam meraih harapan dan cita-cita mereka
====================================================
====================================================
Bagian 10
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Sebuah Perjalanan
Setiap orang hampir dapat
dipastikan pernah mengalami dan melakukan perjalanan yang relatif jauh dalam
kehidupannya. Misalnya, ketika musim mudik lebaran atau hari keagamaan lainnya,
banyak sekali orang melakukan perjalanan panjang dengan waktu yang lama, karena
jaraknya sangat jauh. Perjalanan jauh yang dialami setiap orang memiliki
catatan dan ceritanya sendiri-sendiri, dengan pernak-pernik dan segala macam
kondisi yang dialaminya.
Dalam sejarah Islam, ada dua
perjalanan Nabi Muhammad SAW yang diabadikan dalam Alquran dan menjadi momentum
penting dalam kehidupan umat Islam, yaitu perjalanan Isra Mi’raj dan hijrah
bersama umat Islam kala itu dari Mekkah ke Madinah. Demikian pula dengan kisah
perjalanan tokoh-tokoh dalam sejarah lainnya yang dilakukan pada masa lalu, dan
kini menjadi bahan pelajaran masa sekarang dan akan datang.
Perjalanan panjang itu
menenyangkan dan menyimpan banyak cerita yang patut dibagikan kepada banyak
orang melalui cerita lisan maupun tulisan. Ketika cerita perjalanan itu
diceritakan secara lisan, besar kemungkinannya tidak mampu bertahan lama,
sehingga akan hilang ditelan masa atau hanya jadi cerita dongen belaka. Namun,
beda hasilnya ketika cerita perjalanan panjang itu ditulis dalam catatan
perjalanan yang lengkap dan rinci, yang dicatat dari awal berangkat hingga
sampai ke tempat tujuan atau pulang kembali.
Cerita perjalanan yang ditulis
atau dibukukan secara lengkap dan rinci merupakan sebuah ‘warisan’ yang
berharga bagi penerus atau genarasi selanjutnya, terlebih lagi dalam cerita
perjalanan tersebut mengandung informasi yang bermanfaat bagi banyak orang.
Semakin banyak cerita perjalanan itu ditulis, maka semakin informasi dan
pengetahuan yang dapat digali dari cerita perjalanan tersebut.
Bukankah setiap tempat yang
dilalui dalam perjalanan yang dilakukan tersebut ada tersimpan informasi dan
pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi orang lain yang nantinya akan melakukan
perjalanan ke tempat yang sama? Misalnya, cerita perjalanan pendakian gunung
yang terjal dan tinggi, seperti gunung Everest
dan perjalanan penjelajahan ke Kutub Utara atau Selatan. Dengan adanya catatan perjalanan ke tempat-tempat
tersebut, maka perjalanan berikutnya yang orang lain dilakukan akan relatif lebih mudah, karena sudah mengetahui
informasi dari catatan orang pertama yang melakukan perjalanan ke tempat
tersebut.
Selama ini mungkin sudah banyak
kita melakukan perjalanan yang relatif jauh, panjang, dan melelahkan guna suatu
keperluan dengan menggunakan berbagai alat transportasi, baik melalui
perjalanan darat, laut, maupun udara. Lalu, apakah perjalanan panjang itu hanya
tinggal kenangan dalam diri kita, atau menjadi cerita dari mulut ke mulut
semata, dan kemudian hilang ditelan zaman? Tentu, kita ingin cerita perjalanan
panjang tersebut menjadi cerita yang ‘abadi’ sepanjang masa, meski kita sudah
tidak ada lagi.
Secara praktis berdasarkan
pengalaman penulis, ketika akan melakukan perjalanan yang relatif jauh dan
dalam waktu lama, maka ada baiknya kita menyiapkan buku catatan mengenai jalur
yang akan ditempuh. Diawali dengan mencatat waktu keberangkatan dari rumah,
kondisi cuaca saat berangkat, dimana dan apa saja yang dilakukan selama singgah
dalam perjalanan sebelum sampai di tempat tujuan, sampai di tempat tujuan, dimana dan apa saja
aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut, demikian sebaliknya hingga akhirnya sampai di rumah kembali.
Menceritakan sebuah perjalanan
panjang dengan mewujudkan dalam bentuk tulisan , baik hanya untuk konsumsi
sendiri atau dibuat menjadi bentuk artikel atau buku yang dipublikasi kepada
banyak orang, merupakan cara kita memaknai sebuah perjalanan. Perjalanan
panjang memiliki cerita menarik yang patut disebarkan untuk menjadi informasi
kepada orang lain ketika menelusuri jalan dan tujuan yang sama, dan diharapkan
juga menginspirasi orang untuk menulis juga cerita perjalanan panjangnya
tersebut.
Cerita tentang sebuah perjalanan
panjang akan semakin seru dan menarik untuk dipublikasikan ketika perjalanan
itu untuk kegiatan rekrasi atau wisata ke tempat atau objek wisata yang menarik
dan terkenal. Kalau selama ini cerita
tentang penjalanan wisata itu foto-fotonya dikirim ke media sosial dengan
sedikit deskripsinya, maka sudah saatnya cerita itu ditulis lebih lengkap dan
rinci lagi ke dalam sebuah artikel atau buku. Dengan adanya dukungan foto-foto
pada diperjalanan dan sampai di tujuan, maka akan menambah menarik lagi tulisan
yang kita buat tersebut.
Kecanggihan alat tekonologi
komunikasi sekarang ini dapat menunjang dan mendukung kita dalam menulis cerita
perjalanan panjang dalam rangka rekreasi atau berwisata dan tujuan perjalanan
lainnya. Melalui kamera handphone
yang canggih atau kamera yang biasa, kita dapat mengabadikan moment, tempat,
dan sebagainya sebagai bahan dan pendukung tulisan yang akan dibuat. Jadi, sekarang ini sudah semakin mudah dana
canggih sarana pendukung tulisan yang akan dibuat, sehingga tinggal kemauan
kita saja untuk menulis atau tidak.
Berdasarkan pengalaman penulis
selama ini, bahwa untuk menulis cerita perjalanan panjang yang kita alami
dilakukan sesudah sampai di rumah kembali dan sudah cukup siap untuk menulis.
Mengapa menulis cerita perjalanan panjang itu perlu disegerakan? Proses
penulisan cerita perjalanan itu perlu disegerakan, karena kemampuan daya ingat
kita terbatas. Jika menulis relatif lama
dari perjalanan panjang itu dialami, maka dikhawatirkan akan banyak hal yang
terlupakan dari perjalanan tersebut.
Menulis cerita dari perjalanan
panjang yang telah dialami memerlukan sedikit konsentrasi untuk mengingat
kembali apa saja yang pernah dialami maupun dilihat dalam perjalanan itu. Jika
kita pada saat perjalanan panjang itu telah mencatat secara garis besar atau
pokoknya saja, maka akan sangat membantu saat kita akan mengembangkannya lebih
luas menjadi sebuah tulisan.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang sebuah perjalanan yang
judulnya “ Berburu Cempedak di Palam
Banjarbaru “ oleh Maslani, yang isinya “Penulis
mendapat ‘undangan’ dari, Ismail, kawan
yang rumahnya berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru. Isi undangannya,
bahwa penulis jika ke Martapura pada hari Ahad, 20 Januari 2019, agar mampir ke
rumahnya di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru, untuk panen buah cempedak yang
ada di belakang rumahnya.
Rumah
kawan yang ada di Kelurahan Palam
tersebut tidak berada dekat dengan poros
jalan Martapura (Kabupaten Banjar)- Pelaihari (Kabupaten Tanah Laut). Namun,
harus masuk jalan lagi sekitar 5-6 km dari jalan utama atau poros
Martapura-Pelaihari. Kebetulan hari Ahad, 20 Januari 2019, memang ada rencana
mau ke Martapura untuk menengok orangtua dan keluarga lainnya, maka ‘undangan’
tersebut penulis penuhi. Bersama isteri dan anak kami yang bungsu, Maulidina
Rizkia, berangkat dari Pelaihari menuju Palam, Kota Banjarbaru menggunakan
mobil yang biasa dibawa.
Ketika
memasuki jalan menuju Palam, Kota Banjarbaru, sekitar pukul 11.00 WIT, cuaca
terlihat makin mendung, meski belum ada hujan. Penulis memarkir mobil di
halaman sebuah tempat rekreasi yang ada di Kelurahan Palam, untuk menghubungi
Ismail yang mengundang melalui telpon
guna menanyakan arah jalan menuju ke rumahnya. Memang, dulu penulis sudah
pernah ke rumahnya pada tahun 2016 lalu, tetapi setelah hampir 3 (tiga) tahun
agak lupa arah masuk atau jalan ke rumah Ismail tersebut. Maklum, jalan yang
ada di Palam tersebut cukup banyak juga.
Penulis
menghubungi Ismail, namun yang menerima adalah isterinya, sedang yang
bersangkutan ke kebun orangtuanya dan
hanphonenya ditinggal. Ternyata
penulis lupa dan tidak dapat mencari rumah Ismail tersebut, meski sudah
diberikan informasi oleh isterinya melalui telpon. Pada akhirnya, penulis
dijemput oleh isteri Ismail dengan sepeda motor pada suatu tempat yang berada
di wilayah blok sebelah dari blok rumahnya tersebut.
Hujan
mulai turun rintik-rintik ketika penulis sampai di rumah Ismail tersebut, dan kemudian semakin lebat disertai suara
petir yang mengiringi suasana hujan. Waktu itu sudah menujukkan pukul 12.00
WIT. Sambil menunggu hujan reda, penulis dan keluarga disajikan oleh tuan
rumah cempedak sebanyak 2 (dua) biji dan
beberapa gorengan dari cempadak.
Hujan
masih belum reda juga, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIT. Ismail
mengajak penulis, apakah mau menunggu hujan teduh memetik cempadak, atau
sekarang saja meski hujan belum reda juga. Penulis mengatakan terserah Ismail
saja, dan kalau menunggu hujan reda juga agak lama. Akhirnya, penulis beserta isteri
dan anak serta ditemani Ismail dan isterinya ke belakang rumah untuk memetik
cempadak yang buahnya lumayan banyak sambil membawa payung agar tidak basah
kuyup.
Satu
per satu buah cempedak diperiksa oleh Ismail yang punya kebun, karena kondisi
cuaca yang kurang baik sehingga agak susah mencari dan memetik buah cempadak
sudah tua atau matang. Ismail dan penulis mencoba memilah dan memilih mana
cempedak yang sudah waktu dipetik atau matang, karena cukup sulit menentukan
pilihan pada saat kondisi turun hujan. Meski pun memakai payung, tetap saja
kena air hujan sehingga celana dan baju menjadi basah, hingga akhirnya penulis
menyerahkan payung kepada anak penulis.
Ada sebanyak
satu karung gula buah cempedak yang berhasil
kami petik dan dari buah cempadak yang sudah jatuh sebelumnya. Penulis
sendiri yang memasukkan buah cempadak yang telah dipetik, ada yang masak, sudah
tua, dan ada pula yang masih muda. Cempadak yang masih muda tersebut rencananya
dimasak menjadi sayur. Kegiatan berburu
buah cempadak sudah selesai, lalu dilanjutkan dengan memetik buah rambutan dan
buah pepaya yang berada di kebun belakang rumah Ismail tersebut.
Hujan
masih belum juga reda ketika penulis dan keluarga pamit untuk pulang serya
mengucapkan terima kasih atas pemberian buah cempadak, rambutan, dan pepayanya.
Waktu itu sudah menunjukkan pukul 14.30 WIT ketika penulis pulang dari rumah
Ismail yang berada di Kelurahan Palam, Kota Banjarbaru”.
===================================================
Bagian 11
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Tugas atau Kegiatan Khusus
Bagi seorang guru yang bertugas
relatif lama, baik yang berstatus ASN maupun honorer, dalam waktu tertentu
pernah mendapat tugas atau kegiatan khusus yang diberikan oleh atasan atau
pihak lainnya. Misalnya menjadi peserta pelatihan di tingkat nasional atau
internasional, mengikuti seleksi atau lomba guru berprestasi, dan sebagainya.
Tidak menutup kemungkinan pula mendapat tugas dan kegiatan khusus yang diluar
tugas dan fungsi sebagai guru, seperti menjadi panitia pemilihan kepala desa,
panitia pemungutan suara pemilihan umum di desa, dan sebagainya.
Pada hakikatnya, mendapat tugas dan
kegiatan khusus ini merupakan sebuah kepercayaan dan kehormatan dari atasan
atau pihak lain terhadap diri kita, karena dinilai memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki oleh orang lain. Kepercayaan tersebut hendaknya menjadi sebuah
amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baik, sehingga tidak mengecewakan
pihak yang memberi kepercayaan tersebut.
Selain melaksanakan kepercayaan
yang dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi, maka alangkah
baiknya lagi jika tugas dan kegiatan khusus tersebut ditulis untuk menjadi
sebuah kenang-kenangan di masa mendatang. Bukankah, setiap adanya penugasan
kedinasan yang diberikan kepada kita tersebut pada umumnya diikuti dengan
permintaan laporan tertulis atas pelaksanaan tugas tersebut? Nah, dengan
menulis laporan pertanggungjawaban tugas yang diemban tersebut, sekaligus
menulisnya dalam bentuk lainya yang bersifat nonformal atau tidak resmi.
Sekali mendayung, dua tiga pulau
terlampaui. Sekali menjalankan tugas dan kegiatan, khususnya yang bersifat
kedinasan, kita dapat menulis untuk memberikan laporan resmi dengan format atau
sistematika yang telah digariskan, dan juga bentuk tulisan lain yang
dikembangkan dari laporan resmi tersebut yang bersifat nonformal. Menulis
cerita dari tugas atau kegiatan khusus memang berbeda dengan laporan resmi yang
bersifat formalitas.
Dengan menulis hasil melaksanakan
tugas dan kegiatan khusus tersebut, maka dapat menceritakan dengan
sebebas-bebasnya sesuai dengan keinginan kita, tanpa terikat dengan sistematika
yang bersifat formal. Kebebasan yang dimiliki dalam menulis cerita atau artikel
merupakan hal yang lumrah, karena setiap orang memiliki gaya tulisannya
masing-masing. Setiap penulis dapat berekpresi dalam menulis, termasuk memakai
bentuk tulisan apa yang dikehendakinya, misalnya cerpen, puisi, artikel, dan
sebagainya.
Kini, banyak orang memiliki akun
media sosial yang menjadi wadah bagi orang tersebut mempublikasikan aktivitas
sehari-hari. Pemanfatan media sosial diera digital ini telah mewabah dan
menjadi fenomena sosial sekarang. Fenomena sosial tersebut hendaknya juga dapat
dimanfaatkan oleh siapa pun untuk mempublikasikan hal-hal positif, termasuk
guru ketika melaksanakan tugas dan kegiatan khusus tersebut. Selain
dipublikasikan dalam akun media sosial masing-masing, maka alangkah baiknya
juga dikembangkan dalam bentuk tulisan yang
lebih bersifat informatif yang lengkap dan mendalam.
Alangkah hebatnya, jika tugas
atau kegiatan khusus dapat dilaksanakan dengan baik, dan kemudian kita juga
mampu menulisnya menjadi cerita yang informatif bagi banyak orang. Semakin sering atau banyak kita mendapatkan
dan melaksanakan tugas atau kegiatan khusus, maka tentu akan semakin banyak
pula kita memiliki koleksi tulisan cerita dari tugas atau kegiatan khusus yang
telah dilaksanakan tersebut. Suatu kebanggaan tersendiri apabila kita mampu
menulis dan mengoleksi banyak tulisan cerita yang diangkat dari melaksanakan
tugas atau kegiatan khusus.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang tugas atau kegiatan
khusus yang
ditulis seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang
diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru
Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Saatnya
Akreditasi Menjadi Motivasi “ oleh
Luwis Kusumawati, yang isinya “ Akreditasi adalah
sebuah kegiatan pengakuan dan penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan
tentang kelayakan dan kinerja suatu lembaga pendidikan, yang dilakukan oleh
Badan Akreditasi Sekolah Nasional ( BASNAS) / Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah ( BAN-S/M), yang kemudian
hasilnya berbentuk pengakuan peringkat
kelayakan.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor
22 tahun 1961, akreditasi di Indonesia diberikan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Hasilnya berupa 3 (tiga) tingkatan status, yaitu terdaftar, diakui, dan disamakan. Hasil
akreditasi tersebut mempunyai beberapa manfaat bagi beberapa kelompok
kepentingan yaitu, sekolah, guru,
masyarakat, dinas pendidikan, dan
pemerintah.
Pada umumnya, penilaian dalam akreditasi mengarah pada
kelengkapan dan lebih bersifat administrasi yang ada pada saat kegiatan
akreditasi tersebut berlangsung. Entah disadari atau tidak, bahwa setiap
sekolah yang mengikuti akreditasi berkeingina untuk mendapatkan peringkat
kelayakan yang terbaik, atau minimal
tetap dari nilai kelayakan periode penilaian sebelumnya.
Penulis mendengar kabar kurang
baik, bahwa hasil dari akreditasi suatu
sekolah sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ada pihak-pihak
yang diuntungkan dan dirugikan dari hasil “akreditasi semu” tersebut. Mengapa demikian, karena apa yang diperoleh tidak sesuai dengan
kenyataan di sekolah yang diakreditas. Hal tersebut tentu sama saja dengan
membohongi diri sendiri. Kadang kala segala upaya akan dilakukan untuk
mendapatkan peringkat yang terbaik, mulai dari melengkapi sarana dan prasarana
di sekolah, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.
Kemudian, ada hal yang tidak akan terlewatkan adalah
peran dan kesibukan guru yang harus melengkapi semua administrasi yang
diperlukan, hingga tidak jarang banyak yang mengeluh, karena belum memiliki
dokumen apapun. Bahkan bagi mereka, kata
“akreditasi” seakan-akan seperti bom waktu yang akan meledak dan sangat
membahayakan orang di sekitarnya.
Sebenarnya, semua itu tidak akan
terjadi apabila guru, yang notabene bertugas
mengajar dan mendidik siswa, dapat meluangkan waktunya untuk sedikit
demi sedikit melengkapi dokumen administrasi pembelajarannya. Mulai dari
menyiapkan perangkat pembelajaran, hingga mengisi data-data pada bermacam-macam
buku khusus yang perlu dimiliki guru itu sendiri. Ibarat kata “sekabur-kaburnya
tulisan, masih dapat dibaca.
Tetapi, sekabur-kaburnya ingatan, tentu
tidak ada bekasnya. Apa yang kita lakukan hari ini harus tulis dan bukukan, apa
yang siswa dapat lakukan hari ini dokumentasikan, sehingga tanpa disadari semua
itu akan menjadi lembaran-lembaran yang berguna saat sekolah mengikuti
akreditasi.
Pada akhirnya istilah
“bumerang“akreditasi akan menjadi sesuatu yang makna yang positif, dimana segala upaya yang guru lakukan untuk
mendapatkan peringkat terbaik telah berjalan sebagaimana mestinya, dan tentunya juga sudah sesuai dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa apa
yang kita tanam saat ini akan kita rasakan manfaatnya dikemudian hari. Oleh
sebab itu, janganlah menanam tanaman musiman, yang hanya tumbuh subur hanya
pada waktu-waktu tertentu dan manfaatnya hanya dapat dirasakan pada saat yang
singkat pula. Tetapi, tanamlah tanaman tahunan yang tumbuh subur dan bermanfaat
lama. Berikan dan lakukanlah yang
terbaik dan bermanfaat untuk kemajuan sekolah
yang bermanfaat lebih lama dan
Marilah kita bersama membangun
kemajuan pendidikan Indonesia, dan lebih
khusus bagi kemajuan di sekolah tempat kita bertugas. Teruslah berjuang
mencerdaskan anak bangsa dengan semangat kerja, hingga lelah dan letih tidak
akan terasa. Tentunya juga janganlah lupa untuk selalu melengkapi adminsitrasi
pembelajaran kita, hingga lembar demi
lembar itu akan bermakna.
Semangat akreditasi !
Maju terus pendidikan Indonesia !”.
====================================
Bagian 12
Menulis
yang Terdekat : Menulis tentang Fenomena Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari
banyak dilihat, didengar, atau bahkan dialami sendiri berbagai fenomena sosial
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Selaku guru dan warga
masyarakat, fenomena sosial yang terjadi tersebut tentunya tidak luput dari
perhatian dan pengamatan kita. Bukankah, dalam konsep ilmu sosial bahwa kita
adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari orang lain di sekitar kita.
Fenomena sosial yang terjadi di
sekitar kita, secara langsung atau tidak langsung juga dapat berpengaruh pada
diri, keluarga, dan masyarakat sekitar. Perhatian dan kepedulian kita terhadap
fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita merupakan wujud nyata kepekaaan
sosial yang ada dalam diri kita terhadap kondisi sosial yang berkembang di
sekitar. Banyak orang yang tidak peduli dengan fenomena sosial di lingkungan
sekitarnya, karena sibuk dengan urusannya sendiri atau keluarganya, sehingga
tidak peka dengan keadaan masyarakat di
sekitarnya.
Dengan melalui tulisan, kita
berupaya mewujudkan kepakaan sosial terhadap fenomena yang sedang terjadi dan
berkembang di masyarakat, apakah fenomena sosial itu berdampat positif atau
negatif dan menjadi masalah sosial di masyarakat. Misalnya tentang makin
maraknya peredaran dan pemakaian NARKOBA dan penyalahgunaan obat-obatan lainnya
yang dilakukan oleh masyarakat di kalangan remaja, termasuk pelajar. Fenomena sosial yang bersifat negatif
tersebut sangat meresahkan masyarakat, termasuk diri kita selaku guru.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan
untuk membantu pihak berwajib memberantas peredaran dan pemakaian NARKOBA dan
penyalahgunaan obat-obatan tersebut?
Kepedulian kita terhadap fenomena
sosial yang berdampak negatif terhadap masa depan bangsa dapat kita wujudkan
dengan memberikan saran, masukan, serta solusi melalui tulisan yang buat,
apakah berupa artikel, puisi, atau bentuk tulisan yang lainnya.
Kepakaan sosial kita dapat
diekspresikan dan diwujudkan dengan media menulis yang sesuai genre tulisan kita masing-masing dalam menyikapi
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat melalui tulisan. Fenomena sosial
yang berpotensi menjadi masalah sosial cukup banyak terjadi di masyarakat, dan
dengan melaui tulisan diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan sosial terseebut
yang ada di lingkungan sekitar kita.
Melalui sebuah tulisan yang kita
publikasikan di media massa cetak atau media sosial, diharapkan dapat menggugah
dan menginspirasi banyak orang untuk peduli dan peka terhadap permasalahan
sosial yang terjadi di sekitarnya. Bagi kita yang punya potensi dan kemampuan
menulis, maka tidak ada salahnya menyampaikan saran, pendapat, dan juga solusi
dalam mengantisipasi dan mengatasi fenomena dan masalah sosial yang berkembang
di masyarakat kita sekarang ini.
Bukankah, setiap orang berkewajiban untuk membantu memecahkan masalah
sosial yang ada di sekitarnya?
Memahami perang dan fungsi kita
sebagai warga masyarakat, terlebih lagi sebagai guru, maka selaku agen
pembangunan dan pembaharuan harus peduli dan lebih peka dengan perkembangan
masyarakat di sekitarnya. Tugas dan fungsi kita selaku guru di sekolah tetap
menjadi prioritas dalam kesaharian kita, namun kita juga tidak boleh menutup
mata dari berbagai fenomena yang
berkembang di masyarakat sekitar kita. Mari kita manfaatkan potensi dan
kemampuan menulis kita untuk bergerak bersama membangun masyarakat yang lebih
baik di masa mendatang.
Dalam menyajikan dan membahas
kondisi yang berkaitan dengan fenomena sosial melalui tulisan, khususnya
artikel, perlu diperhatikan sudut pandang yang sesuai dengan kompetensi dan
profesi kita sendiri. Misalnya, kita
yang berkompetensi dan bergalut dengan profesi sebagai guru, maka dalam
membahas atau mengupas permasalahan fenomena sosial yang sedang berkembang itu
dipandang dari sudut dunia pendidikan. Kita membahas dan mengupasnya dengan
berdasarkan sisi keilmuan dan persepsi dunia pendidikan, sehingga memiliki
dasar yang kuat terhadap permasalahan dalam fenomena tersebut.
Fenomena sosial itu diibaratkan
seperti sebuah gunung, semua orang boleh memberikan tinjauan dan pembahasan
yang berbeda sesuai dengan kompetensi dan kepakarannya masing-masing. Sudut dan
persepsi masing-masing orang dapat berbeda dalam memandang dan menyikapi
fenomena sosial yang ada di masyarakat, baik dari sudut atau persepsi hukum,
pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Guru, memiliki kompetensi dana kepakaran
dalam bidang pendidikan, maka sudah selayaknya membahasa fenomena sosial
tersebut dari sudut dan persepsi dunia pendidikan.
Salah satu contoh yang menjadi
fenomena sosial di masyarakat, dan pernah viral di media sosial lalu diangkat oleh salah satu televisi swasta
nasional, adalah fenomena perkawinan anak di bawah umur yang terjadi di
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, tahun 2018 yang lalu. Fenomena sosial yang dicontohkan tersebut
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda, tidak terkecuali dari
sudut dan persepsi dunia pendidikan.
Membahas dan mengupas masalah
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan sudut pandang
atau persepsi yang sesuai dengan kompetensi, keahlian, dan profesi diharapkan
dapat memberikan pembahasan yang lebih mendalam dan ilmiah, tidak sekedar opini
belaka. Demikian pula hanya dengan guru
dalam membahas fenomena sosial yang berkembang di masyarakat, hendaknya tetap
berada di dalam koridor keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang fenomena sosial yang ditulis
seorang guru yang pernah mengikuti Workshop Menulis Artikel yang
diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru
Indonesia) Tanah Laut angkatan II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Mengadopsi
Ajaran Berkah “ oleh Nuril Ikhsan,
yang isinya “ Kekerasan
terhadap guru kerap terjadi, baik yang dilakukan oleh orangtua maupun siswanya
sendiri .bahkan ada yang sampai meregang nyawa karena penganiayaan oknum siswa.
Sebagaimana yang terjadi di SMA Negeri 1 Torjun Sampang, seorang guru kesenian
yang bernama Ahmad Budi Tjahyanto tewas karena pemukulan yang dilakukan oleh
siswanya berinisial HI. Tidak lama berselang,
muncul lagi kasus penganiayaan oleh orangtua siswa kepada Astri Tampi,
seorang Kepala SMP di Labuan Uki Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi
Utara. Menengok ke kebelakang, kejadian serupa juga pernah menimpa guru pada
sebuah sekolah dasar di Pelaihari Kabupaten Tanah Laut, seorang guru dikeroyok
oleh orangtua siswa yang tidak terima anaknya ditegur karena tidak memakai
sepatu. Penyebab dari kasus penganiayaan terhadap guru tersebut sama, yaitu
tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya.
Kekerasan terhadap
guru seperti kasus di atas, mungkin
hanya puncak gunung es dari sekian kekerasan yang dialami guru dalam
menjalankan tugasnya. Guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
mendidik lebih bersinggungan kepada kepribadian, menggiring dari pribadi yang
buruk menjadi baik. Faktanya, mendidik
itu lebih sulit dari pada mengajar siswa untuk mengetahui atau paham sesuatu.
Keadaan ini diperparah lagi dengan sikap hormat siswa terhadap guru yang seakan
terkikis oleh pergaulan dan lingkungan sosial yang tidak mendukung.
Melihat fenomena kekerasan terhadap guru
ini, maka ada baiknya kita belajar kepada lembaga pendidikan yang selalu sukses
mengajarkan rasa hormat kepada guru, yaitu pesantren. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang berbasis agama Islam sangat konsen terhadap pembiasaan
akhlakulkarimah. Penghormatan terhadap guru sangat ditekankan dalam lingkungan
pesantren. Dunia pesantren sangat menekankan “ adab harus lebih tinggi dari
pada ilmu”, semakin tinggi ilmu seseorang, maka harus dibarengi dengan adab
yang lebih tinggi pula.
Mengapa pesantren hampir selalu mampu
membekali murid dengan rasa hormat terhadap guru? Salah satunya adalah karena
ditanamkannya konsep atau ajaran“ berkah ”. Berkah atau barokah dalam bahasa Arab merupakan istilah yang tidak asing
dalam lingkungan pesantren. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, berkah berarti
pemberian atau karunia, sedangkan menurut istilah, berkah yaitu ziyadatulkhair atau bertambah-tambah
kebaikan. Berkah adalah sesuatu tambahan kebaikan yang diberikan Allah kepada
hambanya atas karunia yang ia miliki, baik itu harta, ilmu maupun karunia
lainnya.
Berkah sendiri dapat berupa harta yang
selalu bertambah, kelapangan hidup, maupun ketenangan jiwa. Sebagai contoh
orang yang sering bersedekah sehingga Allah memberi berkah atas hartanya berupa
rezeki yang dating berlipat-lipat. Semisal juga karena selalu berzikir, Allah
memberikan berkah berupa kelapangan hidup, sehingga sesibuk apa pun seseorang,
dia tak pernah merasa dikejar waktu. Berkaitan dengan waktu, berkah kadang
langsung diberikan ketika melakukan sesuatu atau mendapat sesuatu, ada juga
yang dapat dirasakan ketika diselang waktu yang lama.
Perlu diingat, bahwa berkah tidak selalu
diukur dari seberapa banyaknya rezeki yang didapat, namun seberapa taatnya
seseorang kepada Rabb-nya setelah memperoleh karunia tersebut. Perbandingan
orang yang tidak mendapat berkah dengan orang yang mendapat berkah, digambarkan seperti orang yang memiliki harta
banyak, namun hidup semakin tidak tenang dan jauh dari Tuhan. Sebaliknya, ada orang yang hanya memiliki harta sedikit,
namun semakin tenang dan dekat kepada Tuhan. Demikian pula karunia berupa ilmu,
maka ilmu yang berkah, belum tentu ilmu yang banyak, tetapi lebih kepada semakin taqwanya
seseorang setelah memperoleh ilmu tersebut. Ciri orang yang mendapat berkah
lebih kepada bertambahnya ketaqwaan kepada Allah setelah memperoleh
karunia-Nya.
Ajaran tentang berkah merupakan senjata
ampuh untuk mendidik akhlak siswa atau santri terhadap gurunya di pesantren.
Seorang santri yang ingin mendapatkan ilmu yang berkah tentunya harus
menghormati dan mentaati guru yang memberikan pelajaran kepadanya, bahkan sejak
dalam hati. Seorang santri jika ingin
ilmu yang diperolehnya memiliki berkah, maka tidak layak terbesit dalam hatinya
mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap gurunya, apalagi menyakiti fisik
sang guru. Jangankan menghina guru,
memotong pembicaraan guru pun santri sudah dibayangi akan kehilangan berkah. Begitu pun secerdas apa pun murid,
sekuat apapun hafalannya, dikarenakan kedurhakaannya pada guru sehingga ilmunya
tidak berkah dan mungkin akan mendapat kualat,
apakah itu berupa sengsara secara ekonomi, batin maupun bertambah jauhnya
seseorang dari Tuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita pahami bahwa tujuan menuntut ilmu
bukan hanya ilmu itu sendiri, tetapi juga sesuatu yang ada didalamnya yaitu
berkah. Berkaca dengan keyakinan ini, maka jangan heran jika melihat santri
berbondong-bondong menyalami ustadznya dimana pun dan kapan pun mereka bertemu.
Tujuan santri menyalami gurunya agar dapat menempelkan hidung (bukan dahi atau
pipi) ke tangan guru sehingga diharapkan memperoleh ridha guru, sesuatu yang
diyakini sebagai jalan mendapat ilmu yang berkah.
Sifat “kerahasian” berkah, baik dari
bentuk atau pun waktu, juga menuntut santri untuk selalu istoqamah mencari
ilmu, sekaligus menuntut santri untuk selalu hormat dan taat kepada siapapun
yang menjadi gurunya. Dari sekian kali santri menuntut ilmu dan belajar pada
salah satu guru, disitulah Allah berikan berkah pada ilmunya. Allah turunkan
berkah terhadap ilmunya setiap kali dia belajar. Keyakinan akan berkah itulah
yang menuntun para santri tidak bosan dengan ilmu, meskipun santri tersebut
sudah menguasai ilmu tersebut,
sehingga berdampak pada ke-tawadhu’an (kerendahan hati) santri
atas ilmu yang dimilikinya.
Keampuhan ajaran berkah yang sudah
teruji, seyogyanya menjadi bahan “studi
banding” bagi guru maupun lembaga pendidikan untuk kemudian mengadopsinya dalam
pendidikan sekolah. Guru mata pelajaran Pendididikan Agama Islam dan Budi
Pekerti adalah guru yang secara formal akademik mendapat tugas khusus mendidik
akhlak lebih besar dibandingkan dengan guru lainnya, meskipun sebenarnya
mendidik akhlak bukan hanya tugas guru mata pelajaran tersebut semata.
Pengadopsian ajaran berkah ini sangat
terbantu jika semua unsur yang terkait dengan pendidikan memberikan ajaran
konsep tersebut. Guru dapat mengawali pengadopsian ajaran berkah ini dengan
mencoba memahami esensinya melalui belajar dari ustadz atau kiyai, buku, maupun
dari sumber lainnya yang dinilai memahami ajaran tersebut. Kemudian guru
menyampaikan kepada siswanya tentang berkah beserta gambaran-gambarannya. Guru
juga diharapkan dapat menyampaikannya kepada orangtua siswa, baik secara personal maupun dalam pertemuan
yang melibatkan banyak orangdi sekolah.
Upaya mengadopsi ajaran berkah ini
hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar tertanam keyakinan akan berkah
itu sendiri. Demikian pula, tidak kalah
pentingnya keteladanan guru menjadi sangat penting agar apa yang diajarkan
kepada siswa dan apa yang guru lakukan untuk mendidik mereka menjadi sebab guru tersebut memperoleh berkah pula “.
=========================================================
Bagian 13
Menulis
yang Terdekat : Menulis Kembali Buku Harian
Buku harian, jurnal, atau apapun namanya, pada umumnya ada dimiliki oleh semua guru
selama ini. Banyak catatan dan pesan yang tercatat atau tertulis dalam buku
harian tersebut, yang didominasi berisi catatan mengikuti kegiatan kedinasan,
seperti rapat kerja, sosialisasi, dan sebagainya. Bagi guru yang sudah lama
mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan, maka dapat dipastikan memiliki
banyak buku harian.
Pemanfaatan dari buku harian yang
dimiliki, tidak sekedar hanya menjadi koleksi buku harian yang tersimpan rapi
atau bahkan hilang entah kemana, namun dapat lebih ditingkatkan nilainya dengan
ditulis kembali menjadi sebuah tulisan baru, apakah bentuk cerita pendek,
sejarah, artikel, dan sebagainya. Buku harian yang sudah bertahun-tahun
tersimpan di lemari atau laci meja kerja, kini saatnya diambil dan dimanfaatkan
kembali untuk bahan dan sumber tulisan.
Mengapa buku harian yang sudah
sekian lama tersimpan di tempatnya perlu dibongkar dan diambil kembali? Karena
di dalam buku harian itu mungkin ada tersimpan seribu satu macam cerita dari
jejak rekam perjalanan karir kita selama mengabdikan diri sebagai guru atau
tugas dan kegiatan penting lainnya. Disamping itu, faktor usia yang terus
bertambah dengan beban pikiran yang juga semakin berat, menyebabkan memori
ingatan kita terhadap berbagai kejadian, peristiwa, dan sebagainya dimasa lalu
hilang entah kemana alias lupa. Nah, dengan adanya adanya catatan atau tulisan
dalam buku harian akan membuka dan mengingatkan kembali apa yang telah lama
berlalu.
Berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi yang semakin canggih dan melanda kepada semua lapisan, tidak
terkecuali kalangan guru, dapat memberikan dampak terhadap banyak hal. Kini,
kita dapat mengabadikan kegiatan harian kita dengan menggunakan kamera handphone canggih, lalu tersimpan atau dapat dikirim ke media sosial
saat itu juga. Seiring dengan menyimpan gambar atau mengirimnya ke media
sosial, saat itu pula kita menulis beberapa kata atau kalimat untuk menjelaskan
gambar atau vedio yang kita kirim ke media sosial tersebut.
Dengan adanya penyimpanan dalam handphone canggih, baik berupa gambar,
vedio, serta tulisan yang menjelaskan tentang kegiatan dalalm foto fan vedio
tersebut, maka telah terjadi peralihan penyimpanan catatan yang bersifat menual
menjadi digital. Selanjutnya, koleksi gambar, vedio, serta tulisan yang
menyertainya disimpan lagi ke dalam laptop atau komputer untuk memperkuat
penyimpanan data dan dukumen dari handphone
atau gadget lainnya.
Kecanggihan alat dan teknologi
informasi dan komunikasi saat ini, jika dimanfaatkan dengan baik dan kreatif
oleh penggunanya, maka akan memberikan nilai tambah bagi pemakainya. Salah satu
nilai tambah tersebut adalah memudahkan kita melakukan perakaman dan
penyimpanan data dan catatan yang telah kita alami atau kita lihat untuk sumber
dan bahan pendukung tulisan kita. Kita harus mengikuti dan memanfaatkan
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung dan menyokong
kita menulis.
Buku harian yang berbasis kertas
yang dulu dipakai oleh kebanyakan orang, maka kini mulai bertranspormasi
menjadi buku harian yang berbasis digital dan media sosial, seiringan dengan
perubahan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Zaman sudah
berubah, maka oleh sebab itu kita pun harus menyesuaikan dan beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di sekitar kita.
Bagaimana menyeleksi catatan
dalam buku harian itu penting dalam tulisan kita? Adakah ketentuan atau
kreteria untuk menyeleksinya? Tentang
bagaimana dan sebarapa pentingnya catatan dalam buku harian itu penting untuk
dijadikan sebuah tulisan, semuanya tergantung dengan diri kita sendiri. Kita
memiliki ketentuan atau kreteria sendiri untuk menentukan mana yang pantas dan
tidak pantas dijadikan sumber atau bahan menjadi tulisan yang akan kita buat.
Terlepas apapun ketentuan atau kreteria yang digunakan untuk menyeleksi mana
yang pantas dan tidak pantas menjadi sebuah tulisan, menurut pengalaman penulis
untuk menyeleksi catatan dalam buku harian ditentukan pada kelompok yang
bersifat pribadi dan bukan pribadi.
Jika yang catatan hariannya bersifat
pribadi, misalnya catatan tentang kehidupan romantika cinta pertama atau
hal-hal yang bersifat romantis lainnya, maka mungkin dapat menjadi sumber dan
bahan inspirasi tulisan yang bergenre
cerpen, novel, dan sebagainya. Sementara itu, jika dalam catatan harian
bersifat umum, misalnya catatan tentang kegiatan kedinasan dan kegiatan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan organisasi, maka lebih cenderung kepada tulisan
artikel, sejarah, dan sebagainya.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis kembali catatan
buku harian yang judulnya “ Catatan Mendampingi Peserta Bimtek Penyusunan Soal USBN “ oleh Maslani, yang isinya “ Bertempat di ruang MGMP Kabupaten Tanah Laut
yang berada di UPTD SMP Negeri 2 Pelaihari, dilaksanakan Bimbingan Teknis atau
bimtek penyusunan naskah soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional atau USBN pada
Sabtu, 9 Februari 2019. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut yang diikuti oleh sebanyak
37 guru SMP se Kabupaten Tanah Laut, yang merupakan utusan dari 7 (tujuh) mata
pelajaran yang USBN, yaitu (1) Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, (2) PPKn ,
(3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris, (5) IPA, (6) Matematika, dan (7) IPS.
Kegiatan dimulai pada pukul 09.00 WIT dengan
pengantar langsung oleh Ahmad Sairaji,
M.Pd selaku Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut. Dalam pengantarnya antara
lain menyampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber/pendamping dan seluruh
peserta bimtek; menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan bimtek; memberikan
arahan kepada peserta, dan diakhiri dengan membukan forum tanya jawab dengan
peserta bimtek.
Beradasarkan informasi dari Ahmad Sairaji, M.Pd,
bahwa kegiatan bimtek penyusunan naskah soal USBN ini merupakan upaya persiapan
penyelenggaraan USBN yang akan dilaksanakan pada awal bulan April 2019, dan
pada tahun ini mata pelajaran yang USBN sebanyak 7 (tujuh) mata pelajaran.
Hasil USBN nantinya akan dikembalikan ke sekolah setelah dikoreksi lembar
jawaban komputer atau LJK, dan selanjutnya nilai USBN tersebut diolah oleh
masing-masing sekolah. Sementera menunggu soal USBN yang berasal dari pusat,
maka kepada tim penyusun soal USBN daerah agar menyiapkan naskah soalnya
terlebih dulu.
Seusai pengantar dan arahan dari Ahmad Sairaji, M.Pd
selaku Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang Bina Pendidikan Dasar Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut dilanjutkan dengan bimbingan
dari penulis selaku pendamping/narasumber kegiatam bimtek tersebut. Kegiatan bimbingan dimulai sekitar pukul
09.45 WIT, diawali dengan kegiatan quis tentang materi bimbingan dengan
menggunakan aplikasi Kahoot. Peserta diminta untuk menggunakan handphone
berbasis androit untuk mengikuti kegiatan quis tersebut. Ada 2 (dua) soal quis
yang penulis berikan, yaitu tentang penulisan soal tertulis dan soal HOTS.
Selanjutnya, penulis menyampaikan materi tentang
penulisan soal tertulis dan soal HOTS sekitar 1 jam yang dilanjutkan dengan
tanya jawab dengan peserta terkait dengan materi yang penulis sampaikan.
Penulis juga menyampaikan pengalaman selama ini dalam mengedit naskah soal
untuk ulangan umum bersama SMP se Kabupaten Tanah Laut yang naskah soalnya
berasal dari tim pembuat soal dari MGMP 7 mata pelajaran yang mengikuti bimtek
penyusunan soal USBN ini. Hasil evaluasi terhadap naskah soal ulangan umum
tersebut menjadi perbandingan dan telaah bagi tim penulis naskah USBN, terutama
hal-hal yang tidak sesuai dengan kaedah penulisan soal yang baik.
Dari hasil bimtek naskah soal USBN hari ini
diharapkan mampu menghasilkan naskah soal yang siap untuk digunakan dalam
pelaksanaan USBN yang akan datang untuk SMP se Kabupaten Tanah Laut. Oleh sebab
itu, sesudah penulis menyampaikan paparan materi, maka peserta melakukan
kegiatan penyusunan naskah soal dalam kelompok MGMP mata pelajaran
masing-masing. Kegiatan bimtek
penyusunan soal USBN ini berakhir pada pukul 12.30 WIT, sedangkan tugas
penyusunan naskah soal dilanjutkan di rumah masing-masing sesuai jadwal waktu
yang ditentukan “.
====================================
Bagian 14
Menulis
yang Terdekat : Menulislah Pasca Membaca
Membaca itu merupakan pintu masuk
dan modal awal untuk menjadi penulis. Ibaratnya berdagang atau berbisnis,
membaca itu merupakan modal yang akan dipergunakan untuk berdagang atau
berbisnis yang akan kita jalankan. Membaca itu memilik banyak ragam dan bentuknya,
baik membaca dalam arti membaca tekstual maupun kontekstua. Membaca tekstual
seperti buku, koran, majalah, dan sebagainya, sedangkan membaca kontekstual seperti membaca fenomena
sosial dan alam yang ada di sekitar kita.
Dalam konteks kekinian, membaca
dipersepsikan dengan kegiatan literasi. Literasi sekarang ini menjadi trend dan
banyak dikampanyekan, bahkan menjadi gerakan nasional yang kini gencar
dilaksanakan di sekolah. Membaca dan literasi memiliki keterkaitan yang erat,
namun tetap memiliki konsep dan makna masing-masing.
Selanjutnya, membaca memiliki
sejarah yang panjang sebagaimana tercantum dalam sejarah kehidupan Nabi
Muhammad SAW. Dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad SAW, sebelum beliau
ditetapkan menjadi rasul, beliau mendapatkan wahyu dan ayat pertama dari Allah SWT
yang tercantum dalam Surah Al-alaq,
surah ke-96 dalam al Quran. Surah ini terdiri dari 19 ayat, dan nama lain dari surah ini adalah ‘ Iqra ‘ yang artinya ‘bacalah’.
Lalu, bagaimana hubungan antara membaca dan
menulis? Secara umum sudah
dipaparkan sebelumnya, bahwa hubungan
antara membaca dan menulis itu sangat erat, karena membaca itu modal awal dalam menulis. Semakin banyak modalnya, maka
semakin banyak hal yang dapat dituliskan.
Bukankah dalam karya tulis ilmiah, baik buku, makalah, skripsi, dan sebagainya
wajib mencantum buku yang sebagai bahan bacaan atau referensinya?
Ketika kita sebuah buku atau
bahan bacaaan lainnya secara baik, maka sesuai membacanya akan terjadi proses
pemahaman dalam diri kita atas yang hal yang dibaca tersebut sesuai dengan
tingkat kemampuan kita. Nah, dari pemahaman inilah kita kemudian ingin
memberikan tanggapan terhadap permasalahan yang dibahas dalam buku atau bahan
bacaan yang kita baca tersebut. Tanggapan terhadap buku atau bahan bacaan
tersebut merupakan konsekwensi logis atas isi yang dipaparkan oleh buku atau
bahan bacaan terbut, baik yang bersifat pro atau kontra terhadap permasalahan
yang dibahas dari buku atau bahan bacaan tersebut.
Setiap orang tentunya mempunyai
tanggapan yang berbeda-beda terhadap isi buku atau bahan bacaan yang mereka
baca, tergantung dengan persepsi dan kemampuannya masing-masing. Namun
demikian, bagi kita sebagai orang berlatar belakang bidang keguruan dan
bekecimpung dalam dunia pendidikan, tentu buku atau bahan bacaannya berhubungan
dengan dunia keguruan dan pendidikan, serta dalam melihat dan menanggapi sebuah
permasalahan berdasarkan latar belakang pendidikan dan profesi kita sebagai
guru.
Persoalannya, sejauhnya kita mau
memanfaatkan waktu untuk menulis setelah membaca buku atau bahan bacaan
lainnya? Pada umumnya, masih belum terbiasa menulis tanggapan terhadap apa yang
kita baca, sehingga menulis sesudah membaca terabaikan. Maklum saja, banyak
pekerjaan dan kesibukan lain yang perlu diselesaikan, atau memang kita belum
terbiasa menulis pasca membaca.
Menurut pengalaman selama ini,
penulis sering membaca dan menanggapi
secara tertulis terhadapat berita koran
yang berhubungan dengan masalah dunia pendidikan, karena sesuai dengan
kompetensi dan profesi penulis sebagai guru dan berkecimpung langsung dalam
dunia pendidikan di sekolah. Setiap ada berita masalah yang terkait dengan
dunia pendidikandari koran langganan penulis,
maka penulis menanggapinya secara tertulis sesuai dengan konteks
permasalahannya, misalanya tentang guru, siswa, kurikulum, gedung sekolah, dan
sebagainya. Tanggapan penulis yang tertulis tersebut berupa opini atau artikel
yang membahas dan mengupas sesuai dengan konteks berita yang koran yang masih
relatif baru terbit dan permasalahannya masih hangat diperbincangkan.
Mengapa kita menanggapi secara
tertulis tentang berita koran yang berhubungan dengan masalah dunia pendidikan
saja? Sebenarnya, kita dapat menanggapi berita apapun yang sedang hangat
dibicarakan saat itu, namun dalam
tanggapan secara mendalam, maka konteks masalahnya harus sesuai dengan kompetensi dan profesi kita
sebagai pelaku dan pemerhati dunia pendidikan. Masalah ekonomi, politik,
sosial, dan sebagainya yang diluar konteks dunia pendidikan, diserahkan kepada
mereka yang berkompetensi dan ahli dalam bidangnya.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis pasca membaca yang
judulnya “ Beda Pendapat dan Pendapatan
“ oleh Maslani, yang isinya “ Membaca
berita koran Banjarmasin Post, Rabu, tanggal 13 Februari 2019, di halaman 9 dengan judul “ Kepsek Persoalkan Nilai
Tunjangan “, dan subjudul beritanya “ Kepala Tenaga Administrasi Lebih Besar
“. Dalam berita koran ini disebutkan,
peluang penyetaraan tunjangan tambahan penghasilan para Kepala Tenaga
Administrasi Sekolah (KTAS) sesuai dengan jabatannya sebagai Eselon IV B makin
besar setelah mendapat lampu hijau dari Bekeuda dan BKD Provinsi Kalsel. Jika
dietujui oleh Gubernur Kalsel, maka para Kepala Tenaga Administrasi Sekolah
SMA, SMK dan SLB di Kalsel akan menerima tunjangan tambahan penghasilan sebesar
Rp4,5 per bulan. Jumlah tersebut lebih besar daripada tunjangan tambahan
panghasilan yang diterima Kepala Sekolah di SMA, SMK dan SLB di Kalsel yaitu Rp
2,5 juta per bulan.
Kesejahteraan menjadi masalah pokok bagi semua
orang, tidak terkecuali bagi ASN yang bertugas di sekolah selama ini, baik
kepala sekolah, guru, maupun tenaga administasi sekolah. Pendapatan dari
tunjangan tambahan penghasilan yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atau provinsi sangat variatif, tergantung dengan kemampuan
keuangan daerah masing-masing.
Bagi daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang
besar, maka tentunya akan memberikan tunjangan tambahan penghasilan yang
relatif besar pula kepada ASN di daerah tersebut. Demikian pula sebaliknya, ASN
di daerah yang kemampuan keuangan daerahnya kecil, maka akan memberikan
tambahan penghasilan yang relatif kecil
pula kepada ASN di daerah tersebut, atau bahkan tidak ada samasekali.
Persoalan yang mungkin timbul dari adanya pemberian
tunjangan tambahan penghasilan bagi ASN tersebut, adalah adanya tingkat
kesenjangan yang jauh antar golongan atau eselon sebagaimana diberitakan oleh
koran Banjarmasin Post di atas. Kepala sekolah selaku pimpinan di sekolahnya
akan mendapatkan tunjangan tambahan penghasilan yang di bawah dari Kepala
Tenaga Administrasi Sekolah (KTAS), yang merupakan ‘anak buah’ atau bawahannya
kepala sekolah di sekolahnya.
Pemerintah memang berkewajiban memperhatikan dan
memberikan penghasilan yang layak bagi ASN
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian pula
sebaliknya, ASN wajib melaksanakan tugas dan fungsi sebagai abdi negara dan
abdi masyarakat dengan penuh tanggung jawab, dedikasi, dan loyalitas. Beda pendapatan atau penghasilan mungkin saja
terjadi dalam sistem penggajian dan tunjangan penghasilan lainnya sesuai dengan
pangkat, golongan, dan tugas atau jabatan yang dibebankan kepada ASN tersebut.
Beda pendapat itu biasa, namun jika ada beda
pendapatan yang tidak semestinya, maka akan dapat terjadi ‘kecemburuan’ atau
bahkan kekecewaaan. Masa, pendapatan
kepala sekolah lebih kecil daripada pendapatan bawahannya di sekolah. Begitulah
kondisi nyata dalam kehidupan, khususnya dalam lingkungan sekolah yang berkaitan
dengan beda pendapatan atau penghasilan yang diberikan oleh pemerintah.
Kewajaran dalam pemberian penghasilan sebagaimana dipersoalkan oleh kepala
sekolah di atas, memang patut dipertimbangkan sesuai dengan tugas dan fungsi
yang ada di sekolah, sehingga tidak berpotensi menimbulkan masalah di sekolah.
Semoga “.
‘
===============================
Bagian 15
Menulis
yang Terdekat : Menjadi Pendengar dan Pencatat yang Baik
Menjadi orang yang selalu banyak
bicara, beda dengan orang yang menjadi pembicara. Banyak bicara terkesan bersifat
dominatif dan memonopoli, sehingga kurang dapat mendengarkan dan menikmati
pembicaraan orang lain di sekitarnya. Pembicara yang bersifat dominan dan
monopoli pembicaraan terkesan pula kurang menghargai hak bicara atau kesempatan
orang lain dalam sebuah pembicaraan, sehingga dapat terjadi miskomunikasi dan
membosankan orang lain.
Menjadi pembicara merupakan tugas
atau pemberian kesempatan oleh orang lain kepada seseorang untuk berbicara
sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan. Misalnya narasumber,
penceramah, dan sebagainya. Pembicara
melaksanakan tugasnya sesuai durasi waktu yang diberikan, dan kemudian sesudahkan akan menjadi
pendengar yang baik hingga diberikan waktu lagi untuk berbicara.
Begitu pula bagi pula seorang
penulis, lebih banyak waktunya untuk mendengarkan pembicaraan orang atau pihak
lain daripada dia sendiri berbicara banyak. Contohnya, seorang wartawan atau
jurnalis, seusai mengajukan pertanyaan lalu mereka mendengarkan jawaban yang
disampaikankan oleh pihak yang diwawancari dengan seksama. Sikap dan perilaku
wartawan atau jurnalis ini patut dicontoh oleh orang yang ingin menjadi
penulis, sedikit bicara namun banyak mendengarkan.
Secara fisik, Allah SWT, Tuhan
Yang maha Esa, memberikan petunjuk dari kondisi panca indera kita. Tuhan hanya
memberikan satu mulut, sedangkan mata, telinga, tangan, dan kaki diberikan sebanyak dua buah. Pesan yang
tersirat dari penciptaan panca indera kita tersebut, bahwa kita harusnya lebih
banyak melihat, mendengar, dan bekerja,
bukan lebih banyak berbicara. Konsep dasar ini sebagai acuan kita dalam
kehidupan sehari-hari, bahwa kita harusnya banyak membaca dan mengamati apa
yang ada di sekitar kita.
Begitulah pesan tersirat dari
penciptaan panca indera yang kita miliki. Berbicara memang perlu, tetapi
tidak bicara melulu hingga kapan lagi
kita mau mendengarkan orang lain yang juga punya hak bicara. Menjadi penulis,
atau apapun sebutannya, adalah profesi yang lebih banyak menjadi pendengar dan
pencatat. Mendengarkan sebanyak mungkin dari seorang atau banyak orang, lalu
kemudian kita rekam dan catat berbagai pembicaraan orang tersebut hingga
akhirnya menjadi bahan dan sumber tulisan.
Menjadi seorang pendengar yang
baik merupakan prasayarat untuk menjadi penulis yang baik. Selama kita
mendengarkan dan menyimak pembicaraan orang lain, maka saat itu kita mencatat
atau merekam dalam ingatan kita tentang isi dan pesan dari pembicaraan orang
tersebut. Hasil daya rekam akan berbeda jauh orang yang menjadi pendengar baik
dengan orang yang banyak bicara dan
mendominasi pembicaraan dengan orang lain. Hasil rekaman yang baik akan sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan tulisannya.
Disamping sebagai pendengar yang
baik, penulis juga diharapkan dapat menjadi seorang pencatat yang baik pula,
sehingga akan semakin meningkatkan mutu hasil tulisannya. Menulis itu diawali
dengan menjadi pendengar dan pencatat yang baik, selanjutnya hasil pendengaran
dan catatan yang baik itulah akan menjadi sumber dan bahan tulisan yang
bermutu, karena didukung pendengaran dan pencatatan yang baik.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menjadi pendengar dan
pencatat yang baik yang judulnya “ Catatan Menghadiri Rapat Kerja MKKS SMP
Tanah Laut “ oleh Maslani, yang isinya “ Memenuhi undangan dari Pengurus MKKS
SMP Tanah Laut tertanggal 11 Februari 2019, maka pada Kamis, 14 Februari 2019 ,
menghadiri kegiatan rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut di UPTD SMP Negeri 3
Pelaihari, yang berada di batas kota, sekitar Pelaihari 5 km dari rumah
penulis. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah tertua di Kabupaten Tanah
Laut, berdiri dan operasional sejak tahun 1983 yang lalu.
Kegiatan rapat kerja ini dimulai
pada sekitar pukul 09.15 WIT yang diawali acara pembukaan dengan bersama-sama
membaca Surah Al-fatihah, dilanjutkan dengan acara kedua menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya yang diikuti oleh hadirin dengan dipandu oleh salah
satu guru UPTD SMP Negeri 3 Pelaihari.
Acara berikutnya, sambutan Kepala
UPTD SMP Negeri 3 Pelaihari, Drs Fathurrahman Sidiq, M.M.Pd, selaku tuan rumah
rapat kerja rutin bulanan MKKS SMP Tanah Laut. Dalam sambutannya, antara lain
menyampaikan ucapan selamat datang kepada pengurus dan anggota MKKS SMP Tanah
Laut, menyajikan profil sekolah dengan didukung tayangan powerpoin tentang
profil sekolah yang berisi sejarah berdirinya sekolah, data guru dan tenaga
kependidikan, data siswa, fasilitan dan sarana prasarana, prestasi
sekolah/siswa yang pernah diraih, dan sebagainya.
Sambutan berikutnya dari Ketua MKKS
SMP Tanah Laut, Agus Darmadi, M.Pd; yang antara lain menyampaikan ucapan terima
kasih dan apresiasi atas prestasi sekolah kepada tuan rumah dan anggota MKKS
SMP Tanah Laut yang hadir; menginformasikan tentang agenda kegiatan pertemuan
hari ini, khususnya tentang akan kedatangan Bupati Tanah Laut dalam rapat kerja
MKKS SMP Tanah Laut hari ini; dan menginformasikan sekaligus memperkenalkan
anggota baru MKKS SMP Tanah Laut dari SMP An Najah Pulau Sari Kecamatan Tambang
Ulang.
Informasi dan arahan dari Pengawas
Sekolah, Hamdani, S.Pd, M.MPd menjadi sambutan selanjutnya; yang antara lain
menyempaikan informasi tentang program kepengawasan dan kondisi personil
Pengawas Sekolah Disdikbud Tanah Laut saat ini; arahan tentang agar sekolah
yang melaksanakan kebijakan LHS (Lima Hari Sekolah) dapat mengintensifkan
kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikulernya; perlunya peningkatan penguatan
pendidikan karakter melalui pembinaan mental spritual; dan arahan agar kepala
sekolah melalukan pembinaan guru dan
tenaga kependidikan sekolahnya sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang
berlaku.
Seusai kegiatan rapat kerja MKKS SMP
Tanah Laut yang bersifat internal organisasi dalam pembinaan kinerja kepala
sekolah, maka dilanjutkan dengan persiapan penyambutan Bupati Tanah Laut yang
akan hadir menghadiri rakat kerja MKKS SMP Tanah Laut ini. Pihak tuan rumah
sudah menyiapkan acara penyambutan dengan penampilan tarian dan olahraga pencak
silat oleh siswa. Seluruh peserta rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut pun
dipersilahkan keluar dari ruangan rapat menempati tempat yang disediakan di
teras sekolah.
Sekitar pukul 11.00 WIT Bupati Tanah
Laut, H. Sukamta, M.AP disambut dan didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Tanah Laut, Abdillah, M.Pd , memasuki tempat penyembutan, dan
selanjutnya mengikuti prosesi penyambutan dan menyaksikan penampilan tarian dan
pencak silat. Kemudian, sekitar pukul 11.15 WIT, sesudah prosesi penyambutan
Bupati, maka dilanjutkan kembali rapat kerja dengan agenda utama mendengarkan
arahan dan bimbingan Bupati Tanah Laut.
Dalam arahan dan bimbingan Bupati
Tanah Laut, antara lain menyampaikan ucapan permohonan maaf atas keterlambatan
hadir ke rapat kerja ini karena ada tamu di kantor yang harus ditemui;
menyampaikan pendapatnya tentang pentingnya forum MKKS dalam rangka menyikapi
dan menyelesaikan permasalahan sekolah; perlunya MKKS juga mengundang dinas
atau SKPD terkait dalam forum MKKS dalam upaya mewujudkan kemajuan pendidikan
di Tanah Laut; memberikan arahan dan bimbingan bagaimana sekolah mengumpulkan
dan mengelola sumbangan dari pihak orangtua siswa atau masyarakat.
Selanjutnya, Bupati juga berpesan
tentang penting audit internal kepada semua sekolah agar nantinya kepala
sekolah tidak bermasalah dikemudian hari; menginformasikan tentang kesiapan
UNBK yang akan dilaksanakan oleh seluruh SMP se Kabupaten Tanah Laut dan
berpesan agar laptop atau komputer yang akan diberikan oleh Disdikbud Tanah
Laut agar dikelola, disimpan, dan diamankan dengan sebaik-baiknya; dan
menghimbau agar semua guru dan siswa se Kabupaten Tanah Laut memakai kain batik
sasirangan yang bermotif khas Tanah Laut, yaitu motif kijang, jagung, dan bunga
anggrek.
Setelah pengarahan dan bimbingan
Bupati, dilanjutkan dengan dialog/tanya jawab. Ada 3 (tiga) penanya yang
diberikan kesempatan bertanya kepada Bupati pada sesi pertama, yaitu R.Djaka
Sarjana, Iriansyah, dan Fathurraham
Sidiq. Kemudian, Bupati memberikan
tanggapan atas pertanyaan yang disampaikan peserta rapat kerja MKKS SMP Tanah
Laut tersebut, sesi berikutnya dibuka hanya untuk seorang penanya karena
mengingat waktu. Penanya sesi kedua ini oleh H.Faturrahman.
Bupati memberikan tanggapan atas
pertanyaan dari H,Fathurrahman, dan pada kesempatan ini Kepala Disdikbud Tanah
Laut, Abdillah, M.Pd , juga menanggapi pertanyaan dari H.Fathurrahman. Setelah
acara arahan dan dialog/tanya jawab yang berlangsung sekitar 1 (jam) lebih ,
maka kegiatan rapat kerja MKKS SMP Tanah Laut ditutup dan diakhiri dengan doa
bersama yang dipandu oleh Fathurrahman Sidiq.
Kemudian, sesudah makan siang
dilanjutkan dengan mendengarkan arahan dari Kepala Disdikbud Tanah Laut,
Abdillah, M.Pd, yang berkaitan dengan penyampaian hasil mengikuti kegiatan
Rembug Nasional Pendidikan di Jakarta baru-baru tadi. Ada beberapa poin penting
hasil Rembug Nasional Pendidikan; antara lain masalah penganggaran dan pengawasn
KPK di daerah, portal rumah belajar yang disediakan oleh pihak Kemendikbud
untuk guru dan siswa, dan program pendidikan keluarga. Informasi lain yang disampaikan terkait
dengan masalah regulasi, berupa peraturan bupati, untuk mengatur dan memayungi
sekolah dalam rangka menggalang dana sumbangan dari orangtua siswa atau
masyarakat; dan pendistribusian laptop ke sekolah dalam rangka persiapan UNBK”.
==========================================
Bagian 16
Menulis
yang Terdekat : Menulis yang Mudah Dulu
Memulai untuk menulis itu
merupakan sesuatu yang sulit bagi banyak orang, tidak terkecuali bagi penulis
sendiri. Menulis ‘awal’ kata dari sebuah kalimat pertama atau pembuka sulitnya
sungguh luar biasa, mana kosa kata
pilihan atau diksi yang paling tepat untuk menjadi awal sebuah tulisan kita,
meski hanya untuk satu kata, apalagi kalimat. Menjadi sebuah tantangan dan
kesulitan tersendiri bagi penulis pemula untuk memulai kata atau kalimat
pertama diawal sebuah tulisan yang sekelas artikel atau opini.
Tidak ada sesuatu itu berhasil
hanya dengan sekali mengerjakan, pasti ada beberapa kali dulu kita membuat
‘kesalahan’, baru kemudian mendapatkan hasil yang kita inginkan, tidak
terkecuali dalam hal belajar menulis artikel atau opini dan sebagainya.
Kesalahan demi kesalahan hendaknya jangan menjadi alasan untuk berhenti melatih
diri dalam menulis, karena semakin lama kita melatih diri dalam menulis, maka
akan dapat mengasah kemampuan kita menulis. Menulis itu ibarat mengasah pisau,
semakin sering kita mengasahnya, maka semakin tajam mata pisau tersebut.
Bagi pemula yang punya tekad kuat
untuk menjadi penulis, disarankan untuk menulis tentang hal-hal yang mudah,
ringan, menyenangkan, dialami sendiri, dan sebagainya yang terdekat dengan diri
kita. Misalnya, menulis artikel atau
opini tentang kesukaan atau hobi kita. Mulailah bercerita apa hobi kita itu,
bagaimana sampai senang dan menekuninya, bagaimana cara melakukan atau aktivitas dari hobi tersebut, dan seluk-beluk
hobi favorit kita tersebut.
Menulis tentang sesuatu
kesenangan kita dalam bentuk artikel merupakan upaya kita untuk mengasah
kemampuan menulis, agar nantinya akan lebih tajam kemampuan menulis yang kita
miliki. Bukankah, tulisan yang diangkat dari sesuatu yang kita senangi akan
lebih mudah diceritakan, bahkan kita
bebas memaparkan semua hal yang berkaitan dengan hobi kita tersebut sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki.
Berpikir untuk menyusun kata dan
kalimat pada saat menulis merupakan
konsekwensi logis dari menulis, karena ketika menulis akan tersaring mana kata
atau kalimat yang menurut kita pantas disampaikan atau tidak. Proses berpikir yang terjadi pada saat kita
menulis, mungkin jauh berbeda saat kita berbicara, karena saat menulis ada
proses berpikir dulu baru menulis, sedangkan saat berbicara mungkin terjadi
sebaliknya.
Demikian pula, ketika selesai
menulis tentang suatu hal, kita membaca lagi untuk memeriksa ketepatan kata
atau kalimat dalam tulisan itu, jika kurang tepat dapat kita perbaiki lagi, dan
demikian seterusnya. Beda dengan berbicara yang tanpa teks, terkadang tidak
terpikir dulu saat bicara, dan ketika sudah keluar kata-kata kita, maka sulit
untuk memperbaikinya jika ada kata atau kalimat yang kurang tepat dan
sebagainya.
Menulis yang mudah itu, bukan
berarti tulisan ‘murahan’ yang tidak
memiliki nilai sebagai sebuah tulisan.
Siapa tahu nantinya, dengan tulisan yang kita anggap ‘murahan’ tersebut
dapat berkembang menjadi buku yang membahas tentang suatu hobi dan menarik
banyak orang untuk membacanya. Kita tulis saja semampunya, jangan berpikir atau
berprasangka bahwa tulisan itu tidak baik, murahan, atau apapun yang melemahkan
semangat dan tekad kita untuk menulis. Jadikan tulisan-tulisannya dulu, jika
kurang nantinya dapat diperbaiki atau direvisi lagi.
Selanjutnya,
penulis berikan contoh artikel yang memaparkan tentang menulis yang mudah
dulu dengan judul “
RTH Kijang Mas Pelaihari Dulu dan
Kini “ oleh Maslani, yang isinya “ Ruang
Terbuka Hijau atau RTH Kijang Mas
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut yang berjarak sekitar 2 km dari rumah penulis,
kini sudah jauh berbeda dari setahun yang lalu. Perubahan yang sangat
signifikan mulai terlihat sekitar awal tahun 2018 lalu, karena saat itu mulai
berdatangan para PKL (pedagang kali lima) dan pihak lainya. Ada gula, ada
semut. Begitulah kira-kira pepatah yang pas untuk menggambarkan kondisi RTH
Kijang Mas Pelaihari tersebut pada saat ini, yang kini dipadati oleh pedagang
dengan bermacam jualannya serta pengunjung
RTH tersebut.
Pada
sekitar tahun 1990-an, RTH Kijang Mas ini merupakan lapangan atau padang golf
mini, kemudian dialihkan fungsi menjadi RTH yang direkayasa sedemikian rupa
sekitar tahun 2000-an. Luas areal RTH Kijang Mas Pelaihari ini sekitar 2 ha,
ada 3 jalur atau jalan yang melingkar RTH. Ada jalur luar, tengah, dan dalam.
Di tengah –tengah lingkaran tersebut ada tugu yang berdiri dengan megahnya.
Nama ‘kijang mas’ sendiri merupakan nama hewan khas Kabupaten Tanah Laut, yang
dalam dalam sebutan orang Banjar (Kalsel) dikenal dengan ‘manjangan’, yaitu
kijang yang bertanduk berwarna keemasan.
Kini,
RTH Kijang Mas Pelaihari tidak sekedar hanya tempat untuk olahraga atau
jalan-jalan santai pada setiap Minggu pagi, tetapi sudah bertembah menjadi
‘pasar kaget’ dan berbagai kegiatan lainnya. Penulis sendiri pada awalnya
setiap Minggu pagi bersama keluarga lari pagi atau olahraga lainnya, namun kini
juga mengikuti trend yang berkembang di RTH Kijang Mas tersebut. Setelah
jalan-jalan atau olahraga, penulis bersama isteri dan anak berjalan
mengelilingi ‘pasar kaget’ seraya mencari makanan untuk sarapan, dan
selanjutnya pulang.
Berdasarkan
pengamatan penulis, kini di RTH Kijang Mas Pelaihari ada kegiatan PKL yang berjualan makanan dan
minuman, pakaian, bibit pohon buah-buahan, bunga, peralatan rumah tangga, dan
sebagainya. Kemudian, ada kegiatan seman bersama, pelayanan kesehatan gratis
dari Dinkes Tanah Laut, simulasi pembuatan SIM dari Polres Tanah Laut,
pelayanan pembuatan akta kelahiran dari Dinas Dukcapil Tanah Laut, Mobil
Perpustakaan Keliling dari Dinas Perpustasif Tanah Laut, dan sebagainya.
Kehadiran
RTH Kijang Mas Pelaihari kini sudah semakin dikenal luas oleh masyarakat kota
Pelaihari dan sekitarnya, bahkan juga ada yang datang jauh-jauh dari luar kota
Pelaihari. Hal tersebut terlihat dari banyaknya mobil-mobil yang parkir di sekitar
RTH Kijang Mas Pelaihari, sehingga terkadang membuat macet jalan yang ada di
depam RTH tersebut. Pengunjung RTH
Kijang Mas Pelaihari mulai berkurang sekitar pukul 10.00 WIT, dan kemudian
semakin berkurang menjelang pukul 12.00 WIT. Kondisi ini tentunya dipengaruhi
juga oleh keadaan cuaca pada saat itu.
Selama
ini, RTH Kijang Mas Pelaihari sudah cukup serius dikelola oleh pihak
berwenang. RTH tersebut memang sudah
difungsikan dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat untuk berbagai
aktivitas di ruang terbuka, seperti olahraga dan aktivitas fisik lainnya.
Pemeliharaan pohon-pohon yang tumbuh di dalam RTH tersebut juga terlihat cukup
baik, sehingga mampu menyejukkan suasana lingkungannya. Harapannya ke depan perlu ditingkatkan pengelolaannya oleh
semua pihak terkait di lingkup Pemda Tanah Laut. Semoga “.
====================================
Bagian 17
Membangun
Rasa Percaya Diri dalam Menulis
Banyak
orang, tidak kecuali bagi seorang guru,
yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk menulis, namun masih belum memiliki rasa percaya diri untuk
memulai menulisnya. Bahkan, ada guru
yang sudah ada memiliki tulisan artikel atau sejenisnya, tetapi belum berani
memperlihatkan kepada orang lain, apalagi mengirimkan atau mempublikasikannya
ke media massa cetak mauppun media online
lainnya.
Keberanian
dan rasa percaya diri memang menjadi salah satu faktor penentu dalam
mewaujudkan sebuah keberhasilan, tidak terkecuali dalam hal menulis dan
mengirimkann hasil tulisan tersebut ke
pihak lain. Menulis, menulis, dan
menulis adalah tips yang perlu
dipahami bagi penulis pemula yang terkadang masih kurang percaya diri atas
hasil tulisannya, apalagi jika mau dipubikasikan.
Terkendala
dengan masalah kurang rasa percaya diri,
dapat diatasi dengan sering melatih diri menulis, lalu setelah
merampungkan sebuah tulisan agar dibaca ulang. Apabila dalam tulisan tersebut
masih ada yang dirasa kurang tepat, baik
dari sisi materi atau isi, pilihan kata atau diksi, dan masalah teknis
lainnya, maka perlu dilakukan perbaikan atau revisi. Berdasarkan pengalaman
penulis, sering membaca hasil tulisan sendiri sebelum dikirim ke pihak lain
menjadi salah satu upaya meningkatkan rasa percaya diri atas hasil tulisan
sendiri.
Sebagai contoh
pembanding. Sebelum menjadi guru yang sudah sangat percaya diri seperti saat
ini, tentu pada saat praktik mengajar semasa masih kuliah sangat kurang percaya
diri kita, meski latihan beberapa kali di depan kawan-kawan atau cermin. Ketika
saat praktik mengajar di kelas sekolah tempat praktik, banyak calon guru yang
saat pertama berdiri di depan kelas, belum lagi mengajar atau menyampaikan
materi, lutut sudah bergetar keras dan rasanya tidak berdiri di atas bumi.
Kenyataan tersebut penulis alami sendiri, bahkan ada teman yang sampai menangis
ketika praktik mengajar di depan kelas,
karena sangat kurangnya rasa percaya diri dalam praktik atau latihan mengajar
untuk menjadi guru.
Berkomunikasi
dan berkonsultasi dengan orang yang kita anggap kompeten dalam halam dunia
tulis menulis atau ahli bahasa merupakan cara lain untuk meningkatkan rasa
percaya diri dalam menulis. Dengan mendengarkan dan bimbingan oleh yang
berkompeten dan ahlinya, kita memiliki dasar acuan dalam menulis yang sesuai
aturan dan ketentuan sebagaimana mestinya. Terlepas dari saran, pendapat,
arahan dan bimbingan orang yang dianggap ahlinya, maka semua kembali kepada
diri kita sendiri untuk memutuskannya.
Kemampuan dan
keterampilan dalam hal apapun, termasuk menulis, bukan didapat dari sekedar
membaca berbagai teori semata, namun ditentukan oleh seberapa sering kita
melatih dan mengasah kemampuan diri kita dalam hal menulis. Menulis itu adalah
sebuah keterampilan, sama seperti menjahit, menggunakan komputer atau laptop,
dan sebagainya, sehingga kunci keberhasilannya terletak seberapa sering kita
berlatih. Latihan menulis itu dapat dilakukan dengan cara seperti menulis
mengenai diri sendiri (otobiografi) atau orang lain (biografi), memaparkan
tentang lingkungan alam dan potensi yang terkandung di dalamnya, dan banyak
lagi yang lainnya.
Membangun
konsep atau ide yang berbasis pada kompetensi dan keahlian yang kita miliki
sangat menunjang keberhasilan menulis kita. Ketika konsep atau ide itu
berangkat dari kompetensi dan keahlian yang kita miliki, maka mengembangkannya
menjadi sebuah tulisan akan relatif mudah, semudah air mengalir dari
pengunungan yang banyak menyimpan cadangan airnya. Menulis itu pada hakikatnya mengeluarkan
semua ‘unek-unek’ dalam pikiran dan
hati kita yang lama tersimpan, sehingga ketika dituliskan akan keluar dan mengalir
seperti air pegunungan yang dingin dan sejuk.
Meningkatnya
rasa percaya diri seiring dengan upaya perbaikan yang kita lakukan dalam
menulis, sebab tidak ada hasil yang mengingkari usaha atau upaya yang kita
lakukan. Kepercayaan diri dalam menulis itu diawali dari menggagas konsep atau
ide yang akan kita kembangkan dalam tulisan. Konsep atau ide yang akan
dikembangkan menjadi tulisan tersebut memang benar-benar kita pahami secara
maksimal, termasuk data pendukung yang memperkuat konsep atau ide yang akan
ditulis.
Membangun rasa
percaya diri dalam hal menulis ini harus dimulai saat memantapkan niat untuk
menjadi kegiatan menulis sebagai bagian dari profesi kita sebagai guru. Tidak
penting latar belakang pendidikan
sebagai guru, termasuk mata pelajaran apa yang diajarkan kepada peserta didik
kita. Bukan itu yang perlu kita
permasalahankan, tetapi bagaimana tekad kita yang kuat untuk mengembangkan
profesi kita sebagai penulis.
Terkadang atau
kebanyakan guru merasa kurang percaya diri untuk menulis, meski guru tersebut
sudah memiliki masa kerja dan
==============================================================
Bagian 18
Tiada
Hari Tanpa Menulis
Menulis itu sebuah keterampilan
yang memadukan kemampuan jasmani dan rohani, jiwa dan raga, karena menulis itu
melakukan perpaduan kerja antara jari jemari, pikiran, dan hati nurani. Selain
itu, keterampilan menulis tergantung dengan kemauan dan kesungguhan untuk
melakukan aktivitas menulis itu sendiri. Menulis tidak akan terjadi apabila
tidak ada aktivitas menulis itu sendiri, khususnya oleh pribadi yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Membiasakan mencatat dari
kegiatan kita sehari-hari menjadi sebuah awal yang baik dan bermanfaat untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan menulis selanjutnya. Tidak ada sesuatu
keberhasilan tanpa dimulai dengan kegagalan demi kegagalan, dari kegagalan
itulah kemudian bangkit dan memoerbaiki sesuatunya, sehingga sesuatunya akan
semakin baik dan semakin baik, akhirnya keberhasilan yang kita raih.
Demikian pula dengan aktivitas
menulis. Pada awal kita belajar menulis saat duduk di bangku kelas 1 sekolah
dasar, tulisan kita kala itu sangat tidak baik dan sulit dibaca, baik oleh diri
sendiri apalagi orang lain. Namun, seiring dengan upaya belajar kita yang
sungguh –sungguh menulis dengan terus berlatih menulis, menulis, dan menulis,
maka akhirnya tulisan kita menjadi baik dan semakin baik.
Latihan membuat tulisan atau
menulis itu sangat penting bagi kita yang ingin menjadi penulis. Menulis
tentang apa saja yang kita ketahui dan ingin
kita informasi kepada orang lain melalui paparan dalam tulisan kita. Jangan
hanya terpaku dan terikat dengan satu
masalah semata yang mau ditulis, sebab dalam latihan menulis ini kita
bebas memilih topik atau tema yang akan kita akan tulis. Ada baiknya, kita
menulis tentang hal-hal yang terdapat di sekitar dan mengetahui secara rinci
hal yang akan kita tulis, baik dari membaca, mendengar, maupun melihatnnya.
Memulai menulis itu memang sulit,
namun bukan berarti tidak dapat. Mulai
saja menulis sesuai yang adala dalam ide atau gagasan yang ada dalam pikiran,
mau dengan kata apa silahkan saja menulisnya. Kembali, kita jangan terpaku atau
terikat dengan kata pertama apa yang
harus kita tulis untuk memulai sebuah tulisan yang akan kita kembangkan. Pada umumnya,
penulis pemula sangat sulit mencari kata yang pertama untuk membuat sebuah
kalimat pertama dalam sebuah tulisan, sehingga banyak waktu tersita hanya untuk
menulis kata pertama sebuah kalimat awal tulisan.
Sebagai
contoh, penulis berikan tentang penulisan awal sebuah artikel. Secara umum
format tulisan artikel terdiri dari lead, brigde/perangkai
atau tubuh, dan penutup. Lead atau
disebut pengail, berfungsi menarik minat
baca pembaca untuk terus membaca artikel sampai selesai. Lead menentukan apakah orang akan terus membaca yang kita tulis,
atau kemudian beralih ke tulisan dan melupakan tulisan kita.
Beberapa
macam bentuk lead, antara lain : Pertama. Lead Bercerita. Menciptakan suasana, menjadikan diri pembaca
kedalam tokoh, masuk dan merasa berada didalam cerita. Kedua. Lead Deskriptif.
Membawa pembaca kedalam tokoh atau tempat kejadian seolah mengalami sendiri,
berada di tengah kejadian, menonton, mendengar, dan mencium baunya. Ketiga. Lead Kutipan. Mengutip ucapan tokoh yang memberikan tinjauan
watak si pembicara, bisa jadi kontroversial, nantinya akan terjawab benar atau
tidak. Keempat. Lead Gabungan, yang merupakan kombinasi antara beberapa lead.
Tulislah
apa yang kita alami karena lebih mudah menulisnya, dan jangan dipikirkan dulu
baik atau bagusnya tulisan kita. Tulis saja semaksimal mungkin dengan
mengarahkan daya pikir dan nalar yang ada untuk memberikan nilai lebih pada
tulisan kita. Kemampuan menulis
masing-masing kita memang berbeda, tetapi bukan berarti kita tidak dapat
menulis apa kita alami selama ini.
Ketika tulisan yang telah kita anggap selesai, maka selanjutnya kita
membaca beberapa kali hasil tulisan untuk melakukan editing atau perbaikan
tulisan kita agar menjadi lebih baik lagi.
Latihan
menulis setiap hari dengan tema atau topik saja yang ingin diungkapkan dalam
tulisan akan sangat berguna untuk mengasah keterampilan pemilihan kata atau
diksi, pengayaan kosakata, dan sebagainya. Kemampuan dan keterampilan menulis
akan bertambah baik lagi, apabila sesudah menulis sebuah tulisan artikel atau
sejensinya, kita membaca lagi dalam bebepa kali. Setiap tulisan yang kita baca
ulang akan memberikan pengetahuan baru, terutama dalam hal pemilihan kata
(diksi) yang tepat untuk digunakan, lalu kita akan mencari atau belajar lagi
dari kamus bahasa untuk mencari kosakata yang memiliki makna yang sama.
Banyak
bahan atau sumber tulisan yang dapat kita angkat menjadi tulisan, seperti
masalah pendidikan, sosial budaya, lingkungan alam, fenomena sosial, dan
sebagainya. Tulis dan tulis saja sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan kita
kita miliki, dan jika merasa sudah susah untuk menulis, maka berhentilah untuk
istirahat atau mencari kegiatan lain yang menyegarkan pikiran kita untuk
beberapa saat.
Ada
permasalahan yang banyak dirasakan oleh penulis pemula, tidak kecuali penulis
sendiri, adalah masalah “writer’s block”
atau kebuntuan dalam menulis sehingga
tidak dapat lagi meneruskan sebuah tulisan. Masalah “Writer’s
Block”, adalah keadaan di mana seorang penulis
tidak dapat menuangkan segala idenya ke dalam tulisan. Pikiran menjadi buntu,
otak terasa kaku, seolah ada yang menghalangi keluarnya gagasan (www.peridiri.com/2017/02/tips-mengatasi-writer-block.html#.Wpj5s7CrfIU)
.
Dalam keadaan
seperti ini, tidak satu pun kata, apalagi kalimat yang mampu dihasilkan oleh
sang penulis. Belum setengah atau mau selesai sebuah tulisan,
terjadi masalah yang mengakibatkan daya kratif otak kita untuk menulis terhenti
dan susah untuk dilanjutkan kembali. Kita tidak mampu lagi menuliskan kata-kata
untuk melanjutkan dan menyelesaikan tulisan tersebut.
Pada
saat terjadi “writer’s block”
tersebut disarankan agar istirahat dan melakukan aktivitas lainnya yang
bersifat penyegaran atau refresing, sehingga kemudian otak kita dapat segar dan
mampu melanjutkan menulis lagi. Jangan paksakan diri kita ketika terkana “writer’s block”, upayakan berhenti dan
keluar dulu dari zone tidak nyaman
tersebut.
Tidak
melakukan aktivitas menulis untuk mengatasi “writer’s block” hendaknya jangan terlalu lama, apalagi
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Akibatnya dapat menghilangkan sama sekali
ide, gagasan, dan daya pikir kita terhadap tulisan yang belum selesai
tersebut. Tentunya, beristirahat atau
refresing harus dilakukan ketika sedang dalam keadaan ‘main blok’ untuk
menyegarkan kembali otak, pikiran, dan juga fisik sehingga dapat segar dan
dapat melakukan aktivitas menulis kembali.
=================================
Bagian 19
Fokus Pada salah satu Ganre Tulisan
Jika dalam
kegiatan latihan menulis, kita bebas menulis tentang apa saja yang ingin kita
tulis, selanjutnya jika kita menjadi penulis yang serius maka sebaiknya kita
fokur atau konsentrasi pada satu genre
atau bentuk tulisan saja. Misalnya, menjadi penulis cerpen, novel,
artikel/opini, sejarah, dan sebagainya. Dengan adanya kekhususan dalam menulis
ini, diharapkan kita lebih fokus dan mendalam dalam membahas atau menulis
tersebut.
Menulis dalam
berbagai genre tulisan memang bukan
sesuatu yang dilarang, namun bagi kita sebagai penulis pemula yang ingin eksis
dalam tulis menulis, alangkah baiknya fokus dulu pada satu genre tulisan tertentu. Misalnya kita fokus pada menulis artikel
tentang dunia pendidikan, sesuai dengan kompetensi, tugas, dan profesi kita
selama ini. Namun, bukan berarti kita tidak boleh menulis puisi, cerpen, atau genre tulisan yang lain.
Selanjutnya,
dalam mengejar obsesi kita sebagai penulis sesuai dengan genre yang sesuai dengan bakat, kompetensi, dan sebagainya, maka
kita harus banyak belajar dengan secara mandiri atau berkelompok guna
meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang terkait dengan genre dan mutu tulisan kita. Sebagai penulis pemula, kita jangan
pernah puas dan bangga jika ada tulisan kita yang mendapat apresiasi dari pihak
lain, seperti juara dalam lomba menulis, terbit di media massa , atau bentuk
aparesiasi lainnya.
Tulisan fiksi
merupakan tulisan yang memberikan ruang imajinasi yang luas, sehingga dalam
tulisannya membuat pembacanya berimajinasi, sedangkan tulisana non fiksi
merupakan tulisan yang berkaitan dengan masalah ilmiah dan logis. Kedua macam ganre tulisan tersebut menjadi pilihan
sesuai dengan minat, bakat, dan kompetensi setiap orang dalam menulis.
Berdasarkan
pengalaman penulis ketika memberikan bimbingan dalam pelatihan penulisan yang
diselenggarakan oleh Pengurus IGI Kalimantan Tengah pada 9-10 Februari 2018
yang lalu, mayoritan peserta yang mengikuti pelatihan tersebut memilih genre tulisan non fiksi, berupa tulisan
artikel. Kecendrungan dalam pilihan genre
tulisan ini dipengaruhi oleh bakat, minat, dan kemampuan peserta itu sendiri,
karena sudah sejak awal mengikuti pelatihan tersebut sudah ingin menulis hal
yang bersifat non fiksi, sedangkan yang lainnya ingin menulis genre fiksi.
Pilihan bentuk
atau genre tulisan yang ingin
dikembangkan nantinya dapat dilihat dari kemampuan awal dalam menulis.
Misalnya, ada orang yang suka menulis dengan menggunakan kata-kata yang
bersifat imajinatif atau romantis, maka diarahkan menjadi penulis yang
beraliran genre fiksi; sebaliknya
yang banyak menggunakan dan membahas hal-hal ilmiah, konkrit dengan kata-kata
yang logis dan ilmiah, maka diarahkan menjadi penulis genre non fiksi.
Memilih dan
fokus pada satu genre tulisan tidak
bersifat mutlak penuh, karena setiap orang berpotensi juga menulis genre lain yang sesuai kompetensinya,
atau memadukan satu genre dengan genre
tulisan lainnya. Menurut genre
menulis ada dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu fiksi dan non fiksi.
====================================================
Bagian 20
Memanfaatkan Kecanggihan TIK
Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan menulis diantaranya untuk
menulis itu sendiri, menyimpan dokumen hasil tulisan, dan sebagainya. Banyak
manfaat dan kemudahan yang kita dapat dengan adanya kecanggihan teknologi
informasi dan komunikasi pada masa kita, seperti kita tidak lagi repot dan
susah mengetik dengan mesin tik yang suara berisik, jika salah tidak perlu
disobek atau ditulis ulang, dan sebagainya. Memudahkan mencari sumber bahan,
data, gambar, dan pendukung tulisan lainnya dengan memanfaatkan kecanggihan
teknologi informasi dan komunikasi tersebut.
Teknologi itu
hanya bersifat sebagai pendukung dalam upaya kita menulis, ada atau tidak ada
keberaaannya bukan penghalang bagi kita
untuk tetap menulis,menulis dan menulis.
Dengan adanya kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi semestinya
menjadi penyemangat dan penambah motivasi untuk meningkatkan daya kreatif kita
dalam menulis. Bukankah, teknologi informasi dan komunikasi diciptakan untuk
memudahkan kehidupan kita diera digital ini?
Kemudahan dari
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi harus dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin dalam kegiatan menulis sehari-hari. Bagaimana pun penulis
tidak boleh gagap teknologi atau
harus melek teknologi agar lebih
memudahkan kita dalam menulis. Sulit rasanya kalau saat ini kita masih
menggunakan mesin tik untuk menulis, karena zamannya mesin tik sudah berlalu,
meski tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan mesin tik tersebut.
Kehadiran
teknologi informasi dan komunikasi yang canggih saat ini, seperti laptop dan handphone atau gadget lainnya sangat memudahkan dan memanjakan bagi banyak orang,
termasuk kita yang ingin menjadi penulis. Kapan dan dimana saja kita dapat
membawa dan memanfaatkan alat teknologi informasi dan komunikasi tersebut untuk
kita manfaatkan sesuai keperluan, termasuk menulis. Bahkan dengan teknologi
informasi dan komunikasi yang canggih ini kita dapat menulis dan
menggabungkannya dengan foto, vedio, dan sebagainya sebagai pendukung tulisan
kita.
Selanjutnya,
dalam era digital yang didukungan oleh teknologi informasi dan komunikasi yang
canggih, kita dapat mencari bahan dan sumber dari buku elektronik atau e-book
yang berbasis perpustakaan di dunia maya. Ketika selesai menulis, kita dapat
menyimpannya di tempat lain selain di komputer, laptop, gedget, dan lainnya, yaitu di e-mail
kita sendiri, sehingga basis penyimpanan dokumen tulisan kita semakin banyak
untuk menjaga dari kehilangan hasil menulis kita.
Dengan
mengirim tulisan ke laman atau akun salah satu blog atau website yang menampung
tulisan dari berbagai penulis juga menjadi tempat menyimpan hasil tulisan kita,
karena tulisan kita tersimpan di blog
atau website tersebut. Meski dokumen
tulisan kita hilang atau terhapus dari komputer, atau tempat menyimpan lainnya,
namun selama kita dapat mengakses blog
atau website yang pernah kita
mengirim tulisan, maka kita dapat menyalin tulisan kita tersebut. Misalnya
mengirim tulisan di blog IGI (Ikatan
Guru Indonesia), yaitu di https/blog.igi.or.id,
maka tulisan kita tersimpan dalam blog tersebut.
Dunia
penulisan sudah sangat berkembangan dengan pesat seiring dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini. Kehadiran komputer atau laptop
dan gadget lainnya sangat membantu
orang yang ingin menyalurkan bakat dan kemampuan dalam menulis. Memanfaatkan
kecanggihan teknologi yang ada merupakan sebuah keniscayaan, meski bukan jadi
hal mutlak adanya.
================================================
Bagian 21
Berawal
dari Artikel, Berakhir Menjadi Buku
Tulisan dalam bentuk artikel merupakan ulasan dari gagasan sendiri, yang merupakan bagian hasil dari pemikiran yang mendalam tentang
sesuatu masalah dengan dilatarbelakangi oleh profesi atau pekerjaan, keahlian,
latar belakanag pendidikan, atau pengetahuan kita sendiri. Kemampuan menngolah
dan menganalisis terhadap suatu fenomena dan persoalan yang berdasarkan profesi
atau pekerjaan kita sendiri, tentunya
akan lebih mendalam dibandingkan dengan permasalahan yang bukan profesi atau
pekerjaan kita.
Gagasan
yang dikemukakan dalam artikel hendaknya
merupakan hasil pemikiran kita sendiri dengan mengupasnya sesuai latar belakang
dan keahlian yang kita miliki. Permasalahan dan pembahasan yang dibahas
merupakan masalah yang dialami dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi kita,
seperti masalah pendidikan bagi yang berprofesi guru. Konteks masalah yang
dibahas oleh yang memang ahlinya tentu
lebih mendalam dan bermakna.
Kemudian,
dalam menulis artikel hendaknya permasalahan yang dibahas merupakan masalah
yang aktual dan faktual, yaitu permasalahan yang sedang dibicarakan oleh banyak
orang atau sedang hangat diberitakaan oleh media massa, baik cetak, elektronik,maupun media sosial
(medsos). Bagi penulis artikel, memantau, membaca, menonton, dan menyimak
pemberitaan media cetak, elektronik, dan media sosial menjadi hal ‘wajib’
dilakukan untuk mengetahui hal apa atau masalah yang lagi hangat dibicarakan
atau dibahas dalam media massa atau media sosial tersebut.
Dalam
artikel, pembahasan atau mengupas permasalahan lebih banyak menggunakan
pendapat atau persepsi kita sendiri. Namun demikian, tidak berarti kita
mengesampingan pendapat atau pemikiran orang lain. Kita dapat mengambil atau
mengutip pendapat orang lain untuk memperkuat atau membandingkan dengan
pendapat kita sendiri. Ketika kita mengutip pendapat orang lain, maka harus
kita sebutkan siapa dan dimana sumber tersebut kita kutip. Sungguh naif dan
tidak etis, jika kita mengutip pendapat
orang lain tetapi tidak menyebutkan siapa dan dimana kita mengutipnya.
Setelah
kita membahas permasalahan dalam artikel yang kita tulis, maka selanjutnya kita
juga memberikan alternatif pemecehan masalah atau solusi yang berdasarkan
pendapat atau opini kita sendiri. Pemecahan masalah yang kita tawarkan
didasarkan pada apa yang kita pahami dan alami sendiri dengan argumentasi yang
logis dan lebih mendekati pada hal yang konkrit untuk memecahkan permasalahan
yang dibahas tersebut.
Permasalahan
yang dibahas boleh sama, tetapi alternatif pemecahan atau solusi dapat berbeda
sesuai dengan persepsi atau sudut pandang penulis masing-masing. Dengan banyak
alternatif pemecehan yang diberikan oleh banyak orang, maka tentunya pihak
pengambil kebijakan atau pihak berwenang memiliki banyak cara dan upaya guna
pemecahan masalah atau solui atas masalah yang dihadapi. Sudut pandang atau
persepsi masing-masing penulis artikel memang berbeda satu sama lain terhadap
suatu masalah yang sama. Sudut pandang yang berbeda tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
latar belakang pendidikan, pemahaman, dan cara memandang permasalahan yang ada.
Berdasarkan pengalaman selama ini, penulis pada
awalnya memulai dengan menulis artikel atau opini tentang fenomena dan
permasalahan yang banyak terjadi dalam dunia pendidikan, dan baru kemudian
mengumpulkannya menjadi sebuah buku. Dengan memulai menulis artikel atau opini
yang teratur dan konsisten dengan tema atau topik yang sesuai dengan kompetensi
dan profesi kita, maka nantinya akan terbangun juga pola pemikiran yang relatif
sama dalam buku yang akan kita terbitkan.
Kini, sudah saat dan sepatutnya
guru memiliki komitmen guna menghasilkan
buku, setidaknya satu buku selama
pengabdiannya menjadi guru. Mengapa guru harus menulis dan menerbitkan
buku? Guru itu ‘gudang’ ilmu dan
pengalaman selama mengabdikan dirinya menjadi guru yang berpuluh-puluh tahun.
Selama berpuluh tahun guru bergalut dalam dunia pendidikan, dari satu sekolah
ke sekolah lain, dari satu angkatan siswa ke angkatan siswa berikutnya, dari kurikulum yang lama ke
kurikulum yang baru, dan sebagainya.
Keilmuan dan pengalaman guru yang
terpendam berpuluh-puluh tahun harusnya dapat diungkap dan dituliskan dalam
sebuah buku. Dari sekian juta guru yang ada di Indonesi saat ini, kalau satu
guru menulis sebuah buku tentang pengetahuan dan pengalamannya selama menjadi guru selama ini, maka tentu ada jutaan buku yang
terbit dan menghiasi berbagai toko buku dan perpustakaan di Indonesia. Namun
sayang, mungkin dari seribu guru yang hanya ada 1 atau 2 guru yang menulis dan
menerbitkannyan menjadi sebuah buku.
Guru Indonesia memang sangat
besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan
maupun bersama, dari berbagai genre, daerah, kondisi geografis, dan berbagai
latar belakang lainnya. Betapa luar biasa dan dahsyatnya apabila jutan guru
yang ada di Indonesia menulis dan menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis
dan menerbitkan buku.
Guru menulis buku memang masih belum
familiar dan populer selama ini, tetapi dengan program Sagusaku (Satu Guru,
satu Buku) yang gencar digerakkan oleh IGI
(Ikatan Guru Indonesia) selama, maka tidak memakan waktu relatif lama akan
terbit buku hasil karya guru-guru Indonesia. Guru dari berbagai daerah, melalui program Sagusaku IGI telah mampu
melahirkan banyak guru yang menjadi penulis buku, dan juga mampu menerbitkan dengan beragam ganre buku. Ada buku yang ber-genre ilmiah, pantun, puisi, inovasi
pembelajaran, dan sebagainya.
Potensi dan kemampuan menulis
dapat diasah dan dikembangkan dengan banyak menulis artikel atau opini, baru
kemudian dengan mengumpulkan banyak artikel yang telah ditulis tersebut dapat
menjadi sebuah buku. Tidak menutup kemungkinan pula, mengawali menulis genre tulisan yang lain, seperti menulis
puisi, cerpen, atau genre tulisan
lainnya. Selalu menulis dan menulis menjadi modal penting dalam upaya
mengembangkan potensi dan kemampuan diri dalam menulis, terlepas apapun genre tulisannya.
===========================================
Bagian 22
Berlapang Hati Terhadap Tanggapan Orang Lain
Ada atau tidak
ada apresiasi atau apapun bentuknya terhadap hasil tulisan kita bukan sesuatu
yang menjadi tujuan kita menulis. Adapun hal patut diperhatikan dari orang lain
adalah kritik, saran, dan masukan atas hasil tulisan kita, karena ada yang
mau perhatian dan peduli untuk
memperbaiki tulisan kita. Jangan terbuai dan bangga yang lupa diri atas
aparesiasi, pujian dan sanjungan orang lain dengan hasil tulisan kita, namun
juga jangan lekas putus asa dan patah semangat jika ada orang lain yang
mengkritik, menyampaikan saran perbaikan, dan sebagainya yang terkesan
menyakitkan hati kita.
Mengamati atau
peduli dengan perhatian dan apresiasi orang lain terhadap tulisan kita memang
jangan pula diremehkan, terutama yang berani memberikan kritik dan saran
membangun untuk perbaikan tulisan kita. Tidak ada gading yang tak retak,
semuanya pasti ada kekurangan dan kelemahan, terutama tulisan yang kita buat
selaku penulis pemula. Semua kritik dan saran membangun itu harus kita
perhatikan dan tindaklanjuti dengan melakukan perbaikan terhadap tulisan kita.
Selalu belajar
dan belajar dari berbagai kesalahan dan kelemahan tulisan sebelumnya akan
menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi keberhasilan di masa mendatang.
Tujuan kita menulis pada intinya adalah belajar tentang bagaimana menata masa
depan lebih baik lagi dengan bercermin dengan masa yang telah lalu. Prinsifnya,
tulisan kita hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan tulisan kita hari
esoknya lebih baik lagi dari hari kemarinnya.
Apabila kita
mengalami hambatan dan tantangan dalam upaya kita menulis selama ini, maka
jadikanlah semua itu sebagai batu loncatan kita untuk meraih keberhasilan di
masa mendatang, bukan menyurutkan niat
dan semangat kita. Kritik dan saran penulis senior atau pakar yang berkompeten
terhadap tulisan kita sangat kita butuhkan, bukan pujian dan sanjungan yang
berlebihan. Oleh sebab itu, ketika kita
mendapat pujian dari orang lain atas tulisan kita, maka sebaiknya kita tidak
menjadi lupa diri dan tidak mau belajar dan menimpa pengalaman dari pihak yang
kompeten dalam menulis.
Menjaga dan
berlapang hati terhadap ketidakpedulian orang lain terhadap tulisan kita
semestinya bukan alasan kita berhenti untuk menulis. Tidak perlu khawatir
ketika orang lain tidak peduli atau tidak berminat membaca tulisan, karena
mungkin ada banyak faktor mengapa orang lain
bersikap dan berbuat seperti itu. Boleh jadi orang tersebut sedang dalam
kondisi sibuk, tidak minat membaca, atau bahkan tidak dapat membaca karena
sesuatu hal.
Membaca sebuah
tulisan itu membutuhkan sedikit waktu dan konsentrasi, terlebih tulisan yang
dianggap relatif ‘berat’ dan serius, seperti artikel atau opini dan terlebih
lagi buku.Perlu waktu yang sedikit luang dan longgar untuk membaca sebuah
tulisan, sehingga dapat fokus dan konsentrasi membacanya. Dengan demikian,
masih perlukan kita berharap banyak kepada orang lain untuk sekedar membaca
tulisan kita?
Kondisi dan
sikap apapun yang diberikan aleh orang lain terhadap hasil tulisan kita sudah
semestinya kita sikapi dengan bersyukur dan berbesar hati. Bagi kita, menulis
itu adalah panggilan hati yang harus dipenuhi, sedangkan tanggapan dan apapun
namanya dari orang lain itu diluar kemampuan kita. Hasil dan hadirkan saja
banyak tulisan untuk memenuhi panggilan hati nurani kita, dan tulisan kita tersebut tidak melanggar etika dan norma atau
kaidah yang berlaku.
Memiliki sikap
terbuka dan berbesar hati atas kondisi apapun yang berkaitan dengan tanggapan
orang lain terhadap tulisan kita, diharapkan dapat menjaga konsistenitas dan
fokus kita dalam menulis. Bagaimana pun dan sampai kapan pun, pasti ada
tanggapan orang lain terhadap hasil karya tulis kita. Apakah itu menjadi kebaikan atau sebaliknya
bagi kita, semua itu tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Menulis akan dapat dilakukan
dengan baik jika kondisi dan suasana jiwa kita yang tenang dan raga yang sehat
wal afiat. Mungkin pendapat penulis ini tidak mutlak benarnya, namun setidaknya
begitulah yang penulis alami ketika akan menulis sesuatu selama ini. Saat akan memulai atau menyelesaikan sebuah
tulisan tentunya disiapkan kondisi mental dan fisik terlebih dulu, karena
ketika salah satunya ada yang kurang fit,
maka akan besar kemungkinan tulisan tidak terselesaikan dengan baik sebagaimana
mestinya.
Bagi kita penulis pemula yang
belum begitu banyak menulis, sudah barang tentu kondisi awal yang perlu
diperhatikan adalah mengkondisikan mental dan fisik dalam satu titik alias
konsentrasi. Kondisi mental yang dimaksud adalah terkait dengan suasana hati
dan pikiran kita saat akan memulai menulis atau menyelesaikan sebuah tulisan
yang sudah ada sebelumnya. Menata hati dan pikiran sebelum memulai menulis, dimaksudkan untuk mengurangi berbagai hal
yang dapat mengganggu konsentrasi ketika akan memulai menulis, seperti masalah
keluarga, pekerjaan, atau hal-hal yang dapat mengganggu dan merusak suasana
konsentrasi hati dan pikiran terhadap sesuatu yang akan kita tulis.
Konsentrasi dan fokus terhadap
sesuatu yang akan kita mau tulis menjadi prasyarat penting untuk keberhasilan
dalam menulis. Tanpa konsentrasi dan tetap fokus terhadap sesuatu akan akan
kita tulis, maka mustahil kita dapat menyelesaikan sebuah tulisan sampai
tuntas. Kondisi dan suasana hati menjadi menjadi kata kunci kita dapat
berkonsentrasi dan tetap fokus dengan suatu masalah yang akan kita bahas dalam
tulisan kita. Suasana hati dan perasaan yang tenang membuat kita dapat
berkonstrasi dalam tetap fokus saat memulai atau menyelesaikan tulisan sudah
ada sebelumnya.
Kehadiran hati dalam tulisan
tergambar dari penataan kata, kalimat, atau tata bahasa yang digunakan saat
menulis tentang sesuatu masalah. Tulisan dapat mengungkapkan bagaimana kondisi
dan suasana hati penulis ketika menuangkan kata-kata dalam tulisannya, mungkin
suasana hatinya lagi lapang, sesak, galau, gembira, sedih, kesal, marah, dan
sebagainya. Hanya penulis itu sendiri yang mengetahui dan mengerti kondisi dan
suasana hatinya saat menulis.
Dengan adanya penataan hati dan
perasaan sebelum dan saat menulis akan memberikan pengaruh positif terhadap pemilihan dan
pemakaian kata atau diksi ketika menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kehebatan
seorang penulis meramu dan meracik kata demi kata, kalimat demi kalimat , dan
seterusnya, disamping karena ketinggian
ilmu pengetahuan dan pengalaman atau ‘jam terbang’ dalam tulis menulis, juga
dikarenakan kemampuan dirinya menata hati dan perasaannya dengan baik, sehingga
hati dan perasaannya hadir dalam setiap tulisannya.
======================================
Bagian
23
Profesi Guru adalah Komitmen, Menulis adalah Pilihan
Tugas,
profesi, dan aktivitas kita sebagai guru memang sudah menjadi panggilan jiwa,
dan kita tinggal menjalaninya dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Menjadi
kewajiban dan tanggung jawab kita melaksanakan tugas dan profesi sebagai guru
dimana pun kita berada. Tata aturan, prosedur, dan etika sebagai guru sudah
kita maklumi bersama, karena kita sudah berkomitmen dengan diri kita sendiri
untuk mengabdikan diri kita sebagai guru, guna mencerdaskan kehidupan bangsa
yang kita cintai ini.
Profesi
sebagai guru dijalankan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab akan dapat
melahirkan guru-guru yang profesional. Menjadi guru profesional harusnya
menjadi impian dan harapan semua guru. Menurut Tukiran Taniredja,dkk, dalam
bukunya Guru yang Profesional (2015:23), artinya profesionalisme adalah suatu
terminologi yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh
seorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya.
Menjadi guru
yang profesional adalah sebuah komitmen yang harus terus menerus ditingkatkan dari waktu ke waktu, karena guru
itu menjadi profesi seumur hidup kita, meski secara kedinasan telah pensiun. Profesionalisme
guru tidak datang dengan serta merta saat diangkat menjadi guru, tetapi
diperoleh dari berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, pengalaman kerja,
dan kegiatan lainnya yang menunjang peningkatan mutu profes guru.
Ketika telah
memantapkan tekad untuk menjadi guru profesional, maka guru pun hendaknya dapat
membagikan berbagai keberhasilan dan pengalamannya sebagai guru profesional
kepada rekan sejawatnya sesama guru. Penyebaran keberhasilan dan prestasinya
sebagai guru profesional tersebut hendaknya ditulis atau dibukukan, sehingga
dapat dibaca oleh banyak kalangan, tidak hanya rekan sejawatnya saja.
Menulis buku seharusnya menjadi bagian
dari kehidupan guru profesional, karena guru profesional memiliki banyak ilmu,
informasi, pengetahuan, dan solusi dalam menghadapi permasalahan dalam kegiatan
profesinya sebagai guru. Mengutip suatu
pepatah yang berbunyi “ Segala sesuatu
musnah kecuali perkataan yang tertulis”, maka kegiatan menulis menjadi
bagian penting bagi guru profesional, agar apa yang dimilikinya menjadi sesuatu yang
‘abadi’ dan bermanfaat bagi orang lain
kelak dikemudian hari.
Kemampuan dan
kemauan yang kuat untuk menuangkan berbagai ide, gagasan, permasalahan, dan
alternatif pemecahan masalah, atau gagasan visioner lainnya tentang lingkung
profesinya, harusnya datang dari diri guru ini sendiri. Kalau bukan dari diri guru sendiri yang mau
melakukan perubahan dan upaya meningkatkan kemampuan profesinya, maka tentu
sulit kita akan menemukan sosok guru yang profesional selanjutnya.
Guru selama
ini merupakan sosok yang suka dan ikhlas berbagi ilmu, pengetahuan, informasi,
dan pengalaman kepada siswanya. Selanjutnya, guru pun hendaknya mau dan mampu
berbagi pula ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalamannya kepada rekan
seprofesinya, baik di lingkungan kerja, daerah, maupun yang lebih luas lagi.
Sedangkan sarana dan media yang dapat membagikan dan mengantarkan ilmu,
pengetahuan, informasi, dan pengalamannya tersebut, salah satunya dengan menulis
buku.
Berbagi ilmu,
pengetahuan, pengalaman, dan keberhasilan yang telah dicapai lainnya merupakan
bagian dari tanggung jawab moral guru profesional. Prestasi dan keberhasilan
yang telah dicapai oleh guru profesional tidak sekedar hanya untuk dirinya
sendiri atau kalangan yang terbatas, tetapi harusnya disebarkan kepada banyak
guru dan pihak lainnya. Melalui menulis inilah salah satu cara guru profesional
membagikan dan menyebarkan berbagai prestasi dan keberhasilannya sebagai guru
profesional yang berprestasi kepada
banyak guru dan orang lainnya.
==========================================
Bagian 24
Berlatih, Menulis, dan Menerbitkan Buku
Selama ini upaya peningkatan
kompetensi yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan dan
Kementerian Agama diakui masih belum menyentuh dan mencakup semua guru yang
jumlah jutaan orang dan tersebar di seluruh tanah air. Terlebih lagi, pada
era otonomi daerah
ini bukannya peningkatan kompetensi guru lebih giat
dan gencar lagi, tetapi terkesan ‘mati suri’, sehingga menyebabkan terhambatnya
peningkatan kompetensi guru di daerah.
Dengan berbagai alasan dan
hambatan pihak daerah tidak dapat menyelenggarakan pelatihan atau workshop untuk meningkatkan kompetensi
guru, bahkan untuk menyelenggarakan seleksi guru berprestasi, ada daerah yang
tidak ada anggarannya menyeleksi guru berprestasi di daerahnya. Alasan
klasiknya, tentu karena keterbatasan
anggaran atau dana yang tidak dimiliki atau tidak teranggarkan dalam APBD, baik
daerah provinsi, kabupaten/kota. Akibat tidak terlaksananya berbagai upaya peningkatan
kompetensi dan prestasi guru tersebut adalah pada prestasi siswa dan mutu
pendidikan yang dapat berdampak panjang beberapa tahun kemudian.
Keterbatasan dana dan sumberdaya
manusia yang menjadi hambatan pihak pemerintah daerah mengupayakan peningkatan
kompetensi guru inilah yang seharusnya membuka mata pihak lain yang peduli
dengan peningkatan mutu guru untuk turut berpartisipasi membantu pemerintah
daerah meningkatkan kompetensi guru. Selanjutnya, dari sisi guru itu sendiri
diharapkan merubah pradigmanya, kalau selama ini bersifat menunggu dipanggil
mengikuti pelatihan atau workshop,
tetapi kini harus diubah menjadi mencari
kegiatan diklat untuk peningkatan kompetensi dirinya selaku guru.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI
selaku organisasi profesi guru yang peduli dengan peningkatan kompetensi guru
Indonesia dengan ambil bagian dalam berbagai kegiatan peningkatan kompetensi
guru tanpa bantuan dana dari Pemerintah atau secara mandiri. Guru yang mengikuti kegiatan pelatihan atau workshop yang dilaksanakan oleh IGI
dengan membayar biaya sendiri untuk membiayai kegiatan pelatihan tersebut. Cara
dan pola pelatihan yang bersifat mandiri ini memang menjadi ciri khas pelatihan
atau workshop peningkatan kompetensi
guru yang dilaksanakan oleh IGI, baik di Pusat maupun di daerah.
Pengurus IGI Pusat, Wilayah, dan
Daerah dalam melaksanakan dan membiayai kegiatan pelatihan atau workshop perlu mendapat apresiasi dan
dukungan Pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan keringanan perizinan dan
fasilitas yang diperlukan untuk keperluan berbagai pelatihan atau workshop yang diikuti oleh guru. Dengan dukungan Pemerintah pusat dan daerah
ini dapat memotivasi dan membangkitkan semangat guru yang berjiwa kreatif dan
inovatif untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan atau workshop yang kian gencar dilaksanakan oleh IGI.
Kalau ada pihak yang menghambat
atau menghalang-halangi kegiatan pelatihan atau workshop dengan biaya sendiri dari
guru yang mengikuti kegiatan tersebut, maka tindakan tersebut patut
dipertanyakan komitmen dan dedikasinya dalam meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru. Seharusnya semua pihak harus atau wajib mendukung dengan
kemampuan dan kewenangan yang ada agar kegiatan pelatihan atau workshop yang digelar oleh IGI berjalan
lancar dan sukses. Peningkatan
kompetensi guru menjadi pondasi meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di sekolah.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) , program Satu Guru Satu Buku
(Sabusaku) , atau kebijakan dan kegiatan
yang menginisiasi guru menulis lainnya, diharapkan menjadi wahana dan sarana
untuk membangkitkan potensi dan motivasi guru menulis. Dari jumlah guru Indonesia yang jumlahnya relatif besar tersebut, maka tentunya memiliki potensi yang besar
pula dalam menulis buku.
Guru menulis buku memang belum
familiar dan populer selama ini, tetapi dengan program SABUSAKU yang digerakkan
oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) selama, maka tidak memakan waktu relatif lama
akan terbit buku hasil karya guru-guru Indonesia. Guru dari berbagai
daerah, melalui program SABUSAKU IGI
telah mampu melahirkan guru penulis buku, dan juga mampu menerbitkan dengan beragam ganre buku. Ada buku yang bergenre
ilmiah, pantun, puisi, inovasi pembelajaran, dan sebagainya.
Guru Indonesia memang sangat
besar dan berpotensi menulis dan menerbitkan buku, baik secara perorangan
maupun bersama, dari berbagai genre, daerah, kondisi geografis, dan berbagai
latar belakang lainnya. Betapa luar biasa dan dahsyatnya apabila jutan guru
yang ada di Indonesia menulis dan menerbitkan buku. Ayo guru Indonesia menulis
dan menerbitkan buku.
============================================
Bagian 25
Menerbitkan Buku
Sendiri atau Bersama
Target untuk
dapat menerbitkan buku pada tahun 2018 hampir tercapai, mungkin kalau boleh
dipersentasikan sudah mencapai 75%, karena tinggal editing naskah dan cover
buku yang dimintakan pihak penerbit buku tersebut. Secara singkat, kronologis
persiapan menyusun, mengirim dan menerbitkan buku “Menulis itu Mudah” dimulai sejak bulan Maret lalu, dan kini sudah dikirim kepada
penerbit di Jakarta untuk diterbitkan. Selanjutnya, oleh penerbit diedit lalu
dikirim kembali hasil editan tersebut untuk dikoreksi lagi oleh penulis, baik
naskah buku maupun covernya.
Alhamdulillah, setelah
beberapa kali diedit dan dikirim oleh penerbit, akhirnya naskah buku tersebut
sudah dianggap siap untuk dicetak dan diterbitkan, karena nomor ISBN buku
tersebut sudah diperoleh, sehingga tinggal pencetakan dan penerbitan. Menulis
itu Mudah, merupakan sebuah buku baru
yang diharapkan dapat menjadi panduan praktis bagi mereka yang ingin belajar
menulis artikel, khususnya guru.
Buku
“ Menulis itu Mudah” mengupas
pengalaman penulis selama menulis artikel/opini yang diterbitkan pada media
massa cetak atau koran lokal di Kalimantan Selatan dan pada blog.igi, dan juga
menerbitkan buku. Kemudian, dari pengalaman menulis artikel dan buku tersebut,
penulis berbagi pengalaman dan tips bagaimana menulis artikel hingga dapat
menerbitkan buku.
Awal ide menulis buku “ Menulis itu Mudah” karena dalam
pelatihan atau workshop menulis yang
beberapa kali penulis berikan tidak ada buku acuan yang dipakai, baik oleh
penulis sendiri maupun peserta pelatihan tersebut. Setelah melalui beberapa
kali memberikan materi tentang menulis, akhirnya penulis mencoba menulis buku
sederhana yang bersifat panduan praktis menulis artikel, menerbitkan di media
massa, atau menjadi sebuah buku yang mudah diterapkan.
Penulis
mencoba menulis secara runtut dari mulai latar belakang mengapa guru perlu
menulis, peran guru dalam literasi,
mengapa guru sulit menulis, bagaimana memulai menulis artikel hingga mengirimya
ke redaksi koran, dan bagian akhir memberikan salah satu contoh artikel penulis
yang pernah diterbitkan oleh koran. Dengan diterbitkannya buku “ Menulis itu Mudah” diharapkan dapat
memberikan kemudahan bagi penulis pemula untuk mengembangkan potensi dan
kemampuannya dalam kegiatan tulis-menulis. Buku ini mengupas dan memberikan
cara atau tips menulis yang sederhana, mudah, dan praktis dengan harapan lebih
udah dipahami pembaca dan calon penulis.
Penulis
juga berharap dapat dengan diterbitkannya buku “Menulis itu Mudah” maka diharapkan memberikan kemudahan bagi banyak
pembaca, khusunya kalangan guru. Semoga buku sederhana ini dapat menginspirasi
dan motivasi kepada seluruh guru sebagai rekan senasib seperjuangan dan
sepenanggungan untuk menulis dan menulis sehingga menjadi sebuah budaya menulis
bagi kalangan gurudalam rangka mewujudkan SABUSAKU (Satu Guru Satu Buku) dan
Gerakan Literasi.
Begitulah
pengalaman penulis ketika mempersiapkan penerbitan buku yang ke-4, setelah
sebelumnya menerbitkan buku secara mandiri sebanyak 2 (dua) buku, dan 1 (satu)
buku yang diterbitkan secara bersama. Adapun 2 (dua) buku sebelumnya yang telah
diterbitkan berjudul “ Opini Sang Guru
edisi 1” terbit pada tahun 2015 dan
“ Opini Sang Guru edisi 2” yang
terbit tahun 2017, dan buku yang diterbitkan bersama atau antologi yang
berjudul “ Inovasi Pembelajaran “
yang terbit tahun 2018.
Gagasan merupakan sebuah bentuk
karya intelektual kita yang patut disimpan dan diikat dengan baik melalui media
yang dapat bertahan lama, seperti ditulis dalam sebuah buku atau bentuk lainnya. Semakin banyak kita menulis,
maka tentunya semakin banyak pula kita dapat mengikat,menyimpan, dan
‘mengabadikan’ gagasan-gagasan yang pernah kita hasilkan sebagai hasil kerja
pikiran dan hati atau perasaan.
Buku merupakan salah satu sarana
atau wahana untuk mengikat, menyimpan, dan ‘mengabadikan’ gagasan yang sudah
pernah dihasilkan, sekaligus pula buku
dapat menjadi media penulis untuk menyebarkan gagasan-gagasannya kepada banyak
orang atau pembaca. Melalui buku atau
media tulis yang lainnya, penulis
memberikan sumbangsihnya kepada peradaban umat manusia, baik dalam bidang
agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi, dan sebagainya.
Buku menjadi penghantar penulis
berkomunikasi dengan pembacanya dari masa ke masa. Terima kasih kepada para
penulis yang telah menyumbangkan gagasan berupa ilmu, pengetahuan, dan
keterampilan kepada banyak orang dari masa ke masa. Melalui membaca buku para
penulis itu manusia dapat terus mengembangkan kebudayaan dan peradaban dari
dulu, kini, dan yang akan datang.
==========================================================
Bagian 26
Bersama
Komunitas dan Organisasi Guru Peduli Literasi
Penulis mulai bergabung dan rutin
mengirim tulisan artikel ke blog IGI (Ikatan Guru Indonesi) sejak akhir Agustus
2017 yang lalu, bersamaan pula penulis bergabung secara resmi dengan organisasi
profesi guru tersebut. Blog IGI tersebut merupakan wadah bagi anggota IGI atau
pun yang bukan anggota, untuk mengirimkan dan mempublikasikan hasil karya
tulisnya dengan berbagai genre atau
bentuk tulisan sesuai kreteria yang digariskan oleh pengelola atau admin blog tersebut.
Pada awalnya, penulis mengirim
tulisan ke blog IGI dengan maksud “mengamankan” tulisan artikel yang memang
sudah tersimpan di laptop sejak tahun 2013, sehingga dengan adanya blog IGI
tersebut semakin memperkuat penyimpanan arsif tulisan penulis. Saat itu,
penulis mengirimnya setiap harinya
sekitar puluhan tulisan artikel. Tulisan
artikel tersebut pada umumnya sudah tersimpan dan siap kirim, karena merupakan
tulisan artikel yang pernah dikirim ke koran lokal di Kalimantan Selatan.
Selesai mengirim tulisan artikel
yang tersimpan di laptop, penulis kemudian ‘membongkar’ catatan tertulis dari buku
beberapa harian yang selama beberapa tahun penulis catat dari berbagai kegiatan
sehari-hari. Ada catatan semasa kuliah tahun 1985, kegiatan kedinasan sejak awal menjadi guru
tahun 1988, dan kegiatan yang lainnya. Alhamdulillah,
penulis sejak dari dulu, penulis sering mencatat di buku harian terkait dengan
berbagai kegiatan atau aktivitas sehari-hari penulis yang ditulis pada beberapa
buku harian.
Berbagai catatan harian yang
masih dalam bentuk tulisan tangan tersebut, kemudian penulis kembali mengetiknya
ke laptop untuk selanjutnya dikirim ke blog IGI secara rutin. Dengan demikian,
catatan yang sebelumnya masih berbentuk tulisan tangan penulis, saat ini hampir
semuanya sudah tertulis dan terarsif dalam laptop, dan bahkan tersimpan di blog
IGI.
Kini, saat buku ini ditulis akhir
Februari 2019, hampir 2 (dua) tahun bergabung dan mengirim tulisana artikel ke
blog IGI, penulis sudah mengirim dan mengarsifkan tulisan artikel sekitar 1.441
tulisan tulisan (data blog IGI pada Ahad, 24 Februari 2019, pukul 12.00 WIT). Bagi penulis, capaian tulisan artikel
tersebut menjadi pemicu untuk terus menulis, menulis, dan menulis.
Semakin mengirim dan melihat
jumlah tulisan artikel yang terkirim di blog IGI, penulis merasa masih kurang
dan kurang, sehingga terus mencari dan menggali tulisan artikel dari berbagai
topik atau tema yang beragam. Dalam rangka mencapai obsesi tersebut, penulis
menargetkan setiap hari menulis minimal 3 (tiga) tulisan artikel, dengan asumsi pagi, siang, malam
masing-masing satu tulisan artikel. Penulis mencoba mengikuti perkembangan
berita dari koran media sosial, televisi, dan sumber informasi lain yang
berkaitan dengan dunia pendidikan dan sosial.
Obsesi untuk mengejar suatu
target tertentu dalam menulis rasanya perlu dimiliki oleh penulis pemula guna
memotivasi dan membangkitkan semangat menulis, sehingga semakin memicu diri
mencari informasi atau bahan menulis yang dapat menginspirasi kita untuk
menulis, menulis, dan menulis.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI
selaku organisasi profesi guru yang peduli dengan peningkatan kompetensi guru
Indonesia dengan ambil bagian dalam berbagai kegiatan peningkatan kompetensi
guru tanpa bantuan dana dari Pemerintah atau secara mandiri. Guru yang mengikuti kegiatan pelatihan atau workshop yang dilaksanakan oleh IGI
dengan membayar biaya sendiri untuk membiayai kegiatan pelatihan tersebut. Cara
dan pola pelatihan yang bersifat mandiri ini memang menjadi ciri khas pelatihan
atau workshop peningkatan kompetensi
guru yang dilaksanakan oleh IGI, baik di Pusat maupun di daerah.
Pengurus IGI Pusat, Wilayah, dan
Daerah dalam melaksanakan dan membiayai kegiatan pelatihan atau workshop perlu mendapat apresiasi dan
dukungan Pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan keringanan perizinan dan
fasilitas yang diperlukan untuk keperluan berbagai pelatihan atau workshop yang diikuti oleh guru. Dengan dukungan Pemerintah pusat dan daerah
ini dapat memotivasi dan membangkitkan semangat guru yang berjiwa kreatif dan
inovatif untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan atau workshop yang kian gencar dilaksanakan oleh IGI.
Bagi guru Indonesia, sejak era
reformasi organisasi profesi guru tidak hanya dimonopoli oleh satu organisasi
profesi guru saja, tetapi sudah ada beberapa organisasi profesi guru yang
diakui keberadaannya oleh Pemerintah, seperti salah satunya Ikatan Guru
Indonesia atau IGI. Memang selama orde baru, PGRI menjadi satu-satunya
organisasi profesi guru, sehingga sampai sekarang banyak guru yang tidak kenal
dengan organisasi profesi guru yang lain, terlebih guru senior.
Memang, tidak mudah untuk menyamakan visi dan misi organisasi profesi guru yang
sudah lama berkembang di kalangan guru, apalagi ada kesan takut disaingi oleh
organisasi profesi guru yang relatif masih muda dan cenderung lebih moderat dan
visioner. Dari beberapa teman guru yang ada di daerah Kalimantan Selatan,
penulis menangkap suatu kesan bahwa guru daerah tersebut tidak berani masuk
menjadi anggota dan mengikuti kegiatan IGI di daerahnya. Ini kesan yang penulis
tangkap dari respon guru yang bersangkutan saat penulis mengajaknya gabung
dengan IGI.
Menurut persepsi penulis, mengapa
keberadaan IGI di daerah kurang mendapat respon positif dari banyak guru karena
antara lain : (1) dominasi organisasi profesi guru yang senior/lama masih kuat
dan berpengaruh di elit pemerintah daerah, (2) adanya pengaruh guru senior
terhadap guru junior, yang cenderung mengarahkan pada satu organisasi profesi
guru lama saja, dan (3) pengurus IGI daerah kurang mampu bersilaturrahmi dan
bersosialisasi dengan stakeholder pendidikan
dan beberapa pihak yang terkait dengan pendidikan di daerah.
Keberadaan IGI di beberapa daerah
memang perlu perjuangan dan kerja keras Pengurus daerah dan anggotanya untuk memperkenalkan diri melalui berbagai
kegiatan yang digagas dan dilaksanakan oleh IGI agar dilirik dan mendapat
tempat di hati guru. Secara organisasi, IGI
masih relatif muda dan belum dikenal luas oleh guru. Namun,
dilihat dari konsep, program, dan gerakannya, IGI lebih visioner dan
menarik bagi guru muda yang kreatif dan inovatif yang langsung menyentuh pada
masalah kompetensi guru. IGI ada untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik,
berbasis teknologi terkini, dan berfokus pada peningkatan kompetensi guru guna
mewujudkan guru profesional.
Penulis berharap, kiranya elit
organisasi profesi guru di tingkat pusat dapat bersatu, bahu membahu, dan
bergerak bersama meski berbeda ‘baju’
organisasi profesi guru untuk mewujudkan guru Indonesia yang sejahtera,
profesional, dan berwibawa dalam kerangka membantu Pemerintah mencerdaskan kehidupan
bangsa, sehingga di daerah tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Ikatan Guru Indonesia atau IGI
sudah memulai dan membukakan ‘solusi’ atau jalan keluar bagi guru yang super
sibuk dan tidak ada waktu luang untuk berlama-lama menulis pada pada komputer, laptop, tablet, atau hanphone. Sekarang tinggal guru saja
untuk mengambil peluang tersebut, apakah mau dan mampu memanfaatkan metode
Menemu Baling sebagai solusi untuk menuangkan konsep, ide, atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Langkah inovatif IGI dengan
Menemu Baling telah mendapat tanggapan positif dari MURI, dan
tentunya juga inovasi IGI tersebut dapat disambut baik pula oleh guru
Indonesia guna menggolarakan gerakan literasi dan budaya menulis yang bermakna
dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan Indonesia masa kini dan yang
akan datang.
IGI sudah membuktikan dirinya
menjadi barometer inovasi guru Indonesia, dan mari guru Indonesia kita sambut
dan lanjutkan inovasi IGI melalui metode Menemu Baling bagi peningkatan kompetensi
dan profesionalisme kita sebagai guru
Indonesia yang inovatif.
Post a Comment for "BUKU JMMP"