SEKILAS TENTANG PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS



Pada kesempatan ini saya mencoba menyampaikan informasi sekilas tentang pembelajaran dan penilaian keterampilan tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah HOTS (Higher Order Thinking Skills). Tulisan ini diambil dan diringkas dari buku Panduan Penulisan Soal HOTS -Higher Order Thinking Skills yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2019.
Tulisan saya ini memang ada sedikit merubah bentuk tulisan, redaksional, dan gaya penulisannya, namun tidak merubah isi materi buku tersebut.
Mengutip kata sambutan dari  Kepala Pusat Penelitian, Much. Abduh, Ph.D, bahwa  keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang lebih dikenal HOTS (higher order thinking skills) merupakan topik yang hangat dibicarakan di dunia pendidikan. Isu yang menjadi perhatian adalah rendahnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik Indonesia, seperti ditunjukkan hasil studi internasional PISA (Programme for International Student Assessment). Padahal keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu modal individu untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia nyata dengan perubahan yang semakin cepat.
Pendidikan tidak cukup hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan dan proses berpikir sederhana seperti yang dikenal selama ini, tetapi juga perlu menyiapkan mereka untuk memiliki dan mampu mengembangkan kecakapan esensial abad ini."

Sementara itu, dalam salah satu bagian dari pendahuluan buku tersebut disampaikan bahwa dunia pendidikan perlu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan abad 21 yang semakin kompleks. Pendidikan tidak cukup hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan dan proses berpikir sederhana seperti yang dikenal selama ini, tetapi juga perlu menyiapkan mereka untuk memiliki dan mampu mengembangkan kecakapan esensial abad ini.
Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa pembelajaran dan penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi pada hakikatnya merupakan pembelajaran dan penilaian bermakna bukan sekadar menghapal karena pembelajaran dan penilaian ini memungkinkan peserta didik untuk dapat : 1) mentransfer, menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya ke konteks yang baru atau cara yang lebih kompleks; 2) berpikir kritis, menerapkan pertimbangan yang bijaksana (wise judgement) atau menghasilkan kritik yang berdasar (reasoned critique); 3) menyelesaikan masalah, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.

Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating). " 

Kemudian, masuk pada pembahasan tentang proses berfikir yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom. Taksonomi tersebut direvisi, terutama oleh Lorin Anderson dan David Krathwol dan dipublikasi tahun 2001. Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating).
Dalam buku tersebut juga menguraikan tentang level proses kognitif berfikir tingkat tinggi yaitu menganalisis,  mengevaluasi, dan mengkreasi. Menganalisis merupakan mengurai informasi ke dalam bagian-bagian dan menentukan atau menjelaskan bagaimana bagian-bagian tersebut terkait. Soal mengukur analisis ketika peserta harus menyimpulkan berdasarkan analisis dari bagian-bagian teks atau stimulus
Contohnya,  menemukan atau menentukan ide-ide pokok, argumen, asumsi dari suatu teks yang tidak disampaikan secara eksplisit; menentukan atau menyusun bukti yang mendukung dan tidak mendukung untuk suatu deskripsi kasus; menentukan pandangan penulis esai dari sudut pandang tertentu.
Mengevaluasi adalah sesuai dengan tujuan; membuat pertimbangan/ judgement berdasarkan standar atau kriteria. Contohnya,  menentukan metode yang memberikan solusi yang paling tepat untuk masalah yang disajikan; menentukan ketepatan kesimpulan peneliti berdasar data yang disajikan.
Mengkreasi merupakan cara menyatukan unsur-unsur untuk membentuk suatu kesatuan; menata ulang unsur-unsur untuk membentuk pola atau stuktur yang baru. Contohnya,  merencanakan karya tulis ilmiah berdasarkan topik yang diberikan; menyusun desain eksperimen; menyusun hipotesis untuk menerangkan fenomena yang tampak; menyusun akhir cerita
Sementara itu, untuk kepentingan penilaian tingkat nasional, dengan prinsip bermanfaat dan sederhana, Pusat Penilaian Pendidikan mengkategorikan proses berpikir menjadi 3 level kognitif . Pertama. Level 1 (Pengetahuan dan Pemahaman) yaitu mengukur kemampuan untuk mengingat dan memahami pengetahuan yang telah dipelajari.
Kedua. Level 2 (Aplikasi)  yaitu mengukur kemampuan menerapkan pengetahuan dalam konteks atau situasi yang familier atau rutin. Ketiga.  Level 3 (Penalaran)  yaitu mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang tidak hanya sekedar mengingat dan memahami. Proses berpikir yang termasuk dalam level ini seperti menganalisis, mengevaluasi, mengkreasi, berpikir logis, berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah pada konteks baru atau non rutin.
Pada sisi pembahasan selanjutnya dijelaskan bahwa penyusunan penilaian berpikir tingkat tinggi, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1) menggunakan stimulus ; 2) menggunakan konteks yang baru; dan 3) membedakan antara tingkat kesulitan dan kompleksitas proses berpikir.
Pertama. Menggunakan stimulus.  Stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik, wacana, dialog, video, atau masalah. Stimulus berfungsi sebagai media bagi peserta didik untuk berpikir. Tanpa adanya stimulus, soal cenderung menanyakan atau menilai ingatan.
Kedua. Menggunakan konteks yang baru. Konteks yang baru yang dimaksud adalah konteks soal secara keseluruhan, dapat berupa materi atau rumusan soal. Agar dapat berfungsi sebagai alat yang mengukur berpikir tingkat tinggi, soal hendaknya tidak dapat dijawab hanya dengan mengandalkan ingatan. Bila suatu konteks soal sudah familiar karena sudah dibahas di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab peserta didik tidak lagi berpikir tetapi hanya mengingat.
Ketiga. Membedakan antara tingkat kesulitan dan kompleksitas proses berpikir. Tingkat kesulitan dan proses berpikir merupakan dua hal yang berbeda. Soal yang mengukur ingatan dapat mudah dan dapat juga sulit, demikian pula soal yang mengukur berpikir tingkat tinggi juga dapat mudah dan dapat sulit, tergantung pada kompleksitas pertanyaan atau tugas.
Demikian sekilas informasi tentang pembelajaran dan penilaian HOTS sebagai upaya memberikan pengetahuan dan wawasan bagi praktisi pendidikan, khususnya pendidik atau guru. Pembelajaran dan penilaian HOTS diharapkan dapat diterapkan oleh guru sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu pembelajaran dan penilaian menyambut dan menjawab tantangan abad 21 yang sudah di depan mata kita. Semoga.
#DirumahdanMenulisAja.


Post a Comment for "SEKILAS TENTANG PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS"