PPDB SISTEM ZONASI YANG KONTROVERSI


Menyaksikan dan menyimak berita yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi nasional dalam beberapa hari ini tentang pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2019/2020 dengan sistem zonasi di beberapa sekolah menengah atas (SMA) di Pu;au Jawa, seperti Jawab Barat dan Jawa Timur. Kondisi yang cukup memprihatinkan dan sekaligus mengharukan ketika ada calon peserta didik bersama dengan orangtuanya harus mengantri sejak dini hari di depan sekolah yang akan dimasuki, hanya untuk mendapatkan nomor antrian pendaftaran PDDB tersebut.
Dalam pemberitaan koran Banjarmasin Post,  pada halaman pertamanya memberitakan tentang PPDB sistem zonasi dengan judul “ Zonasi Di Jawa Lebih Kejam “ Menurut beritanya, peneriamaan peserta didik baru (PPDB) zaonasi jenjang SDN di Kota Banjarmasin menuai masalah. Ratusan SDN tidak memenuhi kouta siswa. Kemudian, wartawan koran melakukan wawancara dengan Kadisdik Banjarmasin, Agus Totok Daryanto, dibahas mengenai PPDB sistem zonasi yang banyak menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Proses pendaftaran dan penerimaan peserta didik baru sejak beberapa tahun lau dilakukan dengan menerapkan sistem zonasi dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA/SMK yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dikeluarkan peraturan yang terkait dengan PPDB dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)  Nomor 51 Tahun 2018 yang mengatur tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk tahun ajaran 2019/2020. Permendikbud tersebut merupakan  penyempurnaan peraturan  sebelumnya yang beradasarkan hasil evaluasi PPDB tahun lalu.  
Pada tahun sebelumnya, selain PPDB sistem  zonasi juga ada yang dilakukan dengan online untuk beberapa sekolah tertentu. Kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud dalam pelaksaan PPDB dari tahun ke tahun selalu ada perubahan kebijakan, yang tujuannya untuk melakukan penyempurnaan atau perbaikan dari pelaksanaan sebelumnya, sebagaimana PPDB sistem zonasi untuk tahun pelajaran 2019/2020 ini. Permasalahnya, terkadang kebijakan baru tersebut belum dapat dipahami oleh kalangan umum, khususnya orangtua calon peserta didik itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan masalah seperti yang ramai diberitakan oleh media massa dan media sosial saat ini.
Kebijakan dalam PPDB selama ini diatur dari Pusat oleh Kemendikbud melalui peraturan menteri, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)  Nomor 51 Tahun 2018 yang mengatur tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk tahun ajaran 2019/2020 tersebut. Kebijakan dan aturan tersebut tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan di daerah, karena banyak pertimbangan yang bersifat khusus dan sebagainya.Terlebih lagi, pola PPDB sistem zonasi ini masih relatif baru, sehingga sangat sulit merubah persepsi dan kebiasaan yang sudah lama berjalan. Kondisi ini menjadi salah satu faktor timbulnya kontraversi dalam pelaksanaan PPDB sistem zonasi akhir-akhir ini.
Sekitar beberapa hari lalu menerima tamu dari salah satu orangtua siswa yang akan melajutkan pendidikan anaknya ke jenjang menengah atas. Inti dari pembicaraan dengan orangtua siswa tersebut, bahwa anaknya ingin bersekolah pada sekolah favorit di kota karena sarana dan prasarana belajarnya lengkap, sedangkan sekolah terdekat masih banyak kurang sarana dan prasarananya meski sekolah tersebut masuk zona dimana anaknya harus sekolah. Penulis menganggap, bahwa calon siswa  atau bahkan orangtuanya punya harapan besar dapat bersekolah negeri yang sarana prasarana sekolah relatif lengkap.
Perubahan kebijakan, seperti yang diterapkan dalam PPDB, memang harus dilakukan secara menyeluruh, karena banyak faktor pendukung lainnya yang harus dibenahi dulu agar PPDB dengan sistem zonasi dapat dilaksanakan dengan lancar sesuai harapan. Salah satu faktor pendukung yang harus dibenahi adalah masalah sarana dan prasarana sekolah, karena selama ini kesenjangan sarana dan prasarana antara satu sekolah dengan sekolah lainnya relatif jauh.

Post a Comment for "PPDB SISTEM ZONASI YANG KONTROVERSI"