Dalam pemberitaan koran Banjarmasin Post , Sabtu, tanggal 21 Juli 2018 yang lalu, pada
halaman 10, dengan judul “ Satu Guru
Maksimal Dampingi 5 ABK” , yang
dalam isinya bahwa tahun ini, pemerintah sudah mengatur mengenai sekolah
inklusi di mana sekolah tersebut wajib menerima siswa berkebutuhan khusus.
Ternyata di Banjarmasin tak semua sekolah inklusi. Untuk sekolah menengah
pertama (SMP) hanya ada lima sekolah yang menjadi rujukan inklusi. Yakni SMPN
8,10,14,23,dan 35. Sedangkan untuk sekolah dasar (SD),dari 308 Sd, hanya 30
sekolah yang menjadi rujukan inklusi.
Sebelumnya, koran ini juga pernah
mengangkat masalah ABK dalam topik beritanya yang terbit pada , Sabtu tanggal 2
Juni 2018, pada halaman 13, dengan judul “ Edy
Khawatir Siswa ABK Tak Terdeteksi”, dan dengan subjudul “ PPDB Online Tidak Bisa Menolak”. Menurut
beritanya, bahwa proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online dengan
sistem zonasi jenjang SMPN pada 4 Juni
mendatang menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah sekolah. Salah satunya SMPN 1
Banjarmasin. Karena pada PPDB online
zonasi tahun lalu, terjaring sejumlah anak berkebutuhan khusus (ABK).
Anak berkebutuhan khusus atau ABK
merupakan anak bangsa juga yang berhak mendapatkan pendidikan atau bersekolah
sebagaimana anak-anak bangsa yang lainnya. Dalam rangka menghargai dan
melaksanakan hak anak-anak bangsa yang
memiliki kebutuhan khusus atau ABK tersebut perlu adanya pemahaman bahwa mereka
tersebut juga berhak mendapatkan pendidikan di sekolah pada umumnya, yang
dikenal dengan pendidikan inklusi.
Pendidikan inklusi merupakan
pendidikan yang tidak diskriminatif, dan dalam setting pendidikan inklusi anak mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan, termasuk ABK.
Dalam ranngka mewajudkan pendidikan inklusi tersebut ditetapkan sekolah
peneyelenggara pendidikan inklusi. Lalu,apa yang dimaksud dengan sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi?
Sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi adalah sekolah-sekolah umum yang menerima dan memberikan layanan khusus
kepada ABK tanpa diskriminasi atau memberlakukannya berbeda dengan siswa pada
umumnya. Di sekolah yang berbasis pendidikan inklusi, ABK diberikan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan potensinya, mendapatkan kesempatan belajar dan bersosialisasi dengan teman
sebaya atau orang lain .
Kemudian,
terkait dengan kompetensi guru yang akan menjadi pendamping dan pembimbing
selama menjadi siswa di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, maka
perlu diberikan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat
melaksananakan tugasnya dengan baik. Guru merupakan ujung tombak dan memiliki
peran penting yang menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran dan
pendidikan di sekolah. Sekolah yang
menjadi rujukan inklusi harus memiliki guru yang berkompeten dalam mendidik
ABK, bukan sekedar hanya menyandang predikat sekolah rujukan inklusi semata.
Melalui pendidikan inklusif dapat
mensukseskan pendidikan untuk semua atau dikenal dengan EFA ( Education For All) ,
yaitu pendidikan yang merata untuk semua lapisan masyarakat tanpa membedakan
,suku, ras agama maupun antar golongan. Pendidikan adalah hak warga negara tanpa
kecuali, baik berupa pendidikan formal
maupun non formal.
PPDB online dan ABK merupakan dua masalah yang berbeda, artinya satu
sama lain memiliki konsep dan fungsi yang berbeda. Namun, dalam hubungan
kesataraan hak mendqapatkan pendidikan yang sama bagi semua anak, maka PPDB
online lebih ramah terhadap ABK, karena tidak membeda-bedakan anak yang akan
masuk sekolah terkait dengan perbedaan fisik mereka. ABK bukanlah anak yang dihindari, apalagi ditolak ketika mereka akan masuk ke
sekolah yang selama ini dianggap favorit atau terpandang dengan kondisi
siswa-siswanya sempurna, cantik dan ganteng, meskipun belum tentu semua cerdas.
Lalu, mengapa ada pihak sekolah khawatir dalam PPDB online ada termasuk calon siswanya yang ABK?
Memang, sebelum memberikan layanan kepada siswa ABK,
sekolah perlu melakukan asesmen awal untuk mengetahui jenis kekurangan atau
ketunaan siswa tersebut. Kemudian, berdasarkan hasil asasmen dan identifikasi yang dilakukan oleh pihak sekolah pada tahun pelajaran
baru bagi peserta didik yang baru masuk tersebut, maka dapat diketahui jenis
ketunaan dan tindaklanjutnya. Dalam penanganannya siswa ABK harus mendapatkan
penanganan yang tepat dan ditentukan, apakah siswa
ABK tersebut membutuhkan seorang
pembimbing khusus atau tidak. Pembimbing khusus yang mendapingi siswa ABK
haruslah seorang yang memiliki wawasan dan
mengerti bagaimana menangangi ABK dengan benar.
Kita menyadari bahwa masih banyak
masyarakat yang berpandangan kurang tepat terhadap ABK selama ini. Masyarakat masih
memahami bahwa dalam menghadapi ABK harus masuk dan bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB), bukan di sekolah umum. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa pemahaman
tersebut juga banyak terdapat dikalangan pendidik atau tenaga kependidikan di
sekolah, sehingga menjadi khawatiran jika dalam PPDB online terdaftar dan masuk
menjadi siswa sekolah mereka, karena PPDB online
tidak dapat mendeteksi dan menolah calon siswa ABK tersebut.
Persepsi atau pandangan
masyarakat, dan juga kalangan pendidik, terhadap ABK perlu diluruskan agar
tidak menimbulkan salah persepsi terhadap ABK di sekolah umum.
Persepsi masyarakat terhadap ABK
perlu diluruskan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat luas, bahwa ABK
pun dapat diterima pada sekolah umum. Tidak tersedinya Sekolah Luar Biasa atau
SLB dibeberapa daerah, hendaknya jangan dijadikan alasan untuk menghalangi ABK untuk mengenyam pendidikan yang layak atau berhenti
sekolah. Mereka hendaknya tetap dapat bersekolah dengan melanjutkan di sekolah
umum. Oleh sebab itu, bagi sekolah umum yang menerima ABK harus dibekali dulu
dengan wawasan yang cukup tentang apa pendidikan inklusi dan ABK.
Keberhasilan sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi sangat didukung oleh seluruh komponen yang ada di sekolah
tersebut, baik kepala sekolah, pendidik atau guru, siswa, penjaga sekolah
hingga pengelola kantin. Komponen sekolah tersebut harus memiliki pemahaman
yang sama, bahwa ABK memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh layanan
pendidikan seperti anak normal lainnya.
Siswa ABK, bukanlah mereka yang
harus dihindari atau tidak dapat diterima di sekolah karena kekurangan
fisiknya, tetapi mereka harus dirangkul sebagaimana layaknya anak atau siswa
yang normal. Pendidikan itu untuk semua atau education for all atau EFA. Melalui pendidikan inklusif dapat
mensukseskan pendidikan untuk semua atau dikenal dengan EFA ( Education For All) ,
yaitu pendidikan yang merata untuk semua lapisan masyarakat tanpa membedakan
,suku, ras agama maupun antar golongan. Pendidikan adalah hak warga negara tanpa
kecuali, baik berupa pendidikan formal
maupun nonformal.
#####
Post a Comment for "NASIB ABK dan HAK PENDIDIKANNYA"