Kebingungan
guru mau menulis apa yang akan dituangkannya sebenarnya tidak perlu terjadi,
jika guru mau melihat sesuatunya dari hal yang terdekat dengan dirinya
atau tugas dan profesinya selama ini, baik itu tentang kehidupan pribadinya,
seluk beluk pekerjaan, berbagai masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan
tugas atau profesinya, dan hal-hal yang paling dialami dan diketahuinya. Guru
memiliki bahan atau materi tulisan yang dekat dengan diri dan kehidupannya
sehari-hari.
Setiap
guru memiliki cerita tentang sejarah perjalanan hidupnya. Bukankah setiap
cerita kehidupan kita adalah moment yang sangat berharga dan selalu dikenang,
seperti hari kelahiran, masa kanak-kanak, masuk sekolah pertama, masa remaja,
dan sebagainya. Terlalu banyak cerita yang dapat kita ungkapkan dalam tulisan
jika kita mampu mengingat kembali kisah perjalanan kehidupan kita sampai saat
ini. Persoalannya, mungkin kita saja yang selama ini berpikir terlalu jauh
dengan diri kita sendiri, sehingga kita melupakan kisah perjalanan diri kita.
Lalu,
bagaimana lagi dengan cerita dari perjalanan kita sebagai guru? Tentunya banyak pula cerita dan
pengalaman yang dapat dijadikan bahan atau materi tulisan. Guru tentu paling mengetahui secara detail perjalanan
karir dari profesinya sebagai guru dibandingkan orang lain. Perjalanan karir
sebagai guru tentu bukan perjalanan karir biasa, karena menjadi guru itu sebuah
pengabdian yang banyak menyimpan cerita didalamnya. Cerita yang diawali saat
pertama praktik mengajar di kelas latihan, saat pertama masuk kelas melaksanakan
tugas menjadi guru, saat dimana bertemu dengan siswa yang baru dikenal, mengenal satu per satu siswa, dan berbagai
cerita lainnya.
Bercerita secara lisan bagi banyak orang adalah
sesuatu yang mudah, apalagi bercerita
tentang kehidupan yang telah dialaminya selama ini. Demikian pula bagi seorang
guru, menceriatakan kehidupannya selama ini sangat mudah disampaikannya. Nah,
sekarang bagaimana kalau cerita kehidupan kita tersebut disampaikan dan
diceritakan dalam bentuk tulisan. Menulis biografi diri sendiri merupakan salah
satu langkah awal yang tepat dan terdekat untuk memulai menjadi penulis, tidak
mesti dalam bentuk tulisan yang rinci atau lengkap.
Bagi penulis pemula, menulis tentang perjalanan
hidup diri sendiri akan membuka banyak ingatan atau cerita masa lalu yang
pernah dialami dan dilalui selama ini.
Bermula dari kelahiran, sekolah, kuliah, mulai bekerja, menikah, punya
anak, dan sebagainya. Setiap sisi kehidupan kita punya ceritanya, dan dari
cerita itulah kita menulisnya secara bertahap dari waktu ke waktu perjalanan
kehidupan kita. Menulis tentang diri sendiri itu mudah, terlebih lagi jika
dibantu oleh keluarga terdekat, seperti ayah, ibu, dan keluarga terdekat
lainnya, yang mengetahui akan jejak langkah kehidupan kita sejak kecil.
Penulis pernah membantu mengeditkan tulisan
cerita pendek atau cerpen seorang guru yang baru pertama kalinya menulis cerpen
tersebut. Ternyata cerita dari cerpen tersebut merupakan biografi dari penulis
sendiri yang ditulis sedemikian rupa dalam bentuk cerpen yang menarik dan unik,
karena berlatar belakang etnis dan budaya daerah, yaitu suku Banjar, Kalimantan
Selatan. Judul cerpen tersebut adalah “ Bauntung Batuah” karya Milasari,
S.Kom, seorang guru di SMP Negeri 1 Astambul, Kabupaten Banjar.
Menulis tentang diri sendiri
dapat menjadi pintu masuk menjadi penulis, setidaknya memberikan suatu nilai
khusus yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri sendiri dan keluarga nantinya.
Ketika tulisan tersebut menjadi sebuah buku yang menjadi koleksi pribadi, maka
saat itu kita telah ‘mengabadikan’ jejak rekam kehidupan kita untuk diwariskan
kepada anak-cucuk kita dikemudian hari.
Mewariskan harta yang banyak bagi
keturunan kita belum tentu dapat kita berikan, namun mewariskan buku tentang
kehidupan kita dapat menjadi ‘warisan’ bagi anak-cucu kita dikemudian hari.
Dengan adanya buku yang diwariskan kepada generasi kita kemudian, maka sejarah
perjalanan hidup kita akan menjadi ‘pelajaran’ bagi generasi berikutnya.
Berikut ini penulis contohkan
sebuah artikel tentang kisah kehidupan dari seorang guru yang pernah mengikuti
Workshop Menulis Artikel yang diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) Tanah Laut angkatan
II Maret, 2018 yang lalu, judulnya “ Kesabaran
Membuatku Bertahan “ oleh Susi
Lestari, yang isinya “ Penulis terlahir dari
keluarga sederhana di sebuah kota yang bernama
Kota Banjarbaru . Kota dengan
lingkunganya ramai, indah dan menyenangkan. Penulis hanya lulus SMA,
lalu bekerja pada sebuah perusahaan mie di daerah dekat rumahku. Hampir 8 tahun penulis menjadi karyawan di perusahaan mie tersebut, dan
penulis menikmatinya.
Pada
tahun 1996, penulis menikah dengan suamiku yang sekarang, hingga tahun 1999 penulis harus pindah untuk
mengikuti suami pulang ke daerah tempat tinggalnya. Penulis pindah bukan karena suami kena
mutasi seperti seorang PNS, atau kerja
pada sebuah perusahaan, tetapi karena
suami penulis adalah salah seorang warga transmigrasi di Bukit Mulia, sebuah desa yang sepi jauh dari keramaian dan
masih terbelakang kehidupannya.
Kehidupan penulis
terbalik 360 derajat,
dari kondisi kehidupan yang mudah, lingkungan yang indah, terang
benderang, ramai, dan semua tersedia, terjangkau, dan serba
instan. Kini, beruabah menjadi suasana
sangat berbeda. Jauh dari suasana hiruk pikuk dari berbagai kegiatan
orang. Sepi, cuma suara hewan malam yang
selalu terdengar berdendang menemani penulis dalam kegelapan malam.
Penerangan
listrik pun tidak ada, hanya memakai lampu pelita dari minyak tanah, itu pun
hasil karya suami penulis sendiri yang dia buat dari botol bekas minuman dan
kain yang sudah tidak terpakai. Sungguh
sesuatu yang jauh dari sehat, sangat
mengganggu dalam pencernaan manusia ketika terhirup, apalagi kalau terlalu besar nyala apinya. Seringkali, ketika pagi-pagi bangun dari tidur, di bawah hidung
penulis ada cairan berwarna hitam, akibat asap bercampur minyak tanah yang aku
hirup waktu tidur semalaman. “ Hmmmm…Aku selalu tersenyum dengan kejadian itu”.
Selain
itu, masyarakatnya tidak hanya dari 1 (satu)
suku saja, tetapi ada banyak suku,
karena memang semua pendatang. Ada dari Bandung, Banyumas, Kebumen, Demak,
Klaten, Sragen, Bojonegoro, Lamongan, Madura, bahkan pendatang dari lokalpun ada, sehingga membuat kehidupan belum dapat selaras dan masih terlihat kehidupan yang
terkotak-kotak, ada blok Sunda, Madura,
Jawa, dan sebagainya.
Sangat
sedih sekali jika malam tiba, terbayang hidup yang dulu penulis alami serba ada. Begitulah kenyataan hidup pada
saat itu, dan disinalah awal kesabaranku
diuji. Penulis bersyukur, pada sisi lain, kehidupan suami penulis dari keluarga muslim yang taat. Bapak mertua
penulis yang sudah almarhum, adalah seorang PNS yang berprofesi
sebagai guru agama. Penulis mendengar cerita dari suami dan juga foto-foto beliau.
Penulis
melihat pada sebuah album foto yang sudah lusuh dan usang, ada foto kegiatan
keagamaan pada album tersebut. Ada lagi yang membuat penulis tenang dan tentram
dalam kesederhanan ini, penulis selalu
mendengarkan lantunan ayat ayat suci Al Qur an yang selalu di baca ibu
mertua setiap habis sholat wajib, dan itu terus menerus dilakukan beliau.
Hal ini yang selalu membuat dingin hati
penulis.
Suami
penulis hanyalah orang biasa saja, dia
ikut kerja harian pada kebun kelapa sawit
sambil berkebun sayur di belakang
rumah kami. Ketika menjelang
magrib, banyak anak anak kecil laki-laki dan perempuan
selalu berkumpul di depan rumah penulis, entah itu disuruh orang
tuanya atau kemauan dia sendiri,
penulis pun tidak tahu. Ahirnya,
penulis dan suami mengajak mereka
belajar mengaji dan sholat bersama.
Hari-hari
penulis lalui dengan rasa prihatin terhadap keadaan keluarga dan masyarakat
sekitar yang juga hidup dalam taraf serba kekurangan, hingga
terbersit di pikiran penulis
sebuah angan, “ tidak akan berkembang
kehidupan ini, kalau lingkungannya
tidak mendukung”.
Syukur
Alhamdulillah, datanglah seorang ibu, seorang kepala sekolah SDN BUKIT
MULIA 2, Ibu Siti Rokhimah namanya. Beliau mengajak penulis untuk membantu
mengajar di sekolah yang dipimpinnya
tersebut, karena waktu itu guru pengajar
sangat minim. Penulis saat itu untuk menerima tawaran tersebut, karena penulis tidak punya keahlian mengajar,
Namun, ibu Siti Rokhimah meyakinkan penulis, bahwa penulis mampu untuk
mengajar. “ Yang pasti,
sabar dan ulet, yang di
ajarikan hanya anak kecil kecil kelas 1, yang penting bisa ngomong” jelas ibu Siti Rokhimah meyakinkan penulis.
Hari
pertama penulis lalui di sekolah dengan perasaan yang tegang. Meskipun penulis di rumah sudah
terbiasa membantu suami mengajari anak-anak belajar membaca huruf Arab dan baca
tulis al Qur,an, tetapi di sekolah sangat jauh berbeda suasananya. Anak-anak
kecil memang susah diarahkan, ada yang
minta minum, kencing di celana, menangis, minta pulang, dan lain lain.
Sementara itu, penulis juga susah memahami
bahasanya, karena mereka dari
berbagai macam suku.
Karakter
mereka yang beda, banyak orang tuanya yang kerja di perkebunan
kelapa sawit, pagi-pagi sudah harus berangkat ke kebun, sehingga anak-anak
anaknya tidak diperhatikan, baik urusan
keperluan makan, mandi, pakaian,
dan berangkat ke sekolah dilakukan oleh
anaknya sendiri. Penulis sering geleng geleng kepala dengan keadaan
anak anak didik yang berangkat sekolah dalam keadaan rambut tidak tersisir
rapi, kancing bajunya yang tidak dipasang pada tempatnya, tidak mandi, dan
sebagainya.
Penulis
sangat memaklumi kondisi siswa tersebut
di atas, sebab orangtuanya pun juga susah untuk diajak konsultasi demi kemajuan
anak-anaknya. Mereka hanya pasrah saja pada gurunya di sekolah. Kondisi
tersebut cukup melelahkan dan menguji kesabaran penulis, karena penulis tidak
memiliki latar belakang sebagai guru atau pendidik dan juga penulis bukan tipe wanita yang lembut dan
halus tutur sapanya.
Sering
kalau sampai di rumah, penulis selalu merenung dan terbayang dibenak tentang sebuah kehidupan didepan yang rumit dan
komplek. Namun, ini memang kenyataan yang
harus penulis jalani serta pelajari. Tidak lupa pula penulis mencurahkan
perasaan kepada suami. Suami penulis selalu memberi nasehat “ ya
yang sabar, jangan menyerah, kalau orang tidak mudah menyerah maka orang
sudah dekat sekali dengan kesuksesan”.
Menurut suami penulis, dalam dunia ini,
hanya ada 2 (dua) orang yang
susah dikalahkan, yaitu orang yang sabar, dan
orang yang tidak mudah menyerah. Banyak berusaha dan berdoa agar dikuatkan hati dan kita diberi cara yang mudah untuk
menghadapi masalah tersebut. Akhirnya, sedikit demi sedikit penulis mulai
memakluminya.
Sejalanya
dengan perjalanan waktu, hari berganti minggu, bulan berganti tahun, dan dengan kesabaran semampunya disertai dukungan
dari pihak keluarga, penulis tidak menyerah untuk menyelami dan mengambil hati
anak anak. Penulis pun mulai mengikuti irama kehidupannya sedikit demi
sedikit, mereka mulai penulai dapat ‘kuasai’,
apalagi ketika pelajaran olah raga sepertinya penulis lebih mampu
mengambil hati mereka.
Alhamdulillah, ahirnya Allah Wst, Tuhan Yang Maha Kuasa pun
mendengar doa penulis selama ini.
Pemerintah memberikan peluang kepada penulis untuk mengikut kuliah melalui program Program Guru Sekolah Dasar atau PGSD Universitas Terbuka atau UT. Penulis pun
mengikutinya seraya menjadi guru honorer
dan menunggu pengangkatan PNS.
Selama 5 (lima) tahun penulis menjadi
guru honorer, dan 1 (satu) tahun menjadi
guru bantu, maka ahirnya diangkat
menjadi PNS, serta tetap ditempatkan di SDN BUKIT MULIA 2. Kemudian
penulis selesaikan juga jenjang Srata1 atau S.1.
Masalah
demi masalah semua telah penulis alama dan lalui, namun masalah baru selalu
datang dan pergi. Tidak hanya masalah
dengan anak didik semata, tetapi juga
masalah dengan orang tua, rekan kerja,
dan masyarakat sekitar. Bahkan,
sekarang ini ditambah lagi dengan
masalah desa penulis, yang saat ini
ditambang oleh pihak yang tidak memperhatikan ekosistem dan lingkungan hidup. Banyak masyarakat desa
yang pindah karena tergusur, sehingga
anak didik penulis juga ikut pindah sekolah.
Hanya
dengan sabar aku selalu bertahan dan tak kan menyerah. Masalah dan kesulitan
datangnya dari Tuhan guna menguji umatnya, Kita
manusia hanya dapat a mensyukuri apa adanya, tetap jalani hidup ini,
melakukan yang terbaik. Hanya itu yang mampu kita lakukan. “ Dan sesungguhnya
kami akan benar benar menguji kalian agar kami mengetahui orang orang yang
berjihat dan bersabar di antara kalian “ (Qur an. Muhammad : 31 ).”.
Post a Comment for "Bagian 6. Buku JMMP-2019. Menulis yang Terdekat : MENULIS PERJALANAN HIDUP DIRI SENDIRI"