Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 15. Mendapat Ikan Pipih Besar


Sore itu, aku pulang dari Pasar Martapura bersama ibu. Hari itu  Jumat, hari pasaran di  Martapura. Dalam seminggu,hari pasarnya ada dua, yaitu  Selasa dan Jumat. Aku dan ibu naik taksi kapal klotok yang akan mengantarkan kami dan penumpang lainnya ke rumahyang beradadi pinggiran Sungai Martapura, seperti kampung Pakauman, Melayu, Kramat, Telok Selong, Dalam Pagar, Kamasan, dan kampung kami,  Sungai Tabuk.
Aku berdiri di buritan kapal sebelum kapal klotoknya berangkat. Akulihat sore itu ada keramaiandi sekitar pelabuhan kapal klotok yang berada sekitar 400 meter dari Masjid Agung Al Karamah Martapura, masjid terbesar di Kota  Martapura. Dari kapal klotok yang aku tumpangi itu, terlihat beberapa orang dengan  menggunakan jukung melakukan aktivitas mencari ikan dengan menggunakan bom ikan. Sesekali terlihat ada yang mengangkat ikan pipih  dari Sungai Martapura. Terlihat kondisi ikan pipihnya masih segar,meski masih sudah dalam keadaan lemas tidak berdaya.


Kapal mulai jalan setelah semua penumpang masuk sesuai dengan jumlah  yang sudah ditentukan. Kapal kami melewati para penangkap ikan tersebut yang menjadi tontonan masyarakat banyak sore itu. Gemuruh suara mesin kapal klotok yang kami  tumpangi membuat suara tidak dapat terdengar jelas, kami di dalam kapal hanya diam seraya memandang lingkungan sekitar yang dilewati oleh kapal. Aku duduk di samping ibu pada bagian tengah kapal.
Satu per satu penumpang taksi kapal klotok turunkan pada tempatnya masing-masing. Tempat tersebut adalah batang. Batang merupakan lanting di Sungai Martapura yang dibuat dari dari kumpulan bambu sedemikian. Batang  menjadi tempat mandi, cuci pakaian, dan jamban atau   WC warga sekitar. Naik dan turunnya para penumpang kapal klotok melalui batang tersebut yang banyak terdapat di  sepanjang aliran Sungai Martapura sekitar Kota  Martapura.
Sekitar satu jam perjalanan dengankapal klotok yang sering singgah mengantarkan penumpangnya, akhirnya sampai juga aku dan ibu ke rumah. Sesampai di batang kami  dekat rumah, aku dan ibu segera turun.
“ Nang, bawakan belanjaan itu yang dalam bakul purun itu, ” ujar ibuku sebelum keluar dari kapal klotok.
“ Inggih bu, “ jawabku seraya  mengambil barang yang dimaksud.
Hari mulai senja ketika aku dan ibu sampai di rumah. Belanjaan itu tidak banyak, hanya beberapa keperluan rumah tangga sehari-hari yang beliau beli. Malam pun tiba menyelimuti kampung kami. Hanya sinar rembulan  yang menerangi jalan kampung kami.  Selepas Isya aku langsung masuk ke dalam kelambu yang sudah disiapkan ibuku. Aku tidur sendirian dalam kelambu tersebut.
Pagi Sabtu, udara musim kemarau membuat cuaca dingin pagi itu. Sehabis pulang dari sekolah yang dekat rumah, aku pergi sendirian ke sawah untuk membantu pamanku yang sedang bekerja bersama ayahku membuat kolam ikan  di areal sawahnya. Setelah sebentar membantu paman  membuat kolam  ikan, aku pamit pulang ke rumah, karena sesudah  Zuhur nanti akan pergi belajar lagi siang hingga sore ke madrasah di  kampung  seberang sungai.
Aku langsung menuju ke Sungai Martapura untuk mandi siang itu. Sebelum berjebur ke  sungai, terlihat sekitar 15 meter dari pinggir  sungai ada suatu benda yang cukup besar berwarna putih yang terkadang muncul ke permukaan air, terkadang masuk air lagi.  Sementara itu, keadaan sekitar sepi, tidak ada seorang pun yang mandi atau berada di tepi sungai. Aku memberanikan diri berjebur ke  sungai untuk mendekati dan  memastikan benda apa yang putih tersebut.
Saat benda putih itu semakin dekat denganku, ternyata seekor ikan pipih besar yang sedang dalam  keadaan  mabuk atau pingsan. Segera aku berenang menangkap ikan pipih besar yang sedang mabuk atau pingsan tersebut. Aku tarik dengan sekuat tenaga ikan pipih besar itu, hingga akhirnya sampai ke tepi sungai. Wooww, ternyata ikan pipihnya lebih panjang dari badanku sendiri. Aku panggil ibuku yang ada di rumah dengan tergopoh-gopoh.
“ Ada apa Nang, tergopoh-gopoh memanggil,” kataibuku saat aku berada di depanpintu rumah.
“ Akudapat ikanpipih besar bu di sungai, ”jawabku dengan suara gugup.
“ Iyakah Nang,” jawab ibuk sedikit heran.
Nang atau Anang merupakan panggilan saying keluarga dekat denganku. Mereka jarang memanggil dengan namaku sendiri, terlebih ibuku sendiri.
“ Mampukah kamu mengangkat sendiri,Nang, “ ujar ibu
“ Inggih, bu.Ikan pipihnya sudah ada di pelataran rumah kita, ”jawabku sambil menunjukkan di mana ikan pipih tersebut aku letakkan.
“ Waduh, besarnya ikan pipih yang kamu dapatkan Nang, “ ujar ibuku lagi setelah melihat ikan pipih yang berada di pelataran rumahku.
“ Iya bu, Mungkin ikan pipih ini adalah salah satu korban bom ikan di dekat pelabuhan kapal klotok semalam,”ujarku.
“ Boleh jadi Nang,” kata  ibuku lagi sambil mengangguk-angguk.
Mungkin sekali, bahwa ikan pipih besar yang aku dapatkan di Sungai Martapura dekat rumahku itu merupakan salah satu korban dari orang-orang yang mencari ikan dengan menggunakan bom ikan di dekat pelabuhan kapal klotok dekat Pasar Martapura pada sore Jumat kemarin. Dugaanku tersebut berdasarkan kenyataan yang aku lihat sendiri, karena selama semalam ikan pipih besar itu bertahan dari pengaruh bom ikan tersebut, hingga akhirnya ikan  pipih itu tidak berdaya sama sekali saat aku tangkap.
“ Nang, ikan ini kita jual saja, coba kamu datangi Gulu Handri, ‘ujar ibuku.
Kondisi ikan pipih yang besar tersebut  tidak dapat dimasak oleh ibu, oleh sebab itu ibuku menyarankan agar dijual saja ke pengepul dan pedagang ikan di kampung kami yang bernama Handri. Beliau tersebut masih  keluarga dekat aku juga, yang biasa  dipanggil Gulu Handri. Aku pun segera kerumah Gulu Handri, dan kebetulan orangnya ada di rumah.
 “ Ada apa Lan,”ujar Gulu Handri ketika aku sampai di rumahnya.
“ Mau jual  ikan pipih, ikannya ada di rumah  ” jawabku.
“ Nanti, aku mau lihat dulu “ jawab Gulu Handri
Gulu Handri  bersamaku datang ke rumah untuk melihat ikan pipih yang aku tawarkan. Katika melihat ikan pipih yang aku dapatkan, Gulu Handri terkejut.
“ Waduh,besar sekali ikannya, aku tidak mampu membelinya, kita bawa langsung ke pasar saja, ”ujarGulu Handri.
“Iyakah, “ujar ibuku.
Segera ikan pipih itu dibawa  oleh Gulu  Hendri bersamaku ke Pasar Martapura, karena kondisinya masih segar. Aku duduk di boncengan sepeda Gulu Hendri, sedangkan ikan pipihnya digantung  pada kemudi sepada, dan itu pun ekornya masih menyangkut ke tanah, karena panjangnya ikan pipih tersebut. 
Sesampai di Pasar Martapura siang itu, langsung mencari pedagang ikan yang ada di blok penjualan ikan. Aku tidak paham dengan urusan jual beli ikan, semua diserahkan dengan Gulu Handri yang sudah kenal dengan pedagang ikan di pasar tersebut. Tidak lama kemudian, urusan jual beli ikan pipih selesai, dan kami langsung pulang. Hasil penjualan ikan pipih itu kemudian aku serahkan dengan ibu, sedangkan sebagiannya diberikan kepada Gulu Handri yang membantu menjualkan ikan tersebut ke pasar.  Rezeki kami anak sungai.
****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 15. Mendapat Ikan Pipih Besar"