“ Nang, bangun, Pulau Kembang
sudah dekat, “ kata ibuku membangunkan aku yang tertidur cukup pulas.
“ Oh, iyakah bu, “ jawabku sambil bangun.
“ Iya, itu sudah kelihatan, “ujar ibuku lagi.
Benar. Perlahan tetapi pasti arah kapal klotok kami terlihat menuju
tempat yang menjadi tujuan wisata warga kampung kami selama ini, yaitu Pulau
Kembang. Ternyata aku tertidur cukup lama, sehingga tidak terasa kapal klotok
memasuki perairan muara Sungai Barito. Terilihat kapal klotok mulai banyak berlalu lalang di
perairan muara Sungai Barito tersebut yang berpapasan dengan kapal klotok kami.
Perairan di sekitar kawasan muara Sungai Barito menjadi titik temu
kapal klotok atau perahu yang berasal dari berbagai sungai yang ada di sekitar
muara Sungai Barito tersebut, sehingga kawasan perairan tersebut cukup ramai
arus lalu lintas sarana transportasi sungai, bahkan juga kapal besar yang
berlabuh atau bersandar di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Tidak ketinggalan
pula kapal tanker yang mengangkut BBM yang mengantar pada depo Partamina di
sekitar muara Sungai Barito tersebut.
Perairan kawasan muara Sungai Barito ini juga menjadi tempat
perdagangang yang dikenal sebagai pasar terapung, tepatnya di muara Sungai
Kuin. Kegiatan pasar terapung khas masyarakat Banjar ini sudah berlangsung
sejak zaman dahulu. Kegiatan pasarnya berlangsung sejak dini hari hingga pagi,
sekitar pukul 08.00. Ada puluhan atau bahkan ratusan pedagang dengan
menggunakan jukung, perahu kecil yang
didayung, menjajakan berbagai macam
bahan pokok sehari-hari, seperti beras, sayur mayor, buah-buahan, dan sebagainya.
Pasar terapung menjadi salah satu peninggalan budaya Banjar masa lalu yang
terus dilestarikan oleh masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.
Kapal klotok yang membawa kami semakin dekat dengan dermaga objek
wisata Pulau Kembang, dan tidak berapa lama kemudian kapal klotok mulai merapat
ke dermaga. Sesampai di darmaga Pulau Kembang rombongan kami disambut oleh
puluhan kawanan kera ekor panjang atau biasanya orang Banjar menyebutnya warik. Kapal klotok kami masih belum
sepenuhnya merapat ke darmaga, namum beberapa ekor warik sudah meloncat ke kapal klotok kami.
“ Awas, ada warik di darmaga,
hati-hati dengan makanan dan barang-barang lainnya, amankan dari warik tersebut, “ ujar pengemudi kapal klotok mengingatkan
kepada penumpang.
Ya. Kawanan warik tersebut
kalau dalam kondisi lapar seperti saat kami datang tersebut, sekitar pukul
14.00 , kawanan hewan parimata ini dapat mengobrak-abrik apa saja yang ada
untuk mendapatkan makanan yang mereka kehendaki.
“ Nang, kamu ikut ayah saja
naik ke darmaga, “ ujar ayah memberitahuku.
“ Inggih, yah” jawabku.
“ Adik sama ibu, “ kata ayahku lagi.
Sementara itu ibu dan penumpang lainnya sedang mengamankan dan
merapikan barang bawaan kami pada bagian
bawah lantai kapal klotok, agar nantinya saat ditinggalkan tidak diobrak-abrik
atau dibongkar oleh warik yang masuk kapal klotok.
“ Amankan barang-barangnya di bawah lantai, “ ujar pengemudi kapal
klotok mengiingatkan kepada penumpang yang akan naik darmaga.
Saat aku bersama ayah naik ke darmaga, terlihat puluhan warik besar kecil yang berada di lantai
maupun di pagar darmaga. Ada warik
yang berbada besar mengawasi dari atas pagar darmaga, diperkirakan warik besar ini merupakan pemimpin
kawanan warik yang sedang berada di
darmaga Pulau Kembang tersebut. Aku merasa takut melihat warik besar itu.
“ Jangan takut Nang, wariknya
tidak mengganggu, “ kata ayah untuk mengurangi rasa takutku.
“ Iya, yah, “ jawabku dengan perasaan takut yang masih ada dalam diri.
Ayah, aku, ibu dan adiku selalu berjalan berdekatan selama di jalan kawasan
Pulau Kembang yang berupa jembatan yang terbuat dari kayu ulin. Jalur jalan
masuk ke kawasan Pulau Kembang tersebut memang harus dibuat seperti jembatan,
karena lahan di kawasan tersebut pada saat pasang akan tergenang air. Sambil berjalan menelusuri jembatan tersebut,
beberapa pengunjung melemparkan pisang dan kacang kulit kepada kawanan warik
yang menunggu di pepohonan yang ada di sekitar jalan jembatan tersebut.
Sesudah dirasa cukup menikmati kawanan warik dan pemandangan di kawasan
Pulau Kembang tersebut, para penumpang mulai berkumpul di sekitar darmaga.
Kawasan Pulau Kembang yang dapat ditelusuri oleh pengunjung cukup sempit,
karena terbatas akses jalur jalan yang tersedia, sehingga dalam waktu sekitar
30 menit sudah dapat menelusuri kawasan tersebut. Tidak banyak yang dilihat
oleh pengunjung, kecuali warik yang menjadi penghuni utama pulau tersebut serta
pepohonan yang habibat berkembangnya kawanan warik khas Pulau Kembang tersebut.
Beberapa penumpang sudah masuk kapal
klotok, aku dan keluarga pun memasuki kapal klotok yang sudah mulai dihidupkan mesinnya. Saat masuk ke kapal klotok ini masih banyak
warik yang menunggu di darmaga. Pada saat mau pulang dari Pulau Kembang ini ada
anak dari salah satu penumpang kapal klotok kami menangis kencang, ternyata
makanan yang ada di tangannya diambil paksa oleh warik yang ada di darmaga.
Kapal klotok yang kami tumpangi mulai bergerak meninggalkan darmaga
Pulau Kembang menuju lokasi lainnya yang akan dikunjungi. Hari sudah mulai
sore, sekitar pukul 15.30. Tujuan
selanjutnya menuju makam seorang habib yang
berada di Kampung Basirih, Banjarmasin. Perjalanan dengan kapal klotok
ke Basirih tersebut diperkirakan selama satu jam. Saat diperjalanan ke Basirih tersebut, kami sekeluarga
dan beberapa penumpang lainnya menyantap makanan yang masih ada, seperti nasi
atau kue yang sudah disiapkan dari
rumah.
Sekitar pukul 16.30, kapal klotok kami merapat di darmaga kubah makam
habib Basirih. Setelah kapal klotok kami
dapat merapat di darmaga, maka satu per satu penumpang termasuk kami
sekeluarga naik dan menuju kubah makam yang tidak jauh letaknya dari darmaga. Salama
berada di kubah makam habib Basirih itu sebagian besar penumpang membacakan
Surah Yasin dan berdoa, demikian juga dengan ayah dan ibuku.
Setelah melakukan ziarah ke makam habib yang ada di Kampung Basirih,
Banjarmasin tersebut, maka kapal klotok bergerak kembali menuju ke Kota Banjarmasin. Perjalanan ke kota besar di
Kalimantan Selatan yang berada di tepi Sungai Martapura itu sekitar satu jam.
Hari semakin sore saat memasuki kawasan pinggiran kota yang mulai padat dengan
perumahan penduduk di pinggiran sungai yang dilewati….
****
Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 16. Berwisata ke Pulau Kembang dengan Kapal Klotok (2)"