Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 16. Berwisata ke Pulau Kembang dengan Kapal Klotok (2)


“ Nang, bangun, Pulau Kembang sudah dekat, “ kata ibuku membangunkan aku yang tertidur cukup pulas.
“ Oh, iyakah bu, “ jawabku sambil bangun.
“ Iya, itu sudah kelihatan, “ujar ibuku lagi.
Benar. Perlahan tetapi pasti arah kapal klotok kami terlihat menuju tempat yang menjadi tujuan wisata warga kampung kami selama ini, yaitu Pulau Kembang. Ternyata aku tertidur cukup lama, sehingga tidak terasa kapal klotok memasuki perairan muara Sungai Barito. Terilihat kapal  klotok mulai banyak berlalu lalang di perairan muara Sungai Barito tersebut yang berpapasan dengan kapal klotok kami.


Perairan di sekitar kawasan muara Sungai Barito menjadi titik temu kapal klotok atau perahu yang berasal dari berbagai sungai yang ada di sekitar muara Sungai Barito tersebut, sehingga kawasan perairan tersebut cukup ramai arus lalu lintas sarana transportasi sungai, bahkan juga kapal besar yang berlabuh atau bersandar di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Tidak ketinggalan pula kapal tanker yang mengangkut BBM yang mengantar pada depo Partamina di sekitar muara Sungai Barito tersebut.
Perairan kawasan muara Sungai Barito ini juga menjadi tempat perdagangang yang dikenal sebagai pasar terapung, tepatnya di muara Sungai Kuin. Kegiatan pasar terapung khas masyarakat Banjar ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Kegiatan pasarnya berlangsung sejak dini hari hingga pagi, sekitar pukul 08.00. Ada puluhan atau bahkan ratusan pedagang dengan menggunakan jukung, perahu kecil yang didayung,  menjajakan berbagai macam bahan pokok sehari-hari, seperti beras, sayur mayor, buah-buahan, dan sebagainya. Pasar terapung menjadi salah satu peninggalan budaya Banjar masa lalu yang terus dilestarikan oleh masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.
Kapal klotok yang membawa kami semakin dekat dengan dermaga objek wisata Pulau Kembang, dan tidak berapa lama kemudian kapal klotok mulai merapat ke dermaga. Sesampai di darmaga Pulau Kembang rombongan kami disambut oleh puluhan kawanan kera ekor panjang atau biasanya orang Banjar menyebutnya warik. Kapal klotok kami masih belum sepenuhnya merapat ke darmaga, namum beberapa ekor warik sudah meloncat ke kapal klotok kami.
“ Awas, ada warik di darmaga, hati-hati dengan makanan dan barang-barang lainnya, amankan dari warik tersebut,  “ ujar pengemudi kapal klotok mengingatkan kepada penumpang.
Ya. Kawanan warik tersebut kalau dalam kondisi lapar seperti saat kami datang tersebut, sekitar pukul 14.00 , kawanan hewan parimata ini dapat mengobrak-abrik apa saja yang ada untuk mendapatkan makanan yang mereka kehendaki.
Nang, kamu ikut ayah saja naik ke darmaga, “ ujar ayah memberitahuku.
Inggih, yah” jawabku.
“ Adik sama ibu, “ kata ayahku lagi.
Sementara itu ibu dan penumpang lainnya sedang mengamankan dan merapikan barang bawaan  kami pada bagian bawah lantai kapal klotok, agar nantinya saat ditinggalkan tidak diobrak-abrik atau dibongkar oleh warik yang masuk kapal klotok.
“ Amankan barang-barangnya di bawah lantai, “ ujar pengemudi kapal klotok mengiingatkan kepada penumpang yang akan naik darmaga.

Saat aku bersama ayah naik ke darmaga, terlihat puluhan warik besar kecil yang berada di lantai maupun di pagar darmaga. Ada warik yang berbada besar mengawasi dari atas pagar darmaga, diperkirakan warik besar ini merupakan pemimpin kawanan warik yang sedang berada di darmaga Pulau Kembang tersebut. Aku merasa takut melihat warik besar itu.
“ Jangan takut Nang, wariknya tidak mengganggu, “ kata ayah untuk mengurangi rasa takutku.
“ Iya, yah, “ jawabku dengan perasaan takut yang masih ada dalam diri.
Ayah, aku, ibu dan adiku selalu berjalan berdekatan selama di jalan kawasan Pulau Kembang yang berupa jembatan yang terbuat dari kayu ulin. Jalur jalan masuk ke kawasan Pulau Kembang tersebut memang harus dibuat seperti jembatan, karena lahan di kawasan tersebut pada saat pasang akan tergenang air.  Sambil berjalan menelusuri jembatan tersebut, beberapa pengunjung melemparkan pisang dan kacang kulit kepada kawanan warik yang menunggu di pepohonan yang ada di sekitar jalan jembatan tersebut.
Sesudah dirasa cukup menikmati kawanan warik dan pemandangan di kawasan Pulau Kembang tersebut, para penumpang mulai berkumpul di sekitar darmaga. Kawasan Pulau Kembang yang dapat ditelusuri oleh pengunjung cukup sempit, karena terbatas akses jalur jalan yang tersedia, sehingga dalam waktu sekitar 30 menit sudah dapat menelusuri kawasan tersebut. Tidak banyak yang dilihat oleh pengunjung, kecuali warik yang menjadi penghuni utama pulau tersebut serta pepohonan yang habibat berkembangnya kawanan warik khas Pulau Kembang tersebut.
Beberapa penumpang sudah masuk kapal  klotok, aku dan keluarga pun memasuki kapal klotok  yang sudah mulai dihidupkan mesinnya.  Saat masuk ke kapal klotok ini masih banyak warik yang menunggu di darmaga. Pada saat mau pulang dari Pulau Kembang ini ada anak dari salah satu penumpang kapal klotok kami menangis kencang, ternyata makanan yang ada di tangannya diambil paksa oleh warik yang ada di darmaga.
Kapal klotok yang kami tumpangi mulai bergerak meninggalkan darmaga Pulau Kembang menuju lokasi lainnya yang akan dikunjungi. Hari sudah mulai sore, sekitar pukul 15.30.  Tujuan selanjutnya menuju makam seorang habib yang  berada di Kampung Basirih, Banjarmasin. Perjalanan dengan kapal klotok ke Basirih tersebut diperkirakan selama satu jam.  Saat diperjalanan ke Basirih tersebut, kami sekeluarga dan beberapa penumpang lainnya menyantap makanan yang masih ada, seperti nasi atau  kue yang sudah disiapkan dari rumah.
Sekitar pukul 16.30, kapal klotok kami merapat di darmaga kubah makam habib Basirih. Setelah kapal klotok kami  dapat merapat di darmaga, maka satu per satu penumpang termasuk kami sekeluarga naik dan menuju kubah makam yang tidak jauh letaknya dari darmaga. Salama berada di kubah makam habib Basirih itu sebagian besar penumpang membacakan Surah Yasin dan berdoa, demikian juga dengan ayah dan ibuku.

Setelah melakukan ziarah ke makam habib yang ada di Kampung Basirih, Banjarmasin tersebut, maka kapal klotok bergerak kembali menuju ke  Kota Banjarmasin. Perjalanan ke kota besar di Kalimantan Selatan yang berada di tepi Sungai Martapura itu sekitar satu jam. Hari semakin sore saat memasuki kawasan pinggiran kota yang mulai padat dengan perumahan penduduk di pinggiran sungai yang dilewati….
****

Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 16. Berwisata ke Pulau Kembang dengan Kapal Klotok (2)"