KURIKULUM BARU , SOLUSI DAMPAK PANDEMI

Melewati hampir 2 (dua) tahun pelajaran,  musibah pandemi COVID-19 masih belum menunjukkan indikasi akan segera berakhir dan terbebas dari ancaman virus menular tersebut. Terlebih lagi,  dengan adanya varian baru Omicron yang ditengarai penularannya lebih cepat dari varian sebelumnya.

Dunia pendidikan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi,  karena kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran  tidak dapat dilaksanakan secara normal dan maksimal. Namun demikian,  proses pendidikan harus tetap berjalan agar hak anak mendapatkan pendidikan dapat diterima meski dengan segala macam keterbatasan yang ada, baik proses dan prosedur pembelajaran. Tentu saja,  ditengah situasi wabah yang belum mereda ini, segala mekanisme dalam kegiatan belajar mengajar harus menyesuaikan keadaan demi kesehatan dan keselamatan semua warga sekolah. Sebab, kesehatan dan keselamatan adalah prioritas utama. 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi selama ini telah melakukan banyak kebijakan dalam rangka menyikapi situasi dan kondisi dimasa pandemi ini. Berbagai regulasi dalam rangka membantu satuan pendidikan agar tetap dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran pun  dikeluarkan, salah satunya dengan mengeluarkan kurikulum darurat sebagai kurikulum alternatif. Dengan demikian, diharapkan proses pendidikan tetap berjalan sehingga dapat meminimalisir terjadirnya learning loss atau kemunduran proses akademik karena faktor tertentu.


Berdasarkan hasil riset Kemendikbudristek terhadap 3.391 siswa SD dari 7 kabupaten/kota pada 4 provinsi menunjukkan  adanya perubahan yang siginifikan selama masa pandemi ini. Sebelum pandemi terjadi, kemajuan belajar satu tahun pada kelas 1 SD untuk literasi 129 poin dan numerasi 78 poin. Setelah pandemi, terjadi learning loss  pada literasi sebanyak 52 poin atau  setara dengan 6 bulan belajar, sedangkan pada numerasi sebanyak 44 poin atau setara dengan 5 bulan belajar.

Kemudian, dalam rangka memulihkan  pembelajaran sebagai dampak pendemi yang berkepanjangan ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kembali mengeluarkan kurikulum prototipe. Kurikulum tersebut merupakan sebuah opsi tambahan bagi satuan pendidikan guna melakukan pemulihan pembelaharan selama 2022 hingga 2024. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kurikulum  pada masa pemulihan pembelajaran tersebut akan dikeluarkan kebijakan tentang kurikulum nasional.

Rencananya pada  tahun pelajaran 2021-2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah meluncurkan kurikulum paradigma baru sebagai penyempurnaan dari KTSP 2013. Kurikulum ini akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui Program Sekolah Penggerak (PSP)  dan pada akhirnya akan diterapkan pada setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia.  Mari kita lihat begaimana karakteristik kurikulum paradigma baru. Ada 7 (tujuh) karakteristik kurikulum tersebut.

Pertama, struktur kurikulum, Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Asesmen Pembelajaran. Dalam kurikulum ini kegiatan pembelajaran yang berupa tatap muka dan proyek. Sekolah diberikan kebebasan menyusun dan mengembangkan program kerja tambahan sesuai dengan visi dan misi dan sumber daya sekolah  guna mengembangkan kompetensi siswanya.

Kedua, adanya istilah baru yaitu Capaian Pembelajaran (CP) yang merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh. Oleh karena itu, setiap asesmen pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru haruslah mengacu pada capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.

Ketiga, pelaksanaan proses pembelajaran dengan pendekatan tematik yang selama ini hanya dilakukan pada jenjang SD saja, pada kurikulum baru diperbolehkan untuk dilakukan pada jenjang pendidikan lainnya. Dengan demikian pada jenjang SD kelas IV, V, dan VI tidak harus menggunakan pendekatan tematik dalam pembelajaran, atau dengan kata lain sekolah dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis mata pelajaran.

Keempat, jika dilihat dari jumlah jam pelajaran, kurikulum tersebut tidak menetapkan jumlah jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini berlaku pada KTSP 2013, akan tetapi jumlah jam pelajaran ditetapkan pertahun. Setiap sekolah memiliki kemudahan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Suatu mata pelajaran dapat  saja tidak diajarkan pada semester ganjil, namun akan diajarkan pada semester genap atau dapat juga sebaliknya. Misalnya,  mata pelajaran IPA di kelas VIII hanya diajarkan pada semester ganjil saja.  Sepanjang jam pelajaran pertahunnya terpenuhi maka tidak menjadi persoalan dan dapat dibenarkan.

Kelima, Sekolah juga diberikan keleluasaan untuk menerapakan model pembelajaran kolaboratif antar mata pelajaran serta membuat asesmen lintas mata pelajaran, misalnya berupa asesmen sumatif dalam bentuk proyek atau penilaian berbasis proyek. Pada kurikulum baru ini siswa SD paling sedikit dapat melakukan 2 (dua) kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan 3 (tiga) kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran.

Keenam, untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada KTSP 2013 dihilangkan maka pada kurikulum baru tersebut  mata pelajaran TIK  akan dikembalikan dengan nama baru yaitu Informatika,  dan akan diajarkan mulai dari jenjang SMP. Mata pelajaran ini tidak harus diajarkan oleh guru yang berlatarbelakang TIK/Informatika, namun dapat diajarkan oleh guru umum. Hal ini disebabkan karena pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mempersiapkan buku pembelajaran Informatika yang sangat mudah digunakan dan dipahami oleh pendidik dan peserta didik.

Ketujuh, untuk mata pelajaran IPA dan IPS pada jenjang Sekolah Dasar Kelas IV, V, dan VI yang selama ini berdiri sendiri, dalam kurikulum ini kedua mata pelajaran ini akan diajarkan secara bersamaan dengan nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS). Hal ini bertujuan agar peserta didik lebih siap dalam mengikuti pembelajaran IPA dan IPS yang terpisah pada jenjang SMP. Sedangkan pada jenjang SMA peminatan atau penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa akan kembali dilaksanakan pada kelas XI dan XII.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi selalu mengupayakan agar pendidikan dapat pulih kembali, bahkan lebih meningkat dari sebelum adanya pandemi Covid-19. Pulih dan bangkitnya dunia  pendidikan inilah diharapkan dapat berkontribusi untuk bangsa Indonesia mampu bangkit, berkembang, dan maju guna mengejar mewujudkan masyarakat yang maju, makmur, dan sejehatera. Bangkit pendidikan negeri ku. Semoga

.

#BangkitPendidikanNegeriKu

Post a Comment for "KURIKULUM BARU , SOLUSI DAMPAK PANDEMI"