Musim mulai berganti seiring dengan perputaran dan perjalanan waktu.
Musim kemarau hampir berakhir dan berlalu, dan musim penghujan pun mulai
datang. Seiring dengan musim penghujan, bunga dari pohon buah-buahan pun mulai
bermunculan. Musim semi ala kampung kami.
Pohon kasturi yang banyak tumbuh di kampung mulai berkembang pada awal
musim penghujan tersebut. Kasturi merupakan salah satu jenis pohon mangga yang
banyak terdapat di Kalimantan,khususnya Kalimantan Selatan.
Kembang pohon kasturi yang berwarna putih terlihat menyelemuti setiap
pohon kasturi yang ada di kampung kami. Ada puluhan atau bahkan ratusan pohon
kasturi yang ada di kampung kami.Angin yang sering bertiup kencang dan hujan
lebat yang sering turun dapat mengurangi kembang kasturi menjadi buah, karena
tiupan angina kencang dan air hujan yang lebat dapat merontokkan kembang pohon
kasturi dan pohon buah lainnya, sehingga mengurangi bekal buahnya. Kondisi
tersebut yang dikhawatirkan oleh pemilik pohon kasturi, karena akan mengurangi
buah kasturi yang ada.
Menurut
Wikipedia, pohon mangga kasturi bisa mencapai tinggi 25 m dengan diameter
batang ± 40 – 115 cm. Kulit kayu berwarna putih keabu-abuan sampai coklat
terang, kadangkala terdapat retakan atau celah kecil ± 1 cm berupa kulit
kayu mati dan mirip dengan Mangifera indica. Daun bertangkai,
berbentuk lanset memanjang dengan ujung runcing dan
pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25 tulang daun samping.
Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.
Bunga majemuk
berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerapkali berambut rapat. Panjang tangkai bunga ± 28 cm
dengan anak tangkai sangat pendek, yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak bulat
telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm. Daun mahkota bulat telur
memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama panjang dengan
mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan
dasar bunga. Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan berat
kurang dari 80 gram, daging buah kuning atau oranye dan berserabut. Biji batu
dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau
sekitar bulan Januari (https://id.wikipedia.org/wiki/Mangga_kasturi)
Kami, anak-anak kampung sangat
bersuka cita menyambut kedatangan musim buah kasturi, karena menjadi
ajang dan wahana kami dalam bermain yang baru. Tidak setiap tahun kasturi
berbuah lebat, ada masa-masanya tidak ada buah kasturi sama sekali, karena
adanya musim kemarau yang panjang,atau
musim hujan yang datang lebih awal dengan disertai angin kencang.
Para pemilik pohon kasturi sudah bersiap-siap juga menyambut musim buah
kasturi dengan cara membersihkan lahan di bawah pohon kasturi dan sekitarnya,
karena selama beberapa waktu lahan yang berada di bawah pohon kasturi tersebut
jarang dibersihkan oleh pemiliknya. Pada umumnya lahan yang berada di bawah
pohon kasturi kurang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam, karena dedaunan
pohon kasturi yang besar itu menghambat masuknya sinar matahari ke tanah yang
ada di bawahnya. Jika ada tumbuhan yang ada di bawah pohon kasturi, hanyalah
semak-semak, rumpun banban, atau tumbuhan liarnya.
Hari berganti hari, dan bulan pun berganti bulan. Kini, buah –buah
kasturi sudah mulai masak di pohonnya. Pohon kasturi yang batangnya tinggi dan
besar cukup memudahkan banyak orang mengetahui buahnya sudah masak atau belum,
karena dari kejauhan sudah dapat terlihat buah kasturi tersebut. Jika buahnya
sudah mulai masak, terlihat kehitam-hitaman dari kejauhan, dan inilah saatnya
musim ‘ manjatu’ buah kasturi. Manjatu itu artinya mencari dan
mengambil buah kasturi yang sudah jatuh ke lahan di bawah pohonnya.
“ Nang, pohon kasturi yang di darat
Sungai Tabuk mulai masak buahnya, “ ujar ayah memberitahuku pada suatu malam.
“ Iyakah Yah, esok ulun memeriksanya ke darat,
“ jawabku
Ya. Pada tanah milik ayah dan keluarga di Sungai Tabuk, sekitar 2
kilometer dari rumah kami di kampung ada
pohon kasturi yang besar dan rimbun. Pohon kasturi itu sebenarnya milik
keluarga besar kami, dan semua sanak keluarga
boleh saja mengambilnya untuk dimakan. Ayahku memiliki saudara ada 6
orang, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Kami biasa menyebutnya kalau ke tanah yang
ada pohon kasturi itu ke darat.
“ Din, kamu mau ikut memeriksa pohon kasturi di Sungai Tabuk siang
nanti, ujar ayahku buahnya mulai masak “ ajakku dengan Syaifudin saat pulang
sekolah.
“ Bisa,Lan. Nanti kita ajak juga Masrani dan Aswan ,” jawab Syaifudin.
“ Iya,Din. Kita sama-sama Masrani dan
Aswan ke sana,”jawabku dengan
penuh semangat.
Siang itu, setelah makan siang di rumah masing-masing, aku, Masrani,
Syaifudin, dan Aswan sudah berkumpul di bawah pohon kasturi Masrani yang ada di
belakang sekolah kami. Sesuai dengan rencana, siang itu kami akan memeriksa
buah kasturi yang ada di tanah milik keluargaku
yang berada di Sungai Tabuk.
“ Lan, kamu bawa apa, “ ujar Masrani
menanyaiku
“ Aku bawa parang untuk
bersih-bersih di sana, “ jawabku.
“ Iya, aku juga bawa parang
dan bakul, kalau-kalau ada buah kasturi masak yang sudah jatuh, “ ucap
Aswan.
“ Aku tidak bawa apa-apa,ikut
bantu-bantu saja,” ujar Syaifudin.
“ Kalau sudah siap, ayo kita
berangkat, “ ujarku.
“ Iya,Lan. Cepat kita berangkat,takut nanti didahului orang lain
ke sana , “ ujar Masrani.
Kami menelusuri jalan setapak yang biasanya dilewati masyarakat
kampung kami jika mau ke Sungai Tabuk.
Saat melintasi dan menyeberangi Sungai Tabuk kami tidak perlu khawatir basah
atau kena air,karena aliran sungai yang lebar sekitar 6 meter dan dalam sekitar 4 meter kini sudah
kering akibat kemarau.
Sekitar 15 menit kami
menapaki jalan setapak dan melintasi
aliran Sungai Tabuk yang kering,
akhirnya sampai di tempat tujuan. Betapa terkejutnya aku dan kawan-kawan ketika
menjelang beberapa meter di tempat tujuan….
****
Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 23. Musim ‘Manjatu’ Buah Kasturi (1)"