Tulisan Pertama Kang Doddy : MATERI KESATU

 

Alhamdulillah, Kang Doddy Ahmad Fauzi, suhu penulis yang  pernah lama bergelut dengan dunia jurnalistik alias kewartawanan membuka grup WA dengan jargon “ Jurdik.id (jurnalistik pedagogik, terdidik, mendidik) sebuah blog terbuka bagi para pengajar. Grup ini dibuat untuk menggodok rencana pelatihan jurnalistik (liputan, wawancara, studi pustaka, hingga penulisan laporan jurnalistik) untuk para pendidik (guru, dosen, ajengan, kiyai, suhu, dll).

Saya tertarik masuk dalam grup WA tersebut guna menimba ilmu kembali  dari sang suhu yang pada tahun 2017 lalu pernah juga memberikan materi kepenulisan bagi pengurus dan anggota IGI (Ikatan Guru Indonesia) Kalsel di Banjarmasin. Saat Kang Doddy, bagitu panggilannya, datang langsung ke Banjarmasin memberikan materi dan berbagi ilmu dan pengalaman. Saya bersama peserta lainnya sangat terbantu dalam mengembangkan bakat, minat dan potensi menulis.

Nah, dalam paparan awalnya secara online melalui grup WA ‘Jurdik.id Bandung raya’ Kang Doddy memulai pemaparan ilmunya dengan mengupas mengenai beda jurnalistik dan non jurnalistik. Untuk lebih jelasnya, silahkan simak materi Kang Doddy berikut ini saya saya ambil dari grup WA tersebut dengan sedikit editan.

“ MATERI SATU”

 

Apa itu Jurnalistik, dan apa bedanya tulisan yang jurnalistik dengan yang bukan jurnalistik?

Apa bedanya laporan jurnalistik dengan yang bukan jurnalistik?

Apa bedanya tayangan yang disebut jurnalistik dengan yang bukan jurnalistik?

Baiklah, kita cari tahu perbedaan jurnalistik dan yang bukan jurnalistik. Secara etimologi, kata jurnalistik berasal dari kata jurnal, dan jurnal berasal dari bahasa Inggris, journey yang artinya perjalanan. Nah, kenapa dari perjalanan menjadi jurnal dan jurnalistik, lalau apa bedanya jurnalis dengan wartawan, apa bedanya jurnalistik dengan pers?

Nah, ketika diceritakan itu pengalaman, itulah yang disebut jurnal. Jadi, jurnal adalah cerita lisan atau dituliskan, sekarang divideokan juga, itu sebaiknya pengalaman pribadi langsung, atau cerita orang lain yang kita ceritakan.

Coba ceritakan pengalaman puasa ramadhan di negara yang mengalami siang lebih panjang dari malam? Jam 03.00 sudah imsak, magrib baru terjadi pukul 20.30.

Karena yang mengalami kala itu tak memiliki akses untuk menulis di koran, atau ngocoblak di radio/TV, maka yang mengalami diwawancara oleh wartawan. Tapi sekarang mah, wartawan telah mati, karena semua yang punya akun sosmed, bisa menjadi wartawan.

Tapi wartawan tidak mati total, mungkin mati suri, karena ternyata, tidak semua yang punya akun sosmed bisa melaporkan dengan jernih, bernas, benar, dan dapat dipercaya. Nah, poin ini yang kemudian juga membedakan seorang jurnalis/wartawan dengan yang bukan, serta produk laporan yang disampaikannya, bisa memenuhi RUKUN jurnalistik atau tidak

Kenapa Jurnal Ilmiah tidak disebut sebagai produk jurnalistik, padahal kan ada unsur Jurnal?

Rukun jurnalistik inilah kuncinya. Dalam Jurnal Ilmiah, rukun jurnalistik tidak diterapkan. Jikapun ada penulis yang menerapkannya, itu jadi semacam bonus. Produk jurnalistik tertulis seperti koran, majalah berita (tidak semua majalah berisi berita), tabloid, dll. wajib menerapkan rukun Jurnalistik. Nah, lalu seperti apa rukun jurnalistik?

Nah itu, jadi soal jurnalistik ini, sama dengan soal orasi atau pidato, moal ujug-ujug jadi ustad-nya. Ini masalahnya, sekarang ini, banyak orang yang 'merasa' sudah pandey, lalu mengaku-ngaku dan menjadi suhu. Maka, kata sayidina ALi bin Abi Thalib, bila suatu perkara diserahkan bukan kepada ahlinya, bukan kepada profesornya, maka tunggu weh tikerelep-nya.

Kan di kita, banyak tuh sekrang ini di kampus profesor. Tapi...

Bangsa kita akan makin tertinggal jauh dari negara modern, tapi saya yakin bisa bangkit, ketika para pendidik bisa dan meneraplan prinsip jurnalistik. Sebab dalam ilmu jurnalistik itu terdapat spirit propetik (kenabian), yang tidak boleh melebihkan atau mengurangkan apa yang datang dari langit. Nabi tidak boleh mengedit apalagi memelintir wahyu.

Tapi sekarang, mengedit atau memelintir fakta, makin bertebaran, apalagi nanti jelang pemilihan Jelangkung pada 2014. Huhuhuhu hoax merebax “

Nah, demikian dulu paparannya agar tidak kepanjangan dan keletihan membacanya. Nantikan sambungan paparan Kang Doddy mengenai “ Rukun Utama Jurnalistik “... sampai jumpa pada tulisan bagian pertama ini... terima kasih.

Post a Comment for "Tulisan Pertama Kang Doddy : MATERI KESATU "