Tulisan saya ini merupakan pengalaman pribadi awal mula menjadi dan
aktif dalam organisasi profesi Ikatan Guru Indonesia atau IGI. Bermula pada
tahun 2017 lalu ketika saya mengikuti kegiatan pelatihan SAGUSAKU atau Satu Guru Satu Buku yang diselenggarakan
oleh Pengurus Wilayah IGI Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Narasumber dalam
pelatihan tersebut Doddy Ahmad Fauzi, atau Kang Doddy, dari Bandung.
Selain mendapatkan ilmu, pengalaman, dan wawasan mengenai kepenulisan, saya dan peserta lainnya juga mendapatkan pengetahuan dan pencerahan mengenai IGI sebagai salah satu organisasi profesi guru yang ada di Indonesia, khususnya IGI di Kalimantan Selatan. Sejujurnya, sebelum mengikuti kegiatan pelatihan tersebut, saya selaku guru sebelumnya tidak begitu mengenal tentang IGI, apalagi menjagi anggota organisasinya. Keanggotaan saya dalam IGI terjadi sekitar beberapa hari sebelum mengikuti pelatihan tersebut, karena jika menjadi anggota IGI biaya pendaftaran pelatihan lebih murah dari pada yang bukan anggota IGI.
Lalu, apakah kegiatan selanjutnya seusai mengikuti pelatihan SAGUSAKU
yang menjadi ‘pintu masuk’ saya lebih jauh berkiprah dalam IGI?
Sebagai bentuk penerapan dari hasil pelatihan SAGUSAKU di atas, saya
bersama kawan-kawan anggota IGI Tanah Laut menyelenggarakan pelatihan
kepenulisan bagi guru-guru pada tahun 2018. Saat itu saya belum menjadi pengurus IGI, sedangkan
pengurusnya masih fakum, sehingga penyelenggaraan
kegiatan tidak menggunakan atas nama IGI. Meskipun demikian, pola kegiatan
mengacu pada program SAGUSAKU dan pengisi materi pun dari pengurus IGI Pusat
waktu itu, yaitu Gusti Surian, M.Pd.
Dalam perkembangan selanjutnya, saya tetap aktif mengirim tulisan ke blog
IGI dengan berbagai jenis bentuk tulisan. Ada tulisan artikel, berita, puisi,
dan sebagainya. Masih pada tahun 2018, saya mendapat undangan dari Pengurus
Wilayah IGI Kalimantan Tengah untuk mengisi sebagai narasumber pada kegiatan
pelatihan SAGUSAKU di Palangkaraya, tempat di aula LPMP Kalimantan Tengah.
Pada Juli 2019, kembali saya diundang menjadi narasumber dalam kegiatan
pelatihan SAGUSAKU di Tamian Layang yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah
IGI Kabupaten Barito Timur, tempatnya di aula BKD Kabupaten Barito Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Dari sekilas paparan pengalaman saya di atas, bahwa proses mengenal dan
menjadi organisasi profesi guru seperti IGI, tidak saja dilakukan melalui satu cara
pendaftaran anggota, tetapi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya
dilakukan dengan menyelenggaran kegiatan pelatihan SAGUSAKU atau kanal kegiatan
IGI yang lainnya.
Melalui pelatihan yang diberikan kepada guru inilah menjadi jalan masuk
yang efektif untuk memperkenal apa itu IGI dengan segala kegiatannya yang
sangat membantu guru dalam meningkatkan profesionalismenya. Selama ini,
organisasi profesi guru yang telah lama ada tidak secara langsung memberikan
pelayanan kepada guru dalam meningkatkan profesinya, tetapi IGI telah menyentuh
guru langsung melalui berbagai program dan kegiatannya.
Sebagaimana saya ketahui ketika menjadi narasumber pada pelatihan
SAGUSAKU di atas, bahwa guru yang mengikuti pelatihan tersebut pada umumnya
bukan anggota IGI, sama seperti saya pada awalnya. Nah, melalui pola pelatihan
atau sejenisnya inilah diharapkan makin banyak guru yang tertarik dan menjadi
anggota atau pengurus IGI dengan penuh kesadaran, bukan karena keterpakasaan
atau alasan lainnya. Mereka menyadari bahwa IGI menjadi wadah organisasi
profesi yang tepat dalam upaya mendorong dan menyokong dirinya menjadi guru
yang profesional.
Perubahan pragdigma guru dalam berorganisasi pofesi hendaknya diimbangi
pula dengan pelayanan yang baik dari pengurus organisasi profesi tersebut
sehingga guru sebagai anggota organisasi profesi menjadi terbimbing dan terayomi secara baik.
Pelayanan pengurus organisasi profesi
terhadap anggota ini dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan
pengurusan keanggotaan atau kartu anggota, pelatihan profesi, dan sebagainya.
Dalam upaya membumikan literasi di kalangan guru, IGI dapat dikatakan
sebagai organisasi profesi terdepan dalam gerakan literasi melalui program
SAGUSAKU sebagaimana contoh pengalaman yang saya paparkan di atas. Bagi banyak
guru masalah menulis buku, artikel, dan sejenisnya
adalah suatu keharusan sesuai dengan tuntutan profesinya. Pada pengembangan
profesi dalam pengumpulan angka kredit untuk naik pangkat, guru diharuskan
memiliki karya tulis ilmiah, baik berupa PTK atau PTS, artikel, buku, dan
sebagainya.
Pelatihan SAGUSAKU yang diselenggarakan oleh IGI menjadi salah satu
solusi yang tepat bagi guru dalam upaya mereka menyiapkan diri untuk memiliki
karya tulis ilmiah guna memenuhi persyaratan pemunuhan angka kredit guru dalam
kegiatan pengembangan profesi. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, banyak
kawan-kawan guru yang tidak dapat naik pangkat dari IV a ke IV b dan seterusnya
karena terkendala tidak memilik angka kredit pada pengembang profesinya.
Terlepas dari pemenuhan angka kredit guru untuk naik pangkat, sejatinya
seorang guru merupakan literat yang menjadi contoh bagi peserta didiknya,
karena guru contoh teladan dalam gerakan literasi di sekolah. Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) yang sudah relatif lama dikampanyekan, ternyata belum sepenuhnya
memenuhi harapan. Salah satu kendalanya ada pada guru itu sendiri. Salah satu
contoh kasusnya, ada guru yang mengajar di kelas tanpa membawa buku sumber dan
buku bacaan pendukung lainnya.
Dari beberapa kawan-kawan pengurus IGI di daerah ada yang melaksanakan program gerakan literasi ke sekolah-sekolah. Mereka melakukan sosialisasi dan praktik menulis bagi siswa yang mengikuti program kegiatan tersebut, sehingga akhirnya dapat menghasilkan sebuha buku kompilasi tulisan siswa, baik itu artikel atau esai, puisi, pantun, dan sebagainya. Tentu saja kegiatan tersebut sangat positif bagi upaya mengembangkan budaya menulis dan gerakan literasi di kalangan generasi milenial.
Dengan melalui pelatihan SAGUSAKU tersebut peserta mendapat beberapa keuntungan, seperti ilmu mengenai
kepenulisan, wawasan organisasi profesi, dan wadah menyalurkan hobi menulis.
Ibarat kata pepatah’ Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampui’ Demikian pula bagi saya berdasarkan fakta dan
pengalaman yang saya alami dan rasakan saat mula pertama berkiprah dalam
organisasi profesi yang tercinta ini, yaitu IGI (Ikatan Guru Indonesia).
Sebagai bagian penutup dari tulisan ini, perkenankan saya memberikan
bukti hasil kegiatan membumikan literasi melalui pelatihan SABUSAKU dan
sejenisnya, yaitu sebagai berikut : (1) Buku kompilasi yang berjudul “Tanah Laut Menulis. Edisi 1” karya
guru-guru Tanah Laut hasil kegiatan
Workshop Menulis Artikel Angkatan I dan II SAGUSAKU IGI Tanah Laut tahun 2018;
(2) Buku antologi artikel yang berjudu “Langkah
Kecil Membuka Berjuta Inspirasi” karya guru-guru Kalimantan Tengah hasil
kegiatan Diklat SAGUSAKU IGI Kalimantan Tengah tahun 2018; dan (3) Buku antologi puisi dan cerpen yang berjudu “Mutiara Kata Dari Negeri Tambun Bungai” karya guru-guru Kalimantan
Tengah hasil kegiatan Diklat SAGUSAKU IGI Kalimantan Tengah tahun 2018.
JAYA IGI, dan SALAM
LITERASI.
Post a Comment for "AKU MENGENAL IGI MELALUI KEGIATAN GERAKAN LITERASI"