Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 7. Menemukan Anak Burung Betet


Musim hujan sudah mulai pasca berakhrirnya masa panen padi di kampung kami. Perubahan cuaca yang selalu terjadi dalam setiap pergantian musim. Hampir setiap hari cuaca mendung dan kemudian turun hujan membasahi bumi. Terjadinya perubahan alam dari waktu ke waktu merupakan kenyataan yang alami sesuai dengan kehendak-Nya. Masa pergantian antara musim kemarau ke musim hujan ini dikenal dengan masa pancaroba.
Entah mengapa sore itu aku tergerak hati untuk ke areal persawahan di belakang perkampungan kami. Aku sendirian saja pergi ke persawahan. Sore itu cuaca terasa dingin karena pada selepas tengah hari turun hujan. Tanpa ditemani kawan yang biasanya, aku menelusuri areal persawahan yang tidak jauh dari perkampungan kami. Pada sore itu,  kondisi di areal persawahan sepi, tidak ada terlihat aktivitas di sawah, karena masa panen sudah lama selesai. Tinggal batang-batang padi yang mengering atau bahkan sudah mulai lapuk diterpa sinar matahari dan air hujan.

Aku berjalan menelusuri tempat yang biasanya didatangi di persawahan tersebut, salah satunya pohon jambu merah yang ada di sawah milik bibiku. Pohon jambu ini menjadi tempat yang sering aku datangi, karena ada saja buahnya yang masak di pohon saat didatangi, dan tentu saja rasanya juga manis.  Sebelum sampai ke pohon jambu merah yang akan dituju itu, aku melihat ada batang pohon kuini yang sudah lama mati roboh. Pelan-pelan terdengan bunyi yang aneh dari pohon kuini yang roboh tersebut. Aku dekati pohon kuini yang roboh itu untuk memastikan bunyi yang aneh tersebut.
Semakin ku dekati sumber bunyi dari pohon kuini yang roboh tersebut semakin jelas bunyinya. Aku penasaran dengan suara yang terus semakin nyaring saat mendekati pohon kuini yang roboh itu. Dari suara yang pelan terdengar itu aku menjadi penasaran sekali untuk memastikan apa yang sebenarnya dibalik suara tersebut. Semakin dekat, semakin jelas suaranya. Setelah aku dekati, ternyata sumber suara itu berasal dari sebuah lubang di pohon kuini yang roboh itu.
Rasa penasaranku semakin kuat setelah memastikan bahwa sumber suara itu berasal dari lubang di pohon kuini yang roboh itu. Aku beranikan diri mendekati dengan sumber bunyi itu, meski ada juga rasa  takut dan was-was, karena situasi di areal persawahan sore itu sepi dan sunyi, tidak ada terlihat seorang pun. Ketika aku melihat dari dekat ke lubang di  pohon kuini yang roboh itu, ternyata…seekor bayi burung betet yang masih baru menetas, karena badannya belum tumbuh bulunya.
Segera aku ambil bayi burung betet yang kedinginan dari dalam lubang pohon kuini yang roboh itu. Aku perhatikan di sekitar untuk memastikan apakah ada mamanya burung betet kecil ini, tetapi tidak terlihat, hingga akhirnya ku putuskan membawanya pulang untuk dipelihara. Aku segera beranjak pulang ke rumah dengan membawa seekor bayi burung betet. Sesampai di rumah, aku segera mencarikan tempat yang aman dan nyaman bagi bayi burung betet, teman baruku.
“ Ma, ulun dapat anak burung betet” teriakku ketika sampai di rumah.
“ Oh, dimana kamu mendapatkannya Nak,” kata ibuku.
“ Di sawah Ma, ada pohon kuini yang roboh” jawabku dengan girannya.
“ Kamu jaga dengan baik, jangan sampai nanti di makan kucing” ujar mamaku lagi.
Inggih Ma, ulun jaga baik-baik” jawabku dengan tegasnya.
Sore itu aku sibuk menyiapkan tempat untuk menyimpan bayi burung betet yang masih perlu perawatan dan pemeliharaan khusus, karena umurnya masih baru, mungkin sekitar 3-4 hari. Tempat yang ku buatkan untuk bayi betet yang kecil ini menurutku sudah sesuai dengan kondisi yang diinginkan, dan ku letakkan pada tempat yang menurutku aman dari jangkauan kucing yang sering berada di rumah. Malam pun datang. Aku mencarikan buah pisang masak untuk bayi burung betet ke warung Acil Siti.
Cil, ada jual pisang masakkah “ tanyaku ketika sampai di warung Acil Siti yang tidak jauh dari rumahku.
“ Ada, pisang apa yang kamu cari Lan” ujar Acil Siti menanyaiku.
“ Pisang manurun Cil “ jawabku.
“ Berapa biji belinya “ ujar  Acil Siti.
“ Dua biji saja Cil “ jawabku lagi.
Setelah membeli sebanyak dua biji pisang manurun yang sudah masak, aku segera pulang ke rumah. Pisang manurun atau pisang kapok merupakan pisang yang banyak terdapat di kampung kami.


Post a Comment for " Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 7. Menemukan Anak Burung Betet"