Musim hujan sudah mulai pasca berakhrirnya masa panen padi di kampung
kami. Perubahan cuaca yang selalu terjadi dalam setiap pergantian musim. Hampir
setiap hari cuaca mendung dan kemudian turun hujan membasahi bumi. Terjadinya
perubahan alam dari waktu ke waktu merupakan kenyataan yang alami sesuai dengan
kehendak-Nya. Masa pergantian antara musim kemarau ke musim hujan ini dikenal
dengan masa pancaroba.
Entah mengapa sore itu aku tergerak hati untuk ke areal persawahan di
belakang perkampungan kami. Aku sendirian saja pergi ke persawahan. Sore itu
cuaca terasa dingin karena pada selepas tengah hari turun hujan. Tanpa ditemani
kawan yang biasanya, aku menelusuri areal persawahan yang tidak jauh dari
perkampungan kami. Pada sore itu, kondisi di areal persawahan sepi, tidak ada
terlihat aktivitas di sawah, karena masa panen sudah lama selesai. Tinggal
batang-batang padi yang mengering atau bahkan sudah mulai lapuk diterpa sinar
matahari dan air hujan.
Aku berjalan menelusuri tempat yang biasanya didatangi di persawahan
tersebut, salah satunya pohon jambu merah yang ada di sawah milik bibiku. Pohon
jambu ini menjadi tempat yang sering aku datangi, karena ada saja buahnya yang
masak di pohon saat didatangi, dan tentu saja rasanya juga manis. Sebelum sampai ke pohon jambu merah yang akan
dituju itu, aku melihat ada batang pohon kuini yang sudah lama mati roboh. Pelan-pelan
terdengan bunyi yang aneh dari pohon kuini yang roboh tersebut. Aku dekati
pohon kuini yang roboh itu untuk
memastikan bunyi yang aneh tersebut.
Semakin ku dekati sumber bunyi dari pohon kuini yang roboh tersebut semakin jelas bunyinya. Aku penasaran
dengan suara yang terus semakin nyaring saat mendekati pohon kuini yang roboh itu. Dari suara yang
pelan terdengar itu aku menjadi penasaran sekali untuk memastikan apa yang
sebenarnya dibalik suara tersebut. Semakin dekat, semakin jelas suaranya. Setelah
aku dekati, ternyata sumber suara itu berasal dari sebuah lubang di pohon kuini yang roboh itu.
Rasa penasaranku semakin kuat setelah memastikan bahwa sumber suara itu
berasal dari lubang di pohon kuini
yang roboh itu. Aku beranikan diri mendekati dengan sumber bunyi itu, meski ada
juga rasa takut dan was-was, karena
situasi di areal persawahan sore itu sepi dan sunyi, tidak ada terlihat seorang
pun. Ketika aku melihat dari dekat ke lubang di pohon kuini
yang roboh itu, ternyata…seekor bayi burung betet yang masih baru menetas,
karena badannya belum tumbuh bulunya.
Segera aku ambil bayi burung betet yang kedinginan dari dalam lubang
pohon kuini yang roboh itu. Aku
perhatikan di sekitar untuk memastikan apakah ada mamanya burung betet kecil
ini, tetapi tidak terlihat, hingga akhirnya ku putuskan membawanya pulang untuk
dipelihara. Aku segera beranjak pulang ke rumah dengan membawa seekor bayi
burung betet. Sesampai di rumah, aku segera mencarikan tempat yang aman dan
nyaman bagi bayi burung betet, teman baruku.
“ Ma, ulun dapat anak burung
betet” teriakku ketika sampai di rumah.
“ Oh, dimana kamu mendapatkannya Nak,” kata ibuku.
“ Di sawah Ma, ada pohon kuini yang roboh” jawabku dengan girannya.
“ Kamu jaga dengan baik, jangan sampai nanti di makan kucing” ujar
mamaku lagi.
“ Inggih Ma, ulun jaga baik-baik” jawabku dengan
tegasnya.
Sore itu aku sibuk menyiapkan tempat untuk menyimpan bayi burung betet
yang masih perlu perawatan dan pemeliharaan khusus, karena umurnya masih baru,
mungkin sekitar 3-4 hari. Tempat yang ku buatkan untuk bayi betet yang kecil
ini menurutku sudah sesuai dengan kondisi yang diinginkan, dan ku letakkan pada
tempat yang menurutku aman dari jangkauan kucing yang sering berada di rumah. Malam
pun datang. Aku mencarikan buah pisang masak untuk bayi burung betet ke warung Acil Siti.
“ Cil, ada jual pisang
masakkah “ tanyaku ketika sampai di warung Acil
Siti yang tidak jauh dari rumahku.
“ Ada, pisang apa yang kamu cari Lan” ujar Acil Siti menanyaiku.
“ Pisang manurun Cil “
jawabku.
“ Berapa biji belinya “ ujar Acil Siti.
“ Dua biji saja Cil “ jawabku
lagi.
Setelah membeli sebanyak dua biji pisang manurun yang sudah masak, aku
segera pulang ke rumah. Pisang manurun
atau pisang kapok merupakan pisang yang banyak terdapat di kampung kami.
Post a Comment for " Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 7. Menemukan Anak Burung Betet"