Membaca tulisan
Saudari Zayanti Mandasari,SH.MH, yang dimuat SKH Banjarmasin Post, Rabu tangl
13 Mei 2015, dengan judul “Hajatan “ dan Kejanggalan yang Terus Berlangsung,
membuat hati dan perasaan sebagai seorang pendidik menjadi terasa malu dan
tersentak. Meskipun tulisan tersebut hanya mengambil sampel tiga sekolah SMP di
Kota Banjarmasin tetapi kasus tersebut dapat dikatakan ‘refresentasi’ dari
fenomena yang ada. Ibaratnya seperti ‘gunung es’ yang muncul dipermukaan
lautan. Sedangkan kita ketahui bersama
bahwa UN tahun ini sudah tidak ‘sakti’ lagi, karena bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Dengan terungkapnya kasus yang ditemukan oleh
Ombudsman Kalsel tersebut setidaknya menjadi ‘pintu masuk’ untuk mengungkap
kebocoran kunci jawaban yang terjadi didalam pelaksanakan UN tahun ini.
Gaung
Ujian Nasional yang fenomenal ini apakah
masih menjadi
komiditi yang cukup laris ‘dijual’ untuk kepentingan politik oleh elit politik
di daerah, terlebih dalam menghadapi pilkada?.
Memang salah satu
indikator yang sering dibanggakan dan dijadikan komiditi politik dalam ajang pilkada adalah masalah yang berkaitan dengan
dunia pendidikan, khususnya hasil UN. Keberhasilan
memperoleh hasil terbaik dalam UN dalam suatu
daerah tertentu diidentifikasi dengan keberhasilan pembangunan dunia pendidikan
di daerah tersebut, bahkan sebaliknya keterpurukan hasil UN menjadi pertanda buruknya dunia pendidikan.
Implikasi dari hasil UN menjadi salah satu atau salah dua dari tolak ukur
kepala daerah menentukan figur yang memimpin bidang pendidikan daerah, seperti
Kepala Dinas Pendidikan atau sejenisnya.
Pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayan beserta koleganya di daerah,
memiliki kepentingan tersendiri terhadap tetap berlangsungnya pelaksanaan UN tersebut. Salah satu dari kepentingan itu adalah
untuk memetakan dunia pendidikan Indonesia, khususnya indikator keberhasilan
pendidikan yang dilihat dari nilai-nilai UN
selama
ini. Dengan melihat hasil UN yang dianggap
memiliki tingkat keakuratan dan validitas tinggi, dapat diidentifikasi tingkat
kemajuan dunia pendidikan di suatu daerah, bahkan sekolah yang mengikuti UN. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut akan
memudahkan melakukan suatu tindakan atau kebijakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia untuk waktu-waktu berikutnya. Kajian dan analisis terhadap hasil UN
menjadi
bahan masukan dan pertimbangan pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang
berkaitan dengan dunia pendidikan Indonesia.
Kebijakan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak lagi menjadikan nilai UN dari
empat mata pelajaran , yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan
Ilmu Pengetahuan Alam, sebagai penentu kelulusan ternyata kurang dipahami oleh
sebagian pelaku pendidikan. Kasus yang ditemukan Ombudsman Kalsel terhadap
beberapa sekolah SMP menggambarkan bagaimana sikap pihak tertentu yang kurang
dapat memahami esensi pelaksanaan UN sebagaimana mestinya. Kasus tersebut mengidentifikasikan adanya
ketakukan pihak tertentu atas hasil UN,
kekhawatiran yang kurang pada tempatnya dalam menyikapi UN. Tidak ada rasa
percaya diri dalam menghadapi UN menjadikan pihak tertentu mau berbuat yang
melanggar aturan yang berlaku, padahal sudah jelas ditegaskan oleh Menteri
Pendidikan dan Kabudayaan, Anies Baswedan, bahwa penyelenggaraan UN tahun ini
harus berlangsung jujur, tidak boleh ada kecurangan. Salah satu indikasi UN
jujur adalah tidak terjadi kebocoran kunci jawaban. Selanjutnya, jika ada
kebocoran kunci jawaban Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan yang
dikutip dan media online Merdeka com, menyatakan "Kita langsung follow up. Kita akan memproses
semua laporan, akan diusut semua laporan. Jadi, kita tidak akan membiarkan.
Mengapa penting? Karena praktik UN yang bocor-bocor itu sudah belasan tahun.
Nah kita akan mengubah itu. Mudah-mudahan tapi rasanya perlu tahap," tutup
Anies.
Dengan
ditemukannya kasus kebocoran kunci jawaban yang ditemukan oleh Ombudsman
Kalsel, mengindikasikan bagaimana sistem kepengawasan internal pelaksanaan UN.
Adakah pembiaran yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk memuluskan
kepentingan mereka? Terlepas dari semua
itu, kita sebagai pendidik dan orangtua yang menjunjung tinggi kejujuran dan
integritas berharap agar kasus kebocoran tersebut dapat diusut dengan tuntas
dan transparan agar semua menjadi terang benderang, sehingga menjadi pelajaran
bagi yang lain. Kita berharap agar dunia
pendidikan, khusus nilai UN tidak dijadikan alat dan komiditi politik yang digunakan
untuk kepentingan sesaat dan kelompok tertentu, apalagi menjelang pilkada.
Kemajuan pendidikan bukan ditentukan oleh nilai UN semata, karena banyak
indikator lain yang juga turut berperan penting terhadap kemajuan dunia
pendidikan, seperti prestasi non
akademik lainnya.
UN
dengan segala kontroversi, kelemahan dan kelebihanya, menjadi suatu kebijakan
pendidikan Nasional yang sampai saat ini masih dianggap baik dan tetap
dilaksanakan oleh Pemerintah karena menjadi salah satu indikator dan ukuran keberhasilan dunia
pendidikan kita bersama. Sebagai sarana
untuk pemetaan, pelaksanaan
UN tidak mesti di ujung (kelas akhir),
tapi dapat dilaksanakan di tahun kedua.
Pelaksanaannya juga tidak harus tiap tahun, tetapi dapat dua tahun sekali.
Nasional tersebut. Salah satu dari kepentingan itu adalah untuk memetakan dunia
pendidikan Indonesia, khususnya indikator keberhasilan pendidikan yang dilihat
dari nilai-nilai UN selama ini. Dengan melihat hasil UN yang dianggap memiliki
tingkat keakuratan dan validitas tinggi, dapat diidentifikasi tingkat kemajuan
dunia pendidikan di suatu daerah, terlebih bagi
sekolah yang mengikuti UN. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut akan
memudahkan untuk melakukan suatu tindakan
atau kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia untuk waktu-waktu
berikutnya. Hasil kajian dan analisis
terhadap hasil UN menjadi bahan masukan dan pertimbangan pemerintah
mengeluarkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan dunia pendidikan Indonesia.
Pada hakikatnya
pelaksanaan UN itu merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang perlu
untuk mengukur kemajuan pendidikan dari setiap satuan pendidikan sehingga
didapat gambaran yang jelas tentang mutu pendidikan Indonesia yang nyata dan
akurat. Hasil UN yang jujur dan jauh
dari kebocoran dan kecurangan akan menjadi data akurat yang sangat penting bagi
dunia pendidikan. Pengawasan pelaksanaan UN dari pihak luar, seperti Ombudsman
Kalsel, perlu kembali diterapkan untuk mengawal pelaksanaan UN yang jujur dan
bermutu.
Post a Comment for "UJIAN NASIONAL YANG (SELALU) FENOMENAL (Tanggapan terhadap tulisan Zayanti Mandasari,SH,MH.pada B.Post, Rabu,13 Mei 2015)"