Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 9. Mengejar dan Menaiki Kayu Gelondongan


Sungai Martapura yang mengalir dan melintasi kampung kami menjadi sarana atau jalur transportasi  air utama dari dan menuju Kota Banjarmasin, Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, sekaligus pusat perdagangan utama di Pulau Kalimantan. Selain itu, Sungai Martapura ini juga menjadi jalur pengangkutan bahan pokok kebutuhan masyarakat ke wilayah Kalimantah Tengah, seperti Kapuas dan Palangkaraya yang dibawa oleh para pedagang dari Martapura dan sekitarnya. 
Pedagang mengangkut barang dagangannya dengan menggunakan kapal berukuran besar secara berkala ke Kapuas, Palangkaraya, dan daerah lainnya di wilayah Kalimantan Tengah. Kapal-kapal dagang tersebut melintasi Sungai Martapura yang berada di perkampungan kami. Bahkan, diantaranya ada yang singgah di kampung kami untuk mengambil barang atau pedagang yang ikut berjualan di Kapuas atau Palangkaraya.


Sementara itu, hampir setiap hari ada taksi kapal klotok yang hilir mudik membawa dan mengantarkan penumpang dari kampung  kami ke Martapura dan sebaliknya.  Bagi sekitar pinggiran Sungai Martapura,taksi kapal klotok merupakan sarana transportasi sungai yang sangat membantu aktivitas masyarakat untuk bepergian ke Martapura, Ibukota Kabupaten Banjar, yang merupakan pasar utama di daerah ini.
Pada waktu maraknya aktivitas usaha perkayuan di Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Banjar, maka Sungai Martapura menjadi jalur utama melabuhkan kayu gelondongan hasil penebangan perusahaan kayu untuk dibawa ke pengolahanya di sekitar Banjarmasin. Kayu gelondongan yang ratusan batang itu ditarik oleh  sebuah kapal tunda menuju ke  Banjarmasin. Berlabuhnya kayu gelondongan yang ratusan batang tersebut menjadi  ajang bermain bagi anak-anak yang dilaluinya, yaitu pada  saat kondisi air Sungai Martapura tenang dan tidak terlalu dalam, termasuk aku dan anak-anak di kampungku.
Siang itu, kami berempat bersiap-siap mandi dan bermain-main di Sungai Martapura kembali. Kondisi cuaca yang panas terik pada akhir musim kemarau ini membuat banyak orang gerah, dan mandi menjadi solusi tercepat mendinginkan badan kami.
“ Ayo, kita lepas baju” ajakku dengan kawan-kawan sebelum terjun ke air Sungai Martapura.
“ Ya, kita letakkan di sana saja “ ujar Aswan menanggapi ajakanku.
Setelah melepaskan dan meletakkan  baju, kami pun berhamburan menjeburkan diri ke Sungai Martapura yang terlihat lengang siang itu. Semuanya sudah pandai berenang dan kuat menyelam, sehingga tidak dikhawatirkan oleh orangtua kami. Sudah sejak kecil kami mandi dan belajar beranang di Sungai Martapura ini, sehingga kami sudah menyatu dengan Sungai Martapura yang melintasi perkampungan  kami. Kami sudah kenal betul dimana tempat yang nyaman untuk mandi sambil bermain-main, dan dimana tempat yang harus dihindari.
Selang beberapa kami berempat mandi sambil bermain-main, terlihat dari kejauhan kapal tunda yang menarik kayu gelondongan dari hulu sungai. Terlihat kapalnya bergerak lambat mengikuti arus ke arah hilir sungai. Banyak sekali kayu gelondongan yang ditarik oleh kapal tunda tersebut, mungkin panjangnya hampir 1 km. Ada sekitar 10 -12 baris kayu sejajar, sedangkan ke belakangnya tidak terhitung jumlahnya. Kayunya besar dan panjang.
“ Ayo, kita menaiki kayu tersebut “ ujarku mengajak kawan-kawan.
“ Ya, ayo kita tunggu sampai kapal tundanya dekat dengan kita” kata Masrani menyarankan.
“ Setuju” ujar Aswan  dan Syaifudin.
Ketika  kapal tunda penarik kayu gelondongan mulai mendekati tempat kami mandi dan bermain, maka kami pun siap-siap berenang menuju arah kelompok kayu  gelondongan yang ditarik tersebut.  Jarak antara kapal tandu dengan kayu gelondongan yang ditarik sekitar 20 meter. Ada dua tali yang digunakan  untuk menarik kayu gelondongan tersebut,  satu diikat  pada sisi kanan dan satu sisi kiri.
“ Lan, hati-hati, ada buntal ” teriak Aswandari atas kayu gelondongan menakut-nakuti aku yang sedang berenang dan mendakati kayu gelondongan tersebut.
 “ Hore, aku sampai “ teriak Syaifudin
“ Ayo, naik Lan” ujar Aswan ketika aku sudah sampai danmerapat di kayu gelondongan terluar.
Semuanyasudah beradadi atas ratusanbatang kayugelondongan. Kami berjalan dan berlari kearah ujung kayu gelondongan yang paling belakang. Nantinya ketika berada di ujung kayu gelondongan paling belakang kami semua akan meloncat dan berenang kembali ke tepian sungai. Barisan kayu gelondongan yang panjang membuat kami dapat berlama-lama di atas kayu tersebut sebelum bercebur dan berenang kembali ke tepian sungai. 
Bagitulah  permainan kami anak-anak sungai  ketika ada kapal tunda yang menarik puluhan,  atau bahkan ratusan kayu gelondongan berukuran  besar di  Sungai Martapura. Sungai yang menjadi tempat bermain  yang paling menyenangkan bersama kawan-kawan.
****








Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 9. Mengejar dan Menaiki Kayu Gelondongan "