Sungai Martapura yang mengalir dan melintasi kampung kami menjadi
sarana atau jalur transportasi air utama
dari dan menuju Kota Banjarmasin, Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan,
sekaligus pusat perdagangan utama di Pulau Kalimantan. Selain itu, Sungai Martapura
ini juga menjadi jalur pengangkutan bahan pokok kebutuhan masyarakat ke wilayah
Kalimantah Tengah, seperti Kapuas dan Palangkaraya yang dibawa oleh para
pedagang dari Martapura dan sekitarnya.
Pedagang mengangkut barang dagangannya dengan menggunakan kapal
berukuran besar secara berkala ke Kapuas, Palangkaraya, dan daerah lainnya di
wilayah Kalimantan Tengah. Kapal-kapal dagang tersebut melintasi Sungai
Martapura yang berada di perkampungan kami. Bahkan, diantaranya ada yang
singgah di kampung kami untuk mengambil barang atau pedagang yang ikut
berjualan di Kapuas atau Palangkaraya.
Sementara itu, hampir setiap hari ada taksi kapal klotok yang hilir
mudik membawa dan mengantarkan penumpang dari kampung kami ke Martapura dan sebaliknya. Bagi sekitar pinggiran Sungai Martapura,taksi
kapal klotok merupakan sarana transportasi sungai yang sangat membantu
aktivitas masyarakat untuk bepergian ke Martapura, Ibukota Kabupaten Banjar,
yang merupakan pasar utama di daerah ini.
Pada waktu maraknya aktivitas usaha perkayuan di Kalimantan Selatan,
khususnya di Kabupaten Banjar, maka Sungai Martapura menjadi jalur utama
melabuhkan kayu gelondongan hasil penebangan perusahaan kayu untuk dibawa ke
pengolahanya di sekitar Banjarmasin. Kayu gelondongan yang ratusan batang itu
ditarik oleh sebuah kapal tunda menuju
ke Banjarmasin. Berlabuhnya kayu
gelondongan yang ratusan batang tersebut menjadi ajang bermain bagi anak-anak yang dilaluinya,
yaitu pada saat kondisi air Sungai
Martapura tenang dan tidak terlalu dalam, termasuk aku dan anak-anak di
kampungku.
Siang itu, kami berempat bersiap-siap mandi dan bermain-main di Sungai
Martapura kembali. Kondisi cuaca yang panas terik pada akhir musim kemarau ini membuat
banyak orang gerah, dan mandi menjadi solusi tercepat mendinginkan badan kami.
“ Ayo, kita lepas baju” ajakku dengan kawan-kawan sebelum terjun ke air
Sungai Martapura.
“ Ya, kita letakkan di sana saja “ ujar Aswan menanggapi ajakanku.
Setelah melepaskan dan meletakkan
baju, kami pun berhamburan menjeburkan diri ke Sungai Martapura yang
terlihat lengang siang itu. Semuanya sudah pandai berenang dan kuat menyelam,
sehingga tidak dikhawatirkan oleh orangtua kami. Sudah sejak kecil kami mandi
dan belajar beranang di Sungai Martapura ini, sehingga kami sudah menyatu
dengan Sungai Martapura yang melintasi perkampungan kami. Kami sudah kenal betul dimana tempat
yang nyaman untuk mandi sambil bermain-main, dan dimana tempat yang harus
dihindari.
Selang beberapa kami berempat mandi sambil bermain-main, terlihat dari kejauhan
kapal tunda yang menarik kayu gelondongan dari hulu sungai. Terlihat kapalnya
bergerak lambat mengikuti arus ke arah hilir sungai. Banyak sekali kayu
gelondongan yang ditarik oleh kapal tunda tersebut, mungkin panjangnya hampir 1
km. Ada sekitar 10 -12 baris kayu sejajar, sedangkan ke belakangnya tidak
terhitung jumlahnya. Kayunya besar dan panjang.
“ Ayo, kita menaiki kayu tersebut “ ujarku mengajak kawan-kawan.
“ Ya, ayo kita tunggu sampai kapal tundanya dekat dengan kita” kata
Masrani menyarankan.
“ Setuju” ujar Aswan dan
Syaifudin.
Ketika kapal tunda penarik kayu
gelondongan mulai mendekati tempat kami mandi dan bermain, maka kami pun
siap-siap berenang menuju arah kelompok kayu
gelondongan yang ditarik tersebut.
Jarak antara kapal tandu dengan kayu gelondongan yang ditarik sekitar 20
meter. Ada dua tali yang digunakan untuk
menarik kayu gelondongan tersebut, satu
diikat pada sisi kanan dan satu sisi
kiri.
“ Lan, hati-hati, ada buntal ” teriak Aswandari atas kayu gelondongan
menakut-nakuti aku yang sedang berenang dan mendakati kayu gelondongan
tersebut.
“ Hore, aku sampai “ teriak
Syaifudin
“ Ayo, naik Lan” ujar Aswan ketika aku sudah sampai danmerapat di kayu
gelondongan terluar.
Semuanyasudah beradadi atas ratusanbatang kayugelondongan. Kami
berjalan dan berlari kearah ujung kayu gelondongan yang paling belakang.
Nantinya ketika berada di ujung kayu gelondongan paling belakang kami semua
akan meloncat dan berenang kembali ke tepian sungai. Barisan kayu gelondongan
yang panjang membuat kami dapat berlama-lama di atas kayu tersebut sebelum
bercebur dan berenang kembali ke tepian sungai.
Bagitulah permainan kami
anak-anak sungai ketika ada kapal tunda
yang menarik puluhan, atau bahkan
ratusan kayu gelondongan berukuran besar
di Sungai Martapura. Sungai yang menjadi
tempat bermain yang paling menyenangkan
bersama kawan-kawan.
****
Post a Comment for "Cerpen Kami Anak Sungai : Bagian 9. Mengejar dan Menaiki Kayu Gelondongan "